Arsip untuk 28 Juni 2010

Hikam :
Dan bergeraklah menuju ampunan Allah yang memiliki surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang dijanjikan untuk orang-orang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan orang-orang yang suka menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang, Allah menunjuki orang-orang yang suka berbuat kebajikan.

Marah itu dapat merusak iman, seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu. Tidaklah dikatakan pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya. Seorang pemberani adalah orang yang dapat menguasai diri dan hawa nafsunya ketika dia marah.

Dari Abu Hurairah, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: “Berilah nasehat kepadaku, Rasulullah bersabda janganlah kamu marah lalu beliau mengulanginya janganlah kamu marah.”

Amarah tidak mutlak seratus persen terlarang karena amarah itu bagian dari karunia Allah swt. Yang harus kita ketahui amarah bagaimana yang bisa membawa barokah dan amarah bagaimana yang bisa mendatangkan musibah.

Menurut Rasulullah marah itu seperti jadam yang merusak manisnya madu. Sekuat apapun keimanan seseorang kalau dia pemarah bisa rusak keimannya.

Ada orang yang lambat marahnya, lambat redanya dan lama bermusuhannya ini termasuk marah yang jelek. Ada juga orang yang cepat marah cepat juga redanya, ini termasuk marah yang kurang bagus. Ada juga orang yang cepat marah dan lambat redanya ini termasuk marah yang paling jelek. Dan yang paling bagus adalah lambat marahnya cepat redanya

Berbahagialah bagi orang yang punya kesadaran untuk menahan amarahnya, bukan tidak boleh marah tapi tahan sekuat-kuatnya. Kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat ramah, sopan kepada kita, makin banyak harapan kita kepada orang makin berpeluang kita sakit hati, jadi kita tidak bisa memaksa orang lain bersikap seperti yang kita inginkan. Yang harus kita usahakan, kita harus bisa menyikapi orang lain dengan sikap terbaik, apapun yang mereka lakukan.

Jadi kalau ada orang yang marah jangan ditentang tapi diterima, bukannya membenarkan kemarahan tapi memahaminya untuk damai. Dengan adanya amarah kita bela keluarga kita, dengan adanya amarah kita bela agama dan dengan adanya amarah kita bela orang lemah.

Rasulullah marah pada saat yang tepat dengan alasan yang tepat hasilnya manfaat. Seperti pada saat pembagian harta setelah perang Hunaim berakhir. Kaum anshor menyebut Rasul tidak adil. Rasul marah dan berkata: “Jika Allah dan rasulnya tidak adil maka siapa lagi yang adil. Marahnya Rasul singkat, punya makna, mendalam dan tidak meyakiti siapapun tapi membangkitkan kesadaran. Yang paling penting kalau kita marah orang bisa berubah menjadi lebih baik, tanpa terluka dan tanpa kita berperilaku dzalim.

Menahan amarah adalah dengan cara, banyak istigfar banyak membaca taudz, berwudhu atau pindah dari tempat tersebut. Jangan biarkan kita berada di tempat yang memancing kemarahan dan jika kita sudah marah sebaiknya kita bertaubat kepada Allah swt.

Hikam:
Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang penuh dengan tipuan belaka, dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkuk.

Para sahabat bertanya: “Apakah saat itu jumlah kami sedikit?” Rasulullah bersabda: “Tidak bahkan pada saat itu jumlah kamu amat sangat banyak, tetapi seperti air buih didalam air bah karena kamu tertimpa penyakit wahn.” Sahabat bertanya: “Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda: “Penyakit wahn itu adalah kecintaan yang amat sangat kepada dunia dan takut akan kematian. Cinta dunia merupakan sumber utama segala kesalahan.”

Runtuhnya kemuliaan sumber dari segala fitnah, dan semua kesalahan adalah karena kita cinta kepada dunia. Pada Rasul tidak ada cinta dunia kecuali cinta terhadap Allah, cinta terhadap kemuliaan.

Rasulullah merupakan contoh seorang pemimpin yang dicintai sampai ke lubuk hati yang paling dalam. Rasul adalah contoh seorang suami yang benar-benar menjadi suri tauladan dan kebanggaan bagi keluarganya. Rasul juga contoh seorang pengusaha yang dititipi dunia, tapi tidak diperbudak oleh dunia yang dimilikinya. Kalau orang sudah mencintai sesuatu maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya.

Orang yang sudah cinta terhadap dunia, akan sombong, dengki, serakah dan berusaha dengan segala cara untuk mencapai segala keinginannya, oleh karena itu yakinlah bahwa dunia itu total milik Allah. Segala sesuatu yang kita miliki baik sedikit maupun banyak semuanya milik Allah. Dalam mencari rizki janganlah mempergunakan kelicikan karena dengan kelicikan atau tidak dengan kelicikan datangnya tetap dari Allah.

Pada suatu hari Sayidina Ali Karamallaahu Wajhah, berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ketika beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang ditengah-tengah jamaah sambil berkata, “Ya Amirul Mu’minin, mengapa do’a kami tidak diijabah? Padahal Allah berfirman dalam Al Qur’an, “Ud’uuni astajiblakum” (berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu).

Sayidina Ali menjawab, “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan delapan hal, yaitu :

1. Engkau beriman kepada Allah, mengetahui Allah, tetapi tidak melaksanakan kewajibanmu kepada-Nya. Maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.
2. Engkau mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi engkau menentang sunnahnya dan mematikan syari’atnya. Maka, apalagi buah dari keimananmu itu?
3. Engkau membaca Al Qur’an yang diturunkan melalui Rasul-Nya, tetapi tidak kau amalkan.
4. Engkau berkata, “Sami’na wa aththa’na (Kami mendengar dan kami patuh), tetapi kau tentang ayat-ayatnya.

5. Engkau menginginkan syurga, tetapi setiap waktu melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari syurga. Maka, mana bukti keinginanmu itu?
6. Setiap saat sengkau merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap engkau tidak bersyukur kepada-Nya.
7. Allah memerintahkanmu agar memusuhi syetan seraya berkata, “
Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang nyala-nyala” (QS. Al Faathir [35] : 6). Tetapi kau musuhi syetan dan bersahabat dengannya.

8. Engkau jadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata, tetapi kau sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada dia.

Nah, bagaimana mungkin do’amu diterima, padahal engkau telah menutup seluruh pintu dan jalan do’a tersebut. Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu, dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabah do’amu itu.

Dalam riwayat lain, ada seorang laki-laki dating kepada Imam Ja’far Ash Shiddiq, lalu berkata, “Ada dua ayat dalam Al Qur’an yang aku paham apa maksudmu?”

“Bagaimana dua bunyi ayat itu?” Tanya Imam Ja’far. Yang pertama berbunyi “
Ud’uuni astajib lakum” (Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu), (QS. Al Mu’min [40] : 60). Lalu aku berdo’a dan aku tidak melihat do’
aku diijabah,” ujarnya.

“Apakah engkau berpikir bahwa Allah akan melanggar janji-Nya?” tanya Imam Ja’far.

“Tidak,” jawab orang itu.

“Lalu ayat yang kedua apa?” Tanya Imam Ja’far lagi.

“Ayat yang kedua berbunyi “Wamaa anfaqtum min syai in fahuwa yukhlifuhuu, wahuwa khairun raaziqin” (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya), (QS. Saba [34] : 39). Aku telah berinfak tetapi aku tidak melihat penggantinya,” ujarnya.

“Apakah kamu berpikir Allah melanggar janji-Nya?” tanya Imam Ja’far lagi.

“Tidak,” jawabnya.

“Lalu mengapa?” Tanya imam Ja’far.

“Aku tidak tahu,” jawabnya.

Imam Ja’far kemudian menjelaskan, “Akan kukabarkan kepadamu, Insya Allah seandainya engkau menaati Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepadamu, kemudian engkau berdo’a kepada-Nya, maka Allah akan mengijabah do’amu. Adapun engkau berinfak tidak melihat hasilnya, kalau engkau mencari harta yang halal, kemudian engkau infakkan harta itu di jalan yang benar, maka tidaklah infak satu dirham pun, niscaya Allah menggantinya dengan yang lebih banyak. Kalau engkau berdo’a kepada Allah, maka berdo’alah kepada-Nya dengan Jihad Do’a. Tentu Alah akan menjawab do’amu walaupun engkau orang yang berdosa.”

“Apa yang dimaksud Jihad Do’a?” sela orang itu.

Apabila engkau melakukan yang fardhu maka agungkanlah Allah dan limpahkanlah Dia atas segala apa yang telah ditentukan-Nya bagimu. Kemudian, bacalah shalawat kepada Nabi SAW dan bersungguh-sungguh dalam membacanya. Sampaikan pula salam kepada imammu yang memberi petunjuk. Setelah engkau membaca shalawat kepada Nabi, kenanglah nikmat Allah yang telah dicurahkan-Nya kepadamu. Lalu bersyukurlah kepada-Nya atas segala nikmat yang telah engkau peroleh.

Kemudian engkau ingat-ingat sekarang dosa-dosamu satu demi satu kalau bisa. Akuilah dosa itu dihadapan Allah. Akuilah apa yang engkau ingat dan minta ampun kepada-Nya atas dosa-dosa yang tak kau ingat. Bertaubatlah kepada Allah dari seluruh maksiat yang kau perbuat dan niatkan bahwa engkau tidak akan kembali melakukannya. Beristighfarlah dengan seluruh penyesalan dengan penuh keikhlasan serta rasa takut tetapi juga dipenuhi harapan.

Kemudian bacalah, “Ya Allah, aku memnita maaf kepada-Mu atas seluruh dosaku. Aku meminta ampun dan taubat kepada-Mu. Bantulah aku untuk mentaati-Mu dan bimbinglah aku untuk melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku segala hal yang engkau rdhai. Karena aku tidak melihat seseorang bisa menaklukkan kekuatan kepada-Mu, kecuali dengan kenikmatan yang Engkau berikan. Setelah itu, ucapkanlah hajatmu. Aku berharap Allah tidak akan menyiakan do’amu,” papar Imam Ja’far.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

“Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan.” (HR. Imam Turmuzi)

Kedudukan di sisi Allah dapat kita capai dengan cinta kita terhadap kebersihan. Nabi Muhammad saw mencintai kebersihan. Rasulullah setelah wudhu selalu bersiwak atau menggosok giginya. Demikian pula sesudah makan dan menjelang tidur.

Rasul paling lambat mengguntingkan kukunya seminggu sekali dan pada hari Jum`at. Sangat beruntung bagi orang yang terus-menerus mensucikan dirinya dan mensucikan dirinya dari barang-barang yang bukan miliknya. Yang paling penting barang yang kita punya harus lebih murah dari diri kita. Barang-barang yang mubajir dan tidak bermanfaat harus dia amalkan. Ini akan membuat lebih ringan hisabnya.

Ciri-ciri orang yang hidupnya kotor yaitu tidak merasa dirinya banyak dosa, zuhud ada nya pada orang yang kaya yang tidak terikat oleh kekayaan. Kemuliaan bagi orang yang tidak punya yaitu niatnya selalu dan ikhtiar yang selalu maksimal, kita terhina jika kita tidak punya uang.

Sederhana tidak identik dengan kemuliaan, kalau di dalam dirinya masih ada riya. Semoga di bulan ramadhan ini kita tidak terpikat oleh dunia yang mampir hanya sejenak.

Setiap manusia tentulah sangat menyukai dan merindukan keindahan. Banyak orang yang menganggap keindahan adalah pangkal dari segala puji dan harga. Tidak usah heran kalau banyak orang memburunya. Ada orang yang berani pergi beratus bahkan beribu kilometer semata-mata untuk mencari suasana pemandangan yang indah. Banyak orang rela membuang waktu untuk berlatih mengolah jasmani setiap saat karena sangat ingin memiliki tubuh yang indah. Tak sedikit juga orang berani membelanjakan uangnya berjuta bahkan bermilyar karena sangat rindu memiliki rumah atau kendaraan mewah.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Tak jarang kita menyaksikan betapa terhadap orang-orang yang memiliki pakaian dan penampilan yang mahal dan indah, yang datang ternyata bukan penghargaan, melainkan justru penghinaaan. Ada juga orang yang memiliki rumah megah dan mewah, tetapi bukannya mendapatkan pujian, melainkan malah cibiran dan cacian. Mengapa keindahan yang tadinya disangka akan mengangkat derajat kemuliaan malah sebaliknya, padahal kunci keindahan yang sesungguhnya adalah jika sesorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati. Inilah pangkal kemuliaan sebenarnya.

Rasulullah SAW pakaiannya tidak bertabur bintang penghargaan, tanda jasa, dan pangkat. Akan tetapi, demi Allah sampai saat ini tidak pernah berkurang kemuliaannya. Rasulullah SAW tidak menggunakan singgasana dari emas yang gemerlap, ataupun memiliki rumah yang megah dan indah. Akan tetapi, sampai detik ini sama sekali tidak pernah luntur pujian dan penghargaan terhadapnya, bahkan hingga kelak datang akhir zaman. Apakah rahasianya? Ternyata semua itu dikarenakan Rasulullah SAW adalah orang yang sangat menjaga mutu keindahan dan kesucian hatinya.

Rasulullah SAW bersabda, “Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu!” (HR. Bukhari dan Muslim).

Boleh saja kita memakai segala apapun yang indah-indah. Namun, kalau tidak memiliki hati yang indah,demi Allah tidak akan pernah ada keindahan yang sebenarnya. Karenanya jangan terpedaya oleh keindahan dunia. Lihatlah, begitu banyak wanita malang yang tidak mengenal moral dan harga diri. Mereka pun tidak kalah indah dan molek wajah, tubuh, ataupun penampilannya. Kendatipun demikian, mereka tetap diberi oleh Allah dunia yang indah dan melimpah.

Ternyata dunia dan kemewahan bukanlah tanda kemuliaan yang sesungguhnya karena orang-orang yang rusak dan durjana sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Allah. Kunci bagi orang-orang yang ingin sukses, yang ingin benar-benar merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah orang-orang yang sangat memelihara serta merawat keindahan dan kesucian qalbunya.

Imam Al Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga golongan, yakni yang sehat (qolbun shahih), hati yang sakit (qolbun maridh), dan hati yang mati (qolbun mayyit).

Seseorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.

Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Allah Azza wa Jalla dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka akan semakin mengenal dia. Penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang begitu hebat dan mempesona. Tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu, namun sebaliknya akan menjadi orang yang tersungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan. Semua itu dikarenakan ia menyadari, bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata. Tidak dinafkahkan di jalan Allah, pasti Allah akan mengambilnya jika Dia kehendaki.

Semakin bersih hati, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Dikaruniai apa saja, kendati sedikit, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur. Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman AS, tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan, “Haadzaa min fadhli Rabbii, liyabluwani a-asykuru am afkuru.” (QS. An Naml [27] : 40). Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya.

Suatu saat bagi Allah akan menimpakkan ujian dan bala. Bagi orang yang hatinya bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya. Ujian dan persoalan yang menimpa justru benar-benar akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini. Karena, orang yang mengenal Allah dengan baik berkat hati yang bersih, akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu.

Dengan persoalan akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Dengan persoalan akan bertambahlah ganjaran. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan seorang hamba Allah akan bertambah baik, sehingga ia tidak pernah resah, kecewa, dan berkeluh kesah karena menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yang harus dinikmati dalam hidup ini.

Oleh karenanya, tidak usah heran orang yang hatinya bersih, ditimpa apapun dalam hidup ini, sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam. Tidak pernah akan berguncang walaupun ombak badai saling menerjang. Ibarat karang yang tegak tegar, dihantam ombak sedahsyat apapun tidak akan pernah roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia amat yakin dengan janji Allah, “Laa yukalifullahu nafasan illa wus’ahaa.” (QS. Al Baqarah [2] : 286). Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Pasti semua yang menimpa sudah diukur oleh-Nya. Mahasuci Allah dari perbuatan zhalim kepada hamba-hamba-Nya.

Ia sangat yakin bahwa hujan pasti berhenti. Badai pasti berlalu. Malam pasti berganti menjadi siang. Tidak ada satu pun ujian yang menimpa, kecuali pasti akan ada titik akhirnya. Ia tidak berubah bagai intan yang akan tetap kemilau walaupun dihantam dengan apapun jua.

Memang luar biasa orang yang memiliki hati yang bersih. Nikmat datang tak pernah membuatnya lalai bersyukur, sementara sekalipun musibah yang menerjang, sama sekali tidak akan pernah mengurangi keyakinan akan curahan kasih sayang-Nya. Semua itu dikarenakan ia bisa menyelami sesuatu secara lebih dalam atas musibah yang menimpa dirinya, sehingga tergapailah sang mutiara hikmah. Subhanallaah, sungguh teramat beruntung siapapun yang senantiasa berikhtiar dengan sekuat-kuatnya untuk memperindah qolbunya.

PERTAMA : “Aku Harus Jujur Yang Terbukti dan Teruji”
Aku menyadari bahwa kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kredibilitas atau bahkan sebaliknya menghancurkanku.

Karenanya aku tidak akan sekali-kali berbohong atau terpancing untuk menambah omongan sehingga menjadi dusta walau dengan gurauan sekalipun. Aku hanya akan mengatakan yang aku yakini kebenarannya.

Aku tidak akan pernah mengingkari janji, aku pastikan setiap janji yang kuucapkan sudah aku perhitungkan matang-matang, dan aku akan berusaha dengan keras untuk memenuhi janji itu walaupun harus berkorban banyak hal.

Aku akan tepat waktu dalam segala hal, tidak akan terlambat atau gemar menunda-nunda atau bahkan mengakhirkan padahal banyak kesempatan.

Akan kubiasakan untuk mempunyai fakta dan data yang jelas, bersikap terbuka serta tidak bertindak sembunyi-sembunyi atau menyembunyikan banyak hal (tentu saja kekecualian pada hal-hal yang menurut agama patut disembunyikan)

Aku harus pula memiliki kemampuan untuk mengevaluasi diri, memperbaiki dan bertanggung jawab dengan tulus terhadap apapun yang terjadi sehingga akan menjadikan pancaran yang akan turut menghapuskan kesalahan yang pernah kulakukan.

Aku tidak akan pernah patah semangat dan berputus asa, peluang untuk berubah sangat luas namun semua butuh proses, percayalah ALLOH Maha Pemberi Jalan dan sangat mudah baginya untuk memuliakan atau menjatuhkan siapapun.

KEDUA : “Aku Harus Cakap”
Aku menyadari bahwa walaupun kejujuran sudah teruji dan terbukti tapi apabila lalai dalam melaksanakan tugas, tetap akan merontokkan kredibilitas

Sehingga Aku menyadari sangatlah penting untuk memiliki selera dan tradisi berbuat, berkarya dengan semaksimal mungkin tidak hanya sesuai target bahkan kalau bisa lebih dari target.

Untuk menjadi cakap aku tahu kuncinya, yaitu harus melatih diri, mengembangkan kemampuan wawasan dan keterampilan secara kontinyu dan sistematis sehingga memiliki kesiapan memadai.

Setiap melakukan sesuatu aku mengawali segalanya dengan perencanaan yang baik karena perencanaan yang gagal berarti sama dengan merencanakan gagal. Mottoku “LEBIH BAIK BERSIMBAH KERINGAT dalam latihan, daripada BERSIMBAH DARAH DALAM PERTEMPURAN”.

Aku selalu melakukan check and recheck. Hal ini agar kesempatan untuk melakukan kesalahan dapat aku minimalkan.

Segala sesuatu harus aku lakukan dengan kesungguhan, hati-hati dan cermat. Jangan menganggap remeh kelalaian dan kecerobohan karena ini adalah biangnya kesalahan dan kegagalan.

Dalam setiap tahapan aku harus mengevaluasi diri sebagai kontrol agar aku tidak kebablasan dalam melakukan kesalahan. Percayalah merenung sejenak akan membuat karyaku semakin bermutu.

Aku harus menyempurnakan amal, karena itu merupakan kenikmatan. Sekali lagi akan aku nikmati menyempurnakan apa yang bisa kulakukan.

Jikalau aku tergelincir melakukan kesalahan secara sengaja atau tidak sengaja maka aku tidak akan rontok seakan-akan habislah segala-galanya. Ingatlah kalau nasi sudah menjadi bubur, pola pikirku adalah menjadikan bubur itu menjadi bubur ayam spesial.

KETIGA : ” Aku Harus Inovatif ”
Aku menyadari bahwa segala sesuatu yang ada akan berubah, di dunia ini tidak ada satu pun yang tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri. Maka Aku siapkan diri untuk mengikuti perubahan, karena jikalau aku tidak bisa mengimbanginya, akan tergilaslah Aku oleh perubahan itu.

Amatlah rugi bagiku jika hari kemarin sama dengan hari ini, celakalah aku apabila hari ini lebih buruk dari kemarin, ini berarti aku akan tertinggal jauh dan sulit mengejar orang lain yang komit dengan perubahan.

Untuk bisa inovatif aku senantiasa banyak membaca dan menulis, sehingga kumiliki perpustakaan pribadi, kusediakan dana untuk membeli bahan bacaan, dan kuluangkan waktu untuk membacanya.

Akupun harus banyak berdiskusi dan membaca, caranya dengan kucari dan kumiliki banyak teman dari berbagai disiplin ilmu dan kubiasakan untuk terus mendapatkan masukan, baik dengan bertanya atau mendengarkan. Dan kuusahakan pula memiliki progaram silaturahim secara berkala dan terpola, sehingga perkembangan kemampuanku akan semakin terukur.

Akupun harus banyak melihat dan mengadakan studi banding (benchmark). Kunjunganku baik resmi ataupun tidak adalah ketempat yang dapat menambah wawasan, memancing inspirasi, membuka visi baru, yang pasti nuansa-nuansa baru
akan sangat membantu membangkitkan potensi yang lama terpendam.

Kumiliki waktu luang untuk merenung dan bertafakur tanpa mengganggu kegiatan rutinku. Kucari tempat yang nyaman, kupilih waktu yang tepat. Bagiku sebagai Ummat Islam, ALLOH telah menyediakan tempatnya yaitu tahajjud, dengan simbahan air wudlu, kemudian sujud dan menyerahkan diri. Hal ini berdampak sekali bagiku dalam pengevaluasian langkah yang lebih tepat ke depan.

Akupun harus banyak berbuat dan mencoba. Ku tidak pernah takut untuk mencoba. Guru terbaik bagiku adalah pengalaman.

Akupun harus banyak beribadah dan berdoa. Aku sadar bahwa penguasa segala sesuatu adalah ALLOH Azza wa Jalla.

Sungguh kapanpun akan mati aku telah siap dengan segala sesuatunya setelah aku berusaha mempersembahkan yang terbaik untuk ALLOH, insya Allah semoga apa yang telah kulakukan DAPAT BERMAKNA BAGI DUNIA dan BERARTI AKHIRAT NANTI.

Apa itu MQ? Sebenarnya tidak ada perbedaan antara MQ dengan metode dakwah Islam lainnya. di dalamnya pun tidak ada yang baru, semuanya merupakan penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya lebih diperdalam, dibeberkan dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti pembelajarannya sendiri ada pada qolbu.

Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.

Kita ambil contoh lain, sebuah mikrofon bisa menjadi alat provokasi kejahatan, bisa juga jadi alat dakwah dan menyampaikan ilmu, sebuah mikrofon bisa juga menjadi alat bantu berbicara sehingga menjadi fasih, itulah fungsi mikrofon. Artinya, yang menentukan isi dari bahasa yang keluar darinya adalah qolbu. Dalam hal ini Rasulullah SAW menyebutkan bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging yang jika ia baik maka baik pula yang lainnya, sebaliknya yang apabila ia jelek maka jeleklah semuanya. Dan yang dimaksud daging itu ialah Qolbu.

Jadi, yang terpenting dari manusia ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya fisik menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya, menjadi cerdas belum tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai untuk berbuat kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di jalan yang benar.

Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), “Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)”. Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.

Negara Singapura, misalnya, tidak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, bahkan untuk mencukupi kebutuhan air minumnya saja, Singapura harus mengimpornya dari Johor, Malaysia. disisi lain ternyata mereka berhasil mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)-nya, sehingga walaupun SDA-nya minim, tapi SDM-nya mampu diberdayakan secara optimal. Hasilnya, kini Singapura menjadi jauh lebih makmur daripada Indonesia yang alamnya sangat kaya raya. Mengapa? Ya, itu tadi, karena bangsa kita lemah dalam manajemennya.

Dapat dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak punya potensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk. Sungguh kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas, membaca dengan kecepatan 400 kpm, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bisa dilakukan. Kita bisa kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah gerakan bela diri demikian sempurna, pukulannya demikian akurat, tapi itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola dengan baik. Karena semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak dikelola dengan baik. Begitulah. Hati menentukan nilai; mulia atau hina. Jangan aneh bila ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya. Bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh hatinya.

Oleh karena itulah, orang yang pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba, misalnya, dihina orang, dia akan kelola penghinaan ini menjadi sesuatu yang mamfaat, “Ah, dia memang menghina, namun siapa tahu penghinaan ini bagian dari karunia Allah untuk memberitahu kekurangan saya, selain itu saya pun bisa melatih kesabaran, bedanya khan dia baru bisa menghina, saya bisa mengatakan yang baik kepadanya.” Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung manajemen qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia kelola dengan seoptimal-optimalnya. “Sakit bagi saya adalah proses evaluasi diri, proses pengguguran dosa”, demikianlah ia pahamkan dihatinya tentang makna sakit. Akibatnya, sakit menjadi tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah yang mendalam, karena dia berhasil mengelola hatinya.

Lelah, tersinggung, terhina, kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih begitu banyak lagi masalah yang akan membuat orang menjadi goyah, tapi kalau terkelola hatinya, subhanallaah, ia akan tetap punya nilai produktif. Anehnya, banyak orang yang sangat sibuk memikirikan kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya, tapi sangat sedikit memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih, seharusnya kita banyak meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini. Karena jika qolbu ini baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya Allah.

Satu desah nafas kita saat menjalani waktu demi waktu, merupakan langkah menuju kubur. Alangkah ruginya kita disaat menjalani sesuatu yang berharga kemudian kita sia-sia kan. Orang yang bodoh adalah jika diberikan modal maka modalnya dihamburkan dengan sia-sia. Begitu juga kita jika sudah diberi modal waktu, kemudian waktunya kita hambur-hamburkan maka kita termasuk orang yang bodoh.

Hikam :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan menjalankan amal saleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr 1-3)

Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad)

Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan mempetakan, mana yang wajib, mana yang sunah dan mana yang mubah.

Ketenangan tidak harus dengan diam tapi ketenangan bisa kita dapatkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan sholat dan dzikir. Sekecil apapun perbuatan Rasulullah, bebas dari kesia-siaan, efektif dan penuh makna.

Ramadahan ini adalah wahana yang paling tepat bagi diri kita untuk memacu meningkatkan kualitas pemahaman kita terhadap kebenaran sehingga iman kita bertambah, meningkatkan kualitas amal-amal kita sehingga menjadi produktif, meningkatkan kualitas akhlak kita sehingga menjadi suri tauladan dan meningkatkan kualitas kesabaran kita dalam menetapi kebenaran.

Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, seberulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.

Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.

Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.

Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?

Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.

Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.

Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.

Pengklasifikasian karyawan dan pejabat kantor ini diekati dengan istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini samasekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita karenamakna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri.
(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)

1. Karyawan/Pejabat “Wajib”
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.

*  Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
*  Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.

*  Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya

2. Karyawan / Pejabat “Sunnah”
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan..

Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.

Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.

3. Karyawan / Pejabat “Mubah”
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah : ada dan tiadanya sama saja.

Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan.

Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktiflainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.

Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajarilatar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.

4. Karyawan / Pejabat “Makruh”
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.

Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerjaserta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.

Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.

5. Karyawan / Pejabat “Haram”
Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.

Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan “ketiadaannya”. Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.

Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah “trouble maker”.

Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana…? Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti. Jadilah manusia yang “wajib ada”. Semoga!