Posts Tagged ‘Kufur’

https://tausyah.wordpress.com/Kerajaan

Kerajaan

Adalah ini bukan seberkas kisah yang hilang, melainkan adalah perihal suatu perkara  yang ada pada diri manusia. Apabila kehidupan akhirat telah lenyap daripada manusia dan alam diripun tersungkur jatuh kedalam lembah kebinasaan, sedang kehidupan mereka dimuka bumi semakin di agung-agungkan dan kampung akhirat adalah teramat jauh daripada mereka sehingga merugilah mereka dengan sebenar – benar kerugian.

Maka..wahai diri-diri yang bangkit apabila sebelumnya telah terkubur, bersyukurlah kamu..bahwa sebenar-benar diri daripadamu itu adalah hidup. Sekali-kali janganlah kamu jenuh lagi lengah akan perkara kehidupan akhirat, sedang sesungguhnya kampung akhirat itu adalah lebih baik bagi orang-orang yang taqwa jika kamu mengetahui.

Kerajaan Pertama :

Bermula ia adalah seorang raja yang teramat mulia lagi agung gerangannya, seorang Raja yang Alim dan teramat cinta kepada ALLAH dan Rasul-Nya dan senantiasalah orang-orang yang tunduk pada kebenaran dan kemuliaan menyebut-nyebut akan gerangan diri sang Raja itu sebagai “Iman”. Sedang sang Raja tiadalah hidup bersendirian, melainkan disisinya senantiasa terdapat sang Ratu yang cantik jelita, (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/Taubatan-Nasuha

Taubatan-Nasuha

Bertaubat adalah sesuatu yang wajib hukumnya bagi setiap muslimin dan muslimah paling tidak sekali dalam seumur hidupnya, karena manusia hidup selalu berada dalam kerugian dan tidak pernah luput dari dosa dan kesalahan.

Sebagaimana Firman ALLAH Ta’ala yang berbunyi :

وَالْعَصْرِإِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ

Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. QS. Al-‘Ashr : 001-002.

Karenanya wahai akhi lagi ukhti sekalian..tiap-tiap manusia selalu hidup dalam kerugian, oleh karena dosa-dosa kecil yang dianggap tak jadi masalah dalam hidupnya, seperti halnya berdusta, mengumpat, mengeluh, dan sebagainya. Terlebih lagi dengan dosa-dosa besar yang pernah diperbuat, seperti halnya seorang pembunuh, pezinah, peminum-minuman keras, mencuri, penjudi dan sebagainya. Adalah semua dosa-dosa ini masih di ampuni oleh ALLAH Tabaraka wa Ta’ala, selagi ia dengan bersungguh – sungguh datang kepada kepada ALLAH dengan bertaubat yaitu dengan taubatan nasuha dan berjanji bahwa ia tidak akan pernah melakukan dosa-dosanya yang telah lalu. (lebih…)

Kufur

Posted: 22 Juni 2010 in Kajian
Tag:

HAKIKAT BID’AH DAN KUFUR

TANYA JAWAB BERSAMA
AL-IMAM AL-MUHADDITS

MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI RAHIMAHULLAHU

Diriwayatkan oleh dua sahabat besar Nabi, Abu Sa’id al-Khudri dan Hudzaifah bin al-Yaman –Radhiyallahu ‘anhuma– mereka berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

Dahulu pada zaman orang-orang sebelum kalian, ada seorang lelaki yang sedang sekarat, lalu ia mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya. Ia berkata kepada mereka, “Bapak seperti apakah aku ini di mata kalian?” mereka menjawab, “sebaik-baik bapak”. Dia melanjutkan, “Sesungguhnya aku belum pernah berbuat kebajikan sekecil apapun, jika Alloh menakdirkanku maka Ia akan menyiksaku dengan siksa yang amat keras. Jika aku mati, bawalah mayatku dan bakarlah dengan api kemudian sebagian debunya hamparkan di atas lautan dan sebagian lagi biarkan diterpa angin.” Lalu diapun mati. Anak-anaknya kemudian membakarnya dan membiarkan separuh debunya diterpa angin dan separuhnya lagi dihamparkan di lautan. Alloh Azza wa Jalla lalu berfirman kepada debunya yang beterbangan di udara, “jadilah fulan” maka ia pun menjadi fulan. Alloh Azza wa Jalla lalu berfirman kepadanya, “hai hambaku, apa yang menyebabkanmu berbuat demikian?” ia menjawab, “Rabbku, sesungguhnya (Engkau telah tahu) aku melakukannya karena takut kepada-Mu.” Alloh berfirman lagi kepadanya, “pergilah, karena Aku telah mengampunimu.”

Ada sebuah pertanyaan, apakah lelaki itu kufur dengan ucapannya, “Apabila Alloh menakdirkanku…” ataukah ia tidak kufur? Iya, dia telah kufur, namun Alloh mengampuninya.

Kita telah tahu pula dari al-Qur’an al-Karim bahwa Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik dan akan mengampuni dosa selainnya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya[20]. Bagaimana kita memahami hadits ini sebagai penerang makna yang jelas dari al-Qur’an? (Maknanya) yaitu bahwa Alloh takkan mengampuni dosa syirik yang disengaja. Bagaimana menurut Anda syarat (disengaja) ini? Ini benar. Namun apakah ada syarat ini di dalam ayat tadi? Tidak, tidak ada… lantas dari mana kita memperoleh (syarat) ini?? Ini dari syariat. Hal ini tadi diambil hanya dari satu buah hadits atau satu buah ayat saja, namun hal ini diambil dari kombinasi antara keduanya yang berkaitan dengan permasalahan.

Maka dari itu, bukan hanya dalam pembahasan fikih saja dibutuhkan kombinasi dari seluruh nash yang berkaitan hingga kita mengetahui mana nash yang nasikh dan yang mansukh, mana yang ‘am (umum) dari yang khash (khusus), mutlak dan muqoyyad, dan lain lain… Bahkan sebenarnya, hal ini lebih diperlukan di dalam masalah aqidah.

Ketika para ulama menjelaskan ayat,

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. ” (QS An-Nisa’ : 48)

mereka biasanya tidak sampai sedetail ini di dalam memahaminya karena masalah ini cukup jelas bagi mereka sehingga tidak memerlukan lagi tafshil (detail) yang seperti ini. Namun ketika musykilah (problematika) dan perkara yang membingungkan muncul pada saat ini, maka diperlukan ulama yang alim yang menjelaskannya sebatas ilmu yang ia miliki. Jadi orang yang membuat permohonan ini (yang disebutkan di dalam hadits di atas, pent.) tidak membayangkan bahwa permohonannya tersebut mengandung kesalahan dan kesesatan yang tiada bandingannya. Ia meminta supaya dirinya dibakar dalam rangka untuk bersembunyi dari tuhannya, padahal Alloh Subhanahu berfirman : “ Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:

Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang Telah hancur luluh?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.” (QS Yasin : 78-79)

Namun setelah itu tuhan kita mengampuninya. Mengapa? Karena kekufuran tidak merasuk ke dalam hati orang itu. Hal ini dikarenakan ia membayangkan dosa-dosanya dan rasa takutnya kepada Alloh apabila ia bertemu dengan-Nya, bahwa Alloh akan mengadzabnya dengan siksa yang amat pedih. Rasa takut dan kekhawatirannya membutakan dirinya dari aqidah yang shahih sehingga ia membuat permohonan tersebut. Dan hadits ini jelas (menunjukkan ampunan Alloh, pent.) dimana Alloh Ta’ala berfirman kepadanya, “Pergilah karena Aku telah mengampunimu”.

Tidak sepatutnya kita membayangkan bahwa Sayyid Quthb terjerumus kepada Wahdatul Wujud (Pantheisme) sebagaimana Ibnu ‘Arabi  -misalnya-, bahwasanya dirinya, yakni Sayyid Quthb, bermaksud demikian  dan hatinya terikat atasnya, sebagaimana Ibnu ‘Arabi yang telah menyesatkan jutaan kaum muslimin shufiyin dan lain lain. Mungkin… masih tertinggal pemahaman sufi yang terdetik di dalam benaknya atau terbesit di dalam hatinya ketika ia masih dipenjara, sedangkan dia tidak memiliki ilmu yang sempurna tentang hal ini. Kemudian ia menulis suatu pernyataan yang mana akulah orang pertama yang mengkritisinya.

Kita tidak bisa menghukuminya sebagai kafir, karena kita tidak tahu apakah kekufuran telah merasuk ke dalam hatinya atau hujjah (bukti) akan kesalahan tulisan atau pemikirannya telah dijelaskan padanya, terutama pada saat dirinya dipenjara. Aku tidak berfikir bahwa hal itulah masalahnya. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengaitkan antara seorang muslim yang melakukan kekufuran dengan orang yang benar-benar kafir semenjak awalnya. Kita tidak mengaitkan dua hal ini sekaligus. Ini yang pertama. Dan tahdzir (peringatan) akan hal ini telah berulang-ulang. Dan tentu saja -yang kedua-, kita tidak membedakan antara bid’ah di dalam aqidah dan bid’ah di dalam ibadah, karena adakalanya keduanya merupakan kesesatan dan adakalanya merupakan kekufuran. Mungkin jawaban ini sudah cukup wahai Abu Abdurrahman…?

HAKIKAT BID’AH DAN KUFUR

TANYA JAWAB BERSAMA
AL-IMAM AL-MUHADDITS

MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI RAHIMAHULLAHU


إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيّئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنّ محمدا عبده ورسوله

{يا أيّها الذين آمنوا اتقوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلاَّ وأَنتُم مُسْلِمُونَ}

{يا أيّها الناسُ اتّقُوا ربَّكمُ الَّذي خَلَقَكُم مِن نَفْسٍ واحِدَةٍ وخَلَقَ مِنْها زَوْجَها وبَثَّ مِنْهُما رِجالاً كَثِيراً وَنِساءً واتَّقُوا اللهََ الَّذِي تَسَائَلُونَ بِهِ والأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ رَقِيباً }

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً  يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكمْ ويَغْفِرْ لَكمْ ذُنوبَكُمْ ومَن يُطِعِ اللهَ ورَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً}

أما بعد،فإن أصدق الحديث كلام الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور  محدثاتها وكلّ محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار .

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla Yang kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan dan pengampunan dari-Nya, yang kita memohon dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan keburukan amal-amal kami. Saya bersaksi bahwasanya tiada Ilah yang Haq untuk disembah melainkan Ia Azza wa Jalla dan tiada sekutu bagi-Nya serta Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Salam adalah utusan Allah Azza wa Jalla.

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan islam”. (QS Ali ‘Imran : 102)

Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang menciptakanmu dari satu jiwa dan menciptakan dari satu jiwa ini pasangannya dan memperkembangbiakkan dari keduanya kaum lelaki yang banyak dan kaum wanita. Maka bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasimu”. (QS An-Nisaa’ : 1)

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar niscaya Ia akan memperbaiki untuk kalian amal-amal kalian, dan akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka baginya kemenangan yang besar”. (QS Al-Ahzaab : 70-71)

Adapun setelah itu, sesungguhnya sebenar-benar kalam adalah Kalam Allah Azza wa Jalla dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Salam. Sedangkan seburuk-buruk suatu perkara adalah perkara yang mengada-ada (muhdats) dan tiap-tiap muhdats itu Bid’ah dan tiap kebid’ahan itu neraka tempatnya.[1]

Masalah hajr, tabdi’, tahdzir dan semisalnya adalah permasalahan yang tidak ada habisnya. Fenomena ini terus menerus ada dan semakin lama semakin berkembang subur. Uniknya, fenomena ini berkembang di tengah-tengah barisan orang-orang yang berintisab (berafiliasi) dengan ahlus sunnah. Padahal ahlus sunnah dikenal akan cirinya yang berijtima’ (bersatu) sedangkan ahlul bid’ah dikenal dengan cirinya yang berpecah belah.

Di tanah air kita ini, orang-orang yang mengaku sebagai salafiyun tidaklah sedikit. Namun, pengakuan adalah suatu hal yang mudah, dan pengakuan belaka tanpa diiringi dengan bukti adalah sekedar pengakuan kosong belaka. Sebagaimana seorang penyair pernah berkata:

Ad-Da’awi ma lam tuqiimu ‘alaiha

bayyinatin abna’uha ad’iyaa’

Seorang pengaku-ngaku yang tidak ditopang di atasnya

Keterangan maka hanyalah pengaku-ngakuan belaka

Sesungguhnya, fenomena yang buruk ini, yaitu saling mentahdzir, menghajr, mencela dan mentabdi’ di antara barisan ahlus sunnah adalah suatu hal yang buruk dan berimplikasi negatif bagi perkembangan dakwah ini. Islam dan para ulamanya berlepas diri dari sikap-sikap seperti ini. Banyak para ahli ilmu yang membantah dan membatalkan pemikiran dan pemahaman baru yang merasuk ke barisan ahlus sunnah ini. Di antara mereka adalah Al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu.

Risalah ini adalah terjemahan dari ceramah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu yang semula kami terjemahkan dari versi Inggris yang berjudul To The Muslim Youth : Fatwaas of Shaykh Naasirud-Din rahimahullahu yang diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Aminah Bilal Philips[2] hafizhahullahu. Setelah itu kami muroja’ahkan dengan kaset aslinya. Kami memiliki kaset ini yang merupakan hasil rekaman ulang yang direpro oleh L-Data, Jakarta, dengan judul Man huwa al-Kafir wa man huwa al-Mubtadi’, yang sayang sekali kualitas suaranya tidak begitu baik.

Sebagai amanat ilmiah, Kami juga berpegang pada beberapa buku yang mencuplik sebagian transkrip rekaman ini sebagai perbandingan, diantaranya sebagai berikut :

  1. Al-Manhajus Salafiy ‘inda asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani, Penyusun : Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim, tanpa penerbit dan tahun, hasil fotokopi dari Ma’had Al-Furqon Gresik.
  2. Albani dan Manhaj Salaf” (terj. Al-Manhajus Salafiy ‘inda asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani), Pent. Ahmad Yuswaji, Lc., Penerbit : Najla Press, cet. I, Oktober 2003.
  3. Muzilul Ilbas, Hukum Mengkafirkan dan Membid’ahkan”, (terj. Muziul Ilbas fil Ahkam ‘alan Naasi) Penyusun : Sa’id bin Shabir ‘Abduh, Pent. Nurkhalis, Lc., Penerbit : Griya Ilmu, Cet. I, September 2005.
  4. Lerai Pertikaian Sudahi Permusuhan”, Penyusun : al-Akh al-Ustadz Abu ‘Abdil Muhsin Firanda bin ‘Abidin, Penerbit : Pustaka Cahaya Islam, Cet. I, Februari 2006.

[1]. Kalimat ini disebut dengan khutbatul haajah, shahih diriwayatkan dari Rasulullah r oleh Nasa’i (III/104), Ibnu Majah (I/352/1110), Abu Dawud (III,460/1090). Lihat Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah karya Syaikh Abdul Azhim Badawi hal. 144-145.

[2]. Beliau adalah salah seorang da’i senior yang menyeru kepada al-Qur’an dan as-Sunnah serta madzhab salaf yang terkenal di Eropa. Beliau lahir di Jamaika namun tinggal dan besar di Kanada. Beliau masuk Islam pada tahun 1972. Pada tahun 1979, beliau menyelesaikan program diploma bahasa Arab di Fakultas Ushulud Dien, Universitas Islam Madinah. Beliau menyelesaikan gelar magisternya di Fakultas Tarbiyah Universitas Riyadh pada tahun 1985 dan gelar doktoralnya sebagai Ph.D (Doctor of Phylosophy) pada tahun 1994 di Universitas Wales. Beliau pernah mengajar di sekolah swasta di Riyadh lebih dari 10 tahun, dan selama 3 tahun beliau pernah mengajar di Jurusan Pendidikan Islam, Universitas Islam Syarif Kabunsuan di Kotabato, Mindanao, Filipina.

Semenjak tahun 1994, beliau mendirikan dan memimpin Pusat Informasi Islam di Dubai, Uni Emirat Arab dan Departemen Literatur Asing Darul Fatah Islamic Press di Sharjah, Uni Emirat Arab. Beliau memiliki banyak karangan dan tulisan yang sangat bermanfaat. Beliau adalah orang yang sangat tawadhu’ dan lapang dada di dalam menerima masukan dan kritikan. Beberapa fitnah dari sebagian salafiyun menimpanya dan menuduhnya dengan tuduhan yang bermacam-macam, mulai dari tamyi’, quthbiy, ikhwaniy, dan semisalnya. Namun, amal dan tulisan-tulisannya menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan itu pada hakikatnya tidaklah benar. Dan apabila benar, maka beliau akan menerimanya dengan lapang dada dan ruju’ darinya…

Kami pernah menanyakan perihal al-Ustadz Abu Aminah hafizhahullahu kepada Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu (beliau sering memberikan ceramah di Eropa dan pernah bertemu dengannya) pada saat kami berada di mobil ketika akan pergi ke Masjjid al-Muhajirin Malang beberapa waktu silam. Kami bertanya kepada beliau, “wahai syaikh apakah Anda mengenal Abu Aminah Bilal Philips, salah seorang dari Kanada?”. Beliau menjawab, “na’am…” Kami bertanya lagi kepada beliau, “bagaimana pandangan Anda terhadap beliau?”, maka syaikh menjawab, “Jayyid, seorang yang baik…”, Kami bertanya kembali, “apakah dia ahlus sunnah salafiy?” syaikh menjawab, “thab’an (tentu), salafiy jayyid…”, Kami kembali menukas kepada beliau, “karena banyak fitnah dan tuduhan yang menimpa dirinya dan disebarkan di internet…”, Syaikh tersenyum dan berkata yang intinya menasehatkan supaya kami tidak terlalu ambil pusing dengan fitnah-fitnah di internet, kemudian beliau menceritakan keadaan dakwah salafiyah di Eropa yang tidak jauh beda dengan Indonesia… Selain Ustadz Abu Aminah, kami juga menanyakan tentang Ustadz Abu Saifillah dari Luton-Inggris dan Ustadz Abu Usamah adz-Dzahabi dari QSS (Qur’an Sunnah Society), Toronto Kanada. Dan beliau memuji semua orang-orang ini. Falillahil Hamdu.

Namun, amal dan tulisan-tulisannya menunjukkan bahwa tuduhan-tuduhan itu pada hakikatnya tidaklah benar. Dan apabila benar, maka beliau akan menerimanya dengan lapang dada dan ruju’ darinya…

Kami pernah menanyakan perihal al-Ustadz Abu Aminah hafizhahullahu kepada Syaikh Ali Hasan al-Halabi hafizhahullahu (beliau sering memberikan ceramah di Eropa dan pernah bertemu dengannya) pada saat kami berada di mobil ketika akan pergi ke Masjjid al-Muhajirin Malang beberapa waktu silam. Kami bertanya kepada beliau, “wahai syaikh apakah Anda mengenal Abu Aminah Bilal Philips, salah seorang dari Kanada?”. Beliau menjawab, “na’am…” Kami bertanya lagi kepada beliau, “bagaimana pandangan Anda terhadap beliau?”, maka syaikh menjawab, “Jayyid, seorang yang baik…”, Kami bertanya kembali, “apakah dia ahlus sunnah salafiy?” syaikh menjawab, “thab’an (tentu), salafiy jayyid…”, Kami kembali menukas kepada beliau, “karena banyak fitnah dan tuduhan yang menimpa dirinya dan disebarkan di internet…”, Syaikh tersenyum dan berkata yang intinya menasehatkan supaya kami tidak terlalu ambil pusing dengan fitnah-fitnah di internet, kemudian beliau menceritakan keadaan dakwah salafiyah di Eropa yang tidak jauh beda dengan Indonesia… Selain Ustadz Abu Aminah, kami juga menanyakan tentang Ustadz Abu Saifillah dari Luton-Inggris dan Ustadz Abu Usamah adz-Dzahabi dari QSS (Qur’an Sunnah Society), Toronto Kanada. Dan beliau memuji semua orang-orang ini. Falillahil Hamdu.

Islam tidak membatasi dosa hanya kepada tukang tenung dan pendusta saja, tetapi seluruh orang yang datang dan bertanya serta membenarkan ramalan dan kesesatan mereka itu akan bersekutu dalam dosa. Sebagaimana sabda Nabi s.a.w.:

“Barangsiapa datang ke tempat juru ramal, kemudian bertanya tentang sesuatu dan membenarkan apa yang dikatakan, maka sembahyangnya tidak akan diterima selama 40 hari.” (Riwayat Muslim)

Dan sabdanya pula: “Barangsiapa datang ke tempat tukang tenung, kemudian mempercayai apa yang dikatakan, maka sungguh dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w.” (Riwayat Bazzar dengan sanad yang baik dan kuat)

Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu mengatakan, bahawa hanya Allahlah yang mengetahui perkara ghaib, sedang Muhammad sendiri tidak mengetahuinya, apalagi orang lain. Firman Allah:

“Katakanlah! Saya tidak berkata kepadamu, bahawa saya mempunyai perbendaharaan Allah, dan saya tidak dapat mengetahui perkara ghaib, dan saya tidak berkata kepadamu bahawa saya adalah malaikat, tetapi saya hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” (al-An’am: 50)

Kalau seorang muslim telah mengetahui persoalan ini dari al-Quran yang telah menyatakan begitu jelas, kemudian dia percaya, bahawa sementara manusia ada yang dapat menyingkap tabir qadar, dan mengetahui seluruh rahasia yang tersembunyi, maka berarti telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.