Posts Tagged ‘Larangan’

https://tausyah.wordpress.com/pakaian-muslimah

Pakaian Muslimah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan dari sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Jelas sekali diterangkan rasulullah bahwa wanita yang seperti itu tidak akan masuk syurga dan mencium baunya pun tidak. Maka ini peringatan bagi kita muslimah untuk bermuhasabah diri.

2. Fashion Jilbab Menyerupai Biarawati Kristian

Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152) (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/Hukum-Berpacaran-Dalam-Islam

Hukum-Berpacaran-Dalam-Islam

Berpacaran Itu Adalah Perbuatan Zinah

Saudara-saudariku..ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya Islam adalah agama yang suci dari Rabb Penguasa Sekalian Alam lagi menjaga kesucian atas tiap – tiap manusia yang berada didalamnya yang tiada memandang rupa,status,suku,jabatan atau sekalian perkara engkau dalam urusan duniamu.

Allah berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur: 300)

Maka sesungguhnya, islam itu senantiasa menegaskan suatu jalan yang suci atas kamu. dan hendaknya engkau ikutilah jalan itu, sesungguhnya ketetapan dari sisi ALLAH Azza wa Jalla tiadalah terbantahkan dan sekali-kali janganlah engkau ingkar sehingga binasalah segala kebaikan daripadamu. (lebih…)

muslimah

muslimah

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah bersabda.

“Artinya : Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian selama tiga hari melainkan bersamanya ada seorang muhrim”. [Hadits Riwayat Muttafaqun ‘alaihi]

Dan dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian selama dua hari melainkan bersamanya seorang muhrim darinya atau suaminya”. [Hadits Riwayat Muttafaqun ‘alaihi]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.

“Artinya : Tidak boleh bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian menempuh perjalanan satu hari melainkan bersamanya seorang muhrimnya”. [Hadits Riwayat Muttaffaqun ‘alaihi]

Dan dari Ibnu Abbas Radhiyalahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda. “Tidak diperbolehkan seorang wanita bepergian melainkan bersamanya seorang wanita”. (lebih…)

Islamic ArtAmr bin Abdul Mun’im


Yang dimaksud membuat tato adalah menusuk-nusukkan jarum atau sebangsanya di punggung telapak tangan, lengan atau bibir atau tempat-tempat lainnya pada tubuh wanita yang tidak mengeluarkan darah, kemudian memberikan celak atau kapur pada bekas tusukan tersebut sehingga kulitnya berubah menjadi warna hijau.

Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/836)

Yang dimaksud dengan perenggangan gigi di sini adalah merenggangkan atau menggeser gigi taring dan empat gigi seri. (Gaharibu Al-Hadits, Khutabi 1/598). Hal ini sering dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dengan tujuan agar terlihat lebih muda. Sebenarnya kerenggangan antara gigi seri ini terjadi pada anak-anak kecil. Setiap kali bertambah usia seorang wanita khawatir sehingga dia merapikan giginya dengan alat perapi gigi supaya terlihat lembut dan baik serta tampak lebih muda. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/837) (lebih…)

Wahai saudariku sekaliannya, inilah Islam agama yang suci lagi mensyucikan. Tidaklah layak bagimu berhijab (Jilbab) dengan sekehendak hatimu, melingkarkan dilehermu atau berhijab selayaknya seorang muslimah akan tetapi berpakaian ketat lagi memakai jeans atau seumpama orang – orang kafir itu. Kemudian, sekali – kali janganlah kamu bertingkah laku seperti orang – orang jahiliyah sedang jilbabmu itu masih melingkari wajahmu.

Dari Shofiyah binti Syaibah berkata: “Ketika kami bersama Aisyah radhiallahu’anha, beliau berkata: “Saya teringat akan wanita-wanita Quraisy dan keutamaan mereka.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi Allah, saya tidak melihat wanita yang lebih percaya kepada kitab Allah dan lebih meyakini ayat-ayat-Nya melebihi wanita-wanita Anshor. Ketika turun kepada mereka ayat: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. An-Nur: 31) Maka para suami segera mendatangi istri-istri mereka dan membacakan apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Mereka membacakan ayat itu kepada istri, anak wanita, saudara wanita dan kaum kerabatnya. Dan tidak seorangpun di antara wanita itu kecuali segera berdiri mengambil kain gorden (tirai) dan menutupi kepala dan wajahnya, karena percaya dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya. Sehingga mereka (berjalan) di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalamdengan kain penutup seakan-akan di atas kepalanya terdapat burung gagak.”

Ketahuilah olehmu, bahwasanya dibalik daripada jilbabmu terdapat perkara agama ( Islam ) yang  sebahagian kamu tidak mengetahui dan tidak pula memikirkan. Maka, Barang siapa diantara kamu yang mengenakan jilbab sedang ia bertingkah laku seperti orang – orang jahiliyah niscaya ia telah menodai agama ( Islam ) dengan sendirinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ياَ بَنِي آدَمَ قَدْ أنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. sedang pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (Q.S. Al-A’raaf: 26)

Inilah kamu, sebahagian kamu mengira bahwa tiada suatu kesalahan yang termaktub daripada atas apa –apa yang kamu kerjakan. Demikian pulalah iblis mereka mengkhiaskan sesutu yang buruk itu seolah agar terlihat baik daripadamu sedang engkau tiada sadar. Sesungguhnya pengikut daripada Iblis itu adalah orang – orang kafir, maka ukhti ? demikian juakah kamu? Wallahu A’lam..

Firman ALLAH Ta’ala :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Tidakkah engkau memikirkan, tat kala seorang non muslim mellihat engkau berhijab ( jilbab ) kemudian melihat keburukan daripadamu niscaya berkatalah mereka itu:

“aduhai kiranya..sungguh aku melihat ia daripada atas apa – apa yang melingkari wajahnya ( jilbab ), maka ia adalah seorang muslim..”

Wahai saudariku, yang sedemikian itu berarti bahwa engkau telah memperburuk citra islam dan tiada jua pelakunya itu atas yang lain melainkan dirimulah sekaliannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ياَ أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ المُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أدْنَى أنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ
“Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

Jika engkau hendak bepergian dengan hijab disluruh tubuhmu, namun engkau berkata lagi berbuat sesuatu yang buruk lagi yang dapat memburukkan agamamu niscaya hendaklah terlebih dahulu engkau melepas jilbabmu agar islam tiada ternoda karenamu. Atau jika engkau merasa sulit mengenakan jilbab dalam segala gerangan hari yang hendak kamu lewati, kemudian berpakaian ketat (bukan longar) dan lagi memakai jeans selayak orang – orang kafir itu. Maka carilah olehmu agama selain daripada islam, sungguh..engkau akan menemukan orang – orang yang tiada jauh berbeda perihal yang sedemikian itu daripadamu. Dan pantaslah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkisah dalam sabdanya :

Dari Usamah bin Zaid r.a. berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku berdiri di muka pintu surga tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk surga adalah orang-orang fakir miskin sedangkan orang-orang kaya masih tertahan oleh perhitungan kekayaanya dan orang-orang ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka maka ketika saya berdiri di dekat pintu neraka tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang perempuan.” ( HR. Bukhari & Muslim)

Dan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang lain:

(( أيَّمَا اِمْرَأَةٍ نَزَعَتْ ثِيَابَهَا في غَيْرِ بَيْتِهَا خَرَقَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا سِتْرَهُ))
“Siapa saja di antara wanita yang melepaskan pakaiannya di selain rumahnya, maka sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengoyakkan perlindungan rumahnya itu daripadanya.”

Kemudian disuatu hari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkumpul dengan para pengikutnya mengadakan tanya jawab, salah satu daripada merekapun berkata lagi bertanya kepada beliau. “ya Rasulullah..dari golongan manakah yang terlebih banyak di antara golongan perempuan ataukah laki – laki yang terlebih banyak menjadi ahli neraka kelak?? beliau menjawab. “dari golongan perempuan..”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan ketaatan itu melalui firman-Nya:

وَمَا كَانَ لمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إذاَ قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أمْرًا أنْ يَكُونَ لهُمُ الخِيَرَةُ مِنْ أمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)

Maka saudariku, ayat – ayat ALLAH Subhana wa Ta’ala yang mana lagikah yang hendak kamu dustakan??

Serta merta kecantikan rupa lagi jasmani yang engkau pinjam daripada ALLAH Ta’ala seolah telah menjadi milikmu seutuhnya, sedang engkau tiada sadar..bahwa tiap-tiap laki-laki atau wanita muslim yang teramat elok rupa dan gerangannya itu didunia sedang ia beramal buruk sepanjang hidupnya, niscaya di negeri akhirat kelak ALLAH akan menjadikan sekalian gerangannnya dengan seburuk-buruk rupa sedang neraka adalah tempat yang layak baginya. dan kemudian dengan gerangan orang-orang dengan paras seadanya sedang ia beramal shalih niscaya di negeri akhirat kelak ALLAH Ta’ala akan membaikkan parasnya dengan sebaik-baik rupa, sedang engkau tiada jenuh dan tidak pula enggan untuk senantiasa memandanginya. demikianlah nikmat ALLAH atas orang-orang yang beruntung, jika engkau memikirkan..

Wallahu A’lam Bish Showab..

Jika terdapat perkataan yang tiada berkenan bagimu dalam artikel ini. Maka, kepada ALLAH aku memohon ampun sedang kepadamu sekalian aku memohon maaf..

Wassalam.

https://tausyah.wordpress.com

Firman Allah Subhanahu wata’ala :

يظنون بالله غير الحق ظن الجاهليـة يقولون هل لنا من الأمـر من شيء قل إن الأمر كله لله

“…Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah, seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata : apakah ada bagi kita sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, katakanlah : sungguh urusan itu seluruhnya di Tangan Allah.…” (QS. Ali Imran, 154).

ويعذب المنافقـين والمنافقـات والمشركـين والمشركـات الظانين بالله ظن السوء عليهم دائرة السوء وغضب الله عليهم ولعنهم وأعد لهم جهنم وساءت مصيرا

“Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-orang musyrik perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah, mereka akan mendapat giliran (keburukan) yang amat buruk, dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka jahannam. Dan (neraka jahannam) itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Fath, 6).

Ibnu Qoyyim dalam menafsirkan ayat yang pertama mengatakan :

“Prasangka di sini maksudnya adalah bahwa Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memberikan pertolongannya (kemenangan) kepada Rasulnya, dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap.”

Dan ditafsirkan pula : “bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir (ketentuan) dan hikmah (kebijaksanaan) Allah.”          Jadi prasangka di sini ditafsirkan dengan  tiga penafsiran : Pertama : mengingkari adanya hikmah dari Allah. Kedua : mengingkari takdirNya. Ketiga : mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua  agama.

Inilah prasangka buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang musyrik yang terdapat dalam surat Al Fath. Perbuatan ini disebut dengan prasangka buruk, karena prasangka yang demikian tidak layak untuk Allah, tidak patut terhadap  kagungan dan kebesaran Allah, tidak sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan janjiNya yang pasti benar.

Oleh karena itu, barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah Subhanahu wata’ala akan memenangkan kebatilan atas kebenaran, disertai dengan lenyapnya kebenaran, atau berprasangka bahwa apa yang terjadi ini bukan karena Qadla dan takdir Allah, atau mengingkari adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam takdirNya, yang dengan hikmahNya Allah berhak untuk dipuji, bahkan mengira bahwa yang terjadi hanya sekedar kehendakNya saja tanpa ada hikmahnya, maka inilah prasangka orang-orang kafir, yang mana bagi mereka inilah neraka “wail”.

Dan kebanyakan manusia melakukan prasangka buruk kepada Allah, baik dalam hal yang berkenaan dengan diri mereka sendiri, ataupun dalam hal yang berkenaan dengan orang lain, bahkan tidak ada orang yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang benar-benar mengenal Allah, Asma dan sifatNya, dan mengenal kepastian adanya hikmah dan keharusan adanya puji bagiNya sebagai konsekwensinya.

Maka orang yang berakal dan yang cinta pada dirinya sendiri, hendaklah memperhatikan masalah ini, dan bertaubatlah kepada Allah, serta memohon maghfirahNya atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap  Allah.

Apabila anda selidiki, siapapun orangnya pasti akan anda dapati pada dirinya sikap menyangkal dan mencemoohkan takdir Allah, dengan mengatakan hal tersebut semestinya begini dan begitu, ada yang sedikit sangkalannya dan ada juga yang banyak. Dan silahkan periksalah diri anda sendiri, apakah anda bebas dari sikap tersebut ?

فإن تنج منها تنج من ذي عظيمة وإلا فإني لا إخالك ناجيا

“Jika anda selamat (selamat) dari sikap tersebut, maka anda selamat dari malapetaka yang besar, jika tidak, sungguh aku kira anda tidak akan selamat.”

Kandungan  bab ini :

  1. Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran ([1]).
  2. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Fath ([2]).
  3. Disebutkan  bahwa prasangka buruk itu banyak sekali macamnya.
  4. Penjelasan bahwa tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini kecuali orang yang mengenal Asma’ dan sifat Allah, serta mengenal dirinya sendiri.

([1])  Ayat pertama menunjukkan bahwa barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah akan memberikan kemenangan yang terus menerus kepada kebatilan, disertai dengan lenyapnya kebenaran, maka dia telah berprasangka yang tidak benar kepada Allah dan prasangka ini adalah prasangka orang-orang jahiliyah, menunjukkan pula bahwa segala sesuatu itu ada di Tangan Allah, terjadi dengan qadha dan qadarNya serta pasti ada hikmahnya, dan menunjukkan bahwa berbaik sangka kepada Allah adalah termasuk kewajiban tauhid.

([2])  Ayat kedua menunjukkan kewajiban berbaik sangka kepada Allah dan larangan berprasangka buruk kepadaNya, dan menunjukkan bahwa prasangka buruk kepada Allah adalah perbuatan orang-orang munafik dan musyrik yang mendapat ancaman siksa yang sangat keras.

Firman Allah Subhanahu wata’ala :

واحفظوا أيمانكم

“Dan jagalah sumpahmu …” (QS. Al Maidah, 89).

Abu Hurairah Radhiallahu’anhu berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

الحلف منفقة للسلعة ممحقة للكسب

“Sumpah itu dapat melariskan barang dagangan namun dapat menghapus keberkahan usaha.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dari Salman Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

ثلاثة لا يكلمهم الله ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم ؛ أشيمط زان، وعائل مستكبر، ورجل جعل الله بضاعته لا يشتري إلا بيمينه ولا يبيع إلى بيمينه ” رواه الطبراني بسند صحيح.

“Tiga orang yang mereka itu tidak diajak bicara dan tidak disucikan oleh Allah (pada hari kiamat), dan mereka menerima adzab yang pedih, yaitu :  orang yang sudah beruban (tua) yang berzina, orang miskin yang sombong, dan orang yang menjadikan Allah sebagai barang dagangannya, ia tidak membeli atau menjual kecuali dengan bersumpah ” (HR. Thabrani dengan sanad yang shaheh).

Diriwayatkan dalam shoheh Bukhari dan Muslim dari Imran bin Husain Radhiallahu’anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“خير أمتي قرني ، ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم “، – قال عمران : فلا أدري أذكر بعد قرنه مرتين أو ثلاثا ؟ – ” ثم إن بعدكم قوم يشهدون ولا يستشهدون، ويخونون ولا يؤتمنون، وينذرون ولا يوفون ويظهر فيهم السمن”

“Sebaik-baik umatku adalah mereka yang hidup pada masaku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya lagi” – Imran berkata : “Aku tidak ingat lagi apakah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyebutkan generasi setelah masa beliau dua kali atau tiga ?” – “ Kemudian akan ada setelah masa kalian orang-orang yang memberikan kesaksian sebelum ia diminta, mereka berkhianat dan tidak dapat dipercaya, mereka bernadzar tapi tidak memenuhi nadzarnya, dan badan mereka tampak gemuk-gemuk ”.

Diriwayatkan pula dalam shoheh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

خير الناس قرني، ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم، ثم يجيء قوم تسبق شهادة أحدهم يمينه ويمينه شهادته

“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang hidup pada masaku, kemudian generasi yang datang berikutnya, kemudian generasi yang datang berikutnya lagi, kemudian akan datang orang-orang dimana diantara mereka kesaksiannya mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului kesaksiannya”.

Ibrahim (An Nakhoi) berkata : “Mereka memukuli kami karena kesaksian atau sumpah (yang kami lakukan) ketika kami masih kecil”.

Kandungan bab ini :

  1. Adanya wasiat dari Allah untuk menjaga sumpah.
  2. Penjelasan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bahwa sumpah itu dapat melariskan barang dagangan, tapi ia juga dapat menghapus keberkahan usaha itu.
  3. Ancaman berat bagi orang yang selalu bersumpah, baik ketika menjual atau membeli.
  4. Peringatan bahwa dosa itu bisa menjadi besar walaupun faktor yang mendorong untuk melakukannya itu kecil ([1]).
  5. Larangan dan celaan bagi orang yang bersumpah tanpa diminta.
  6. Pujian Rasulullah untuk ketiga generasi atau keempat generasi (sebagaimana tersebut dalam suatu hadits), dan memberitakan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Qias yang benar terhadap kaidah-kaidah Islam dan nas-nas yang sahih menetapkan tidak bolehnya menyewakan tanah gundul dengan wang, sebagai berikut:

a) Rasulullah s.a.w. melarang menyewakan tanah dengan satu bahagian tertentu dari hasilnya, misalnya: 24 gantang, 48 gantang, 1 kwintal, atau 2 kwintal yang ditentukan untuk si pemilik tanah.

Rasulullah s.a.w. tidak membenarkan juga penyewaan tanah dengan bahagian hasil (muzara’ah), melainkan dengan bahagian yang masih relatif misalnya 1/4, 1/3, 1/2 nya. Atau dengan kata lain pembahagian secara prosentase. Hal ini dimaksudkan supaya kedua belah pihak sama-sama mendapat keuntungan apabila tanah tersebut menghasilkan buah dan tidak diserang hama suatu apapun; dan juga bersama-sama menerima kerugian apabila tanah tersebut diserang hama.

Adapun menentukan bahagian untuk salah satunya, supaya dia beroleh keuntungan besar dan di lain pihak hanya mendapat keringat, kecapaian dan kerugian, tak ubahnya dengan perbuatan riba dan berjudi.

Kalau kita mahu merenungkan masalah penyewaan tanah dengan wang menurut kacamata ini, maka apakah perbezaannya dengan penyewaan bagi hasil (muzara’ah) yang dilarangnya?

Sebab pemilik tanah sudah pasti akan menerima bahagiannya itu berupa wang, sedang pihak penyewa akan mempertaruhkan tenaga dan kecapaiannya dengan tidak mengetahui apakah akan beruntung atau rugi? Apakah tanahnya itu dapat menghasilkan atau tidak?

b) Orang yang menyewakan sesuatu adalah tetap memilikinya sampai seterusnya. Oleh kerana itu dia berhak mendapat upah atas persediaan yang diberikan kepada pihak penyewa dan persiapan guna dimanfaatkan oleh penyewa. Upah mana sebagai ganti atas penyusutan yang dialami oleh barangnya itu sedikit demi sedikit.

Sekarang manakah persediaan yang harus diberikan oleh si pemilik tanah untuk dipersiapkan buat pihak penyewa? Padahal Allah menyediakan tanah untuk kita semua untuk ditanami, bukan untuk dimiliki. Sekarang manakah penyusutan yang dialami oleh tanah kerana ditanami, sedang tanah tidak termakan dan tidak tergerak kerana ditanami, seperti halnya bangunan dan alat?!

c) Seseorang yang menyewa rumah, secara langsung dapat memanfaatkan rumah itu dengan ditempati, misalnya, tanpa ada yang menghalangi sedikitpun. Begitu juga orang yang menyewa alat. Adapun penyewa tanah tidak dapat memanfaatkannya secara langsung. Ketika dia menyewa tidak sekaligus dapat memanfaatkannya seperti halnya menyewa rumah, bahkan dia harus berusaha dan mencurahkan fikiran guna memanfaatkannya, yang kadang-kadang berhasil dan kadang-kadang tidak. Oleh kerana itu setiap qias (analogi) untuk menyamakan persewaan tanah dengan rumah, adalah suatu qias yang tidak benar.

d) Dalam hadis Bukhari diterangkan, bahawa Rasulullah s.a.w. melarang menjual buah-buahan yang masih dalam kebun (baca: pohonnya) sebelum nampak jelas baiknya, padahal waktu itu sudah diketahui selamat dari hama. Kemudian Rasulullah s.a.w. dalam memberikan alasan larangannya itu sebagai berikut:

“Apakah kamu akan beranggapan, bahawa jika Allah melarang buah-buahan, kemudian salah seorang di antara kamu itu halal mengambil harta saudaranya?” (Riwayat Bukhari)

Kalau demikian halnya tentang orang yang menjual buah-buahan yang sudah nampak baiknya tetapi belum dapat diyakinkan keselamatannya, yang kadang-kadang diserang oleh hama yang menghalang kesempurnaan masaknya buah-buahan tersebut, maka bagaimana halnya orang yang menyerahkan sebidang tanah gundul yang tidak dapat dipukul dengan kayak dan tidak patut ditaburi benih. Apakah kepada orang semacam ini tidak sepatutnya kita ajukan suatu pertanyaan: Apakah kamu akan beranggapan, jika Allah melarang tentang buah-buahan, berarti kamu halal mengambil harta saudaramu?!

Saya pernah menyaksikan dengan mata-kepala sendiri, ada beberapa kebun kapas yang dimakan ulat, sehingga tinggal pohonnya dalam keadaan kering tidak lagi menghasilkan apa-apa, sedang si pemilik tanah tetap menuntut sewa, dan si penyewa tidak ada jalan lain hanya menyerah bulat di bawah kekejaman belenggu yang melilit. Maka di manakah letaknya tolong-menolong (ta’awun)? Dan di mana letaknya keadilan yang selalu dicanangkan oleh Islam?

Keadilan tidak akan terwujud, kecuali dengan muzara’ah (penyewaan bagi hasil menurut prosentase) di mana keuntungan dan kerugian akan dipikul bersama oleh kedua belah pihak [22].

Sekalipun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membolehkan menyewakan tanah, tetapi beliau sendiri menyebutkan, bahawa muzara’ah adalah lebih sesuai dengan keadilan dan prinsip syariah Islamiah. Beliau berkata: “Muzara’ah lebih halal daripada kira’, dan lebih mendekati kepada keadilan dan pokok ajaran Agama Islam. Sebab dalam Muzara’ah itu kedua belah pihak bersekutu dalam keuntungan dan kerugian, Berbeza dengan kira’, maka pemilik tanah sudah pasti menerima keuntungan, sedang pihak penyewa kadang-kadang dapat dan kadang-kadang tidak dapat.”[23]

Al-Muhaqqiq Ibnul Qayim dalam komentarnya terhadap kezaliman yang dilakukan oleh para penguasa dan militer terhadap kaum petani di masa itu, ia mengatakan: “Kalau militer dan penguasa mahu mendukung kaum petani menurut syariat yang telah ditentukan Allah dan RasulNya serta perbuatan para Khulafaur Rasyidin, niscaya mereka akan memperoleh rezeki dari atas dan dari bawah, dan niscaya Allah akan membukakan pintu-pintu barakahNya dari langit dan bumi. Namun penghasilan yang berlipat sekarang ini mereka dapat dengan kezaliman dan permusuhan.

Tetapi kebodohan dan kekejaman mereka itu tetap membantahnya, sehingga mereka hanya berbuat kezaliman dan dosa. Mereka tidak mahu menerima barakah dan keluasan rezeki. Oleh kerana itu kelak di akhirat mereka akan mendapat siksa dan dicabutnya barakah itu di dunia ini.”

Kalau ditanyakan: “Bagaimanakah syariat yang telah ditentukan Allah dan Rasul serta perbuatan para khalifah, sehingga orang dapat menirunya dan memperoleh taufik dari Allah?”

Jawabnya: Penyewaan dengan bagi hasil (mazara’ah) dengan adil, itulah yang harus lama-lama dilakukan oleh pemilik tanah dan petani. Tidak ada keistimewaan untuk satu pihak terhadap pihak lain dari ketentuan ini, menurut hukum Allah. Mengistimewakan seseorang terhadap orang lain inilah yang menyebabkan hancurnya negara, rusaknya masyarakat, terhalangnya hujan, hilangnya barakah dan menyebabkan para militer dan pembesar berani makan barang haram. Padahal kalau sesuatu tubuh tumbuh dari barang haram, maka nerakalah tempatnya.

Muzara’ah yang adil adalah cara yang dilakukan oleh kaum muslimin di zaman Rasulullah. s.a.w., para Khulafaur Rasyidin, keluarga Abubakar, keluarga Umar, keluarga Usman, keluarga Ali dan kaum muhajirin. Dan ini pulalah yang menjadi pendirian kebanyakan para sahabat, seperti: Ibnu Mas’ud, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain lagi. Dan ini pula yang menjadi pendirian ulama ahli hadis, seperti: Imam Ahmad, Ishak bin Rahawih, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Daud bin Ali, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah, Abubakar bin al-Mundzir, Muhammad bin Nasr al-Maruzi. Dan ini juga yang menjadi pendirian kebanyakan ulama Islam seperti: Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan dan lain-lainnya.

Rasulullah s.a.w. sendiri telah melakukan hal tersebut dengan penduduk Khaibar, iaitu dengan separuh dari hasil tanah. Begitulah sampai beliau meninggal dunia.

Mu’amalah seperti ini terus berlangsung sampai penduduk Khaibar itu dikeluarkan oleh Khalifah Umar dari Khaibar. Nabi memberi persyaratan kepada mereka dengan biaya dan bibit dari mereka, bukan dari Nabi.

Oleh kerana itu pendapat yang paling benar, ialah bahawa bibit boleh dari pihak penyewa, sebagaimana nas hadis, dan boleh juga dari kedua belah pihak.

Al-Bukhari menyebutkan dalam kitab Sahihnya, bahawa Umar Ibnul-Khattab menyewakan tanah dengan perjanjian bibit dari Umar dan dia akan mendapat lebih dari separuh. Kalau bibit dari mereka, maka mereka dapat lebih dari separuh juga [24].

Seluruh riwayat yang menerangkan tentang muzara’ah, sedikitpun tidak dikenal, bahawa bahagian penyewa tanah kurang dari separuh, bahkan kadang-kadang lebih dari separuh.

Memang yang cukup dapat menyenangkan hati, ialah bahagian penyewa tidak kurang dari separuh, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. dan para khalifahnya bersama orang-orang Yahudi Khaibar.

Tidak layak kalau bahagian pemilik tanah lebih tinggi daripada bahagian penyewa.

Larangan Menyerupai Laki-Laki

Amr bin Abdul Mun’im


Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang bersikap seperti wanita dan wanita seperti laki-laki”.

Sedangkan dalam riwayat yang lain disebutkan.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”. (Hadits Riwayat Bukhari)

Hadist di atas menunjukkan kepada kita larangan bagi laki-laki untuk menyerupai wanita, baik itu dengan cara melembutkan suara maupun dengan menirukan gerakan, pakaian, perhiasan, dan lain sebagainya dari karakter kewanitaan. Dan menunjukkan larangan bagi wanita untuk menyerupai laki-laki, baik itu dengan cara mengkasarkan suaranya maupun dengan cara meniru gerakan dan pakaian mereka.

Musuh-musuh Islam telah berusaha menggunakan cara yang sangat buruk untuk merusak Islam dan menghancurkan akidah yang bersemayam dalam diri para pemeluknya dengan cara menyebarluaskan pakaian-pakaian wanita yang menyerupai pakaian laki-laki, misalnya celana, kemeja, jaket dan bahkan sepatu. Padahal mereka semua mengetahui bahwa Islam melarang wanita menyerupai laki-laki. Penyerupaan wanita seperti orang laki-laki merupakan awal dari cara perusakan agama Islam dalam diri wanita Muslimah.

Mengapa wanita dilarang melakukan itu ??

Karena mereka mempunyai kedudukan sebagai isteri, saudara dan sekaligus ibu rumah tangga.

Tidak diragukan lagi, sebagai seorang istri, wanita akan memberikan pengaruh terhadap suaminya, saudara dan putera-puterinya. Apabila wanita itu baik, maka akan memberikan pengaruh positif, dan apabila rusak maka akan memberikan pengaruh negatif. Wanita merupakan tiang umat, apabila dia baik maka seluruh umat akan baik dan sebaliknya apabila rusak maka akan rusak pula seluruh umat.

Sedangkan alasan penyerupaan itu, karena penyerupaan wanita seperti orang laki-laki merupakan tindakan yang keluar dari fitrahnya sebagai wanita yang telah diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla. Penyerupaan ini termasuk dosa besar, karena adanya laknat bagi pelakunya.

Yang paling selamat bagi setiap wanita Muslimah adalah memelihara fitrah yang telah diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala baginya, tidak menyerupai laki-laki dalam segala hal, meski dalam hal memakai sandal sekalipun.

Dari Ibnu Abi Malikah, dia berkata : Dikatakan kepada Aisyah Radhiyallahu Anha, “Ada seorang wanita yang memakai sandal”. Maka Aisyah berkata. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyerupai laki-laki”. (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (4099) melalui Ibnu Juraij, dari Abu Abi Malikah)

Disalin dari buku 30 Larangan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun’in terbitan Pustaka Azzam – Jakarta.

https://tausyah.wordpress.com