Posts Tagged ‘Perempuan’

https://tausyah.wordpress.com/Ahlul Bait

Ahlul Bait

Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Belum pernah saya melihat wanita kurang akalnya dan agamanya yang lebih mampu mengalahkan laki-laki berakal yang kuat daripada seorang di antara kalian”.

Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apa kekurangan akalnya?”

beliau menjawab. “Bukankah persaksian dua orang wanita senilai dengan persaksian seorang lelaki?”.

Dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apa kekurangan agamanya ?”

Beliau menjawab. “Bukankah apabila sedang haidh mereka tidak melaksanakan shalat dan puasa?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kekurangan akalnya dari sisi kelemahan hafalannya, dan bahwa persaksiannya harus diperkuat dengan persaksian wanita lain yang mendukungnya, karena kadang ia lupa sehingga bisa jadi ia menambah atau mengurangi dalam perksaksian, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala. (lebih…)

Kesetaraan Gender

Kesetaraan Gender

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Selamat Rahmad dan Berkah ALLAH, semoga tetap padamu..

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Sesungguhnya ALLAH Tabaraka wa Ta’ala meniciptakan Nabi Adam Alaihissalam sebagai laki-laki lagi manusia yang pertama, maka adakah engkau mengetahui tentang penciptaan Hawa yang ALLAH jadikan sebagai ratu syurga? maka ALLAHlah yang menjadikan Adam yang pertama, kemudian ALLAH menjadikan Hawa dari tulang punggung Adam. Jikalaulah manusia hendak mengada-adakan hukum selain daripada hukum ALLAH perihal kesetaraan gender. maka..mengapakah ALLAH tidak berbuat sebaliknya? Ia menciptakan Hawa yang pertama dan menciptakan Adam dari tulang punggung Hawa. Naudzubillah..adalah manusia terlampau berlebih – lebihan tentang sekalian urusan dunianya, mereka mengada-adakan hukum yang selain daripada hukum ALLAH sedang mereka itu adalah sesat dengan kesesatan yang jauh.

Firman ALLAH Ta’ala :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/Keluarga

Keluarga

“Pesan” dahsyat buat para suami (dan calon suami) untuk menjaga istrinya…

Dan motivasi  hebat  buat  para  istri  (dan  calon  istri) untuk  tetap  mencintai  suaminya…

Barangkali di antara antum maunpun anti sudah pernah membaca maupun mendengar kisah ini, karena saya lihat di search engine juga banyak artikel yang sama, namun demikian tidak ada salahnya di posting ulang agar yang belum tau ceritanya juga dapat mengambil ibrah dari kisah ini..

Selamat Membaca ^_^

Kehidupan pernikahan  kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun  menjelang pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti apa mauku. Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi ke kantornya bekerja sampai subuh, baru pulang ke rumah, mandi, kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic. (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/ikhtilat

Ikhtilat

Bercampurnya kaum laki-laki dengan kaum perempuan adalah sebagian dari hal-hal yang sangat berbahaya, dan dalam hal ini Syaikh Muhammad bin Ibrahim telah mengeluarkan suatu fatwa yang bunyinya sebagai berikut :

Pertama : bercampurnya kaum perempuan dengan muhrimnya dari kaum laki-laki ( orang-orang yang tidak boleh ia nikahkan selama-lamanya, seperti ayah, saudara seibu, atau seibu-sebapak dll. pent ) adalah hal yang tidak ada perselisihan dalam kebolehannya.

Kedua : bercampurnya kaum perempuan dengan kaum laki-laki asing ( kaum laki-laki yang boleh dia menikah dengannya. Pent. ) untuk maksud yang diharamkan syari’at adalah tidak ada perbedaan dalam keharamannya.

Ketiga : bercampurnya kaum wanita dengan kaum laki-laki di tempat-tempat menuntut ilmu, toko-toko, kantor-kantor, rumah sakit, tempat-tempat pesta dan lain sebagainya, maka orang-orang beranggapan pertama kali bahwa hal yang sedemikian itu tidak akan menimbulkan fitnah dari dua jenis manusia itu, oleh karena itu untuk menjelaskan hakekat permasalahan ini, mari kita bahas secara global dan terperinci :  (lebih…)

Wahai saudariku sekaliannya, inilah Islam agama yang suci lagi mensyucikan. Tidaklah layak bagimu berhijab (Jilbab) dengan sekehendak hatimu, melingkarkan dilehermu atau berhijab selayaknya seorang muslimah akan tetapi berpakaian ketat lagi memakai jeans atau seumpama orang – orang kafir itu. Kemudian, sekali – kali janganlah kamu bertingkah laku seperti orang – orang jahiliyah sedang jilbabmu itu masih melingkari wajahmu.

Dari Shofiyah binti Syaibah berkata: “Ketika kami bersama Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata: “Saya teringat akan wanita-wanita Quraisy dan keutamaan mereka.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi Allah, saya tidak melihat wanita yang lebih percaya kepada kitab Allah dan lebih meyakini ayat-ayat-Nya melebihi wanita-wanita Anshor. Ketika turun kepada mereka ayat: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. An-Nur: 31) Maka para suami segera mendatangi istri-istri mereka dan membacakan apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Mereka membacakan ayat itu kepada istri, anak wanita, saudara wanita dan kaum kerabatnya. Dan tidak seorangpun di antara wanita itu kecuali segera berdiri mengambil kain gorden (tirai) dan menutupi kepala dan wajahnya, karena percaya dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya. Sehingga mereka (berjalan) di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalamdengan kain penutup seakan-akan di atas kepalanya terdapat burung gagak.”

Ketahuilah olehmu, bahwasanya dibalik daripada jilbabmu terdapat perkara agama ( Islam ) yang  sebahagian kamu tidak mengetahui dan tidak pula memikirkan. Maka, Barang siapa diantara kamu yang mengenakan jilbab sedang ia bertingkah laku seperti orang – orang jahiliyah niscaya ia telah menodai agama ( Islam ) dengan sendirinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ياَ بَنِي آدَمَ قَدْ أنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. sedang pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (Q.S. Al-A’raaf: 26)

Inilah kamu, sebahagian kamu mengira bahwa tiada suatu kesalahan yang termaktub daripada atas apa –apa yang kamu kerjakan. Demikian pulalah iblis mereka mengkhiaskan sesutu yang buruk itu seolah agar terlihat baik daripadamu sedang engkau tiada sadar. Sesungguhnya pengikut daripada Iblis itu adalah orang – orang kafir, maka ukhti ? demikian juakah kamu? Wallahu A’lam..

Firman ALLAH Ta’ala :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Tidakkah engkau memikirkan, tat kala seorang non muslim mellihat engkau berhijab ( jilbab ) kemudian melihat keburukan daripadamu niscaya berkatalah mereka itu:

“aduhai kiranya..sungguh aku melihat ia daripada atas apa – apa yang melingkari wajahnya ( jilbab ), maka ia adalah seorang muslim..”

Wahai saudariku, yang sedemikian itu berarti bahwa engkau telah memperburuk citra islam dan tiada jua pelakunya itu atas yang lain melainkan dirimulah sekaliannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ياَ أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أدْنَى أنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

Jika engkau hendak bepergian dengan hijab disluruh tubuhmu, namun engkau berkata lagi berbuat sesuatu yang buruk lagi yang dapat memburukkan agamamu niscaya hendaklah terlebih dahulu engkau melepas jilbabmu agar islam tiada ternoda karenamu. Atau jika engkau merasa sulit mengenakan jilbab dalam segala gerangan hari yang hendak kamu lewati, kemudian berpakaian ketat (bukan longar) dan lagi memakai jeans selayak orang – orang kafir itu. Maka carilah olehmu agama selain daripada islam, sungguh..engkau akan menemukan orang – orang yang tiada jauh berbeda perihal yang sedemikian itu daripadamu. Dan pantaslah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkisah dalam sabdanya :

Dari Usamah bin Zaid r.a. berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku berdiri di muka pintu surga tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk surga adalah orang-orang fakir miskin sedangkan orang-orang kaya masih tertahan oleh perhitungan kekayaanya dan orang-orang ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka maka ketika saya berdiri di dekat pintu neraka tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang perempuan.” ( HR. Bukhari & Muslim)

Dan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang lain:

(( أيَّمَا اِمْرَأَةٍ نَزَعَتْ ثِيَابَهَا في غَيْرِ بَيْتِهَا خَرَقَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا سِتْرَهُ))
“Siapa saja di antara wanita yang melepaskan pakaiannya di selain rumahnya, maka sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengoyakkan perlindungan rumahnya itu daripadanya.”

Kemudian disuatu hari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkumpul dengan para pengikutnya mengadakan tanya jawab, salah satu daripada merekapun berkata lagi bertanya kepada beliau. “ya Rasulullah..dari golongan manakah yang terlebih banyak di antara golongan perempuan ataukah laki – laki yang terlebih banyak menjadi ahli neraka kelak?? beliau menjawab. “dari golongan perempuan..”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan ketaatan itu melalui firman-Nya:

وَمَا كَانَ لمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إذاَ قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أمْرًا أنْ يَكُونَ لهُمُ الخِيَرَةُ مِنْ أمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)

Maka saudariku, ayat – ayat ALLAH Subhana wa Ta’ala yang mana lagikah yang hendak kamu dustakan??

Serta merta kecantikan rupa lagi jasmani yang engkau pinjam daripada ALLAH Ta’ala seolah telah menjadi milikmu seutuhnya, sedang engkau tiada sadar..bahwa tiap-tiap laki-laki atau wanita muslim yang teramat elok rupa dan gerangannya itu didunia sedang ia beramal buruk sepanjang hidupnya, niscaya di negeri akhirat kelak ALLAH akan menjadikan sekalian gerangannnya dengan seburuk-buruk rupa sedang neraka adalah tempat yang layak baginya. dan kemudian dengan gerangan orang-orang dengan paras seadanya sedang ia beramal shalih niscaya di negeri akhirat kelak ALLAH Ta’ala akan membaikkan parasnya dengan sebaik-baik rupa, sedang engkau tiada jenuh dan tidak pula enggan untuk senantiasa memandanginya. demikianlah nikmat ALLAH atas orang-orang yang beruntung, jika engkau memikirkan..

Wallahu A’lam Bish Showab..

Jika terdapat perkataan yang tiada berkenan bagimu dalam artikel ini. Maka, kepada ALLAH aku memohon ampun sedang kepadamu sekalian aku memohon maaf..

Wassalam.

https://tausyah.wordpress.com

Setiap muslim diharamkan kahwin dengan salah seorang perempuan yang tersebut di bawah ini:

1. Isterinya ayah, baik yang ditalak biasa ataupun yang kerana ditinggal mati oleh ayah Perkahwinan semacam ini pada waktu zaman jahillah diperkenankan, yang kemudian oleh Islam dihapuskan. Sebab isteri ayah berkedudukan sebagai ibu. Maka diharamkannya mengawini bekas isteri ayah ini diantara hikmahnya ialah demi melindungi kehormatan ayah sendiri. Dan diharamkannya mengawini bekas isteri ayah ini untuk selamanya, adalah guna memutuskan keinginan si anak dan si ibu. Sehingga dengan demikian hubungan antara keduanya dapat berlangsung dengan langgeng atas dasar penyhormatan dan kewibawaan.

2. Ibunya sendiri, termasuk juga nenek, baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu.

3. Anaknya sendiri, termasuk di dalamnya: cucu dan cabang-cabangnya.

4. Saudaranya sendiri, baik sekandung, seayah mahupun seibu.

5. Bibinya sendiri (saudara ayah), baik dia itu sekandung, seayah atau seibu.

6. Bibi sendiri dari pihak ibu (khalah) (saudaranya ibu), baik sekandung, seayah atau seibu.

7. Anak dari saudara laki-lakinya (keponakan).

8. Anak dari saudara perempuannya (keponakan).

Perempuan-perempuan tersebut diistilahkan dalam syariat Islam dengan nama mahram, sebab mereka itu diharamkan oleh Islam terhadap seorang muslim untuk selama-lamanya, dalam waktu apapun dan dalam keadaan apapun. Dan si laki-laki dalam hubungannya dengan perempuan-perempuan tersebut disebut juga mahram.

Hikmah diharamkannya mengawini perempuan-perempuan tersebut sudah cukup jelas, yang antara lain ialah:

a) bahawa setiap manusia yang maju, fitrahnya (jiwa murninya) pasti tidak akan suka melepaskan nafsu seksnya kepada ibu, saudara atau anak. Bahkan binatang pun sebahagiannya ada yang bersikap demikian. Sedang perasaannya kepada bibi sama dengan perasaannya terhadap ibu. Paman dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu sekedudukan dengan ayah.

b) Antara seorang laki-laki dan keluarga dekatnya (aqarib) mempunyai perasaan yang menghunjam yang mencerminkan suatu penghormatan. Maka akan lebih utama kalau dia mencurahkan perasaan cintanya itu kepada perempuan lain melalui perkahwinan, sehingga terjadi suatu perhubungan yang baru dan rasa cinta kasih-sayang antara manusia itu menjadi sangat luas. Seperti yang dikatakan Allah:

“Dan Dia (Allah) akan menjadikan di antara kamu rasa cinta dan kasih-sayang.” (ar-Rum: 21)

c) Perasaan yang bersifat azali antara seseorang dengan keluarganya ini, harus dikukuhkan supaya terus bergelora agar perhubungan di antara sesama mereka itu dapat berlangsung terus. Mempertemukan perasaan ini melalui jenjang perkahwinan dan terjadinya suatu pertengkaran, kadang-kadang dapat menimbulkan suatu perpisahan yang dapat menghilangkan keabadian dan kekekalan perasaan cinta tersebut.

d) Keturunan yang diperoleh dari keluarga dekat, kadang-kadang tidak sempurna dan lemah. Kalau pada ruas seseorang itu ada kelemahan jasmani atau akal, maka hal ini boleh berjangkit kepada keturunannya.

e) Seorang perempuan sangat memerlukan laki-laki yang melindunginya dan menjaga kemaslahatannya di samping suaminya, lebih-lebih kalau terjadi kegoncangan dalam perhubungan antara keduanya. Maka bagaimana mungkin dia akan dapat melindunginya kalau dia sendiri justru menjadi musuhnya?

Yang mengeluarkan seorang perempuan muslimah dari batas tabarruj yang selanjutnya disebut kesopanan Islam, iaitu hendaknya dia dapat menepati hal-hal sebagai berikut:

a) Ghadh-dhul Bashar (menundukkan pandangan), sebab perhiasan perempuan yang termahal ialah malu, sedang bentuk malu yang lebih tegas ialah: menundukkan pandangan, seperti yang difirmankan Allah: “Katakanlah kepada orang-orang mu’min perempuan hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian pandangannya.”

b) Tidak bergaul bebas sehingga terjadi persentuhan antara laki-laki dengan perempuan, seperti yang biasa terjadi di gedung-gedung bioskop, ruangan-ruangan kuliah, perguruan-perguruan tinggi, kendaraan-kendaraan umum dan sebagainya di zaman kita sekarang ini. Sebab Ma’qil bin Yasar meriwayatkan, bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:

“Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.” (Riwayat Thabarani, Baihaqi, dan rawi-rawinya Thabarani adalah kepercayaan)

c) Pakaiannya harus selaras dengan tata kesopanan Islam. Sedang pakaian menurut tata kesopanan Islam, iaitu terdapatnya sifat-sifat sebagai berikut:

1. Harus menutup semua badan, selain yang memang telah dikecualikan oleh al-Quran dalam firmannya: “Apa-apa yang biasa tampak” yang menurut pendapat yang lebih kuat, iaitu muka dan dua tapak tangan.

2. Tidak tipis dan tidak membentuk badan sehingga tampak kulit. Sebab sesuai apa yang dikatakan Nabi: “Sesungguhnya termasuk ahli neraka, iaitu perempuan-perempuan berpakaian tetapi telanjang, yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Mereka ini tidak akan masuk sorga dan tidak akan mencium baunya.” (Riwayat Muslim)

Maksud berpakaian tetapi telanjang, iaitu: pakaian mereka itu tidak berfungsi menutup aurat, sehingga dapat mensifati kulit yang di bawahnya justru kerana tipis dan sempitnya pakaian itu. Beberapa orang perempuan dari Bani Tamim masuk rumah Aisyah, dengan berpakaian yang sangat tipis, kemudian Aisyah berkata: “Kalau kamu sebagai orang mu’min, maka bukan ini macamnya pakaian orang-orang perempuan mu’min itu.” (Riwayat Thabarani dan lain-lain). Ada pula seorang perempuan yang baru saja menjadi pengantin, dia memakai kudung yang sangat tipis sekali, maka kata Aisyah kepadanya: “Perempuan yang memakai kudung seperti ini berarti tidak beriman dengan surah an-Nur.”

3. Tidak memperhatikan batas-batas anggota tubuh dan menampakkan bahagian-bahagian yang cukup menimbulkan fitnah, sekalipun tipis, seperti pakaian yang dianggap mode kebudayaan tubuh dan syahwat (atau dengan kata lain pakaian kebudayaan barat) yang oleh ahli mode dijadikan perlombaan dalam memotong pakaian yang membentuk tetek yang bulat, pinggang, punggung dan sebagainya. Suatu mode yang cukup dapat membangkitkan syahwat. Sedang yang memakainya itu sendiri seperti berpakaian tetapi telanjang. Ini cukup lebih menarik dan menimbulkan fitnah, daripada pakaian yang sekadar tipis.

4. Bukan pakaian spesialis yang dipakai oleh orang laki-laki seperti celana di zaman kita sekarang ini. Sebab Rasulullah s.a.w. pernah melaknat perempuan-perempuan yang menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai perempuan. Begitu juga Rasulullah s.a.w. pernah melarang perempuan memakai pakaian laki-laki dan laki-laki memakai pakaian perempuan.

5. Bukan pakaian spesialis yang dipakai oleh orang-orang kafir seperti Yahudi, Kristian dan penyembah-penyembah berhala. Sebab menyamai mereka itu dilarang dalam Islam, supaya ummatnya ini baik yang laki-laki ataupun perempuan mempunyai ciri-ciri tersendiri baik dalam hal-hal yang tampak mahupun yang tersembunyi. Justru itu Rasulullah s.a.w. memerintahkan supaya ummat Islam berbeza dengan orang kafir dalam beberapa hal. Sabda beliau:

“Barangsiapa menyerupai sesuatu kaum, maka dia itu dari golongan mereka.” (Riwayat Thabarani)

6. Khusyu’ dan bersahaja, baik dalam cara berjalannya mahupun berbicaranya; dan supaya menjauhkan gerak-gerak yang tidak baik pada tubuh mahupun wajahnya. Sebab gerakan-gerakan yang dibuat-buat adalah termasuk perbuatan perempuan-perempuan lacur, bukan budi perempuan muslimah. Oleh kerana itu Allah berfirman:

“Janganlah perempuan-perempuan melembikkan perkataannya, sebab orang-orang yang hatinya ada penyakit akan menaruh perhatian.” (al-Ahzab: 32)

7. Tidak bermaksud untuk menarik perhatian orang laki-laki supaya mereka mengetahui apa yang disembunyikan baik dengan bau-bauan ataupun dengan bunyi-bunyian. Untuk itu Allah berfirman:

“Janganlah perempuan-perempuan itu memukul-mukulkan kakinya di tanah supaya diketahui apa yang mereka sembunyikan dari perhiasan mereka.” (an-Nur: 31)

Perempuan-perempuan jahiliah dahulu kalau berjalan di hadapan laki-laki, mereka pukul-pukulkan kakinya supaya terdengar suara gelang kakinya. Untuk itu maka al-Quran melarangnya, kerana hal tersebut dapat membangkitkan khayal laki-laki yang bergelora syahwatnya, dan cukup menunjukkan niat jahatnya perempuan-perempuan supaya diperhatikan oleh laki-laki. Yang sama dalam hal ini ialah perempuan yang suka memakai aneka macam wangi-wangian yang cukup dapat membangkitkan syahwat dan menarik perhatian laki-laki. Maka bersabdalah Nabi:

“Perempuan apabila memakai wangi-wangian, kemudian berjalan melalui suatu majlis (laki-laki), maka berarti dia itu begini -yakni: perempuan lacur.” (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan ia berkata: hasan sahih. Yang semakna dengan ini diriwayatkan juga oleh Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim)

Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita ketahui, bahawa Islam tidak mengharuskan seorang perempuan muslimah –seperti yang biasa dituduhkan— selamanya dipenjara dalam rumah, tidak boleh keluar kecuali ke kubur (sampai mati). Tetapi Islam membolehkan seorang perempuan muslimah keluar rumah untuk pergi bersembahyang, mencari ilmu, melaksanakan keperluannya dan setiap tujuan agama atau duniawi yang dibenarkan, seperti yang biasa dilakukan oleh isteri-isteri sahabat dan berikutnya, padahal mereka itu sebaik-baik kurun (abad).

Di antara mereka ada yang keluar ikut dalam peperangan bersama Rasulullah, dengan para khulafa’ dan panglima-panglima perang lainnya. Bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri pernah berkata kepada salah seorang isterinya, iaitu Saudah sebagai berikut: “Sungguh Allah telah mengizinkan kamu keluar rumah untuk urusan-urusanmu.” (Riwayat Bukhari)

Dan sabdanya pula: “Apabila salah seorang isterimu minta izin untuk pergi ke masjid, maka jangan halang-halangi dia.” (Riwayat Bukhari)

Dan dalam hadisnya yang lain pula, ia bersabda: “Jangan kamu halang-halangi hamba Allah yang perempuan itu untuk pergi ke masjid-masjid Allah.” (Riwayat Muslim)

Sebahagian ulama yang ekstrimis menganggap, bahawa perempuan samasekali tidak boleh melihat anggota laki-laki yang manapun. Mereka membawakan dalil hadis yang diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahawa Rasulullah s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda: “pakailah tabir”. Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata: “Dia (Ibnu Ummi Maktum) itu buta!” Maka jawab Nabi: “Apakah kalau dia buta, kamu juga buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?”

Tetapi dari kalangan ahli tahqiq (orang-orang yang ahli dalam penyelidikannya terhadap suatu hadis/pendapat) mengatakan: hadis ini tidak sah menurut ahli-ahli hadis, kerana Nabhan yang meriwayatkan Hadis ini salah seorang yang omongannya tidak dapat diterima.

Kalau ditakdirkan hadis ini sahih, adalah suatu sikap kerasnya Nabi kepada isteri-isterinya kerana kemuliaan mereka, sebagaimana beliau bersikap keras dalam persoalan hijab. Seperti apa yang diisyaratkan oleh Abu Daud dan lain-lain:

Dengan demikian tinggal satu hadis sahih yang berbunyi sebagai berikut: “Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh Fatimah binti Qais supaya menghabiskan iddahnya di rumah Ummu Syarik. Tetapi kemudian menyusuli perkataan: Dia (Ummu Syarik) adalah seorang perempuan yang disibukkan oleh urusan sahabat-sahabatku, justru itu beriddah sajalah kamu di rumah Ibnu Ummi Maktum kerana dia itu seorang laki-laki buta, kamu lepas pakaianmu tetapi dia tidak melihatmu.” (Tafsir Qurthubi, juz 1-2:228)

Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahawa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan [15]. Disamping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki [16]. Termasuk diantaranya, ialah tentang perkataannya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan sebagainya.

Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah kerana sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.

Rasulullah s.a.w. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di dunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah laki-laki yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan; dan yang kedua, iaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai orang laki-laki (Hadis Riwayat Thabarani). Justru itu pulalah, maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar (zat warna berwarna kuning yang biasa dipakai untuk mencelup pakaian-pakaian wanita di zaman itu).

Ali r.a. mengatakan: “Rasulullah s. a. w. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutera dan pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar” (Hadis Riwayat Thabarani)

Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan: “Bahawa Rasulullah s.a.w. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar, maka sabda Nabi: ‘Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh kerana itu jangan kamu pakai dia.'”