Archive for the ‘Muallaf’ Category

Adik Ipar Tony Blair

Lauren Booth

Barang kali antum-anty sekalian sudah tau dengan perkabaran seorang ipar dari mantan perdana menteri Inggris Tony Blair yaitu Lauren Booth yang sudah menjadi muslimah, namun bagaimana proses muallafnya Lauren Booth dan itulah yang akan kita beritakan disini.

Kabarnya belum sebulan ia menjadi seorang muallaf yang membuat geger bangsa Inggris serta kalangan Muslim sendiri, diberitakan bahwa Lauren Booth kembali diterpa isu bahwa ia menganut Islam Syi’ah garis keras yang dituding berdasarkan disaat Lauren Booth melakukan perjalanan ke Iran dan mengatakan saat berada disanalah ia menjadi seorang muslim.

Setelah keislamannya juga banyak orang yang beranggapan bahwa dia menjadi seorang muslim hanyalah untuk mencari popularitas alias untuk mencari perhatian publik semata.

Namun untuk menepis semua tuduhan – tuduhan itu, Laura Both malah menulis sebuah surat secara umum kepada publik tentang rasa syukurnya menjadi seorang muslimah yang kemudian suratnya tersebutpun dimuat pada sebuah harian Daily Mail tak berapa lama setelah surat tersebut ditulis. Surat tersebut terdiri dari beberapa bagian, dan berikut adalah kutipan bagian ke-2 dari isi surat tersebut : (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/frank-ribery

Frank Ribery

Pada 2006, ketika timnas Prancis akan berhadapan dengan tim Swiss pada Piala Dunia, sorot kamera wartawan yang berkeliaran di lapangan menampakkan gambar sekilas Franck Ribery tengah berdoa, seperti yang dilakukan seorang muslim. Itu menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat luas. Tapi justru itulah cara Franck Ribery menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya telah menjadi seorang muslim.

Sebab, tak lama setelah itu pemberitaan tentang dirinya sebagai muallaf merebak ke seantero dunia. Ribery mengatakan, dia memilih ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW karena menemukan kedamaian.

Baginya, Islam adalah sumber kekuatan dan keselamatan. ”Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan di luar lapangan sepakbola. Saya mengalami kehidupan yang cukup keras dan saya harus menemukan sesuatu yang membawa saya pada keselamatan, dan saya menemukannya pada agama Islam,” tutur Ribery. (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/Muhammad-In-The-Bible
Muhammad In The Bibel

David Benjamin Keldani, penulis buku Muhammad in the Bible (Menguak Misteri Muhammad)

“Saya berharap, tulisan ini, juga tulisan-tulisan selanjutnya, dapat menunjukkan bahwa ajaran Islam mengenai ketuhanan dan Rasul Allah terakhir yang agung adalah seratus persen benar dan sesuai dengan ajaran Alkitab (Bibel).”

David Benjamin Keldani, yang lahir pada 1867 di Urmia, Persia, awalnya adalah seorang pendeta Katholik Roma dari sekte Uniate-Khaldean, bahkan ia salah satu tokoh terpandang pada kalangan sekte tersebut. Ia mengenyam pendidikan sejak kecil di kota itu.

Dari 1886 hingga 1889, tiga tahun, ia menjadi staf pengajar Archbishop of Canterbury’s Mission untuk Assyrian (Nestorian) Christian di Urmia.
Pada 1892 ia diutus oleh Kardinal Vaughan ke Roma, di sana ia mempelajari filsafat dan theologi pada Propaganda Fide College, dan pada 1895 dinobatkan sebagai pendeta.

Pada 1892 ia menulis serangkaian artikel di The Tablet tentang Assyria, Romawi, dan Canterbury, dan juga pada Irish Recordtentang Keotentikan Pentateuch, yaitu lima kitab dari Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Ia pun mempunyai beberapa karya terjemahan Ave Maria dalam bahasa berbeda-beda, yang diterbitkan di Illustrated Catholic Missions.
https://tausyah.wordpress.com/david-benjamin-keldani
David Benjamin Keldani

Pemuka Gereja
Ketika berada di Konstantinopel, dalam perjalanannya ke Persia pada 1895, ia menulis serangkaian artikel panjang tentang Gereja-gereja Timur dalam bahasa Inggris dan Prancis di surat kabar harian yang terbit di sana dengan nama The Levant Herald.

Pada 1895 ia bergabung dengan French Lazarist Mussion di Urmia, dan terbit pertama kali dalam sejarah Misi itu sebuah majalah berkala dalam bahasa daerah Syria yang bernama Qala-La0Syara (Suara Kebenaran).

Pada 1897 ia diutus oleh dua Uskup Besar Uniate-Khaldean dari Urmia dan Salmas untuk mewakili Katholik TImur pada Kongres Ekaristik yang diselenggarakan di Paray-le-Monial, Prancis, di bawah pimpinan Kardinal Perraud. Tentu saja ini adalah undangan resmi. Makalah yang dibacakan di Kongres oleh Bapa Benjamin disiarkan dalam Tawarikh Kongres Ekaristik tahun itu, yang disebut Le Pellerin. (lebih…)

https://tausyah.wordpress.com/bukti-keajaiban-al-Qur'an

Bukti Keajaiban Al-Qur'an

Terbukanya tabir hati ahli farmakologi Thailand Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.

Bunyi dari surat An-Nisa’ tersebut antara lain sebagai berkut;”Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka merasakan pedihnya azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagiMaha Bijaksana.”

Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. (lebih…)

Kisah seorang artis yang bernama Cat Stevens yang (alhamdulillah) menjadi seorang muslim, kemudian ia dipanggil dengan nama Yusuf Islam. Inilah kisahnya seperti yang ia ceritakan, kami menukilnya secara ringkas.

“Aku terlahir dari sebuah rumah tangga Nasrani yang berpandangan materialis. Aku tumbuh besar seperti mereka. Setelah dewasa, muncul kekagumanku melihat para artis yang aku saksikan lewat berbagai media massa sampai aku mengganggap mereka sebagai dewa tertinggi. Lantas akupun bertekad mengikuti pengalaman mereka. Dan benar, ternyata aku menjadi salah seorang bintang pop terkenal yang terpampang di berbagai media massa. Pada saat itu aku merasa bahwa diriku lebih besar dari alam ini dan seolah-olah usiaku lebih panjang daripada kehidupan dunia dan seolah-olah akulah orang pertama yang dapat merasakan kehidupan seperti itu.

Namun pada suatu hari aku jatuh sakit dan terpaksa di opname di rumah sakit. Pada saat itulah aku mempunyai kesempatan untuk merenung hingga aku temui bahwa diriku hanya sepotong jasad dan apa yang selama ini aku lakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasad. Aku menilai bahwa sakit yang aku derita merupakan cobaan ilahi dan kesempatan untuk membuka mataku. Mengapa aku berada disini? Apa yang aku lakukan dalam kehidupan ini?

Setelah sembuh, aku mulai banyak memperhatikan dan membaca seputar permasalahan ini, lantas aku membuat beberapa kesimpulan yang intinya bahwa manusia terdiri dari ruh dan jasad. Alam ini pasti mempunyai Ilah. Selanjutnya aku kembali ke gelanggang musik namun dengan gaya musik yang berbeda. Aku menciptakan lagu-lagu yang berisikan cara mengenal Allah. Ide ini malah membuat diriku semakin terkenal dan keuntungan pun semakin banyak dapat aku raih. Aku terus mencari kebenaran dengan ikhlas dan tetap berada di dalam lingkungan para artis. Pada suatu hari temanku yang beragama Nasrani pergi melawat ke masjidil Aqsha.

Ketika kembali, ia menceritakan kepadaku ada suatu keanehan yang ia rasakan di saat melawat masjid tersebut. Ia dapat merasakan adanya kehidupan ruhani dan ketenangan jiwa di dalamnya.

Hal ini berbeda dengan gereja, walau dipadati orang banyak namun ia merasakan kehampaan di dalamnya. Ini semua mendorongnya untuk membeli al-Qur’an terjemahan dan ingin mengetahui bagaimana tanggapanku terhadap al-Qur’an. Ketika aku membaca al-Qur’an aku dapati bahwa al-Qur’an mengandung jawaban atas semua persoalanku, yaitu siapa aku ini? Dari mana aku datang? Apa tujuan dari sebuah kehidupan? Aku baca al-Qur’an berulang-ulang dan aku merasa sangat kagum terhadap tujuan dakwah agama ini yang mengajak untuk menggunakan akal sehat, dorongan untuk berakhlak mulia dan akupun mulai merasakan keagungan Sang Pencipta.

Semakin kuat perasaan ini muncul dari jiwaku, membuat perasaan bangga terhadap diriku sendiri semakin kecil dan rasa butuh terhadap Ilah Yang Maha Berkuasa atas segalanya semakin besar di dalam relung jiwaku yang terdalam.

Pada hari Jum’at, aku bertekad untuk menyatukan akal dan pikiranku yang baru tersebut dengan segala perbuatanku. Aku harus menentukan tujuan hidup. Lantas aku melangkah menuju masjid dan mengumumkan keislamanku.

Aku mencapai puncak ketenangan di saat aku mengetahui bahwa aku dapat bermunajat langsung dengan Rabbku melalui ibadah shalat. Berbeda dengan agama-agama lain yang harus melalui perantara.”

Demikianlah Yusuf Islam memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam ia tidak hanya duduk di tempat ibadah menyembah Allah yang telah menguasai hatinya dengan kecintaan, namun ia melakukan aktifitas untuk kemaslahatan agama ini. Ia ikut andil di dalam berbagai lembaga dan yayasan Islam yang bergerak di bidang dakwah dan sosial. Semoga Allah memberinya ganjaran yang baik atas sumbangsih yang telah ia berikan kepada kita, agama Islam dan kaum muslimin.

Subahanallah..saya sendiri menjadikan nada dering ponsel dengan lirik-lirik Yusuf Islam, Sungguh..tidaklah ALLAH Subhana wa Ta’ala memandang status sosial,ras, warna kulit, jabatan dan lain sebagainya untuk beroleh hidayah-Nya. Sesungguhnya..ALLAH menunjuki orang-orang yang Ia kehendaki, sedang ALLAH tiada akan menunjuki orang-orang yang aniaya.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani, penerbit DARUL HAQ, telp.021-4701616)

https://tausyah.wordpress.com

Bertualang

DALAM soal agama, mungkin saya termasuk jenis manusia yang suka coba-coba. Bukan sembarang coba-coba, melainkan sebuah upaya untuk mencari pegangan hidup yang sesuai dengan pilihan hati nurani. Karena, agama yang pernah saya anut tidak sesuai dengan kata hati, akhirnya saya jadi “petualang” agama demi mencari hakikat kebenaran. Dimulai dari Konghucu, saya pindah ke kebaknan (kejawen), lalu meloncat ke Kristen, dan kemudian mantap di Islam.

Saya dilahirkan pada 4 April 1938 di Kepanjen, Solo, Jawa Tengah. Kedua orang tua saya adalah WNI keturunan Tionghoa dan menganut agama Konghucu. Karena ayah dan ibu saya Konghucu, otomatis saya terlahir sebagai penganut Konghucu. Namun, keyakinan itu tidak begitu melekat karena ayah saya memang tak peduli dengan urusan itu. Di usia remaja, saya pindah ke kebatinan (kejawen). Di sini pun hati saya belum sreg. Karena teman saya banyak yang beragama Kristen, saya pun akhirnya tertarik untuk menjadi pengikut Yesus.

Di agama yang berlambang salib ini, saya agak kerasan. Tapi, saya tak berhenti pada satu sekte saja. Saya berpindah sekte, mulai Pantekosta, Kitok Kauhwe, ke Bethel Injil Sepenuh. Di sekte yang disebut terakhir ini, saga sempat dipermandikan untuk membasuh dosa-dosa.

Ketika usia saya mencapai 22 tahun, saya menikah dengan seorang gadis beragama Islam. Walaupun kami menikah dengan cara Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari, saya tetap konsisten dalam melaksanakan ajaran agama asal saya. Sementara, keislaman istri saya tidak begitu kokoh, sehingga tak jarang is ikut saya ke gereja.

Pada tahun 1969, saya mulai menginjakkan kaki di Jember, Jawa Timur, setelah usaha saya di Solo kandas. Terus terang, usaha saya saat itu memang serabutan. Saya terlena dan memperturutkan kesenangan duniawi, sehingga begitulah akibatnya.

Di awal tahun 1973, saya menikah lagi dengan seorang gadis Kristen di Solo. Hal ini membuat saya semakin sibuk, karena selain dikejar-kejar oleh keharusan memenuhi nafkah dua istri, saya juga harus bolak-balik Solo-Jember. Kendati begitu, saya tak melalaikan kewajiban sebagai penganut Kristen. Di waktu-waktu luang, saya tetap mempelajari Injil, juga tetap rajin ke gereja. Namun, dari situlah saya menemukan keanehan dalam soal ketuhanan Yesus.

Saya ragu dan khawatir, jangan-jangan Yesus tak sudi berbuat sesuatu untuk menolong saya di akhirat kelak. Sebab, Yesus diutus khusus untuk Bani Israel. Itu artinya, orang-orang di luar bangsa Israel tidak berhak menuhankan Yesus. Yesus pun tentu tak ada kewajiban untuk melindungi pengikutnya selain bangsa Israel. Termasuk umat Kristen di Indonesia. Sebabnya jelas, Yesus diutus untuk Bani Israel. Keterangan serupa bisa dibaca pada Kejadian Rasul-rasul 5:1.

Mempelajari Islam

Dari keraguan itu, saya mencoba mempelajari Islam. Saya membanding-bandingkan antara AI-Qur’an dan Injil, khususnya tentang kerasulan Muhammad. Apa Muhammad diutus untuk orang Arab saja? Temyata tidak. Muhammad diutus untuk seluruh urnat manusia. Bahkan untuk seluruh alam (rahmatan Iii ‘alamin).

Hal itu bisa dilihat dari ayat atau hadits yang bersifat seruan dakwah, umumnya berbunyi, “Wahai manusia…,” bukan “Wahai bangsa Arab…” Logikanya, siapa saja yang bernama manusia, boleh, bahkan wajib masuk dalam kategori seruan nabi untuk mengimani Allah.

Bahwa At-Qur’an dan Nabi Muhammad menggunakan bahasa Arab, itu berkaitan dengan kondisi masyarakat yang akan dibina. Sungguh tidak lucu bila di lingkungan si pembawa dakwah (nabi), sang nabi malah berbicara dengan bahasa Inggris, misalnya. Di samping tak komukatif, juga tak efektif bagi upaya dakwahnya.

Akhirnya, di pengujung tahun 1973, saya resmi masuk Islam di Jember. Nama saya diganti menjadi Muhsin. Tiga tahun kemudian saya menyunting wanita Jember sebagai istri ketiga. Dia seorang muslimah yang taat. Dua istri saya yang lain (di Solo), akhirnya saya tinggalkan. Sejak saat itu pula saya menetap di kota Tembakau ini. Soak itu pula hati saya semakin terdorong untuk memahami agama Islam.

Sebenarnya saya sangat berharap agar ketiga saudara saya bisa mengikuti jejak saya. Saya ingin mereka seiman dan seagama dengan saya. Namun, keinginan itu hanya sebuah kesia-siaan belaka. Saya menemui kendala yang tak ringan untuk membimbing langkah mereka ke jalan yang lurus. Tetapi saya bangga masih bisa mengislamkan orang dengan membawa iman Islam.

Selanjutnya, kehidupan kami berjalan sebagaimana biasa. Untuk mengisi aktivitas keagamaan, sampai sekarang saya masih aktif men uti manaqib di Pesantren A1-Qodiri Gebang, Jember. Selain itu, saya juga aktif di Organisasi Pembina Iman Tauhid Islam atau Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) di bagian Dakwah.

Kini, saya hidup bahagia bersama istri dan dua orang anak di dusun Suka Makmur, desa Klompangan, Kec. Jenggawah, Kab. Jember, Jawa Timur. Semoga kebahagiaan ini mengantarkan saya menjadi orang yang senantiasa bersyukur atas nikmat Allah, betapa pun kecilnya. (Maulana/Albaz/mualaf.com) (dari Buku “Saya memilih Islam” Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/ )

https://tausyah.wordpress.com

Qur'anMeski dilahirkan sebagai keturunan Tionghoa yang secara turun-temurun menganut agama Budha, tetapi saya tidak mendalami ajaran agama nenek moyang kami itu. Saya justru lebih paham ajaran gereja. Hal ini bisa dimaklumi, karena masyarakat keturunan Tionghoa sekarang lebih banyak yang meninggalkan agama nenek moyangnya, dan lebih memilih agama Kristen sebagai pegangan hidupnya. Alasannya, karena agama Kristen dianggap lebih ringan pelaksanaan ibadahnya.

Faktor itu pula yang menyebabkan saya lebih banyak bergaul dengan kawan-kawan yang beragama Kristen, baik yang Katolik Roma, Protestan, Pantekosta, Advent, dan sebagainya. Selain itu, faktor pendidikan formal juga sangat mempengaruhi keimanan saya. Saya semakin jauh dari wihara dan klenteng (rumah ibadah orang Tionghoa). Pendidikan formal saya, sejak TK sampai SMA, saya ialui di lembaga pendidikan Katolik. Sampai usia remaja, meski saya tak pernah dibaptis, tetapi saya sudah merasa sebagai umat Kristen (Katolik) daripada sebagai jemaat wihara (umat Budha).

Saya dilahirkan pada tanggal 21 Juni 1969 di Semarang, Jawa Tengah. Keluarga saya keturunan Tionghoa yang sukses sebagai pengusaha foto dan percetakan. Seperti umumnya masyarakat keturunan Tionghoa, kedua orang tua saya memeluk agama nenek moyang yang telah dianut turun temurun, yakni agama Budha.

Tidak berbeda dengan keluarga Tionghoa yang lain, dalam hal pendidikan agama, keluarga saya juga tidak pernah menanamkan keimanan (agama Budha) yang mendalam. lni barangkali sekadar tradisi saja bahwa nenek moyang kami mewariskan kebudayaannya itu kepada keturunannya. Dalam ajaran agama Budha sepertinya tidak ada norma-norma khusus yang mengatur pelaksanaan ibadah. Ya, seperti aliran kepercayaan saja. Sehingga, tidak sedikit orang Tionghoa yang notabene pemeluk agama Budha, tetapi masih meyakini ajaran lain sebagai agamanya, umumnya agama Kristen.

Sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, kedua orang tua kami mengharapkan agar saya berhasil dalam hidup dan menjadi teladan bagi kedua adik saya. Sebab itulah, ketika mengijak usia 5 tahun saya dimasukkan ke Taman Kanak Kanak favorit di kota Semarang, yakni TK Kanisius Kebondalem, selama dua tahun. SD dan SMP pun saya tempuh di lembaga yang sama.

Aktivis Gereja

Selesai SMP saya pun melanjutkan studi di SMA Katolik Kebondalem. Lembaga pendidikan ini termasuk paling dibanjiri peminat. Jadi, merupakan gengsi tersendiri bila diterima di sekolah itu. Saat belajar di SMA itulah saya benar-benar menjadi umat Katolik. Bukan lagi sebagai pemeluk Budha.

Kegiatan-kegiatan gereja, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat selalu saya ikuti dengan tekun. Saya tidak peduli, walaupun tidak pernah dibaptis. Bahkan, di sekolah sava termasuk siswa yang aktif mengikuti kegiatan keagamaan, baik di OSIS (seperti peringatan hari besar agama Kristen) dan juga kegiatan misa di gereja atau kapel sekolah yang rutin diadakan seminggu sekali.

Rupanya, Tuhan berkenan menolong saya dari jalan yang sesat. Beberapa tahun yang lalu setelah saya tamat SMA, saga sering merenung tentang ajaran trinitas yang menjadi landasan pokok iman kristiani. Sava merasa sulit memahami ajaran itu. Teryata banyak sekali kejanggalan yang saya temukan.

Mempelajari Islam

Tuhan Yang Maha Agung membuka pintu hati saya. Di saat saya meragukan kebenaran ajaran trinitas itu, saya seperti ditunjukkan untuk mempelajari Islam sebagai perbandingan. Yang mana Islam telah menjelaskan kepalsuan ajaran trinitas, didalam Qur’an ditentang bagi siapa yang menyebut nabi Isa As itu sebagai ALLAH atau anak ALLAH maka dia adalah kafir, nabi Isa As adalah manusia biasa akan tetapi dititiskan oleh ALLAH SWT Ruhul kudus atau malaikat Jibril, artinya islam sangat menentang sekali ajaran trinitas ini. dapat dijelaskan bahwa didalam trinitas “satu Tuhan dengan tiga kepribadian” yaitu Isa (yesus) sebagai manusia, ruh kudus serta ALLAH sendiri. Namun didalam Islam dijelaskan, bahwa ajaran itu adalah palsu dapat dijelaskan bahwa kesemua unsur trinitas itu bersih dari ajaran Islam seperti dikatakan didalam Qur’an bahwa ALLAH adalah Tuhan Semesta Alam, Isa As adalah Nabi atau Rasulullah sedang Ruh Kudus adalah Malaikat Jibril. Dan Dalam Al-Qur’an dan hadits telah diatur hukum bagi sekalian alam yang benar adanya.

Tidak lama setelah mendalami kandungan Al-Qur’an, saya secara rutin belajar agama (Islam) pada seorang guru ngaji. Masih berstatus sebagai mahasiswa STIE-PPMTT (Pusat Pendidikan Manajemen dan Teknik Terapan), saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahdat beserta seluruh keluarga.

Alhamdulillah, salah satu adik saya, Jip Christianto Jana P, telah tamat dari Pondok Pesantren Modem Gontor, jawa Timur, dan kini kuliah di Akademi Perindustrian Yogyakarta Jurusan Teknik Mesin. Sedangkan adik saya yang bungsu, Jip Rudi Jana P., kini rnasih belajar di Pondok Pesantren as-Salam Surakarta.

Sedangkan, saya sendiri setelah menamatkan pendidikan manajemen dan meraih gelar Master of Bussines Administration (M.B.A.), kini berwiraswasta di bidang percetakan. Harapan saya, semoga keluarga kami senantiasa diterangi petunjuk-Nya. Amin.

(Kaswanto/Albaz – dari Buku “Saya memilih Islam” Penyusun Abdul Baqir Zein, Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/ – mualaf.com)

I'am a MuslimahMantan juara renang se Amerika Serikat selama dua kali berturut-turut itu akhirnya masuk Islam. Liz , begitu ia akrab dipanggil, bahkan bercita-cita memiliki kolam renang khusus untuk sisters

Setahun lebih sudah, Liz, demikianlah kami biasa memanggilnya, memeluk agama Islam. Aku masih ingat di suatu siang hari, dia datang ditemani oleh teman-temannya dari Columbia University dan menyatakan tekad untuk menjadi Muslimah. Umurnya kala itu masih beliau, kurang dari 22 tahun. Dengan uraian air mata dan diiringi pekikan “Allahu Akbar” gadis cantik dan tinggi semampai itu dengan nama lengkap Elizabet Stwouwart akhirnya mengucapkan “kalimah syahadah.” Sejak itu, keislamannya belum pernah dibuka ke orang tuanya yang tinggal di New Haven, sebuah kota kecil di negara bagian Connecticut Amerika Serikat.

Bapaknya seorang keturunan Belanda dan telah menetap di Amerika sejak ratusan tahun. Sementara ibunya adalah keturunan Ukraina yang juga telah lama turun-temurun di Amerika. Alasan Elizabeth tidak membuka keislamannya kepada orang tuanya, menurutnya, karena dia masih muda dan masih membutuhkan uluran tangan orang tuanya untuk sekolah.

Elizabeth adalah mantan juara renang se Amerika Serikat selama dua kali berturut-turut (tahun 2003 dan 2004). Sebelum masuk Islam, Liz masih menjadi pelatih renang profesional di salah satu klub renang di New York. Dia bahkan bercita-cita untuk mempunyai kolam renang khusus bagi sisters.

Pertengahan tahun lalu, Liz berhasil menyelesaikan sekolahnya pada Economic School Columbia University. Dengan mudah juga dia diterima bekerja pada sebuah perusahaan konsultan di bidang telekomunikasi, Sprint. Dalam melakukan kerjanya sebagai konsultan, Elizabeth harus melakukan perjalanan setiap Minggu ke berbagai kota, dan harus pulang ke New York di akhir pekan. Salah satunya, untuk tetap bisa belajar Islam di Islamic Forum for New Muslims di Islamic Center.

Satu hal yang menarik dari Elizabeth ini adalah, karena punya teman-teman dari berbagai negara, termasuk Saudi Arabia di Columbia, yang, seringkali jika datang ke kelas selalu memakai cadar. Biasanya saya menggoda dengan bercanda, “Sejak kapan jadi princess Liz?” Anak pendiam ini biasanya hanya menjawab dengan senyum. Idul Fitri lalu Elizabeth bersama para muallaf lainnya kami ajak ‘berhalal bihalal’ ala Indonesia ke berbagai rumah pejabat Indonesia di New York. Liz, nampaknya sangat senang dengan makanan-makanan Indonesia.

Maryam Kembali ke Bumi

Bulan Maret lalu, Elizabeth turut diundang sebagai peninjau dalam konferensi ulama Islam dan Yahudi di Seville, Spanyol. Alhamadulillah, dengan pakaian Muslimah yang sangat rapi, Elzabeth menjadi pusat perhatian berbagai kalangan di berbagai tempat yang kita singgahi di Spanyol. Ketika mata-mata membelalak melihat Elizabeth itu, saya bercanda “Anda dan pakaian Muslim anda jauh lebih memikat ketimbang wanita-wanita yang tengah telanjang itu.” Gadis rendah hati ini biasanya hanya menjawab “thank you Imam Shamsi”.

Di konferensi itu sendiri, banyak orang yang hampir tidak percara kalau Elizabeth adalah orang Amerika asli. Kebanyakan menyangka kalau dia adalah Muslimah dari Lebanon. Sheikh Atuwajiri, orang Saudi yang juga Direktur Unesco, di suatu saat pernah mengatakan kepada Elizabeth “I thought you are one of our princesses.” Tentu Elizabeth hanya tersenyum seraya berkata “Thank you so much”.

Pada saat istirahat biasanya terjadi interaksi dengan peserta-peserta lainnya. Salah seorang isteri Rabbi Yahudi dari Jerman mendekati Elizabeth “Are you married?” Liz menjawab “No!”. Isteri Rabbi itu bertanya kembali, “Why then you cover your head?” Dengan tegas Elizabeth menjelaskan bahwa dalam Islam kewajiban menutup rambut dimulai sejak seseorang mencapai umur baligh. “And I think I am matured enough to wear it”, candanya.

Saya yang kebetulan dekat dari mereka berdua menyelah “Mom, why then you dont wear your scarf, while you are a married lady and a wife a Rabbi?”. Dengan senyum ibu itu menjawab bahwa dia memakainya, tapi tidak dengan kain, melainkan menutup rambut aslinya dengan rambut palsu. Saya dan Elizabeth hanya tersenyum mendengar penjelasan isteri Rabbi itu.

Di saat akan berpisah, isteri Rabbi tiu kembali lagi ke Elizabeth. Entah serius atau bercanda dia mengatakan “Since your parents are Catholics, you are a Muslim, what do you thin if you marry a Jewish?”. Elizabeth dengan serius menjawab “We Muslim girls are not allowed to marry non Muslim men”. Sang ibu meninggalkan Elizabeth dengan senyum kecut.

Satu lagi peristiwa menarik di Seville. Ketika kami dibawa keliling kota untuk melihat-lihat dari dekat kota klasik itu, Elizabeth tentunya ikut dengan hijab dan pakaian Muslimah yang rapi. Sekali lagi, para turis dan masyarakat di pinggir-pinggir jalan pasti tertarik untuk memandang Elizabeth. Entah itu karena kecantikannya, atau karena pakaiannya yang unik. Saya yang melihat kejadian itu biasanya bercanda, “Liz, probably they think Mary has come again to give birth to Jesus”. Elizabeth kembali tersenyum seperti biasa.

Membuka rahasia

Beberapa hari sekembali dari Spanyol, Elizabeth mengirim emai dan meminta buku-buku yang kiranya cocok untuk ibunya. Menurutnya, kalau bisa mengenai “parenting in Islam”. Dengan sigap saya jawab “You have it next Saturday”. Saya kira Elizabeth sudah mulai mendekati orang tuanya untuk memberitahu keislamannya.

Tapi rupanya kepergian Elizabeth ke Spanyol menjadi awal terbukanya rahasia keislamannya ke orang tuanya. Saat di Spanyol, ibunya senantiasa berkirim email dan bertanya kegiatan apa yang anaknya itu. Mau tidak mau, Liz, tentunya tidak ingin menyembunyikan bahwa yang dia ikuti adalah pertemuan ulama Islam dan Yahudi.

Mendengar “Yahudi dan Islam” sang ibunya terkejut. Namun menurut Elizabeth, dia tidak “shocked” dan juga tidak marah. Tapi, bapaknya belum tahu karena ibunya tidak memberitahukan perpindahan agama anaknya. Di awal pemberitahuan Elizabeth rupanya tidak jelas, sehingga ibunya menyayangkan anaknya berpindah agama ke Yahudi. Tapi sepekan sekembali dari Spanyol, di saat bapaknya berulang tahun, ibunya membuka rahasia itu. Bahwa sang anak telah berpindah ke agama Yahudi. Elizabeth hanya terdiam dan geli.

Setelah perayaan selesai, Liz mendekati ibunya dan menjelaskan bahwa dia tidak pindah agama ke Yahudi tapi ke Islam. Ibunya dan bapaknya tambah bingung (confused). Bahkan adik perempuannya menampakkan rasa marah. “You will not find a husband here. You must go to the Middle east”.

Hari Sabtu kemarin, 22 April, cerita terbukanya rahasia ini diceritakan oleh Elizabeth kepada teman-teman mualaf. Matanya nampak bening, mengingat relasi dengan orang tuanya menjadi renggang. “Saya kira mereka mulai berusaha untuk memutuskan hubungan dengan saya”.

Saya hanya memberikan nasihat padanya, “Teruskan saja komunikasi Anda dengan orang tua dan adik kamu. Saya yakin, semua akan berlalu dan segera pulih seperti semula”. Saya kemudian menceritakan pengalaman-pengalaman yang lebih pahit bagi mereka yang menerima hidayah Allah. Dan saya ingatkan, “ujian yang menghadang memang bukan mudah, tapi justru itu yang akan semakin menempa keimanan dan keislaman kamu”.

Percakapan itu diiringi dengan minum air zamzam dan makan kurma yang kami bawa dari tanah haram. Harapan kami, semoga minuman air zamzam itu menjadi pelicin jalan yang akan ditempuh oleh Elizabeth di masa depan. Doa kami menyertaimu, Liz!

*) Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Tulisan ini dimuat di http://www.hidayatullah.com/

https://tausyah.wordpress.com

Pencari kebenaranKDNY : Berawal Benci, Berakhir Cinta

Dunia Islam Oleh : Redaksi 12 Mar 2007 – 7:06 pm

KDNY (Kabar Dari New York):
M. Syamsi Ali : Imam Masjid Islamic Cultural Center of New York

Meski awalnya “membenci” Islam, gadis IOWA yang tinggal di Connecticut ini pun akhirnya ‘jatuh cinta’ pada Islam. Ia, akhirnya melafazkan syahadat.

Sekitar awal September 2006 lalu, kelas Islamic Forum for non Muslims kedatangan seorang gadis bule bermata biru. Duduk di salah satu sudut ruang dengan mata yang tajam, hampir tidak kerkedip dan bahkan memperlihatkan pandangan yang tajam. Beberapa kali lelucon yang saya sampaikan dalam kelas itu, tidak juga menjadikannya tersenyum.

Ketika sesi tanya jawab dimulai, sang gadis itu mengangkat tangan, dan tanpa tersenyum menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang menjadikan sebagian peserta ternganga, dan bahkan sebagian menyangka kalau saya akan tersinggung dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

“If Muhammad is a true prophet, then why he robbed and killed?”, tanyanya dengan suara yang lembut tapi tegas. “Why he forced the Jews to leave their homes, while they have been settled in Madinah a long time before Muhammad was born?”, lanjutnya.

Sambil tersenyum saya balik bertanya, “Where did you get this information? I mean, which book did you read”. Dia kemudian memperlihatkan beberapa buku yang dibawanya, termasuk beberapa tulisan/artikel yang diambil dari berbagai sumber di internet. Saya meminta sebagian buku dan artikel tersebut, tapi justru saya tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaannya.

Saya balik bertanya, “Where are you from and where do you live?”. Ternyata dia adalah gadis IOWA yang sekarang ini tinggal di Connecticut.

Sambil memperkenalkan diri lebih jauh saya memperhatikan “kejujuran” dan “inteligensia” gadis tersebut. Walaupun masih belum bisa memperlihatkan wajah persahabatan, tapi nampaknya dia adalah gadis apa adanya.

Dia seorang “saintis” yang bekerja di salah satu lembaga penelitian di New York. Tapi menurutnya lagi, dan sinilah baru nampak sedikit senyum, “I am an IOWAN girl”. Ketika saya tanya apa maksudnya, dia menjawab: “a very country girl”.

Oleh karena memang situasi tidak memungkin bagi saya untuk langsung berdebat dengannya perihal pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan, saya mengusulkan agar pertanyaan-pertanyaannya dikirimkan ke saya melalui email, untuk selanjuntnya bisa berdiskusi lewat email dan juga pada pertemuan berikutnya. Kelas sore itupun bubar, tapi pertanyaan-pertanyaan gadis IOWA ini terus menggelitik benak saya.

Di malam hari, saya buka email sebelum tidur sebagaimana biasa. Gadis IOWA ini pun memenuhi permintaan saya. Ia memperkenalkan diri sebagai Amanda. Ia mengirimkan email dengan lampiran 4 halaman penuh dengan pertanyaan-pertanyaan –khususunya– mengenai Rasulullah SAW. Saya sekali lagi tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, tapi mengajak untuk datang ke kelas Islamic Forum pada Sabtu berikutnya.

Ternyata, mungkin dia sadari sendiri bahwa beberapa peserta Forum pada Sabtu tadi kurang sreg dengan pertanyaan-pertanyaannya yang dianggap terlalu “polos dan tajam”. Maka dia mengusulkan kalau saya bisa menyediakan waktu khusus baginya untuk diskusi. Sayapun menerima usulan itu untuk berdiskusi dengannya setiap Kamis sore setelah jam kerja di Islamic Center.

Kita pun sepakat bertemu setiap jam 5:30 hingga 7:00 pm. Satu setengah jam menurut saya cukup untuk berdiskusi dengannnya.

Tanpa diduga, ternyata bulan Ramadhan juga telah tiba. Maka kedatangannya yang pertama untuk berdialog dengan saya terjadi pada Kamis ketiga bulan September 2006, di saat kita sedang bersiap-siap untuk berbuka puasa.

Dia datang, seperti biasa dengan berkerudung seadanya, tapi kali ini dengan sangat sopan, walau tetap dengan pandangan yang sepertinya curiga.

Kita memulai diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikirimkan lewat email itu. Ternyata, baru satu masalah yang didiskusikan, sesekali diselingi sedikit perdebatan yang emosional. Adzan buka puasa telah dikumandangkan. Maka dengan sopan saya minta izin Amanda untuk berbuka puasa, tapi tidak lupa menawarkan jika ingin bergabung dengan saya. Ternyata, Amanda senang untuk ikut makan sore (ikut buka) dan nampak menikmati hidangan itu.

Setelah berbuka puasa, karena harus mengisi ceramah, saya sampaikan ke Amanda bahwa diskusi kita akan dilanjutkan Kamis selanjutnya. Tapi jika masih berkenan hadir, saya mempesilahkan datang ke Forum hari Sabtu. Dia berjanji untuk datang.

Sabtu berikutnya, dia datang dengan wajah yang lebih ramah. Duduk nampak lebih tenang, tapi seolah masih berat untuk tersenyum. Padahal, diskusi saya itu terkadang penuh dengan candaan. Maklumlah, selain memang dimaksudkan untuk tidak menampilkan Islam dengan penuh “kaku” saya ingin menyampaikan ke mereka bahwa Muslim itu juga sama dengan manusia lain, bisa bercanda (yang baik), tersenyum, dan seterusnya.

Amanda nampak serius memperhatikan semua poin-poin yang saya jelaskan hari itu. Kebetulan kita membahas mengenai penciptaan Hawa dalam konteks Al-Qur’an. Intinya menjelaskan bagaimana proses penciptaan Hawa dalam prospektif sejarah, dan juga bagaimana Al-Qur’an mendudukkan Hawa dalam konteks “gender” yang ramai diperdebatkan saat ini. Keseriusan Amanda ini hampir menjadikan saya curiga bahwa dia sedang mencari-cari celah untuk menyampaikan pertanyaan yang menyerang.

Ternyata sangkaan saya itu salah. Kini Amanda sebelum menyampaikan pertanyaan justeru bertanya dulu, “Is it ok to ask this question?”. Biasanya dengan tegas saya sampaikan, “Nothing is to be hesitant to ask on any thing or any issue in Islam. You may ask any issue range from theological issues up to social ones.

Amanda pun menanyakan beberapa pertanyaan mengenai wanita, tapi kali ini dengan sopan. Hijab, poligami, konsep “kekuasaan” (yang dia maksudkan adalah qawwamah), dll. Saya hampir tidak percaya, bagaimana Amanda paham semua itu. Dan terkadang dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan itu disertai bukti-bukti yang didapatkan dari buku-buku –yang justeru– ditulis oleh para ulama terdahulu.

Saya berusaha menjawab semua itu dengan argumentasi-argumentasi “aqliyah”, karena memang saya melihat Amanda adalah seseorang yang sangat rasional. Alhamdulillah, saya tidak tahu, apakah dia memang puas atau tidak, tapi yang pasti nampak Amanda mengangguk-anggukkan kepala.

Demikian beberapa kali pertemuan. Hingga tibalah hari Idul Fitri. Amanda ketika itu saya ajak untuk mengikuti “Open House” di rumah beberapa pejabat RI di kota New York.

Karena dia masih kerja, dia hanya sempat datang ke kediaman Wakil Dubes RI untuk PBB. Di sanalah, sambil menikmati makanan Indonesia, Amanda kembali menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tajam. “If Islam respects religious freedom, why Ahmadiyah in Indonesia is banned? Why Lia Aminuddin is arrested?”.

Saya justeru terkejut dengan informasi yang Amanda sampaikan. Saya pribadi tidak banyak membaca hal ini, dan tidak terlalu mempedulikan. Maka saya jelaskan, dalam semua Negara tentu ada peraturan-peraturan yang perlu dipatuhi. Ahmadiyah dan Lia Aminuddian, jelas saya, bukan mendirikan agama baru tapi mendistorsi agama Islam. Oleh karena mereka merusak agama yang diyakini oleh masyarakat Muslim banyak, pemerintah perlu menertibkan ini. Kelihatannya penjelasan saya kurang memuaskan, tapi diskusi kekudian berubah haluan kepada makanan dan tradisi halal bihalal.

Singat cerita, beberapa Minggu kemudian Amanda mengirimkan email dengan bunyi sebagai berikut, “I think I start having my faith in Islam”. Saya hanya mengatakan, “All is in God’s hands and yours. I am here to assist you to find the truth that you are looking for. Cuma, Amanda mengatakan bahwa perjalanannya untuk belajar Islam ini akan mengambil masa yang panjang.

“When I do some thing, I do it with a commitment. And I truly want to know Islam”. Saya hanya menjawabnya, “Take you time, Amanda”.

Alhamdulillah, setelah mempelajari Islam hampir tujuh bulan, dan setelah membaca berbagai referensi, termasuk tafsir Fii Zilalil Qur’an (Inggris version) dan Tafhimul Qur’an (English), dan beberapa buku hadits, Amanda mulai serius mempelajari Islam.

Minggu lalu, ia mengirimkan email ke saya. Isinya begini, “I have decided a very big decision..and I think you know what I mean. I am very scared now. Do you have some words of wisdoms?”.

Saya menjawab, “Amanda, you have searched it, and now you found it. Why you have to be scared?. You believe in God, and God is there to take your hands. Be confident in what you believe in”.

Tiga hari lalu, Amanda mengirimkan kembali emailnya dan mengatakan bahwa dia berniat untuk secara formal mengucapkan “syahahat” pada hari Senin mendatang (tanggal 5 Maret 2007 kemarin). Saya bertanya, kenapa bukan hari Sabtu atau Ahad agar banyak teman-teman yang bisa mengikuti? Dia menjawab bahwa beberapa teman dekatnya hanya punya waktu hari Senin.

Alhamdulillah, disaksikan sekitar 10 teman-teman dekat Amanda (termasuk non Muslim), persis setelah adzan Magrib saya tuntun ia melafazkan “Asy-hadu an laa ilaaha illa Allah-wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allah”, diiringi pekik takbir dan tetesan airmata beberapa temannya yang ikut hadir. Amandapun melakukan shalat pertama sebagai Muslim sore itu diikuti dengan doa bersama semoga Allah menguatkan jalannya menuju ridho Ilahi.

Amanda, selamat dan semoga Allah SWT selalu menjagamu dan menjadikanmu “pejuang” kebenaran! [ hidayatullah]

New York, 6 Maret 2007

Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik “Kabar Dari New York” di http://www.hidayatullah.com/

https://tausyah.wordpress.com

MuslimahKDNY (Kabar Dari New York):
M. Syamsi Ali : Imam Masjid Islamic Cultural Center of New York
Arelis lahir dari seorang Katolik keturunan Puerto Rico. Ayahnya Yahudi asal Polandia. Selama Ramadan, Arelis melakukan puasa sepenuhnya. Kini dia merupakan Muslimah yang taat

Dua bulan lalu, gadis murah senyum itu bergabung dengan the Islamic Forum for non/new Muslims di Islamic Cultural Center, New York. Datang sendiri tanpa ditemani oleh seorang Muslim, seperti lazimnya non Muslim yang datang pertama kali ke Forum tersebut. Rupanya Arelis telah kenal dengan beberapa peserta aktif Forum tersebut, khususnya Sr. Shinoa, yang telah memeluk Islam sekitar 4 tahun lalu. Shinoalah yang kemudian mengajaknya untuk ikut dalam diskusi yang dikoordinir oleh Islamic Center of New York itu.

Arelis memang cukup unik. Ibunya seorang Katolik keturunan Puerto Rico, sementara ayahnya adalah seorang Yahudi asal Polandia. Namun menurutnya, ayahnya tidak lagi mengaku Yahudi, dan malah sering mengikuti ibunya ke gereja. Rupanya keimanan katolik ibinya yang Hispanic itu lebih mendalam ketimbang keyahudian ayahnya.

“Saya sejak kecil diajar oleh ibu untuk taat beragama. Tapi keimanan saya terhadap ajaran Katolik semakin menipis seiring kedewasaan saya dalam berfikir, ” aku Arelis dalam sebuah diskusi. Bahkan menurutnya, uatu ketika dia lebih tertarik untuk mempraktekkan ajaran Budhisme, dengan praktek-praktek meditasi sambiul latihan Yoga.

Maklum memang, agama Budha memang tumbuh pesat di Amerika seiring semakin populernya Dalai Lama. Arelis, sebagai anak yang tumbuh dalam keluarga yang cukup mapan, juga mengikuti banyakkegiatan-kegiatan yang trendi di kalangan celebritis.

Hampir sebulan lamanya Arelis bergabung dengan Islamic Forum. Hampir tidak pernah terlintas pertanyaan, apalagi yang kritis dari gadis ini.

Hingga akhir September lalu, the Islamic Circle of North America (ICNA) New York menggelar “Annual Conference on the Holy Qur’an” di York College of New York. Diam-diam rupanya Arelis datang mengikuti acara tersebut. Acara perhelatan akbar itu, rupanya telah mengantarkan Arelis menjadi Muslimah yang sejati.

Arelis American Muslimah
“Saya bangga karena ALLAH menggaet saya ke dalam Islam dibimbing oleh seorang mantan Pendeta juga.” Pendeta itu tidak lain adalah Sheikh Yusuf Estes, mantan Pendeta di Texas yang saat ini menjadi da’i terkenal di Amerika Serikat. Kebetulan beliau adalah salah seorang pembicara dalam Konferensi ICNA itu.

Alhamdulillah, saya juga terkejut ketika surat kabar mingguan Muslims Weekly menyebutkan kalau dalam konferensi itu ada gadis muda dari Long Island memeluk Islam.

Apalagi setelah melihat salah satu foto di sudut surat kabar tersebut, perpajang dengan jelas wajah Arelis. Saya bersyukur bahwa salah seorang binaan saya selama ini kembali ditunjuki oleh Yang Maha Rahman.

Selama Ramadan Arelis melakukan puasa sepenuhnya. Malah seringkali dibangunkan oleh ibunya untuk makan sahur sambil diketawain karena makan sambil mengantuk. “Saya sering terlambat sampai di rumah setelah shalat tarawih, sehingga biasanya terlupa bangun. Untung ibu saya biasanya membangunkan, tapi kemudian mengetawai saya karena melihat saya makan sambil terantuk-antuk” kata Arelis di saat dilakukan Halal bihalal di rumah saya seminggu setelah lebaran.

Kini Arelis yang bekerja pada sebuah perusahaan accountant itu telah menjalani Islam secara baik dan serius. Malah setiap berangkat bekerja kerudungnya selalu terpasang rapi lengkap dengan pakaian Muslimah. “Doakan semoga saya tetap istiqamah, ” pintanya.

Sabtu lalu Arelis datang ke Islamic Center dengan berkeringat, karena rupanya khawatir ketinggalan kelas sehingga dia perlu berlari-lari dari stasiun kereta bawah tanah (subway).

Semoga Allah menguatkan dan memudahkan jalanmu, Arelis. Semoga engkau hadir sebagai “sinar” di tengah-tengah masyarakat disekitarmu.

Peace and Blessing!

*) Penulis adalah Imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Tulisan ini dimuat di http://www.hidayatullah.com dalam rubrik KDNY (Kabar Dari New York)

https://tausyah.wordpress.com