Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

Posted: 2 Juni 2010 in Nabi & Rasul
Tag:, , , , , ,

Biografi & Masa Kecil NABI MUHAMMAD S.A.W.

MAULUDIL RASUL

Firman ALLAH terhadap Muhammad s.a.w.:  “Bukankah  Allah  dapati   engkau yatim,  lalu  Ia  pelihara? Bukankah  Ia dapati  engkau  bingung,  lalu Ia  tunjuki? Dan  bukankah Ia dapati  engkau miskin, lalu Ia beri kecukupan?”

Bapanya,  Abdullah  bin   Abdul   Muttalib, sudah meninggal  dunia dua bulan sebelum   ia  dilahirkan.  Tetapi   apa  yang telah dikurniakan  Allah kepadanya di dalam keadaan yatim itu, adalah lebih dari ketiadaan yang disebabkan kepergian bapanya itu.

yaitu pemeliharaan  ibunya,  lalu  neneknya dan akhirnya  pamannya.  Dengan pertumbuhan   tubuh dan jiwa  sangat wajar,  ia menjadi seorang anak yang sangat  indah.

Mula-mula menjadi pengembala kambing, meningkat menjadi pedagang, menjadi terkenal di tengah orang  banyak  kerana tingkah lakunya yang indah menarik setiap insan yang                         mengenalinya, akhirnya  kahwin   mendapatkan  seorang jodoh  yang  amat ideal, lalu berpengaruh dan berwibawa, menjadi penyantun anak yatim dan orang-orang miskin.

Keyatimannya  telah  diganti  Allah  dengan ilmu,  pengalaman  dan  budipekerti.  Allah telah   mendidiknya  dengan  pendidikan yang amat  baik,  mempersiapkan  dirinya menjadi             pembawa tugas  kenabian, kerasulan dan pengembang  syariat, sebagai   penutup   dan  semua Nabi  dan Rasul.  Bahkan ia  dijadikan  Allah  menjadi makhluk  terbaik di tengah-tengah makhluk Allah yang  banyak.

Kemelaratan  yang dideritanya  semenjak kecil  telah diganti  Allah  dengan kecukupan, Allah memberkatinya  dalam perdagangannya,  dalam  kehidupannya  di tengah  ummat   manusia  dengan  nama yang  baik,   kepercayaan   manusia   atas dirinya dan  akhirnya  dengan kesempurnaan  agama yang diajarkannya.

Setelah  ia  mencapai  usia  enam  tahun, dia dibawa ibunya dalam  perjalanan  jauh dari Makkah  ke  Madinah  untuk mengunjungi keluarganya Bani  Najjar, yaitu  Ibu  saudara  dari ayahnya, dengan  maksud  mengunjungi rumah tempat bapanya  meninggal  dunia sebelum  ia  lahir,  juga menziarahi  kubur bapanya   itu.   Muhammad  dan ibunya menetap beberapa hari lamanya di tengah tengah keluarga bapanya itu dengan mendapat penghargaan yang sangat baik dari segenap tetangga.

Ketika  dalam perjalanan kembali ke Makkah, ibunya sakit, lalu meninggal dunia  dan di kuburkan  di  suatu tempat yang  bernama Abwa. Setelah  ibunya dikuburkan,  semua orang sudah kembali ke  rumah  masing-masing,  tinggallah Muhammad  bersama  pengasuhnya di dekat   kubur   itu,   terdiam tidak keluar kata, di  bawah terik  panas  matahari padang  pasir.   Sedang di   saat  itu   ia masih  anak kecil  berumur enam tahun. Airmatanya   mengalir  membasahi   kubur ibunya,  meratapi  yang  juga  sudah bertindak   sebagai  ganti bapanya. Dengan wafatnya ibunya  ini,  tinggallah dia tanpa bapa dan ibu, yatim piatu.

Setelah lama berdiam, dia menoleh keliling,  kiranya  tidak  seorang juga lagi manusia yang   berada di tempat  itu, selain Ummu  Aiman pembantunya.

Ummu Aiman lalu menyapu airmata yang mengalir di pipi  Muhammad, sambil berkata              menghiburkan dan menenangkan kalbunya, membangkitkan keberanian  hatinya menghadapi kesedihan   dan   kehidupan.  Muhammad berkata  kepada Ummu Aiman:  “Hai, Ummu  Aiman,  saya  sudah   kehilangan ibu  dan  bapa,  kehilangan  dua naungan yang menaungi  kepalaku,   sedangkan saya masih dalam perjalanan antara  dua negeri,   maka  ke  manakah   seharusnya saya  menuju   sekarang   ini,  hai   Ummu Aiman?   Apakah   meneruskan  perjalanan ke Makkah atau kembali ke Madinah?”

Mendengar  pertanyaan  ini,  meletuslah tangis Ummu  Aiman   yang  selama itu ditahannya.  Airmatanya  menghujan jatuh  membasahi tanah yang tandus itu. Peluh dinginnya mengalir di sekujur badannya,  suaranya menjadi  serak (parau)  ketika   dia mencoba  menjawab pertanyaan  Muhammad dengan pertanyaan pula:

“Ya,  ke manakah engkau ingin tuju,  hai Muhammad? Apakah kepada bapamu Abdul                Muttalib, penghulu  (ikutan) bangsa Quraisy,  agar engkau bertempat tinggal bersama  dia di bawah naungannya?”

Muhammad  segera bertanya:  “Mengapa engkau katakan bapaku  Abdul Muttalib? Bapaku?   Jangan dikatakan bapaku, tetapi katakanlah   nenekku, sebab bapaku  sudah  meninggal   dan hari   ini sudah meninggal pula  pengganti bapaku, yaitu   ibuku.   Ya,   Abdul   Muttalib   adalah nenekku, bapa dan  bapaku. Antara  saya dan nenekku  ada antara, di antara itulah ada    paman-pamanku, anak-anak dan paman-pamanku  itu, dan  saya   adalah salah  seorang dan mereka yang banyak itu.”

Dengan perkataan itu Muhammad membayangkan  akan   kedudukannya   di bawah neneknya, kerana dia  adalah  satu di  antara yang  banyak.  Jadi   tentu  lain dengan di bawah ibu atau   bapanya sendiri.

Begitulah Muhammad dengan pembantunya,  Ummu Aiman, meneruskan perjalanan ke Makkah,  lalu Muhammad  diserahkan oleh Ummu Aiman  kepada  kakeknya Abdul  Muttalib. Abdul  Muttalib sangat  sedih hatinya ketika  menerima   cucunya yang  amat dicintainya  itu.

Kecintaan Abdul Muttalib terhadap Muhammad dan  kecintaan Muhammad terhadap Abdul  Muttalib sama  setara. Demikianlah  secara pendek bayangan kehidupan kedua  insan  itu.  Tetapi dua  tahun kemudian,  datuknya yang tercinta   ini  pun  meninggal  dunia. Tidak  kurang kesedihan  Muhammad dengan  kematian   kakeknya  ini   dengan kematian ibunya,  malah   menurut Muhammad sendiri, adalah lebih sangat sedih.

Ketika  orang  ramai  sudah  pulang  ke rumahnya  masing  masing  setelah  selesai menguburkan datuknya,  Muhammad tetap berada  di  dekat  kubur   itu menangis   dan meratap  dengan airmata yang   tak putus-putusnya menitis    ke bumi yang  kering.  Berkata  ia: “Engkaulah bapaku  sesudah bapaku, engkaulah  yang  telah  dapat meringankan  penderitaan  hidupku,  yang selalu   mengusapkan   tangan  membelai kepalaku untuk  mengurangkan kesedihan    hati     dan penderitaanku sepeninggalan ibuku. Apakah sepeninggalanmu,   hai datuk,  aku   akan kembali menderita?”

Muhammad   lalu  memalingkan  mukanya kepada Ummu Aiman yang   berada  di belakangnya, lalu  berkata: “Sekarang ke mana aku harus  pergi, ya  Ummu Aiman?”

Mendengar   kata-kata  sedih   berkabung dan  pertanyaan   Muhammad itu,   Ummu Aiman   tidak    dapat   menahan  airmata sedihnya.  Ia  menangis  sambil meletakkan tangannya di  bahu Muhammad, lalu  berkata:   “Engkau bertanya  ke  mana, bukankah masih ada bapamu,  yaitu Abu  Talib,   ya Muhammad.”   Muhammad  terdiam sejenak,   Ialu berkata: “Bapaku Abu Talib,    hai Ummu Aiman?  Bukankah bapaku  sudah   meninggal,   begitu   juga bapa  dan bapaku? Bukankah Abu  Talib itu bapa saudaraku, saudara bapaku? Katakanlah   ia adalah bapa  saudaraku, hai  Ummu Aiman.  Beliau  adalah  seorang mulia,  terkemuka,  mempunyai kehebatan  dan  kemuliaan,   terpandang dalam  masyarakatnya.  Tetapi  bukankah beliau   seorang melarat, yang  banyak anak,   hai Ummu Aiman? Kalau aku engkau serahkan  kepada beliau,   tentu saja  beban beliau akan bertambah berat. Aku tak suka menambah beratnya beban seseorang.”

Abu Talib ini adalah seorang yang  sangat cinta  terhadap Muhammad,  tidak  kurang dari  kecintaan datuknya dan ibunya. Ummu  Aiman  menyerahkan Muhammad kepada bapa saudaranya, Abu Talib.

Karena  keadaan  kehidupan Abu  Talib yang melarat  itu,  maka Muhammad terpaksa      berusaha  bagaimana dapat meringankan beban   pamannya  itu.  Sekalipun  masih  kanak-kanak,  ia berusaha mendapatkan  penghasilan sekalipun   bagaimana   juga  kecilnya.  Ia menerima  upah  menggembalakan kambing orang dan kemudian  berdagang- dagang  kecil.

https://tausyah.wordpress.com

Komentar
  1. […] membawa keyakinan umatnya hingga ia memiliki kekuatan untuk mengembalikan sebuah dogma. Dogma yang mengajarkan ketunggalan dan kegaiban (immateriality) Tuhan yang mengajarkan siapa sesungguhnya Tuhan. Dia singkirkan tuhan palsu dengan kekuatan dan […]

    Suka

  2. […] jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka […]

    Suka

  3. […] apa yang aku ucapkan (pendapatku); lantas ada hadits dari Nabi Saw yang shahih bertentangan dengan ucapan/pendapatku tersebut, maka hadits Nabi lebih utama (untuk […]

    Suka

  4. […] Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam […]

    Suka

  5. […] Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. […]

    Suka

  6. […] mengagumkan, karena Allah Subhannahu wa Ta’ala memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang berkenan […]

    Suka

  7. […] Setelah siuman dia pun lantas pergi. Aku berkata di dalam hati, “Aku berfatwa, padahal Rasulullah saw. ada ditengah-tengah […]

    Suka

  8. […] Adalah Seorang Nabi Sesudah Nabi Isa Al – Masih Serta 4 Orang Yang Pertama Kali Memeluk pada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi WasallamProfil Dan Sejarah Kehidupan Kenabian Nabi Muhammad Shallallau Alaihi wa Sallam Bag. I, Keyakinan […]

    Suka

  9. […] itu adalah sekedar memperlihatkan amalannya, tetapi barangsiapa yang diperiksa penghisabannya pada hari kiamat berarti dia telah merasakan adzab.(HR: Muslim no. […]

    Suka

  10. […] itu adalah sekedar memperlihatkan amalannya, tetapi barangsiapa yang diperiksa penghisabannya pada hari kiamat berarti dia telah merasakan adzab.(HR: Muslim no. […]

    Suka

  11. […] yang pertama kembali kesisi ALLAH Tabaraka wa Ta’ala. Kemudian madulah istrimu yang satu dengan istri-istrimu yang lain dengan batasan hanya 4 orang wanita sebagaimana Firman ALLAH yang tersebut di atas […]

    Suka

  12. […] 776-868 * Amr Ibn Bahr al-Jahiz * Ahli ilmu hewan 787 * Al Balkhi, Ja’far Ibn Muhammad (Albumasar) * Astronomi 796 (Meninggal) * Al-Fazari, Ibrahim Ibn Habib * Astronomi 800 * Ibn Ishaq Al-Kindi (Alkindus) * Kedokteran, Filsafat, Fisika, Optik 815 * Al-Dinawari, Abu Hanifa Ahmed Ibn Dawud * Matematika, Sastra 816 * Al Balkhi * Ilmu Bumi (Geography) 836 * Thabit Ibn Qurrah (Thebit) * Astronomi, Mekanik, Geometri, Anatomi 838-870 * Ali Ibn Rabban Al-Tabari * Kedokteran, Matematika 852 * Al Battani Abu Abdillah * Matematika, Astronomi, Insinyur 857 * Ibn Masawaih You’hanna * Kedokteran 858-929 * Abu Abdullah Al Battani (Albategnius) * Astronomi, Matematika 860 * Al-Farghani, Abu al-Abbas (Al-Fraganus) * Astronomy, Tehnik Sipil 864-930 * Al-Razi (Rhazes) * Kedokteran, Ilmu Kedokteran Mata, Ilmu Kimia 973 (Meninggal) * Al-Kindi * Fisika, Optik, Ilmu Logam, Ilmu Kelautan, Filsafat 888 (Meninggal) * Abbas Ibn Firnas * Mekanika, Ilmu Planet, Kristal Semu 900 (Meninggal) * Abu Hamed Al-Ustrulabi * Astronomi 903-986 * Al-Sufi (Azophi) * Astronomi 908 * Thabit Ibn Qurrah * Kedokteran, Insinyur 912 (Meninggal) * Al-Tamimi Muhammad Ibn Amyal (Attmimi) * Ilmu Kimia 923 (Meninggal) * Al-Nirizi, AlFadl Ibn Ahmed (Altibrizi) * Matematika, Astronomi 930 * Ibn Miskawayh, Ahmed Abu Ali * Kedokteran, Ilmu Kimia 932 * Ahmed Al-Tabari * Kedokteran 934 * Al-Istakhr II * Ilmu Bumi (Peta Bumi) 936-1013 * Abu Al-Qosim Al-Zahravi (Albucasis) * Ilmu Bedah, Kedokteran 940-997 * Abu Wafa Muhammad Al-Buzjani * Matematika, Astronomi, Geometri 943 * Ibn Hawqal * Ilmu Bumi (Peta Dunia) 950 * Al Majrett’ti Abu al-Qosim * Astronomi, Ilmu Kimia, Matematika 958 (Meninggal) * Abul Hasan Ali al-Mas’udi * Ilmu Bumi, Sejarah 960 (Meninggal) * Ibn Wahshiyh, Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, Matematika […]

    Suka

  13. […] Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, […]

    Suka

  14. […] Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, […]

    Suka

  15. […] Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad. Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu […]

    Suka

  16. […] Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, […]

    Suka

  17. […] Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, […]

    Suka

  18. […] jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia […]

    Suka

  19. […] Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, […]

    Suka

  20. […] Abu Bakar * Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 * Ibn Al-Haitham (Alhazen) * Fisika, Optik, […]

    Suka

  21. […] Abu Bakar = Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-tumbuhan 965-1040 = Ibn Al-Haitham (Alhazen) = Fisika, Optik, […]

    Suka

Tinggalkan komentar