Arsip untuk 18 Juni 2010

Mukadimah

Posted: 18 Juni 2010 in Pemurtadan
Tag:

”katakanlah : Dialah ALLAH, Yang Maha Esa ( Tunggal )”. ALLAH adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya tiap – tiap segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. dan tiada seorang juapun yang setara dengan Dia. Al – Ikhlas : 1 – 4

Maka saudara – saudariku, demikianlah segala daya dan upaya mereka untuk menyesatkanmu. tiada suatu carapun yang terlepas daripadanya,
permutadan melalui jin dan pemaksaan terhadap kaum muslimin tiadalah luput daripadanya. sekalipun engkau hendak berdamai dengan mereka, namun
sekali – kali tidak baginya sebelum kamu masuk pada agama mereka.

Firman ALLAH Subhana wa Ta’ala :
“Kami benarkan atas kamu akan kitab – kitab yang Kami turunkan sebelum kamu ( Zabur, Thaurat dan Injil )”

demikianlah, Al – Qur’an sendiri membenarkan kitab – kitab mereka oleh karena kesemua daripadanya datangnya adalah dari ALLAH Subhana wa Ta’ala jua.

dan Firman ALLAH Subhana wa Ta’ala yang lain :
“sesunguhnya diantara mereka (pendeta) yang beriman kepada Kami

( ALLAH dan para pesuruh-Nya (malaikat) ), ada yang menyendiri di gereja untuk beribadah kepada Kami
sedang Kami tiada memerintahkan yang sedemikian itu atas mereka. akan tetapi, sesungguhnya..tiadalah akan Kami sia – siakan segala upaya mereka itu”.

artinya : bahwa sebelum  turunnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, para pendetya itu adalah orang – orang yang beriman kepada ALLAH dan ada yang menyendiri di gereja untuk beribadah kepada ALLAH Subhana wa Ta’ala walau tiada diperintahkan atas mereka. Inilah Qur’an, yang telah menyempurnakan kitab – kitab (Zabur, Thaurat dan Injil).
yang telah ALLAH turunkan sebelumnya.

Islam sedari diturunkan Al – Qur’an adalah menjadi rahmat bagi sekalian alam, tiada suatu perkara juapun yang terlepas daripadanya melainkan telah
termaktub apa – apa yang tiada engkau ketahui agar engkau ketahui didalamnya.Islam mengakui bahwasanya semua ajaran agama itu adalah baik perkaranya, akan tetapi suatu perkara yang terlebih fatal namun sedikit memikirkannya adalah perkara keTuhanannya. barangsiapa yang menyembah selain daripada ALLAH, layaknya manusia, hewan dan tumbuhan atau yang selain daripadanya. maka sesungguhnya tiadalah ia menyembah Tuhan melainkan adalah makhluk daripada Tuhan itu sendiri.
jika Tuhan berwujud lagi dapat dipandang oleh mata, niscaya Tuhan itu bukanlah Tuhan dengan sebenar – benar Tuhan, melainkan adalah makhluk semata jua, tidakkah kamu memeikirkan??

maka bagimu wahai orang – orang murtad dari islam, tiadalah daya dan upaya kami atas kamu melainkan kepada ALLAH tempat kami kembali. dan bagimu yang non muslim yang turut membaca artikel ini, ketahuilah..bahwa kami tiada pernah mengadakan permusuhan atas kamu atau seumpamanya. maka janganlah sekali-kali segolongan kamu mencoba untuk menyesatkan sebahagian golongan atas kami dengan jalan yang aniaya. dan lagi bagi kami ( muslim ) hanya berkata “laa kum dinukum waliadiin” (bagiku agamaku dan bagimu agamamu).

ALLAH Subhana wa Ta’ala berfirman didalam Qur’an :
“jika mereka berkehendak berdamai, maka berdamailah..agar kamu tiada aniaya antara segolongan kamu dengan yang lain.”

sedang bagimu wahai saudara – saudariku sekalian yang seiman dalam islam, jagalah dirimu, anak-anakmu, karib kerabatmu dari upaya mereka itu. sebab ini bukanlah suatu hal yang kecil perkaranya, oleh karena sekali kamu sesat maka sesatlah kamu selamanya.
sedang sanksi daripada kesesatanmu itu tiada lain adalah neraka.

sekumpulan artiekl ini saya kutip dari ebook Forum swaramuslim.net

Dan belum kesemua dari artikel ini saya salin oleh karena waktu yang cukup terbatas. pada artikel aslinya lengkap dengan gambar – gambar artikelnya. akan tetapi, saya lebih mengutamakan artikel ini karena gambar – gambar artikelnya harus di upload dahulu dan tak bisa hanya di copas saja.
untuk itu bagi yang ingin mengkoleksi ebooknya silahkan kujnjungi ddan download di http://www.pakdenono.com atau http://ebook-harunyahya.blogspot.com, karena masih terbungkus dalam ebook, maka saya salin satu persatu agar dapat dikonsumsi masyarakat muslim diseluruh belahan bumi ini.

Semoga Bermanfaat Bagi Ummat Muslim diseluruh dunia..Amiin

Kemegahan masjid di kompleks baru Pemerintahan Malaysia, Putrajaya, tak menghalangi dua orang warga Amerika Serikat (AS) untuk menjalankan praktik pemurtadan. Pada Senin (25/4), mereka menyebarkan pamflet berbau pemurtadan. Karena perbuatan itulah mereka kini ditangkap dan harus berurusan dengan aparat kepolisian setempat.

Polisi setempat menyebutkan nama keduanya adalah Ricky Ruperd (30 tahun) dan Zachry Harris (20 tahun). Waktu itu mereka kedapatan membagi selebaran yang berisi ajakan untuk masuk agama Kristen. Malaysia menyatakan bahwa upaya untuk mengubah kepercayaan seorang Muslim Malaysia ke agama lainnya itu merupakan pelanggaran hukum. Sementara itu, hampir bisa dipastikan, sebagian besar pengunjung Putrajaya itu beragama Islam. Nuansa Islam di kompleks tersebut juga terasa sangat kuat.

Di kompleks tersebut terdapat masjid besar yang letaknya berdekatan dengan Kantor Perdana Menteri. Kantor Perdana Menterinya sendiri dibangun dengan arsitektur berwajah Islam. Di bagian atap kantor tersebut terdapat kubah besar berwarna hijau. Namun, di lingkungan seperti itu, praktik pemurtadan tetap saja bisa berjalan.

Kepala Polisi Putrajaya, Mohamad Khalil Kadir Mohamad, mengatakan kedua pria itu ditangkap ketika berlangsung pemeriksaan rutin oleh polisi. Kebetulan, keduanya juga didapati tidak membawa satu pun dokumen perjalanan. Seorang juru bicara Kedubes AS di Malaysia memastikan adanya penahanan itu, tapi tidak mau memberi keterangan yang rinci mengenai hal itu.

Guna memudahkan jalannya penyelidikan, pengadilan setempat memutuskan untuk menahan keduanya selama 14 hari sejak ditangkap. ”Kami ingin memastikan apakah ada pelanggaran yang mereka lakukan dalam misi ini atau tidak,” ungkap seorang polisi Malaysia. Malaysia telah menetapkan garis yang kuat menyangkut hubungan Islam-Kristen. Sebelum terjadi penangkapan terhadap dua orang yang menyebarkan pamflet pemurtadan itu, Perdana Menteri Malaysia telah membuat seruan soal penyusunan Injil berbahasa Melayu. Pihaknya tidak melarang adanya Injil berbahasa Melayu, asal di situ dituliskan ‘bukan untuk Muslim’.

Badawi membuat pernyataan seperti itu setelah seorang menteri memberi tahu parlemen bahwa pemerintah tidak membolehkan beredarnya Bibel yang diterbitkan dalam bahasa Melayu. Langkah tersebut, dinilai sama dengan upaya penyebarluasan agama Kristen di kalangan Melayu yang mayoritas menganut agama Islam. Saat ini, sekitar 60 persen penduduk Malaysia adalah Muslim. Selain itu, juga terdapat cukup banyak etnis Cina dan minoritas India yang melaksanakan ajaran agama lain termasuk Kristen, Budha, dan Hindu.

Kendati pemerintahannya tidak setuju pemurtadan komposisi penduduk Muslimnya cukup banyak mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, yakin Malaysia tidak akan menjadi negara Islam yang ekstrem. Hal itu disebabkan mayoritas Muslim di Malaysia sangat rasional dan memahami betul ajaran Islam secara menyeluruh.

Pernyataan ini dikemukakan Mahathir setelah menerima kunjungan Menteri Mentor Singapura, Lee Kuan Yew, di Yayasan Kepemimpinan Perdana di Putrajaya. Dalam pertemuan itu, Lee sempat bertanya kepada Mahathir soal kemungkinan Malaysia dipimpin oleh kelompok Islam. Kata Mahathir, Lee juga sempat menanyakan kemungkinan mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, naik ke tampuk kekuasaan di Malaysia.

”Saya kira itu merupakan kepedulian banyak orang di luar Malaysia, khususnya di antara negara-negara Eropa, bahwa Malaysia sedang menuju menjadi salah satu negara Islam ekstrem dan kelompok Islam akan menguasai negara tersebut,” katanya. Namun, sekali lagi Mahathir segera menukas bahwa skenario seperti itu tidak akan terjadi di Malaysia. Soal Anwar, dia menganggap bahwa kemungkinan ‘lawan seterunya’ menjadi pemimpin Malaysia itu masih terbuka. ”Tapi, saya meragukan apakah dia dapat membuat kemajuan,” kata Mahathir. Yang dikenal dari Anwar bukan hanya sikap oposisinya kepada Mahathir, tapi juga semangatnya yang sangat besar untuk membela kepentingan-kepentingan Islam.
(afp/ant/irf )


Malaysian police arrest two Americans suspected of promoting Christianity

KUALA LUMPUR, (AFP) – Malaysian police arrested two Americans for allegedly distributing Christian religious pamphlets to Muslims, police said.

The two men were detained on Monday and a local court had ordered them to be held for 14 days to assist in investigations, a police spokesman told AFP.

“We want to find out if they had breached any regulations in Malaysia,” he said.

It is an offence in mainly-Muslim Malaysia to try to convert Muslims away from their faith.

Another police official named the two men as Ricky Ruperd, in his 30s, and Zachry Harris, in his 20s.

The official Bernama news agency said they were arrested for distributing pamphlets with religious content at Malaysia’s new administrative capital Putrajaya, 50 kilometers (31 miles) south of here.

Putrajaya police chief Mohamad Khalil Kadir Mohamad said the men were detained during routine checks by police and and were found to be without any travel documents.

A spokesman for the US embassy confirmed the detentions but would give no further details.

Malaysian Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi said earlier this month there was no ban on Bibles published in the Malay language but they must be stamped with the words “Not for Muslims”.

He was responding to questions after a minister told parliament the government did not allow editions of the Bible published in Malay to be distributed as it could be construed as an effort to spread Christianity among Muslim-Malays.

Some 60 percent of Malaysia’s population are Muslims, while there are large ethnic-Chinese and Indian minorities who practice other religions including Christianity, Buddhism and Hinduism.

http://www.freerepublic.com/focus/f-news/1391897/posts

Akhir akhir ini banyak kita temui email email pribadi yang menginformasikan rencana penayangan film “The Passion of Christ” pada tanggal 25 Maret 2005 dari jam 19.00 s/d 22.00 mendatang di Trans TV.

Berita ini antara ada dan tidak ada ! Sebab di situs Trans TV sendiri ternyata tidak di iklankan secara formal – hanya saja memang terdapat jadwal acara yang agak janggal. Acara Bajaj Bajuri yang biasanya hanya berdurasi 1 jam di jadwalkan 2 jam.

Kejanggalan tersebut ternyata tidak bisa ditutupi, dalam situs resminya Perpustakaan Nasional RI secara resmi rencana penayangan tersebut dimasukkan kedalam Info Agenda Kegiatan, Passion of the Christ memperingati hari wafat Isa Al Masih

Perpustakaan Nasional RI adalah sebuah badan resmi Republik Indonesia yang berpenduduk mayoritas 95% Muslim, lalu begitu cerobohnya terjebak kedalam suatu kegiatan yang kontroversial ini.

Pertanyaannya :

1. ada apa dengan Perpustakaan Nasional RI? Apakah memang sudah kesusupan pihak pihak tertentu ?
2. Apa kaitannya Perpustakaan Nasional RI itu ? dengan Kegiatan Pemutaran Film Agama ?
3. Lalu pihak manakah yg mereka takutkan ? Umat Islamkah ?
4. Atau Umat Yahudi ? dikarenakan film tersebut sempat menjadi Kontroversi di AS tahun lalu yang dianggap memojokkan etnis Yahudi, shg film tersebut sempat di cekal oleh badan badan Film di dunia yag memang dikuasai Yahudi.

Mengenai status siapa yang di Salib, umat Islam sudah jelas sebagaimana Al-Qur’an surah Annisa ayat 157 dan 158 disebutkan sebagai berikut:
“Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh tu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi yang sebenarnya, Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Salam

Erros Jaffar

Berikut ini saya kirimkan isi berita yang di publish di situs http://kmbi.gkps.or.id/ , berikut petikannya :

PASSION OF THE CHRIST on TRANS TV

Saya ingin memberitahukan bahwa dalam rangka memperingati wafatnya Yesus Kristus pada bulan Maret ini, maka salah satu stasiun TV Nasional kita akan
menayangkan :

Film The Passion of Christ pada jadwal berikut ini :

Hari, Tanggal : Jumat , 25 Maret 2005
Pukul : 19.00 – 22.00 wib.
Channel TV : Trans TV.

Tetapi dikarenakan informasi tsb tidak disebarluaskan dan iklankan, maka kami mohon bantuan saudara-saudari untuk memberikan informasi tsb dengan cara menyebarkan email ini dan juga pemberitahuan lisan kepada teman2 lainnya yang tidak mengetahui hal tsb

Selain itu juga, kami mohon bantuan doanya agar penayangan film tsb dapat berjalan dengan lancar karena film tsb mengandung unsur agama Kristen, kiranya dapat diterima oleh saudara-saudari agama lainnya di Indonesia.

Atas bantuan dan doanya, saya mengucapkan terima kasih yang sedalam2 nya kepada saudara-saudari, kiranya Tuhan Memberkati. Amin.

Best Regards,
Jepri
Procurement Dept.

[jesripurba(at)gratianet.com]

Official website of The passion of Christ :
http://www.thepassionofthechrist.com/skip.html

Kontroversi Film The Passion of the Christ

Pada beberapa pekan yang lalu, film The Passion of the Christ telah memecahkan rekor penjualan film The Lord of the Rings yang menjadi pemenang Oscar ini. film kontroversial karya Mel Gibson ini telah berhasil meraup pemasukan sebesar 125,2 juta dollar Amerika dalam lima hari pertama dan merupakan film paling laris pada beberapa tahun terakhir. Fenomena ini terjadi di saat gelombang protes dan pujian terhadap film ini terus berlanjut. Salah satu kritikan datang dari Franco Zeffirelli, seorang sutradara film terkenal Italia yang sering membuat film-film bercorak religius. Zeffireli menyebut Gibson sebagai seseorang yang haus darah dan ia mengkritik film karya Gibson karena dipenuhi dengan adegan kekerasan dan pertumpahan darah. Di pihak lain, Kevin Costner, aktor dan sutradara terkenal Hollywood memberikan dukungannya kepada Gibson dan meminta para pengkritik untuk menghentikan hujatan mereka.

Kaum ruhaniwan juga turut melontarkan pandangan mereka yang terpecah dua. Sekelompok ruhaniwan yang berpaham Yahudi ekstrim mengkritik keras film ini dan menginginkan supaya film ini dilarang peredarannya. Menurut mereka, film ini menonjolkan kesalahan orang-orang Yahudi yang menyebabkan Isa Al Masih diseret ke tiang salib. Sekelompok ruhaniwan lainnya, terutama kalangan Kristen, mendukung film ini dan menyatakan sebagai film yang bersesuaian dengan sejarah.

Sebagian pengamat menilai, film ini berhasil meraih untung besar karena strategi pemasaran brilian yang dilakukan Gibson. Sebelum diputar untuk umum, film tersebut dipertunjukkan di depan untuk para kardinal dari Vatikan untuk meminta restu. Akibatnya, rasa ingin tahu masyarakat menjadi semakin besar dan itulah yang membuat film ini laris terjual di berbagai negara. Di Amerika saja 2800 bioskop memutar film ini dan akan dilanjutkan dengan pemutaran di seluruh Eropa.

Sekitar satu dekade lalu, di saat Mel Gibson mengalami puncak depresi jiwa, kecanduan narkoba, dan memiliki kecenderungan untuk bunuh diri, ia mulai mempelajari Injil untuk menyelamatkan diri. Selepas itu, selama bertahun-tahun dia berfikir untuk membuat sebuah film mengenai kehidupan Isa Al Masih. Akhirnya, beberapa tahun kemudian, dengan mengeluarkan bujet sebesar 25 juta dolar Amerika dari kantongnya sendiri, Gibson memulai pembuatan film The Passion of the Christ. film ini menceritakan kisah 12 jam terakhir dari kehidupan Isa Al Masih yang menurut kepercayaan orang-orang Kristen, Nabi Isa telah disalib. Dalam proyek ini, Gibson menjadi produser, sutradara, dan salah seorang dari tim penulis skenario. Menurut Gibson yang menganut agama Katolik ini, naskah film tersebut benar-benar dibuat sesuai dengan isi teks asli Injil. Dari sisi inilah ia mendapat dukungan dari masyarakat Kristen.

Bahasa yang digunakan dalam film ini adalah gabungan antara bahasa Latin, Ibrani dan bahasa kuno Aramaic dengan pencantuman teks terjemahan dalam bahasa Inggeris. Di AS, film ini dikategorikan dalam jenis “R” karena isinya yang penuh dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Salah seorang pemirsa film ini berkata, “The Passion of the Christ adalah sebuah film yang sarat dengan darah dan saya rasa itulah yang difahami oleh Gibson mengenai pembuatan film.” Namun, Gibson menolak kritikan itu dengan menyatakan, “Realitas yang digambarkan oleh film ini berlandaskan kepada Injil dan kenyataannya, memang orang-orang Yahudi pada zaman Isa Al Masih keras hati dan tidak berperi kemanusiaan seperti apa yang ditunjukkan oleh film ini.”

Masalah inilah yang menimbulkan gelombang protes meluas terhadap film tersebut. Orang-orang Yahudi mengkritik keras adegan film ini yang menyebutkan bahwa merekalah pembunuh Isa Al Masih. Atas tekanan keras dari kaum Yahudi itulah, Gibson terpaksa memotong salah satu dari bagian penting film ini, yang berisi adegan tokoh Kaina yang mengatakan bahwa tanggungjawab atas tumpahnya darah Isa Al Masih terletak pada bahu orang-orang Yahudi dan anak-anak mereka. Menurut pandangan orang-orang Yahudi, kata-kata ini merupakan tuduhan bahwa mereka adalah pembunuh nabi Isa dan dosa itu dipikul oleh orang-orang Yahudi sampai hari ini.

Dalam pembelaannya atas banyaknya adegan kekerasan yang muncul dalam film ini, Gibson menyatakan bahwa adegan itu diperlukan untuk menyadarkan para pemirsa yang berada di tepi jurang. Mereka perlu menyadari akan keagungan pengorbanan besar yang telah dilakukan oleh Isa Al Masih pada detik-detik terakhir dari kehidupannya. Salah seorang pendeta Kristen setelah menonton film ini mengatakan, “Menurut kepercayaan kami, kesulitan dan penderitaan yang ditanggung oleh Isa Al Masih dalam kehidupan singkatnya, merupakan kristalisasi penderitaan, kesulitan, dan kekejaman yang disaksikan oleh manusia di sepanjang sejarah.” Sebagian besar penganut agama Kristen setelah menonton film ini, menilai bahwa film tersebut dibuat berdasarkan kepada empat Injil Luka, Yuhana, Marcus, dan Matius. Menurut mereka, pada film ini tidak terlihat titik yang bertentangan dengan sejarah.

Seorang pemimpin ekstrim rezim Zionis meminta supaya film ini dilarang diputar. Dia mengatakan bahwa film ini memicu sikap anti semit dan karena itu, sekurang-kurangnya film ini tidak boleh ditayangkan di Palestina. Sebaliknya, penasihat Paus Paulus II di bidang media massa, memberikan argumen bahwa film ini tidak memicu kebencian terhadap orang-orang Yahudi, karena tokoh-tokoh dalam film itu, termasuk Isa Al Masih, Sayyidah Maryam, dan kelompok Hawariyun, semuanya adalah bangsa Yahudi.

Di antara semua kontroversi ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil. Pertama, kontroversi yang timbul dari film ini tak lebih dari strategi bisnis yang telah diperkirakan Gibson untuk meraih keuntungan besar dari filmnya. Kedua, apa yang dapat disaksikan oleh setiap pemirsa dalam film ini mengingatkan kepada aksi kejam dan tidak manusiawi yang dilakukan Rezim Zionis dalam merampas hak rakyat Palestina. Dengan alasan ini pulalah rezim Zionis amat menentang pemutaran film ini. film The Passion of the Christ menyampaikan sebuah pesan penting yang mungkin tidak disadari pembuat film ini, yaitu bahwa penderitaan besar yang terpaksa ditanggung oleh Isa Al Masih akibat perlakuan para pendeta Yahudi sama seperti penderitaan bangsa Palestina yang dijajah oleh Rezim Zionis. Selain itu, mengingatkan pula kepada perilaku kaum Yahudi sepanjang sejarah yang selalu ingkar dan bahkan membunuh nabi-nabi mereka.

Ketiga, film ini tidak diakhiri dengan realitas yang sesuai dengan pandangan agama Islam. film ini diakhiri dengan tersalibnya Isa Al Masih padahal dalam Al Quran surah Annisa ayat 157 dan 158 disebutkan sebagai berikut:

“Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh ialah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang pembunuhan Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh tu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi yang sebenarnya, Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
http://www.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/perspektif/2004/maret04/christ.htm

Vatican menyiapkan dana yang cukup besar, untuk menghentikan penyebaran Islam ke seluruh dunia. Caranya, dana itu akan dibagi-bagikan ke gereja-gereja Katolik, khususnya untuk kelompok yang bertugas melakukan misi Kristenisasi.

Hal tersebut diungkap oleh koran Jerman Welt am Sonntaq, dari laporannya yang berjudul “ A Million Against Muhammad”. Laporan yang ditulis oleh Andreas Englisch itu menyebutkan, ada kecenderungan makin meningkatnya upaya untuk memutarbalikan ajaran Islam dengan menjelek-jelekkan tokoh nabi Muhammad SAW.

Selain itu, studi-studi tentang Islam dan Kristen yang dilakukan oleh Vatican, hanya sebagai kedok. Tujuan utama dari studi-studi seperti itu, sebenarnya hanya untuk memicu ketegangan antara pemeluk agama Katolik dan Islam.

Laporan tersebut juga menyebutkan, gerakan Kristenisasi ini mendapat dukungan dari dari para pengambil keputusan dan pimpinan pemerintahan negara-negara di luar vatican, untuk lebih menyebarluaskan ajaran Katolik. Mereka juga melakukan pendataan dan studi perbandingan terhadap penyebaran agama Islam dan Kristen di dunia.

Misi Kristenisasi ini, mengelola langsung sekitar 1.081 keuskupan yang melakukan kegiatannya secara rahasia, di negara-negara yang melarang adanya kegiatan agama Katolik. Diantaranya adalah negara Saudi Arabia, Yaman, China, Vietnam dan Kamboja.

Untuk mendukung kegiatan itu, mereka melatih puluhan ribu pendeta setiap tahunnya. Tahun lalu saja, misi ini mengerahkan 85.000 uskup dan pendeta, 450.000 pegawai administrasi, untuk menyiapkan sekitar 65.000 pendeta yang akan disebar ke 280 tempat di dunia.

Misi tersebut juga merekrut sekitar 1 juta orang biasa, dengan upah sekitar 30 dollar per bulan, untuk pergi ke pelosok-pelosok kota dan desa, menjalankan misi Kristenisasi dengan cara mendekati orang-orang miskin.

Misi ini juga membangun infrastruktur yang cukup besar, antara lain membangun 42.000, 1.600 rumah sakit, 6.000 pusat kesehatan dan 780 klinik untuk penderita hepatitis serta 12.000 kantor untuk menolong orang-orang miskin.

Dari sejumlah negara yang sudah disusupi misi agama Katolik ini, laporan harian Welt am Sonntag memberi contoh sekolah-sekolah Katolik di kawasan Asia dan Afrika sebagai contoh misi agama Katolik yang dinilai berhasil. Dan baru-baru ini, berdiri sekolah baru di Doha, Qatar, dengan jumlah murid 4.000 orang, dimana sepertiganya adalah orang Kristen.

Sekolah Kristen di Qatar ini, memang agak berbeda dengan sekolah-sekolah yang didirikan di negara-negara lain seperti di India misalnya, yang benar-benar bertujuan untuk mengkristenkan siswanya.

Lebih lanjut, koran Jerman Welt an Sonntag mengungkapkan, misi agama Katolik yang dibiayai Vatican ini, menyiapkan dana sekitar 500 juta dollar tiap tahunnya, untuk misi Kristenisasi atau membiayai proyek agar pemeluk agama Islam pindah ke agama Katolik. (ln/iol/eramuslim)

Baca pengakuan ex. muslimah yg jadi intel Katholic
Pasukan jin dan Salibis bekerja sama memurtadkan umat Islam. Setiap keluarga Muslim dituntut waspada dengan menanamkan akidah Islam secara benar dan mendalam kepada putra-putrinya.

Kisah tragis ini dimulai saat Nena berteman dengan salah seorang aktivis Kerohanian Kristen (Rokris) yang kebetulan satu sekolah dengannya di salah satu SMU Negeri di Kawasan Ciledug, Jakarta. Kedekatan mereka pun terus berlanjut. Hingga suatu waktu, Muslimah yang taat menjalankan ibadah ini diajak aktivis Rokris itu ke rumah kakak pembinanya, seorang Ketua PA (Pendalaman al-Kitab). Lantaran tidak menaruh rasa curiga, Nena yang juga keponakan salah seorang artis ternama ibukota itu tidak berontak saat dua orang temannya yang juga aktivis Rokris memegang lengannya.

Sementara Ketua PA menyentuh keningnya. Tiba-tiba, menurut pengakuan Nena, suhu tubuhnya mendadak panas. Ia merasakan ada getaran masuk ke dalam punggungnya. Seketika itu pula, Muslimah yang selalu patuh kepada orang tuanya ini, tak sadarkan diri.

Sejak kejadian itu, Nena kelihatan berperilaku aneh. Ia sering melamun dan tak mau berkomunikasi, mesti dengan keluarganya sekalipun. Padahal, dulunya, ia dikenal sebagai anak periang. Anehnya lagi, gadis yang akrab dengan teman-temannya ini, jadi suka memuja-muja Yesus dan ‘ketagihan’ pergi ke gereja.

Peristiwa ini terus berlangsung selama satu tahun, hingga Nena dibaptis seorang pendeta. Untuk menutupi apa yang terjadi pada dirinya tersebut, gadis belia ini diperintahkan teman-teman Kristennya untuk tetap melakukan shalat. Namun, shalat yang dilakukannya dengan mengagungkan nama Yesus, walau gerakannya sama dengan shalat pada umumnya.

Tak cukup sampai di situ, para misionaris meminta Nena membenci kedua orang tuanya karena dianggap berada pada jalan lain alias kafir. Bahkan, oleh Ketua PA, Nena ditugaskan merekrut teman-temannya yang lain untuk masuk Kristen.

Nena terbilang ‘kader’ sukses. Ia berhasil memurtadkan beberapa orang rekannya dengan cara sama seperti saat Ketua PA melakukan pemurtadan terhadap dirinya. Malah, sewaktu dalam ‘binaan’ Ketua PA, Nena mampu menghafal ayat-ayat al-Kitab, sehingga dimasukkan sebagai salah satu penginjil dalam misi pemurtadan.

Meski segala upaya dijalankan pasukan Palangis untuk memurtadkan Nena, namun kalau Allah SWT berkehendak lain, maka segala ‘konspirasi’ itu tak ada manfaatnya sama sekali. Akhirnya, berkat bantuan sejumlah pihak, Nena diselamatkan kembali ke pangkuan Islam. Kini, ia menjalankan perintah Allah SWT dan Rasulullah saw seperti sedia kala.

Inilah model teranyar pemurtadan memanfaatkan bantuan mahluk halus. Pemurtadan memakai medium jin ini, kini lagi ngetrend. Tidak sedikit sekte-sekte Kristen memanfaatkannya untuk mendangkalkan akidah umat. “Tidak perlu heran jika kelompok Salibis memakai bantuan jin untuk memurtadkan umat Islam,” kata pakar Jinologi asal Bandung Ustadz Eman Sulaeman.

Menurut Ustadz Eman, disuruh atau tidak yang namanya jin, apalagi iblis akan senang menggelincirkan umat Islam dari jalan Allah SWT. Jin dan sejenisnya, kata Ustadz Eman, akan melakukan dua serangan. Pertama, serangan langsung ke kalbu umat. Kedua, serangan tidak langsung seperti ke tempat-tempat keramat, kuburan dan lainnya.

Pendapat senada dikemukakan Direktur Lembaga Pendidikan dan Pengkajian al-Qur’an Bandung, KH. Aminuddin Shaleh. Menurutnya, pemurtadan meminta bantuan mahluk halus merupakan bagian strategi kelompok Kristen guna menghancurkan akidah umat. “Kaum Salibis memang selalu membuat jengkel umat Islam,” katanya kesal.

Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Meski umat Islam dongkol, pemurtadan tetap saja berjalan. Apalagi, sejumlah sekte Kristen menganggap kerjasama dengan roh jahat cukup efektif dan efisien. Selain prosedurnya tidak terlampau berbelit, biaya yang dikeluarkan pun relatif tidak terlalu mahal. Namun, hasilnya cukup baik.

Kerjasama dengan jin dapat menghemat tenaga dan uang. Mereka tidak perlu susah-payah membagi-bagi makanan atau segepok uang gratis kepada para korban, tapi hanya menaruh tangan ke kening korban, –tentu saja dengan bantuan jin—umat Islam jadi hilang ingatan, linglung, patuh dan akhirnya rela mengikuti apa saja yang diperintahkan mereka. Akidah umat Islam jadi goyang, ragu keislamannya dan akhirnya murtad.

Selain secara terang-terangan, metode pemurtadan dengan black magic ini juga dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Salah satunya melalui pemurtadan berkedok pengobatan alternatif yang tidak rasional.

Kelompok Gereja Tiberias adalah sekte Kristen yang paling terdepan memakai cara-cara seperti ini. Dari berbagai brosur dan selebaran yang disebarkan ke masyarakat, mereka mengklaim mampu menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk penyakit yang telah divonis mati dokter dan tim medis seperti otak hancur, syaraf putus dan jantung bocor.

Hanya dengan menempelkan tangannya ke kepala korban ditambah ‘air suci’ dan doa-doa tertentu, seorang pendeta mampu menyembuhkan semua penyakit. Setelah sembuh dari penyakitnya, orang itu datang ke pendeta dan minta dibaptis menjadi Kristen.

Pemurtadan ala Tiberias ini dilakukan ke hampir semua mal-mal dan pusat perbelanjaan yang ada di sekitar Jabotabek. Sasaran utama kristenisasi dengan cara ini adalah para ABG yang merupakan pengunjung mal terbanyak. Para remaja tanggung itu didatangi dan diimingi pengobatan secara gratis. Namun, di belakang ‘sikap manis’ itu ada bahaya mengancam akidah mereka.

‘Dakwah’ kelompok Kristen yang berkantor di Jl. Kelapa Gading Boulevar Utara Blok PD 1/22 ini juga sangat rapi dan terpola. Melalui jadwal rutin dan materi secara terencana, pendangkalan akidah dijalankan di sejumlah gedung perkantoran besar seperti Menteng Prada Lt 4, Wisma Dharmala Sakti Lt 14, Graha Kencana Lt 5, Hotel Ciputra Lt 1.

Mereka pun sering mengisi materi di Graha Atrium, Grand Mall Bekasi, Gedung Cawang Kencana, Plaza Metro Sunter. Bahkan, setiap hari Sabtu jam 10.00 WIB, mereka rutin nongol di TVRI secara nasional pada gelombang 39 UHF. Dalam acara yang bertajuk ‘Firman Allah dan Kesaksian Mukjizat’ itu tampil sebagai pembicara antara lain Pimpinan Gereja Tiberias Pendeta Yesaya Pariadji dan Pendeta Gilbert Lumoindang STh.

“Kiprah Tiberias telah merambah secara nasional,” kata Kristolog Abu Deedat Shihabudin. Menurut Ustadz Abu Deedat, berdasarkan data dan pengakuan para korban pemurtadan, kasus-kasus pendangkalan akidah belakangan ini digarap dari kelompok Tiberias ini. “Kalau dulu, kebanyakan berasal dari kelompok Nehemia,” tambahnya.

Di Jabotabek, masih kata Ustadz Abu, kelompok ini berpusat di Lippo Cikarang. Oleh karena itu, katanya, aktivitas kelompok Tiberias tidak bisa dipisahkan dengan sejumlah konglomerat seperti James Riyadi, selaku pemilik Grup Lippo dan Ciputra. “Konon, merekalah penyandang dananya,“ tutur Ustadz Abu.

Benarkah Tiberias melakukan pemurtadan dengan bantuan jin? Humas Tiberias Center, Elvis membantah tudingan miring tersebut. “Tidak, tidak benar. Kami melakukan yang sewajarnya mesti dilakukan. Kita tak melakukan di luar itu,” tegasnya.

Lepas dari itu, kalau para konglomerat terus menyuplai dana, maka masuk akal jika pemurtadan kepada umat Islam terus berjalan. Bahkan, perampasan akidah umat itu telah masuk ke daerah-daerah. Di Lampung misalnya. Banyak Muslimah menjadi korban pemurtadan aktivis gereja. Salah satunya menimpa mahasiswi teknik elektro Universitas Lampung, Yoppi.

Mahasiswi yang cukup cerdas dan taat beribadah ini adalah korban pemurtadan dengan bantuan makhluk halus berkedok perkumpulan bimbingan belajar (Bimbel). Anak pasangan Dwi Suryo dan Rilya Hayana ini terlebih dahulu dihipnotis dan jiwanya dimasuki unsur lain. Dalam keadaan tidak sadar, para pengasuhnya di lembaga Bimbel mendoktrin ajaran Yesus ke Yoppi. Ia pun ragu dengan Islam dan akhirnya Yoppi berhasil dibaptis.

Pemurtadan juga marak di daerah Jawa Barat. Kali ini seorang akhwat asal Cianjur menjadi korbannya. Menurut penuturan sumber SABILI, akhwat yang juga mahasiswi Universitas Padjajaran Bandung itu ragu terhadap Islam setelah berteman dengan seorang laki-laki Kristen. Setelah diberi ‘air aneh’, Muslimah itu pusing dan menjerit-jerit. Singkat cerita, Muslimah ia pun patuh terhadap perintah laki-laki Kristen itu.

Sebagai hamba Allah, umat Islam semestinya mampu menangkal segala trik jahat kelompok kafir tersebut. Namun, kenyataanya tidaklah demikian. Banyak umat Islam terpengaruh, bahkan mengikuti bujuk rayu mereka. Mengapa umat tidak mampu menangkis segala macam tipu muslihat kaum Salibis, malah sebaliknya mengikuti agama mereka?

Tak mudah menjawab pertanyaan ini. Karena persoalannya saling berhubungan satu dengan lainnya. Namun, rapuhnya akidah umat Islam adalah faktor utama persoalan ini. Akidah umat masih bermasalah. Sebagian besar umat masih bersekutu dengan selain Allah SWT, bahkan tak jarang yang mempercayai khurafat dan tahayul.

Ustadz Eman menyatakan, “Kepercayaan kepada khurafat dan tahayul merupakan lahan empuk merusak akidah umat,” Menurutnya, ada tiga kelompok manusia yang rentan pemurtadan melalui bantuan jin ini. Pertama, orang yang menjadikan mahluk halus sebagai pemimpinnya. Kedua, orang-orang yang musyrik, yakni percaya pada paranormal dan dukun. Ketiga, orang-orang yang mengalami depresi. “Mereka sangat mudah terkena gangguan jin,” tegasnya

Kuatnya memegang tradisi leluhur adalah faktor kelemahan umat berikutnya. Tradisi yang bertentangan dengan Islam ini pula yang kemudian dimanfaatkan kelompok Nasrani untuk memurtadkan umat. Acara-acara leluhur seperti seren taun pada masyarakat Cigugur, Kuningan atau upacara tumbal buat Nyi Roro Kidul di Yogyakarta sesungguhnya kerap dimanfaatkan para misionaris memasukkan ajaran Kristus.

Seiring beratnya tantangan yang akan dihadapi ke depan, umat mesti memiliki pertahanan yang prima. Pondasi umat harus kuat agar tidak mudah digoyang musuh. Setiap keluarga Muslim harus mampu menangkis berbagai serangan yang ditembakkan musuh kepadanya.

Lantas, apa yang mesti dilakukan umat agar mampu bertahan sekaligus balik menyerang musuh-musuh Islam itu? Mempelajari dan mengkaji Islam secara benar dan kaffah agar tidak mudah dihancurkan musuh adalah faktor utama yang mesti dilakukan keluarga Muslim.

Setiap keluarga Muslim harus menanamkan akidah Islam kepada putra-putrinya sejak dini agar mereka mampu menangkis segala rekayasa pemurtadan musuh. “Keluarga mempunyai peran besar dalam menanamkan nilai-nilai agama dan tauhid kepada putra-putrinya,” kata Ustadz Husni.

Ustadz asal Bandung ini menyatakan, Kristenisasi sangat berbahaya bagi generasi Islam saat ini dan ke depan. Oleh karena itu, umat Islam harus menghadapinya secara serius. Jangan sampai yang minoritas justru mengobok-obok kelompok mayoritas. “Selain tindakan reaktif, tindakan preventif mesti juga dilakukan,” tuturnya.

Selain itu, umat Islam mesti menghindari diri dari perbuatan-perbuatan syirik, khurafat dan bid’ah, termasuk juga membatasi diri menonton tayangan televisi yang dapat mendangkalkan akidah umat seperti acara-acara mistik, tahayul dan khurafat, termasuk tayangan-tayangan seronok yang akan membangkitkan selera rendah. “Bisa jadi orang yang berada di belakang tayangan-tayangan bermasalah tersebut adalah anti Islam sebab semua tayangan miring itu, bermasalah,” Kata KH. Aminudin.

Di atas semua itu, umat Islam wajib menjalin ukhuwah yang solid agar tidak mudah dihancurkan musuh sekaligus bangkit memukul balik mereka. Ketahuilah bahwa pasukan kecil tapi solid dan kompak akan mampu menaklukkan masukan besar tapi rapuh dan bercerai-berai. Ya, Allah lindungilah umat Islam dan hancurkan musuh-musuh kami.

Rivai Hutapea

Sumber Majalah Sabili

Baca  : KOS: Serupa Tapi Tak Sama
abu Luthfi
KOS merupakan sebuah sekte di dalam agama Kristen, yang tata cara peribadatannya dan ritual-ritual lainnya hampir sama dengan tata cara ibadah ummat Islam.

Orang awam akan terkecoh, karena sangat sulit membedakannya, mana Islam dan mana Kristen. Dan itu merupakan kristenisasi gaya baru.

Dalam sebuah acara pentas budaya lintas iman, para penonton dikagetkan oleh penampilan Kristen Ortodoks Syiria, hampir semua atributnya sangat mirip dengan simbol Islam. Para pemain menge-nakan jubah, kopiah, gamis, surban, keru-dung, rebana, dan memuji Tuhan dengan bahasa Arab.

Bukan hanya itu, mereka pun bisa membaca injil dalam tulisan Arab. Ini tidak mengherankan sebab hampir ada kesamaan antara KOS dan Islam. Lihatlah saat mereka shalat, selain memakai kopiah, dan dipimpin oleh seorang imam, bila berjama¡¦ah, juga memakai bahasa Arab. Rukun shalatnyapun hampir sama dengan Islam ada ruku dan sujud. Bedanya bila kaum muslim diwajibkan shalat lima kali dalam sehari semalam, sedangkan peng-anut KOS lebih banyak lagi.

imageMereka meneruskan tradisi ibadah sebanyak tujuh kali dalam sehari. 7 Tujuh kali dalam sehari aku memuji muji engkau, karena hukum hukumMu yang adil¡¨ (Mazmur 119 : 64).

Ketujuh shalat ini sama persis dengan shalat-shalat dengan Islam, yaitu kelima shalat wajib subuh (Sa¡¦atul awwal), dhuhur (sa¡¦atus sadis), ashar (sa¡¦atut tis¡¦ah) maghrib (sa¡¦atul ghurub), isya (sa¡¦atun naum), ditambah dua shalat sunnah, dhuha (sa¡¦atuts tsalis) pukul sembilan pagi dan tahajjud (sa¡¦atul layl) tengah malam. Tradisi shalat ini diper-tahankan sampai gereja Lutheran awal. Setiap shalat masing-masing dilakukan dua rakaat.

Dalam bersembahyang, mereka berdiri menghadap Timur dengan tangan mene-ngadah terentang (sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah Timur dan melontarkan cahayanya sampai ke Barat, demikian pulalah letak kedatangan anak Manusia, Matius 24 : 27.) Hal yang sama juga pada puasa. Bagi ummat Islam ada puasa wajib yang dilakukan sebulan penuh dalam setahun yang dikenal dengan nama shaum Ramadlan. Sedang-kan dalam jemaah KOS ada puasa selama 40 hari berturut-turut, puasa ini disebut shaumil kabir. Yang dilaksanakan tiap tahun sekitar bulan April. Puasa yang dilakukan jemaah KOS tidak ada makan sahur. Begitu pula puasa lainnya, dalam Islam dikenal puasa sunnah Senin dan Kamis, sedangkan dalam KOS juga ada puasa yang dilakukan pada hari Rabu dan Jum¡¦at, dalam rangka mengenang keseng-saraan Kristus.

Untuk masalah zakat dan infak yang biasanya dari ummat Islam diambil 2,5 persen, sedangkan dalam jemaah KOS juga ada infak dan zakat yang diambil seper-sepuluh dari pendapatan kotor (bawalah seluruh persembahan persepuluh itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahku dan ujilah aku, Malaekhi 3 :10).

Jemaah KOS pun disyariatkan melaksanakan Haji, tiga kali dalam setahun diharuskan mengadakan perayaan bagi Tuhan (Kel 23 : 14). Lembaga Studi Kristen Ortodoks Syiria Jakarta menyelenggarakan haji untuk kalangan Kristen ke Yordania, Syiria, dan Yerusalem. Dalam KOS, secara tradisi ada Holy Qurbana atau Ibadah kurban dengan menunjuk sakramen ekaristi yang mendramakan kembali korban kristus.

Dalam berpakaian, jemaah KOS pakaiannya mirip pakaian muslim, yang perempuan memakai jilbab dan pakaian panjang ke bawah hingga di bawah mata kaki, sedang yang laki-laki memakai kopiah, baju koko putih memelihara jeng-got. Sedangkan sebagai kitab sucinya menggunakan injil berbahasa Arab Ibrani (bahasa Aram), cara pengajiannya dilaku-kan lesehan di atas tikar atau karpet.

Orang yang pertama kali memper-kenalkan ajaran KOS di Indonesia adalah Efram Bar Nabba Bambang Norsena, ia seorang syeikh injil (penginjil) KOS. Di kalangan muslim Indonesia KOS bisa diterima, namun sebaliknya di kalangan Kristen sendiri kurang bisa diterima. Bahkan Dirjen Bimas Kristen Protestan, Jan Kawatu, menyatakan bahwa KOS belum tercatat dalam komunitas Kristen di Indonesia. Jan juga telah mengeluarkan surat edaran yang disampaikan kepada para notaris agar tidak mengesahkan berdirinya sebuah yayasan atau lembaga Kristen tanpa izin resmi dari Dirjen Bimas Kristen.

Izin itu diperlukan untuk mengetahui siapa mereka, apa tujuannya, dan macam apa alirannya. Bahkan Bimas Kristen telah menutup pintu bagi aliran baru. Walaupun ada larangan, tetapi KOS mempunyai akte pendirian melalui Notaris Gutron Hamal SH di Jakarta pada tanggal 17 September 1997.

Anggota KOS di Indonesia belum begitu banyak, baru sekitar 100 orangan. Tapi simpatisannya, sudah mencapai ribuan. Untuk menjadi anggota KOS, di Indonesia belum bisa dilakukan secara langsung, karena KOS di Indonesia belum mempunyai Imam dan Gereja. Padahal untuk jadi anggota resmi jemaah KOS, harus melalui prosedur pembaptisan seorang imam. Di Indonesia KOS belum mempunyai imam. Sebab itu, untuk sementara ini bagi jamaah KOS yang ingin menjadi pengikut resmi harus melalui prosedur pembaptisan oleh Abuna Abraham Oo Men di Singapura.

Lahirnya Faham Ortodoks

Sejarah menyebutkan faham ortodoks lahir dari perselisihan antara Gereja Alexandria, Gejera Roma dan Kaisar Konstantin. Puncaknya pada masa Kaisar Bizantium Marqilanus (450-458), terjadi kontroversi masalah kristologi. Masalah ini berusaha dituntaskan dalam sebuah pertemuan yang menghasilkan resolusi Kalsedan (451).

Akibat dari konsili ini menimbulkan perpecahan diantara gereja-gereja yang sulit dipersatukan kembali. Sejak inilah gereja Kristen terpecah menjadi dua.

Pertama Gereja Yunani dari Bizantium dan Gereja Roma (Latin) yang berpusat di Roma. Kelompok ini menerima Konsili Kalsedan yaitu mengakui Al Masih mem-punyai dua sifat ; Tuhan dan manusia. Kelompok ini dipimpin oleh Laon (440-461) dan kemudian lebih dikenal dengan Kristen dan Katholik.

Kedua, Gereja Syiria, lalu Armenia juga ikut menolak Konsili Kalsedan yang berpusat di Alexandria dan Antokia di bawah pimpinan Diaqures (444-454). Kelompok ini berpegang teguh pada sufat tunggal bagi Al Masih, mereka tidak setuju dengan aliran Kristen yang mengakui sifat Tuhan dan juga sekaligus manusia. Kelom-pok inilah yang kemudian dikenal dengan kelompok ortodoks.

Penganut faham ortodoks terdiri atas beberapa thoifah (komunitas yang ber-dasarkan perasaan memiliki kesamaan darah, budaya, bahasa dan bangsa), seperti thoifah Koptik Mesir, Syiria Armenia dan Hashbash. Aqidah merekapun sama.

KOS mempunyai suatu pantangan untuk menyebut Nabi Isa a.s. dengan sebu-tan Yesus, tetapi lebih suka menyebut Al Masih atau Sayyidina Isa Al Masih.

Karena KOS di Indonesia belum mempunyai gereja, maka untuk mengembangkannya dan menyo-sialisasikannya kepada masyarakat, mereka melakukannya lewat kajian-kajian, seperti pusat studi agama dan kebudayaan (Pustaka) di Malang, Jawa Timur, Yayasan Studi Syiria Ortodoxia, Jakarta, dan suatu badan yang masih ber-bentuk lembaga studi dengan nama Institute for Syriac Christian Studies (ISCS). Melalui lembaga inilah, Bambang Noorsena dan Yosep Abu Bakar menyo-sialisasikan budaya dialog Kristen-Islam.

Pimpinan tertinggi KOS adalah Patriakh, yang sekarang dipegang ole Patriakh Mar Ignatius Zakka Ilwas yang bermarkas di Syuriah. Berdasarkan konstitusi 1991, KOS dibagi menjadi 20 Uskup yang tersebar di seluruh dunia. Di bawah Uskup ada Abuna (pimpinan). Di Indonesia belum sampai pada tingkatan Abuna, karena belum mempunyai gereja. Yang ada baru sebatas Syeikhul Injil (penginjil).

Untuk menjadi penganut KOS di Indonesia, harus dibaptis di Singapura. Di Indonesia, jemaah KOS menyeleng-garakan natal setiap tanggal 7 Januari. Dalam acara ini dilantunkan Nasyidul Milad atau puji-pujian diteruskan dengan Tilawatil Injil Al Muqaddas atau pembacaan Injil dalam bahasa Arab. Bila selesai membaca Injil, lalu membaca Al Majdu Lillaahi Dawman (segala kemuliaan senantiasa bagi Allah) sedangkan kalau ummat Muslim setelah membaca Al Qur¡¥an biasa membaca Shadaqallaahul ¡¥Azhim (Maha Benar Allah Yang Maha Agung).

Banyaknya kemiripan dalam tata cara peribadatan KOS dengan cara beribadah ummat Islam, tidaklah heran bila KOS bisa diterima di kalangan Muslim di Indonesia. Hal ini sebenarnya cukup membahayakan bagi orang Islam yang awam. Mereka bisa terjebak, karena walaupun mirip dan kitab sucinya bahasa Arab, tapi mereka tetap Kristen, bukan Islam.

Soal banyak kesamaan dengan Islam, itu hanyalah metode da¡¦wah yang disesu-aikan dengan kultur masyarakat setempat, karena di Syiria penduduknya mayoritas Islam. Untuk itu, bagi ummat Islam harus tetap berhati-hati terhadap aliran ini. ƒá

*) Sumber Majalah Risalah No.4 Th 42 Juli 2004

Baca Juga : KOS: Serupa Tapi Tak Sama

Mungkinkah di Ranah Minang muncul konflik bermuatan SARA? Bisa jadi, jika polisi dan pemerintah terus mengabaikan kasus Kristenisasi.

Ratusan umat Islam yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Minangkabau Anti Pemurtadan (AMMAN), 11 Agustus lalu mendemo Poltabes Padang dan kantor Gubernur Sumatera Barat. Mereka menuntut kedua aparat terkait itu tegas dalam menangani kasus-kasus pemurtadan (baca: Kristenisasi) di Sumatera Barat.

Aksi yang digelar AMMAN ini bermula dari kerisauan warga atas kasus Kristenisasi yang seolah tak ditanggapi. Padahal sudah banyak kasus yang terjadi. Mulai dari Gereja Bagonjong dengan kasus Sate Padang Babinya, al- Qur’an bersampul Injil, kesurupan jin, sampai terakhir kasus penganiayaan atas Wawang, seorang mahasiswa IAIN Imam Bonjol. Semua kasus di atas ditenggarai sebagai proyek gerakan Kristenisasi dengan berbagai modus operandi.

Untuk kasus kesurupan jin, misalnya, pihak IAIN bahkan sama sekali tak menganggap ini masalah serius. Petinggi kampus seolah tak peduli dan berharap masalah selesai oleh waktu. Bahkan, Dr. Salmadanis, Dekan Fakultas Dakwah mengatakan, kesurupan adalah rekayasa.

Ustadz Zulkifli, seorang peruqyah (penterapi) menyayangkan pernyataan petinggi kampus IAIN tersebut. “Saya menyayangkan pola pikir kalangan IAIN yang tidak percaya pada metode yang telah digunakan sejak Rasulullah ini,” kata ustadz yang juga pengasuh Pesantren Subulussalam, Padang Pariaman.

Sama dengan petinggi IAIN, pemerintah dan juga polisi pun tak menganggap besar kasus pemurtadan ini, khususnya atas apa yang terjadi pada Wawang, mahasiswa IAIN yang kerasukan dan berakhir dengan penganiayaan.

Ihwal kisah Wawang kesurupan bermula saat ia melewati gereja GPIB Padang dan berpapasan dengan seseorang yang berpenampilan rapi, lengkap dengan dasi. Orang ini baru saja keluar dari gereja. Wawang terus dibuntuti, hingga ia ketakutan dan memutuskan untuk pulang.

Sejak peristiwa itu, Wawang sering kesurupan dan menyebut nama Yesus ketika tak sadarkan diri. Sampai suatu hari, 15 Juli 2004, ketika Wawang hendak pulang dari kampus, di tengah jalan ia merasa limbung, lalu tak sadarkan diri. Ketika sadar, ia sudah mendapati lengan kirinya berdarah dan di sampingnya tergeletak sebuah pisau bergagang hitam, sebuah gunting, pil yang dibungkus dan setumpuk uang seratus ribuan. Ada juga sebuah tiket pesawat dengan tujuan Malang, Jawa Timur.

Ketika itu, Wawang sadar bahwa dirinya berada dalam sebuah gereja. Kedua tangannya dipegang oleh dua orang laki-laki berpakaian serba hitam dan seorang lagi mencoba menyuntikkan cairan ke tangan Wawang. Semuanya bertopeng. Wawang berteriak dan meronta. Akibatnya ia sempat mendapat tamparan dari salah seorang lelaki misterius itu.

Dengan sisa tenaga, Wawang terus meronta dan berhasil merenggut topeng salah seorang penyekap. “Cirinya berkulit hitam, mata agak sipit, kumis tebal, rambut lurus dengan sisiran ke kiri. Badannya sedang,” ungkap Wawang setelah berhasil melarikan diri. Setelah mengingat-ingat, wajah itu adalah orang yang mengikuti dirinya beberapa saat sebelum kejadian.

Setelah Wawang sadar dari pengaruh obat yang disuntikkan, seorang laki-laki membisikkan kata, “Adik tenang saja. Ini uang dari kami. Kita akan berangkat ke Malang sore ini juga,” ujar salah seorang dari mereka dengan santainya. Tapi tak lama kemudian terjadi percekcokan di antara mereka. Dan tanpa diduga, setelah mereka membersihkan TKP (tempat kejadian perkara) para lelaki misterius pelaku penganiayaan itu melarikan diri dan membiarkan Wawang melarikan diri pula. Setelah itu, kasus Wawang pun menyebar.

Meski kasus ini begitu serius, tapi tampaknya pihak kepolisian tak bekerja secara profesional. “Saya kecewa dengan kinerja Poltabes Padang dalam menangani kasus ini. Jangankan membahas kasus ini, bertemu dengan jajaran petinggi Poltabes pun sulit dilakukan,” ungkap Dede Bafaqih, SH, direktur PAHAM (Pusat Advokasi Hukum dan HAM) yang menjadi kuasa hukum Wawang.

Ungkapan yang sama dinyatakan pula oleh Irfianda Abidin, Ketua Forum Penegak Syariat Islam, Sumbar. Irfianda mengatakan, Pemda Lamban dalam menangani kasus-kasus seperti ini. “

Koordinator AMMAN, Tarliasman mengatakan, jika pemerintah terus menerus bersikap seperti ini, ia khawatir masyarakat akan memberikan respon tersendiri.

Dari berbagai kasus yang terjadi di Padang atau Sumatera Barat pada umumnya, kasus Kristenisasi dan pemurtadan banyak menimpa para pelajar dan mahasiswa. Menurut Ibnu Aqil dari Paganagari, memang ada skenario tersendiri untuk menghancurkan pilar-pilar umat Islam di masa depan.

Dan jika terus menerus terjadi tanpa ada ketegasan dari aparat pemerintahan, maka jangan salahkan jika umat hilang kesabaran. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? Atau, tegakah kita menunggu sampai bara menjadi api? (Sabili)

Irma Sagala (Padang), Herry Nurdi
Sabili

YESUS DATANG BUKAN UNTUK MEROMBAK TAURAT……
Berbeda dengan apa yang dianut , diayakini, dan dipahami oleh orang-orang Kristen sekarang ini terhadap Keesaan Tuhan , Alkitab sendiri memberikan kesaksian bahwa Yesus sendiri, sebagaimana juga Rasul-Rasul yang lain diutus oleh Allah memegang teguh kepercayaan akan “keesaan Tuhan”.

Hal ini diungkapkan beliau sesuai dengan kesaksian penulis-penulis Injil bahwa Yesus sama sekali tidak membawa suatu ajaran baru yang menghapuskan ajaran Nabi-Nabi terdahulu. Kepada orang-orang Bani Israel beliau menjelaskan kedatangannya bukanlah untuk merombak ajaran Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa melainkan hanya “menggenapi” atau mengadakan semacam “reenforce” terhadap Perjanjian Lama.

Orang-orang Yahudi sepeninggal Musa, telah melupakan ajaran Nabi Musa itu dan Yesus datang kembali untuk mengingatkan agar mereka kembali berpegang kepada Kitab Taurat.Lebih lanjut Yesus menjelaskan misinya kepada Bani Israel itu:
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau Kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain ia akan menduduki tempat yang paling rendah dalam kerajaan sorga, tetapi siapa yang melakukan dan melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan mendudduki tempat yang tinggi didalam Kerajaan Sorga. “…….(Matius 5:17-19).

Jadi jelaslah bahwa Yesus hanya sebagai “reformer” dan “pembaharu” dari ajaran Taurat dan Kitab-Kitab Nabi terdahulu yang sudah lama ditinggalkan dan dilupakan orang-orang Yahudi. Beliau sesuai dengan pengakuannya sama sekali tidak membawa ajaran baru yang merombak ajaran Taurat itu. Musa menjelaskan kepada orang-orang Yahudi tentang keesaan Tuhan dan bahwasanya Allah adalah satu-satunya Tuhan bagi orang-orang Israel itu.

“Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu Allah allah lain dihadapanKu. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada dilangit di atas atau yang ada dibumi dibawah atau yanga ada didalam air dibawah bumi.”……(Ulangan 5:6-8).

Masih dalam Kitab Taurat, dengan tegas dan jelas dapat kita baca:
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!..(Ulangan 6:4).

Jika seandainya Trinitas dimana Yesus adalah salah satu dari oknum Tuhan bahkan orang-orang Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Allah sendiri sebagaimana yang ditekankan dalam ajaran Kristen sekarang ini, benar merupakan ajaran Yesus tentu saja doktrin tersebut akan kita jumpai dalam Perjanjian Lama. Padahal apa kita lihat dalam ajaran Musa adalah berlawanan dengan apa yang dianut oleh orang-orang Kristen sekarang ini. Musa sangat menekankan pentingnya kepercayaan akan “kesaan Tuhan” kepada orang-orang Yahudi dan dalam Perjanjian Baru pun hal tersebut juga dilakukan oleh Yesus terhadap pengikutnya.

“Jawab Yesus:”Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihi Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”….(Markus 12:29-30).

Lebih lanjut lagi Yesus mengatakan:
“Ada seseorang datang kepada Yesus dan berkata:’Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’. Jawab Yesus: ‘Apakah sebabnya engkau bertanya kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik. Tetapi jikalau engkau igin masuk kedalam hidup, turutilah segala perintah Allah”…..(Matius 19:16-17).

Jadi jelaslah Yesus sama sekali menekankan pentingnya kepercayaan akan “keesaan Tuhan” secara mutlak dan menganjurkan kepada murid-muridnya untuk bertindak serupa…. …Yesus juga tidak mengajarkan kepada pengikutnya bahwa dia adalah salah satu oknum trinitas …..bahkan Yesus dalam setiap ucapan dan tindakannya sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia adalah Allah…. atau oknum Allah dari ajaran Trinitas yang dianut oleh orang-orang Kristen dewasa ini….

oleh : Armansyah, S.kom

oleh : Adian Husaini *
Teror kata berkedok “kasih” terbukti ampuh menaklukkan kekuatan Islam. dibanding teror fisik berkekuatan ‘cluster bomb’
“Aku datang untuk menemui ummat Islam, tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan kekuatan tapi dengan logika, tidak dalam benci tapi dalam cinta.”
—Henry Martyn, missionaris

Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry Martyn. Karena itu, untuk “menaklukkan” dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika, dan kasih”. Bukan kekuatan senjata atau kekerasan.

Hal senada dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, “Saya melihat banyak ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh.”

Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris redaksi Church Missionary Society, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull. Lull adalah misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad.

Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk “menaklukkan” dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen”.

Bagi para missionaris, mengkristenkan kaum Muslim adalah keharusan. Dalam laporan tentang Konferensi Seabad Misi-misi Protestan Dunia (Centenary Conference on the Protestant Missions of the World) di London (1888), tercatat ucapan Dr George F Post, “Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme. Ini merupakan pertarungan hidup dan mati.” Selanjutnya, dia berpidato, “… kita harus masuk ke dalam Arabia; kita harus masuk ke Sudan; kita harus masuk ke Asia Tengah; dan kita harus mengkristenkan orang-orang ini atau mereka akan berbaris mengarungi gurun-gurun, dan mereka akan menyapu laksana api melahap kekristenan kita dan melahapnya.”

Kasus Turki Utsmani

Kekuatan “kata” dan “kasih” model Henry Martyn perlu dicatat secara serius. Perang pemikiran ini biasanya dijalankan dengan sangat halus, berwajah manis (seperti penampilan Paul Wolfowitz yang murah senyum). Tetapi cara ini justru lebih manjur, tanpa disadari si Korban.

Ahmad Wahib, yang kini dibangkit-bangkitkan lagi oleh sejumlah kalangan, bisa jadi merupakan “korban teror” sehingga dia jadi ragu tentang kebenaran Islam. Banyak cendekiawan Muslim yang jadi korban setelah menerima pemikiran dan berbagai fasilitas. Anehnya, mereka merasa “tercerahkan” sehingga bersemangat mengadopsi dan menyebarkan “pemikiran yang dianggap baru” kepada kaum Muslimin. Padahal Allah telah memperingatkan dalam Al-Quran Surat Al-Hijr ayat 39:

“Iblis berkata: Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.”

Kaum Yahudi juga sangat mafhum akan kekuatan teror “kata” dan “kasih”. Begitu dahsyat sehingga mampu menghancurkan imperium besar (Utsmani) yang telah berusia hampir 700 tahun. Bagi Zionis, Turki Utsmani adalah penghalang utama mewujudkan negara Yahudi di Palestina.

Bagi Kristen-Eropa, Turki Utsmani adalah ancaman serius. Pendiri Kristen-Protestan, Martin Luther, menyatakan, “Kekuatan anti-Kristus adalah Paus dan Turki sekaligus”. Bernard Lewis menggambarkan, begitu takutnya sampai ada doa agar Tuhan menyelamatkan mereka dari kejahatan Paus dan Turki (Islam and the West, 1993).

Turki Ustmani sulit digulung dengan kekuatan senjata, tapi bisa ditekuk dari dalam oleh kelompok Turki Muda (The Young Turk) dengan “kata-kata”. Setelah 1908, praktis kekuasaan di Ustmani sudah dipegang oleh kelompok ini, melalui organisasi Committee anda Union Progress (CUP) yang beranggotakan para cendekiawan Turki yang telah ter-Barat-kan (westernized). Tiga Presiden Tukri modern (sampai tahun 1960) adalah aktivis SUP.

Bagi mereka, Barat (Eropa) adalah “kiblat” untuk mencapai kemajuan. Abdullah Cevdet, seorang pendiri CUP, mengatakan, “Yang ada hanya satu peradaban, dan itu adalah peradaban Eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga mawar maupun durinya sekaligus.”

Dalam buku The Young Turk in Position yang diterbitkan Oxford Univeristy Press (1955), cendekiawan Turki M. Sukru Hanioglu mencatat bahwa kelompok ini berideologi positivesme, materialisme, dan nasionalisme. Hebatnya CUP juga memiliki kader-kader di tentara Ustmani, yang kemudian memegang kekuasaan Turki Modern. Salah satunya adalah Musthafa Kemal Ataturk.

Menurut Prof. Halil Inalcik, “Revolusi Kemal Atatturk” mengambil konsep sosial Darwinsm. Karena itu, setelah berkuasa, Ataturk mem-Barat-kan Turki sepenuhnya, sampai soal-soal pakaian dan bahasa. Soal khilafah, Atatturk berpendapat, “Gagasan satu kekhalifahan, yang menjalankan otoritas religius bagi seluruh umat Islam, adalah gagasan yang diambil dari khayalan, bukan dai kenyataan.”

Gerakan SUP di akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 sangat penting dicermati, karena mereka mampu menggunakan “kata-kata” untuk melumpuhkan :”kekuasaan” Sultan Utsmani. Terutama, dengan kolaborasi dengan gerakan Zionis, setelah Kongfres Zionis Pertama (1897). Cevdet dan sejumlah aktivis CUP memang simpatisan Yahudi dan gerakan Zionis.

“Freedom and Liberation”

Tokoh-tokoh CUP juga berkolaborasi dengan Freemansonry di Turki. Menurut Dr. Sukru Hanioglu, dosen Universitas Islambul, saat itu aktivis Freemansonry memiliki hubungan erat dengan kelompok The Ottoman Freedom Society (Osmanli Hurriet Cemiyati) yang dibentuk tahun 1906. Tokoh Freemanson, Celanthi Scalieri, adalah pendiri loji The Lights of the East (Envar-I Sarkiye) yang beranggotakan sejumlah politisi, jurnalis, dan agamawan terkemuka (seperti Ali Sefkati, pemimpin redaksi Koran Istiqlal, dan Pangeran Muhammad Ali Halim, pemimpin Freemansonry Mesir).

Di sinilah nucleus faksi Turki Muda lahir. Gagasan utamanya mengelaborasikan kata Freedom (kemerdekaan/kebebasan) dan Liberation (pembebasan). Gerakan Scalieri mendapat dukungan sejumlah negara kuat, terutama Inggris. Itu bias dipahami, karena sejak ratusan tahun, Utsmani dianggap sebagai ancaman bagi Kristen Barat. Pengaruh Freemansonry terhadap gerakan liberal dan kebebasan Turki sangat kuat, sehingga Sukltan pun tidak berdaya.

Gerakan pembebasan di Turki ini mendapat inspirasi kuat dari dua peristiwa besar, yaitu Revolusi Prancis dan kemerdekaan Amerika Serikat. A New Encyclopedia of Fremansonry (1996) mencatat bahwa George Washington, Thomas Jefferson, John Hancoc, dan Benjamin Franklin adalah aktivis Freemansonry. Begitu juga tokoh gerakan pembebasan Amerika Latin, Simon Bolivar, dan Jose Rizal di Filipina.

Ide pokok Freemansonry adalah “Liberty, Egality and Fraternity”. Di bawah jargon inilah, jutaan orang “tertarik” untuk melakukan apa yang disebut sebagai “kemerdekaan sejati bagi seluruh rakyat dari tirani politik maupun tirani sistem kerohanian”.

Tampaknya waktu itu Sultan Abdul Hamid II diposisikan sebagai “kekuatan tiran”. Dalam konteks gerakan pembebasan pemikiran, yang diposisikan sebagai tirani sistem kerohanian adalah “teks-teks Al-Quran dan Sunnah”, juga khazanah-khazanah Islam klasik karya ulama Islam terkemuka. Masih ditelusuri lebih jauh, seberapa jauh hubungan antara gerakan liberal dalam konteks pemikiran Islam dengan gerakan Freemasonry. Yang jelas, Rene Guenon, guru Frithjof Schuon (pelopor gagasan pluralisme) misalnya, adalah aktivis Freemasonry.

Juga masih diselidiki, adakah misalnya pengaruh aktivitas Jamaluddin Al-Afghani di Freemasonry dengan pemikiran Muhammad Abduh atau tafsir al-Manar-nya Rasyid Ridla Yang jelas, jargon-jargon pembebasan dari “teks”, dan dekonstruksi tafsir Quran (lalu menggantinya dengan metode hermeneutika yang banyak digunakan dalam tradisi Bibel), cukup sering terungkap.

Bahkan, bagi Mohamed Arkoun misalnya, Mushaf Utsmani diposisikan sebagai “tiran” yang perlu dipersoalkan. Kata Arkoun, “…persoalannya, berkaitan dengan proses historis pengumpulan Al-Quran menjadi mushaf resmi kian lama kian tidak masuk akal di bawah tekanan resmi khalifah, karena Al-Quran telah digunakan sejak permulaan negara Islam untuk melegitimasi kekuasaan dan menyatukan ummat.”

Kekuatan “kata” dan “kasih” terbukti ampuh dalam menaklukkan kekuatan-kekuatan Islam, yang biasanya disimbolkan dengan ungkapan tidak simpatik seperti “ortodoks”, “beku”, “berorientasi masa lalu”, dan “emosional”. Kolaborasi cendekiawan Turki, Kristen-Eropa, dan Zionis-Yahudi berhasil menggulung Turki Utsmani. Ironisnya, dua dari empat orang yang menyerahkan surat pemecatan Sultan Abdul Hamid II (1909) adalah non-Muslim. Salah satunya, Emmanuel Karasu (tokoh Yahudi).

Teror fisik seperti cluster bomb-nya Amerika dalam invasi di Iraq, mudah memancing reaksi besar. Ratusan ribu aktivis Islam turun ke jalan, menentang serangan AS ke Irak. Namun kalau menghadapi teror “kata” berselubung “kasih”, kaum Muslimin biasanya terlambat sadar. Dampaknya pun biasanya memakan waktu lama. Ummat Islam akan tenang-tenang saja meskipun setiap detik diteror dengan kata-kata indah itu. Bisa melalui media massa, atau ucapan tokoh-tokoh ummat sendiri. Apakah sejarah masih akan berulang untuk kaum Muslim Indonesia? Wallahu a’lam.*

Penulis adalah kandidat doktor di International Institute for Islamic Thought and Civilization-International Islamic University (ISTAC-IIU), Kuala Lumpur (Hidayatulah)

Disampaikan di hadapan para pendeta dan pastor paroki dalam acara Studi Intensif Tentang Islam (SITI) Angkatan III. Diselenggarakan oleh Pusat Studi Agama-agama Fakultas Theologi UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana) Yogyakarta, 21 Juli 2004.

CITRA KRISTEN DALAM ISLAM
(Citra orang Kristen di Mata orang Islam)

Oleh Irfan S. Awwas

Pendahuluan
Pengetahuan dan pemahaman saya tentang acara SITI (Studi Intensif Tentang Islam) yang diikuti oleh para pendeta dan pastor paroki ini terbatas melalui proposal yang dikirimkan penyelenggara. Dan, inilah untuk pertama kalinya saya berbicara di depan para Ahlul Injil atau Ahlul Kitab.

Di dalam proposal penyelenggara dikatakan, “bahwa kehidupan beragama di Indonesia akhir-akhir ini sungguh memprihatinkan, disebabkan adanya hubungan yang kurang/tidak ideal, khususnya antara pemeluk agama Kristen dan Islam. Hubungan yang tidak ideal ini berakar pada tidak adanya pemahaman yang benar antara pemeluk agama yang satu terhadap yang lain. Padahal, pemahaman yang benar terhadap agama lain, menjadi syarat utama tercapainya hubungan yang harmonis antar umat beragama. Lalu, diharapkan program SITI ini sebagai salah satu usaha untuk memahami agama Islam, dan pada saatnya menjadi sumbangan untuk menumbuhkan semangat saling menghargai antar pemeluk agama.”

Akan tetapi, benarkah pemicu konflik umat beragama di Indoseia, disebabkan antara lain karena tidak adanya pemahaman yang benar terhadap agama lain? Jawabannya, pastilah beragam alias tidak tunggal, tergantung niat atau motivasinya. Umat Islam pernah punya pengalaman sejarah yang pahit tentang hal ini. Adanya upaya memahami Islam di kalangan pemeluk Kristen, tentu saja tidak salah, demikian pula sebaliknya. Namun sejarah Indonesia menorehkan aib, ketika pengetahuan Islam menjadi alat efektif untuk menguasai dan mengontrol masyarakat Muslim. Seorang Islamolog C. Snouck Hurgronje, dengan pemahamannya yang luas tentang Islam, ia bahkan menjadi penasihat pemerintah kolonial Belanda untuk meredam aspirasi rakyat Muslim serta perjuangan kemerdekaan di Indonesia.

Namun demikian, kesediaan memenuhi undangan dalam acara SITI, sesungguhnya berangkat dari semangat yang sama dengan penyelenggara, dan hal itu telah menjadi komitmen Majelis Mujahidin –sebagai institusi yang bertujuan untuk menegakkan Syari’at Islam– bahwa dialog merupakan salah satu upaya memperbaiki citra; atau sebagai upaya sinergis untuk menggapai obyektifitas, ketepatan persepsi dan ujian kejujuran. Bagi umat Islam, peluang untuk berdialog dengan Non-Muslim telah digariskan di dalam Al-Qur’an:

“Janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab kecuali dengan cara yang lebih baik (dan tidak dengan cara yang kasar), kecuali dengan mereka yang berlaku zalim, dan katakanlah: Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu, dan kami hanya kepada-Nya berserah diri.” (Qs. Al Ankabut, 29:46).

Di kalangan para Mufassir (ahli tafsir) menerangkan, bahwa ayat Al-Qur’an ini menjadi alasan yang shahih untuk melakukan jidal (perdebatan atau dialog) agama dengan cara yang terbaik. “Kecuali dengan orang-orang yang zalim” maksudnya, mereka yang setelah diberikan kepadanya keterangan dan argumentasi yang jelas, obyektif dan rasional, masih tetap membantah dan menyatakan permusuhannya, maka dialog menjadi tidak bermakna dan harus dihentikan.

Oleh karena itu, keinginan untuk saling memahami dan membangun hubungan harmonis antara pemeluk agama melalui dialog, patut dilestarikan.

Bagaimana melakukan dialog supaya efektif dan bermakna, ada baiknya kita memperhatikan saran dari Habermas.

Dalam buku “Teori Tindakan Komunikatif” (The Theory of Communicative Action), Jurgen Habermas menyatakan bahwa, untuk mencapai klaim keshahihan (validity claims) yang dipandang rasional dan dapat diterima tanpa paksaan sebagai hasil konsensus haruslah memenuhi 4 hal:

Pertama, klaim kebenaran dunia alamiah dan obyektif (truth). Kedua, klaim atau kesepakatan norma-norma sosial sehingga menuju klaim ketepatan (rightness). Ketiga, klaim autentisitas, kesesuaian dunia bathiniyah dan ekspresi seseorang, kejujuran (sincerety) atau tidak munafiq. Dan yang keempat, klaim komprehensibilitas (comprehensibility).[1]

Artinya, membangun komunikasi sosial dalam masyarakat, menggunakan cara-cara yang kaku, keras, bukanlah pilihan yang tepat. Tetapi melalui argumentasi, bisa melalui perbincangan atau diskursus (discourse) untuk mencapai konsensus yang rasional. Bisa juga dengan melakukan kritik tatkala membahas persoalan norma-norma sosial yang dianggap obyektif.

Ketika hati kita diliputi perasaan galau, akibat negara berada dalam bahaya, karena adanya bahaya di dalam negara; disebabkan situasi kehidupan beragama di Indonesia yang tidak dalam kondisi ideal, bahkan terjadi konflik antar umat beragama. Idealnya, tema kajian kita semestinya tidak hanya menyangkut Citra Orang Kristen Di Mata Orang Islam, sehingga terkesan kurang adil dan bersifat sepihak. Tetapi juga, penting untuk didialogkan adalah bagaimana Citra Orang Islam di Mata Orang Kristen.

A. CITRA ORANG KRISTEN DI MATA ORANG ISLAM

Islam dengan Al-Qur’an-nya telah memberikan penjelasan dan pedoman mengenai hubungan antara kaum Muslimin dengan Non-Muslim dalam segala bidang kehidupan. Bagaimana karakteristik hubungan Non-Muslim terhadap Islam, dan sebaliknya Islam terhadap Non-Muslim, dijelaskan dengan rinci di dalam Al-Qur’an Dengan mengetahui penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an tentang hal ini, niscaya kita dapat mengambil posisi yang benar, sehingga tidak membahayakan keyakinan masing-masing umat beragama. Dengan demikian, akan ada saling pengertian, dan kita dapat menerapkan pola hubungan yang saling menghargai.

Dalam hal-hal yang bersifat prinsipil, yaitu masalah aqidah dan ibadah, Islam tegas dan tanpa kompromi. Islam dapat menerima kebenaran dari agama lain, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam. Kaitannya dengan masalah aqidah (meng-Esa-kan Allah Swt), Islam menghimbau umat Nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw. yang disebut Ahlul Kitab supaya berpegang teguh pada keyakinan, bahwa Allah itu Tunggal. Himbauan tersebut tertera di dalam firman-Nya:

“Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka:”Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Qs. Ali Imran, 3:64).

Adapun dalam urusan mu’amalah, hubungan sosial kemasyarakatan, Islam menuntun umatnya untuk bersikap toleran, mempersilakan umat Non-Islam berbuat sesuai agama mereka, tidak merusak tempat ibadah mereka, bersikap ramah dan menghormati terhadap Non-Muslim yang tidak memusuhi Islam dan tidak bermusuhan dengan umat Islam. Maka dalam bingkai wawasan seperti ini, membicarakan bagaimana citra orang di Kristen dalam pandangan orang Islam, atau sebaliknya, tentu subyektif. Karena itu perlu adanya standar yang jelas dan obyektif. Dalam rangka ini, setidaknya ada tiga hal yang membentuk citra seseorang atau sekelompok orang terhadap penganut agama, kelompok etnis, bahkan penduduk suatu bangsa.

Pertama, adanya fakta dan prilaku yang melekat pada para penganut agama, kelompok etnis atau bangsa tertentu.

Terhadap hal ini, ada pertanyaan yang terus hidup dalam benak umat Islam di Indonesia, dan hingga sekarang belum ditemukan jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain: Mengapa penganut agama Kristen tidak pernah menentang kolonialisme yang dilakukan negara-negara Eropa, dan belum pernah mengutuk imprialisme Barat yang menguasai serta menjajah bangsa-bangsa lain di dunia ini? Bahkan membonceng atau memperalat bangsa penjajah bagi kepentingan penyebaran agama. Penjajahan Belanda ke Indonesia, penjajahan Prancis ke Libya, penjajahan Inggris ke Malaysia dllnya. Kristen juga tidak menentang Amerika ketika meluluh-lantakkan Afghanistan, kemudian menginvasi Iraq. Kristen bahkan membiarkan saja pemerintah Filipina memerangi bangsa Muslim Moro dengan alasan yang sama sekali tidak manusiawi. Apakah ini berarti, kolonialisme dan imperialisme bagian dari ajaran Kristen, tentu perlu klarifikasi. Lebih jauh lagi, terdapat opini yang agak dilematis: Benarkah peradaban Barat adalah peradaban Kristen? Apakah Barat yang terkristenkan ataukah sebenarnya Kristen yang terbaratkan?

Kedua, perbedaan konsepsi agama atau keyakinan sehingga menciptakan sikap yang bertentangan. Kita sering menemukan, apa yang dianggap baik oleh suatu agama, malah dianggap jahat oleh agama lain. Dan sebaliknya, apa yang dikategorikan jahat dan sesat oleh agama tertentu, justru dipandang baik oleh agama lainnya.

Islam mengimani ketauhidan Allah, Tuhan itu satu, tapi Yahudi dan Nasrani meyakini, Tuhan tidak hanya satu, bahkan Tuhan juga punya anak. Agama Kristen melarang penganutnya berpoligami, agama Islam membenarkan poligami, sehingga menjadi sasaran kecaman orang Kristen pada Islam.

Doktrin trinitas yang diagungkan Kristen digugat oleh keyakinan tauhid Islam. Yesus Kristus yang dianggap sebagai putra Tuhan, di dalam Islam hanyalah Nabi sebagaimana nabi-nabi lain sebelum maupun sesudahnya. Islam juga menolak anggapan, bahwa yang mati di tiang salib adalah Yesus Kristus untuk menebus dosa umat manusia. Bagi Islam yang mati di salib adalah orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa As. (Qs. An-Nisa’, 4:157)

Dalam rangka ini, lalu sebagian orang Kristen beranggapan bahwa Islam merupakan ancaman, terutama karena perbedaan aqidah (keyakinan) tadi.

Sebuah buku berjudul “Islam Unveiled” (Islam Ditelanjangi) karangan Robert Spencer, misalnya dengan sengaja mengajukan pertanyaan-pertanyaan subversif seputar doktrin dan tradisi kaum Muslim.[2]
Misalnya, “Apakah Islam toleran terhadap Non-Muslim? Betulkah tidak ada yang perlu ditakutkan Barat dari Islam?”
Adalah sebagian dari pertanyaan subversif, yang kemudian dijawab menurut persepsi pribadinya, suatu jawaban yang sebenarnya tidak memiliki dasar pembenaran di dalam Islam.

Ketiga, karena propaganda yang terus menerus sehingga menciptakan stigma, dengan memposisikan agama sebagai pemicu konflik. Contoh pandangan seperti ini adalah buku berjudul, “Kala Agama Jadi Bencana” karangan Charles Kimball.

Pengantar edisi Indonesia buku ini ditulis oleh Dr. Sindhunata, Pemred Majalah Basis. Mengutip pendapat Kimball, ia mengatakan, ada lima hal atau tanda yang bisa membuat agama jadi bala bencana.
1) Pertama, bila suatu agama mengklaim kebenaran agamanya sebagai kebenaran yang mutlak dan satu-satunya.
2) Kedua, ketaatan buta kepada pemimpin keagamaan.
3) Ketiga, apabila agama gandrung merindukan zaman ideal, lalu bertekad merealisasikan zaman tersebut ke zaman sekarang.
4) Keempat, apabila agama tersebut membenarkan dan membiarkan terjadinya, “tujuan yang membenarkan segala cara”.
5) Kelima, apabila perang suci dipekikkan.[3]

Parameter demikian kemudian memunculkan stigma, bahwa agama yang memiliki ciri seperti itu diberi label fundamentalis, lalu pemeluknya disebut teroris. Penulis buku ini memposisikan agama berpotensi mengundang bencana. Persoalannya, ketika dunia sekarang sedang berada dalam pusaran fitnah yang bertajuk “memerangi terorisme global,” kepada siapa tanda atau kriteria demikian itu dilabelkan? Jika tidak dijelaskan, justru badai konflik bisa muncul setiap saat, bukan disebabkan oleh agama, tetapi karena kecerobohan membuat kriteria dan labelisasi yang sembarangan itu.

Masalah stigmatisasi pernah muncul dalam debat PM Inggris, Tony Blair di Parlemen, Selasa 6 Juli 2004, yang menyinggung masalah stigmatisasi Muslim, pasca 11 September 2001 di AS yang dinilainya telah menambahkan dimensi baru pada masalah ras, termasuk umat Islam.

Tony Blair mengatakan: “Saya tahu dari pembicaraan saya dengan para pemimpin masyarakat Muslim bahwa mereka merasa, jika seseorang mengaku Protestan pergi ke jalanan di Irlandia Utara dan membunuh seorang Katolik, tindakan itu tidak dianggap mencerminkan agama Protestan secara keseluruhan. Namun mereka merasa, jika Anda bertemu ekstrimis dan teroris Muslim, maka ini akan diambil sebagai stigma bagi masyarakat Muslim tersebut secara keseluruhan.” [4]

1. Bercermin Pada Raja Najasyi

Kristen dan Islam atau Islam dan Kristen, kedua-duanya adalah agama samawi yang datang dari Allah. Pada awal sejarahnya, kedua pemeluk agama ini, sebenarnya memiliki kedekatan dan pertalian yang erat, sebagaimana dinyatakan di dalam Al-Qur’an surat Al- Maidah ayat 82:

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.”

Sababun Nuzul (sebab turunnya ayat ini) berkenaan dengan peristiwa Raja Habasyah (Ethiopia) yang bernama Najasyi (Negus) beserta kawan-kawannya yang menerima kehadiran rombongan kaum Muslim yang berhijrah ke negeri itu. Ketika dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an oleh juru bicara pengungsi Muslim, Ja’far bin Abi Thalib, mereka menangis haru, sehingga air mata membasahi jenggot mereka.[5]

Pada awal munculnya Islam, walaupun dunia telah dipenuhi oleh kejahilan, penindasan, dan kezaliman, masih ada penguasa yang memiliki hati nurani, menghormati kebenaran dan keadilan, mendengar rintihan kaum lemah, dan menjunjung tinggi fakta serta bukti dalam mencari kebenaran. Ketika dua orang utusan kaum Quraisy datang ke Negeri Habsyi menghadap Raja Najasyi dengan menyampaikan isu yang merugikan keselamatan rombongan kaum Muslim yang hijrah ke Habsyi, Raja Najasyi dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan mengundang rombongan kaum Muslim tersebut untuk didengar keterangannya. Di saat itu Ja’far bin Abi Thalib, sebagai juru bicara pengungsi Muslim, menjelaskan kondisi kemanusiaan dan wajah bangsa Arab saat itu. Ia berujar:

“Paduka Raja, ketika itu kami adalah masyarakat yang jahil. Kami menyembah berhala. Bangkai pun kami makan. Segala kejahatan kami lakukan. Kami memutuskan hubungan dengan kerabat dan dengan tetangga pun kami tidak baik, yang kuat menindas yang lemah.

Demikianlah keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya. Dia jujur, dapat dipercaya, dan bersih pula. Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan penyembahan kepada batu?batu dan patung?patung yang selama itu kami lakukan dan juga nenek?moyang kami. Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta, berlaku jujur, mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya. Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan mengucapkan kata?kata dusta, memakan harta anak piatu, atau mencemarkan wanita?wanita yang baik Ia minta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukan?Nya. Kami disuruh melakukan shalat dan mengeluarkan zakat. Kami pun membenarkannya. Kami turuti segala yang diperintahkan Allah sehingga yang kami sembah hanya Allah Yang Esa, tidak mempersekutukan?Nya dengan apa dan siapa pun juga. Segala yang diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah, masyarakat kami memusuhi kami, menyiksa kami, dan menghasut kami supaya kami meninggalkan agama kami dan kembali menyembah berhala; supaya kamimembenarkan segala keburukan yang pernah kami lakukan dahulu. Oleh karena mereka memaksa, menganiaya, menekan, dan menghalang?halangi kami dari agama kami, maka kami pun keluar ke negeri tuan ini. Tuan jugalah yang menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan di sini takkan ada penganiayaan.”

Raja Najasyi ketika itu adalah seorang Nasrani yang taat. Oleh karena itu, ketika ia mendengar pernyataan dari utusan Quraisy bahwa Nabi Muhammad Saw. menyampaikan ajaran yang merendahkan Nabi Isa dan ibunya, maka ia segera ingin memperoleh penjelasan dari rombongan pengungsi Muslim tentang hal yang sebenarnya terjadi. Sang Raja pun
bertanya:

“Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang dapat tuan?tuan bacakan kepada kami?”

“Ya”, jawab Ja’far; lalu ia membacakan Surah Mariam dari ayat pertama sampai pada firman Allah:

“Lalu ia memberi isyarat menunjuk kepadanya. Kata mereka, ‘Bagaimana kami akan bicara dengan anak yang masih dalam buaian? ‘Dia (Isa) berkata, “Aku adalah hamba Allah, diberi?Nya aku Kitab dan dijadikan?Nya aku seorang Nabi. Dijadikan?Nya aku pembawa berkah dimana saja aku berada, dan dipesankan-Nya kepadaku melakukan shalat dan zakat selama hidupku. Dan berbaktilah aku kepada ibuku, bukan dijadikan?Nya aku orang congkak yang celaka. Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan, tatkala aku mati, dan tatkata aku dihidupkan kembali.” (Qs. Mariam, 19: 29-33)

Setelah mendengar bahwa keterangan itu membenarkan apa yang tersebut dalam Injil; pemuka?pemuka istana itu terkejut. “Kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata?kata Yesus Kristus,” kata mereka. Najasyi lalu berkata,“Kata kata ini dan yang dibawa oleh Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan tuan para utusan Quraisy, pergilah. Kami takkan menyerahkan mereka kepada tuan tuan!”

Keesokan harinya Amr bin ‘Ash sebagai utusan Quraisy kembali menghadap Raja dengan mengatakan bahwa kaum Muslimin mengeluarkan tuduhan yang luar biasa terhadap Isa anak Mariam. Panggillah mereka dan tanyakan apa yang mereka katakan itu.”

Setelah mereka datang, Ja’far berkata,“Tentang dia, pendapat kami seperti yang dikatakan Nabi kami: “Dia adalah hamba Allah dan Utusan Nya, Ruh Nya, dan Firman Nya yang disampaikan kepada Perawan Mariam.” Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di tanah. Dan dengan gembira sekali baginda berkata,

“Antara agama tuan tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini.”

Setelah keterangan dari kedua belah pihak itu didengarnya, ternyatalah oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui Isa, mengenal adanya Kristen, dan menyembah Allah.

Di zaman yang dikatakan modern ini, bahkan sudah dibentuk PBB sebagai lambang kesadaran manusia untuk bersama sama membangun dunia yang beradab, apakah ada negeri dan penguasa yang berkepribadian seperti Raja Najasyi ?. Adakah sekarang ini sebuah negeri yang berani melindungi ulama dan umat Islam dari fitnah kaum Quraisy modern, Abu Jahal dan Abu Lahab gaya abad teknologi? Adakah masih tersisa sedikit keramahan dan kelembutan yang ditunjukkan oleh PBB sekarang terhadap kekejian, kekejaman, kenistaan, kezhaliman yang ditimpakan oleh kaum Quraisy modern terhadap kaum Muslim dan ulamanya? Jika ternyata tidak ada, dan hingga sekarang belum terbukti ada, maka sungguh para penguasa di belahan dunia mana pun, apa pun ideologi dan agamanya wajib belajar dan bercermin kepada moral dan kepribadian Raja Najasyi tersebut.

Tayangan sejarah 1500 tahun yang lalu harus menjadi pijakan kita untuk membangun peradaban yang lebih ramah dan manusiawi. Tokoh besar Kristen pada zaman itu mengakui bahwa mata air Islam memancar dari sumber yang sama dengan mata air yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa ‘Alaihi Salam. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Raja Najasyi untuk mengusir rombongan pengungsi Muslim dari negerinya karena perbedaan agama. Adakah dunia Kristen sekarang, terutama negara-negara Barat yang menjadi markas umat Kristen, berani bersikap gentle, jujur, adil, dan tidak memihak dalam menghadapi kaum Muslim?

Apa kiranya kerugian yang akan diderita oleh kemanusiaan dan peradaban manakala kaum Muslim diperlakukan secara adil oleh kaum Non-Muslim seperti yang telah diperbuat oleh Raja Najasyi 15 abad yang lalu? Bukankah segala tuntutan yang diinginkan oleh kemanusiaan dan dunia beradab telah dipenuhi oleh ajaran Islam sebagaimana dikatakan juru bicara Muslim, Ja’far bin Abi Thalib di atas, yaitu: tidak berdusta, berlaku jujur, meneguhkan hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, bertetangga baik, menghentikan pertumpahan darah, meninggalkan segala bentuk kejahatan, melindungi harta anak yatim, berkata-kata baik, menghormati martabat wanita, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, menjauhi perzinahan, tidak memakan harta orang lain dengan cara aniaya, dan hanya menyembah Allah Tuhan Yang Esa? Manakah yang tercela dari seruan dan ajakan itu? Akan tetapi, mengapa kaum Quraisy geram, marah, dendam, dan kesumat menghadapi seruan yang menjadi landasan membangun kemanusian dan peradaban yang mulia? Apakah dunia modern sekarang masih terus menerus mewarisai watak dan karakter jahiliyah Quraisy untuk
memusuhi Islam dan kaum Muslim?

Peristiwa sejarah ini demikian mengharukan dan sangat monumental dalam hal penegakan hak asasi manusia. Mereka yang kuat melindungi yang lemah, yang mampu menolong yang memerlukan, dan tidak terhalang oleh perbedaan agama, etnis, maupun suku bangsa. Patutlah hal ini menjadi renungan para tokoh agama, terutama oleh negara super power AS, PBB, badan-badan dunia lain, dan segenap penguasa di belahan dunia manapun.

2. Klarifikasi Fakta Sejarah

Sikap Raja Najasyi demikian simpatik, jauh berbeda dengan sikap penguasa-penguasa dunia modern seperti: Presiden AS, George Walker Bush, PM. Australia John Howard, PM. Inggris Tony Blair, PM. Prancis Chirac dll. ketika memperlakukan minoritas Muslim di negeri mereka. Faktanya, diskriminasi dan penindasan lebih banyak ditujukan kepada “teroris Islam” yang sebenarnya melakukan perlawanan terhadap berbagai penindasan pihak lain. Misalnya, perlakuan AS terhadap gerakan Hamas di Palestina, yang dicap teroris dan karena itu AS aktif memburu aktivisnya, pembekuan aset-asetnya. Perburuan terhadap pejuang Muslim Moro, Kahsmir, Chehnya yang dilakukan atas nama memburu teroris, tanpa melihat akar persoalan dan berbagai penderitaan yang dialami kaum Muslim di bawah penindasan rezim Filipina, India, dan Rusia.

Di Indonesia, hubungan penganut Kristen dan Islam, bagai kisah benturan peradaban yang langgeng dan dilanggengkan. Selama berabad-abad hingga sekarang, Kristen memandang Islam sebagai ancaman terbesar bagi peradaban dan kebudayaannya. Penyebab utamanya, berkaitan dengan konsepsi keyakinan yang berbeda, kemudian perbedaan ini kian tajam ketika konsepsi atau doktrin keyakinan ini dikaitkan dengan masalah ekonomi, politik, dan kebudayaan. Karena itu, selalu ada upaya menyusun berbagai siasat dan strategi untuk menghancurkan dan memporak-porandakan kebudayaan dan peradaban Islam.

Catatan di bawah ini mencoba menggambarkan sikap Kristen yang kokoh, konsisten, tegar, hampir?hampir tanpa kompromi, dan tanpa toleransi. Fakta-fakta ini penting diklarifikasi, khususnya dalam forum SITI ini. Konsistensi sikap dan intoleransi tersebut antara lain dapat dilihat pada berbagai kasus dan fakta sejarah berikut:

1. Masa awal kemerdekaan, ketika penyusunan UUD 1945: Dicoret tujuh kata dalam Mukaddimah UUD 1945 (yang telah diterima bulat pada tanggal 11 dan 16 Juli 1945 oleh Badan Penyidik Usaha?usaha Persiapan Kemerdekaan). Tujuh kata dalam Preambul UUD 1945 yang dicoret tersebut berbunyi: “… dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk?pemeluknya.”

Dengan satu ultimatum dari politikus Kristen: mereka lebih baik memilih berada di luar Republik apabila keinginan mereka (dihapuskannya tujuh kata itu) tidak dipenuhi. Akhirnya, sejarah mencatat Preambul (Mukaddimah) UUD 1945 mengalami perubahan.[6]

2. Dalam sidang Konstituante (1957?1959). Baik dalam Panitia Persiapan Konstitusi maupun dalam perdebatan tentang dasar negara kalangan Kristen dengan gigih menolak apabila Islam dijadikan dasar ideologi negara.

3. Dalam Sidang IV MPRS 1966. Golongan Kristen dengan tegas menolak penafsiran Ketetapan No. XX/MPRS/1966 sebagai ketetapan yang menegaskan bahwa “Piagam Jakarta yang menjiwai UUD 1945 itu identik dengan Pembukaan, sehingga merupakan bagian dari UUD dan berkekuatan hukum.” Menurut mereka, Piagam Jakarta hanya ditempatkan dalam konsideran Dekrit 5 juli 1959, dan bukan dalam diktum atau keputusan Dekrit itu. Jadi, Piagam Jakarta itu sama sekali tidak berkekuatan hukum.

4. Dalam Sidang Istimewa MPRS 1967. Sebelum sidang dimulai ke dalam Badan Pekerja MPRS dimasukkan suatu usul tertulis yang, antara lain mengajukan agar kewajiban melakukan ibadat diwajibkan bagi setiap pemeluk agama, dan bahwa agama resmi adalah agama Islam. Presiden dan Wakil Presiden harus beragama Islam. Usul ini dengan gigih ditolak terutama oleh kalangan Kristen.

5. Dalam Sidang, V MPRS 1968. Golongan Kristen dibantu oleh golongan Nasionalis/ Non-Muslim lainnya menolak rumusan Pembukaan dari Rancangan GBHN yang berisi: “Isi tujuan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dituangkan dalam UUD 1945 yang terdiri dari batang tubuh dilandasi oleh Pancasila serta dijiwai oleh Piagram Jakarta.” Kalangan Kristen menolak rumusan tersebut dengan alasan bahwa kata “dijiwai” menimbulkan arti seolah-olah Piagam Jakarta adalah jiwa sedangkan UUD 1945 itu tubuhnya. Pihak Kristen/Katolik menyatakan, “Secara obyektif, perkataan menjiwai dalam Dekrit itu harus diartikan, bahwa sebagian besar dari Piagam Jakarta kecuali tujuh kata yang dicoret dimasukkan dalam Pembukaan yang diterima pada tanggal 18?8?1945, dan Pembukaan itu adalah jiwa UUD 1945. Tidak ada jiwa yang lain. Kalau dikatakan oleh sementara pihak, bahwa Piagam Jakarta ‘menjiwai’ UUD dan bukan Pembukaan yang menjiwainya, itu dapat menimbulkan arti, bahwa justru tujuh kata yang telah dicoret itulah yang ‘menjiwai’ UUD ’45. Jadi hal itu harus ditolak.”

6. Peristiwa Musyawarah Antar Golongan Agama, 30 November 1967. Musyawarah diikuti oleh wakil-wakil golongan Islam, Katolik-Protestan, Hindu dan Budha. Musyawarah ini diselenggarakan dalam upaya mencari jalan keluar sehubungan dengan terjadinya ketegangan antar umat beragama, khususnya antar umat Islam dan Kristen. Di beberapa daerah telah terjadi kerusuhan?kerusuhan seperti di Ujung Pandang (Oktober 1967), di Meulaboh, Aceh (Juni 1967), dan pengerusakan sekolah Kristen di Palmerah, Slipi, Jakarta Barat.

Musyawarah ini tidak berhasil mencapai rumusan yang diharapkan. Di dalam konsep Pernyataan Bersama yang telah diajukan oleh Menteri Agama, KH. Moh. Dahlan, pihak Kristen menolak satu klausul yang paling menentukan bagi terwujudnya kerukunan umat beragama apabila dapat disepakati. Klausul yang ditolak itu berbunyi:“…Tidak menjadikan umat telah beragama sebagai sasaran penyebaran agama masing-masing.” Klausul ini dicuplik dari pidato Pejabat Presiden Soeharto. Pihak Islam, Hindu dan Budha menyetujui konsep (klausul) tersebut, sementara Kristen (Katolik dan Protestan) berkeras menolak.

Alasan penolakan tersebut, dengan mengutip kitab Injil: “Dan kamu akan menjadi saksi bagiku, baik di Jerussalem, baik di seluruh tanah Judea atau di Samria, sehingga sampai ke ujung bumi.” (Kisah rasul-rasul 1 : 8). ”… pergilah ke seluruh dunia dan maklumkanlah Injil ke seluruh makhluk.” (Markus 16 : 15).

T.B. Simatupang dalam makalah berjudul “Menyampaikan Berita Kesukaan”, yang disampaikan pada Sidang Badan Pekerja Lengkap Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) tahun 1978 di Palangka Raya antara lain menyatakan:

“Mengapa kita harus menyampaikan Berita Kesukaan? Atau dengan perkataan lain: Dari manakah kita memperoleh kepastian itu dalam Alkitab. Waktu kita menghadapi tantangan berhubungan dengan pernyataan ini dalam tahun 1967 (musyawarah antar umat beragama , pen.), maka kita antara lain mendasarkan sikap kita pada I Korintus 9 : 16: “Karena jika aku memberitahukan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, apabila tidak memberitakan Injil.” Tantangan berupa sanggahan atau usaha pembatasan terhadap mandat tadi dari luar, dan juga adanya pandangan-pandangan di kalangan kita sendiri yang hanya melihat segi-segi tertentu saja dari mandat itu, mendorong kita sekarang ini untuk mengadakan perenungan ulang yang lebih mendalam dan lebih menyeluruh mengenai pertanyaan mengapa kita menyampaikan Berita
Kesukaan.”

7. TAP MPRS No. XX/WRS/1966. Konferensi Nasional Gereja dan Masyarakat yang diselenggarakan di Salatiga dari tanggal 19?29 Juni 1967 disponsori Dewan Gereja?gereja di Indonesia, sekarang PGI, telah memberikan Penilaian terhadap TAP MPRS No. XX/ MPRS/1966. Konferensi menilai bahwa, “Menurut Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/ 1966 beserta lampirannya juncto Ketetapan MPRS No. X/WRS/1966, Pancasila merupakan sumber daripada segala sumber hukum. Iman Kristen tak dapat menerima pandangan itu. Yang merupakan sumber daripada segala sumber hukum adalah tidak lain daripada Tuhan Yang Maha Esa, yang kita kenal dalam Yesus Kristus. Dia jugalah sumber dari Pancasila.”

8. Rancangan Undang?undang Perkawinan untuk Ummat Islam (1976). RUU ini mirip dengan RUU (Rancangan Undang-Undang) Peradilan Agama, 1989, yang jelas?jelas didasarkan pada kaidah?kaidah hukum Islam (syari’at). RUU Pernikahan untuk umat Islam ini ditolak dengan sengit, terutama oleh kalangan Kristen. Puncaknya berupa aksi `walk out’ wakil?wakil Katolik di DPR, dipelopori oleh Da Costa dan Hary Tjan Silalahi.[7]

9. Rancangan Undang?undang Perkawinan (1973). RUU ini dinilai kalangan Islam sebagai salah satu RUU yang tidak dipersiapkan secara cermat. Sangat banyak pasal?pasal dalam RUU tersebut yang bertentangan dengan Syari’at Islam sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk. Sikap kalangan Kristen justru gigih membela RUU ini dan dalam tahap-tahap pembahasan di DPR sikap mereka cukup mempersulit RUU ini menjadi Undang-Undang, sehingga mengundang campur tangan Pangkopkamtib (jenderal Soemitro). Akhirnya melalui pembahasan yang alot dan demonstrasi generasi muda Islam, RUU ini kemudian disahkan menjadi Undang?undang setelah melalui perubahan yang cukup signifikan (UU No. 1 Tahun 1974). Meskipun dalam pandangan kalangan para ahli hukum Islam UU Perkawinan ini masih memiliki kelemahan?kelemahan (cacat).

10. Surat Keputusan Menteri Agama No. 70 Tahun 1978 Tentang Penyiaran Agama. Dalam SK Menteri Agama tertanggal 1 Agustus 1978 itu antara lain dicantumkan: Penyiaran agama tidak dibenarkan:

a. Ditujukan terhadap orang dan atau orang?orang yang telah memeluk suatu agama lain.

b. Dilakukan dengan menggunakan bujukan/pemberian materil, uang, pakaian, makanan/minuman, obat-obatan dan lain-lain, agar supaya orang tertarik untuk memeluk sesuatu agama.

c. Dilakukan dengan cara?cara penyebaran pamflet, buletin, majalah, buku?buku dan sebagainya di daerah-daerah atau di rumah?rumah kediaman umat/ orang yang beragama lain.

d. Dilakukan dengan cara?cara masuk-keluar dari rumah ke rumah orang yang telah memeluk agama lain dengan dalih apapun.

Surat Keputusan ini baik oleh pihak Katolik maupun Protestan ditolak secara tegas. SK ini oleh mereka dinilai bertentangan dengan UUD 1945, kebebasan beragama, dan hak-hak asasi manusia.

11. S.K. Menteri Agama No. 77 Th. 1978 tentang Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga keagamaan di Indonesia. Sama dengan penilaian mereka terhadap SK Menteri Agama No. 70 Tahun 1978, SK ini pun ditolak kalangan Kristen dengan tegas. Untuk kedua SK Menteri Agama (Alamsyah) ini Badan Pekerja Harian Dewan Gereja?gereja di Indonesia (DGI) dan Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI), ketika itu membentuk satu tim yang membuat kertas telaah (study paper) yang berisi sanggahan terhadap kedua SK Menteri Agama.
Ketegasan sikap menolak kedua SK Menteri Agama tersebut antara lain dilukiskan dalam satu bagian dari study paper, berbunyi: “Hal?hal yang diputuskan sekarang ini akan mempunyai pengaruhnya dalam tahun?tahun dan puluhan tahun yang akan datang. Dalam kesadaran itulah tinjauan ini dengan segala kelemahan dan kekurangannya dipersembahkan, dengan ajakan: ‘Karena itu, saudaraku?saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan Jerih payahmu tidak sia?sia’

12. Undang?undang, Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 Th. 1986 berkenaan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 1989), mengenai Penjelasan Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi: “Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.”

Penjelasan ini dengan sangat gigih ditolak oleh kalangan Kristen. Dan mereka meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar lebih dirinci lagi dalam Peraturan Pelaksanaan.

Pada tahun 1990, Peraturan Pelaksanaan UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) dikeluarkan Pemerintah dan sejauh itu tak satu pun dari PP UU Sistem Pendidikan Nasional itu yang bertentangan dengan materi undang-undangnya.

Namun mereka berhasil mempengaruhi pejabat?pejabat tertentu yang berwenang, sehingga terjadi berbagai penyimpangan penafsiran.

Bulan Oktober 1990, Komisi IX DPR telah mengadakan rapat kerja dengan Mendikbud, Fuad Hasan. Dalam rapat tersebut telah terjadi selisih pendapat tentang kewajiban sekolah dan hak siswa menerima pelajaran agama, berkenaan dengan pasal 16 PP 28/1990 dari UU No. 2/1969 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal-pasal itu disebutkan bahwa: “siswa berhak memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya.” Dengan demikian dapat diartikan bahwa seorang siswa penganut agama lain di lingkungan sekolah yang berciri khas keagamaan tertentu akan memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang, dianut siswa bersangkutan.

Dalam kesempatan rapat kerja tersebut Mendikbud Fuad Hassan memberikan penegasan bahwa sekolah yang berciri khas keagamaan tidak berkewajiban menyelenggarakan pendidikan agama lain, di luar ciri khas keagamaan yang dianutnya. Ini berarti, sekolah yang sejak semula telah menyatakan diri berciri khas keagamaan tertentu, hanya berkewajiban menyediakan pendidikan agama yang sesuai dengan ciri sekolah tersebut.
Hal ini jelas-jelas merupakan penafsiran yang keliru bertentangan dengan materi undang?undangnya khususnya pasal­ 28 ayat 2 yang penjelasannya berbunyi: “Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan,” dan pasal 39 UU No. 2/1989, pasal 16 PP 28/1990, serta pasal 17 PP 29/ 1990 yang dengan tegas menyebutkan,”hak siswa untuk memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya.”

Dan bunyi pasal 7 UU No. 2/1989 sama sekali tidak mengandung pertentangan (perbedaan) dengan penjelasan yang dijadikan sumber pandangan oleh Mendikbud. Lebih?lebih apabila dihubungkan dengan pasal 39 UU No. 2/1989 tersebut.

Sikap kalangan Kristen lebih mencerminkan sikap menghindari dari kewajiban mematuhi UU tentang sistem Pendidikan Nasional dengan cara menyalahtafsirkan pengertian yang sesungguhnya sangat jelas dan seharusnya. Hal ini menimbulkan konsekuensi yakni anak didik (siswa) yang beragama Islam yang berada di sekolah?sekolah Kristen tidak saja akan tidak memperoleh hak-haknya mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya, (sesuai dengan tuntutan undang?undang), bahkan berpeluang untuk dimurtadkan melalui proses pendidikan yang dilaluinya karena keharusan mengikuti pendidikan agama yang “tidak sesuai dengan agama yang dianutnya sebagai anak didik”.

Hal ini menjadi sangat mengkhawatirkan apabila dihubungkan dengan tujuan sekolah?sekolah Kristen (Katolik) sebagaimana dicantumkan dalam Surat Kongregasi Pendidikan Katolik tentang Sekolah Katolik, S.K.n.45, S.K.n.49, sebagai berikut:

“… membangun manusia seutuhnya, karena di dalam Kristus, Manusia Sempurna, semua nilai manusia dipenuhi dan disatukan. Di sinilah letak ciri khas Katolik dari sekolah” (Surat Kongregasi Pendidikan Katolik tentang Sekolah Katolik, S.K.n.35).

“Sekolah Katolik mempunyai tugas khusus membentuk murid-muridnya menjadi Kristus seutuhnya, dan tugas itu mempunyai arti istimewa sekarang, karena keluarga dan masyarakat tidak memadai.” (S.K.n.45).

“Sekolah Katolik harus membentuk murid?muridnya menjadi pribadi?pribadi yang tangguh. Untuk dapat mencapai tujuan pengajaran Injil benar?benar merupakan unsur dasar dalam proses pendidikan karena membantu murid mampu memilih secara sadar penghayatan cara bidup yang bertanggung jawab.” (SK.n.49).

13. Reaksi keras terhadap RUU Peradilan Agama. Belum pernah kalangan Kristen begitu keras, terbuka, bersatu, seperti ketika menentang Rancangan Undang?Undang Peradilan Agama (Islam) yang dianggap akan sangat menguntungkan golongan Islam. Sehingga untuk itu mereka tidak segan?segan menyebarkan fitnah, memutarbalikkan fakta?fakta sejarah, memberikan penafsiran yang keliru terhadap berbagai perangkat perundang?undangan, GBHN, TAP?TAP MPR, Wawasan Nusantara, dan Pancasila.

Lebih jauh, berbagai tuduhan ditujukan ke alamat RUUPA. Tuduhan bahwa RUUPA bertentangan dengan Pancasila, bertentangan dengan UUD ’45, dan bertentangan dengan Wawasan Nusantara. Lebih jauh lagi dituduhkan bahwa RUUPA merupakan tahapan menuju negara Islam, bahkan menghubung?hubungkannya dengan usaha DI/TII, kegagalan Konstituante, lebih lanjut mereka mempertanyakan apakah RUUPA ini ada tidak hubungan dengan usaha kelompok ekstrim kanan atau hasil kompromi?

Bagi golongan Islam tuduhan-tuduhan di atas teramat serius. Lebih lanjut Pater Wijoyo (Florentinus, Subroto Wijoyo, seorang militan, dari ordo Serikat Jesuit) menyerang RUUPA sebagai sesuatu yang datang dari seberang.

“Di sini dapat ditanyakan mengapa Hukum Adat bukan sebagai alternatif? Belum ada penjelasan dari Pemerintah mengapa Hukum Adat ditolak atau tidak dipakai. Justru Hukum Adat berasal dari pribumi Indonesia sendiri sebagai halnya Pancasila, UUPA mengambil dari “seberang.” Kemudian dia mempertanyakan, “apakah kita semua ingin berbudaya dan beradat asing berselubung agama?” [8]

Dari rangkaian fakta sejarah ini, baik prilaku maupun sikap politik kalangan Kristen telah membentuk Citra Orang Kristen yang kurang bersahabat di Mata Orang Islam Indonesia. Dan ini bagian dari ‘trauma’ sejarah yang sulit dihapuskan. Ini semua, pada gilirannya, semakin meneguhkan keyakinan orang-orang Islam terhadap kebenaran ayat Qur’an yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu, karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya.” (Qs. Ali Imran, 3:118).

Persoalannya kemudian, apakah sikap golongan Kristen Politik ini merupakan representasi dari sikap umat Kristiani secara keseluruhan sebagai implementasi ajaran Kristen yang dipahaminya dari Kitab Injil. Atau sekadar manuver politik yang tidak mencerminkan ajaran Kristen yang sebenarnya?

B. GAGASAN DAMAI: Agama Sebagai Tertuduh

Keperihatinan terhadap konflik antar umat beragama di negeri ini telah memunculkan berbagai gagasan dan cara pandang terhadap agama, untuk tujuan perdamaian. Pandangan yang berkembang mengatakan, apa yang dikatakan baik oleh suatu agama, mestilah diterima sebagai suatu kebaikan pula oleh umat beragama lainnya. Atau, semua agama itu baik, karena itu tidak boleh ada umat beragama yang merasa agamanya paling benar.
Wacana terhadap agama dengan memposisikannya sebagai sumber konflik telah emunculkan sikap hipokrit dan sinkretisme di kalangan pemeluk agama, yang pada akhirnya muncul aliran ‘agama kemanusiaan’ yang mengabaikan perbedaan konsepsi di antara agama-agama. Bahkan ada yang membagi doktrin agama menjadi pluralis dan non pluralis. Atau memandang semua agama sama benarnya, sebagai jalan yang sah untuk menuju kepada Tuhan, sekalipun dengan cara meninggalkan prinsip ajaran agamanya sendiri.

Berbagai pandangan ini dapat dikelompokkan antara lain: Pertama, provokasi kelompok anti agama: Mereka bersikap alergi kepada agama sehingga memunculkan upaya peminggiran peran agama dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara (memisahkan agama dari kehidupan sosial kenegaraan). Agama dianggap sebagai sumber konflik, dan penghancur peradaban sehingga agama harus disingkirkan, dan sebaiknya dunia bebas dari campur tangan agama, bebas berbuat apa saja tanpa terikat norma-norma agama.

Kedua, upaya penyamaan semua agama. Munculnya gagasan ini, karena salah paham terhadap agama. Mereka menganggap bahwa perbedaan konsepsi agama adalah sumber konflik antar umat manusia, maka dimunculkanlah wacana pluralisme agama. Sulit dipahami, mewakili siapa dan agama apa, gagasan penyamaan semua agama ini. Tetapi, benarkah agama menjadi penyebab sebagian besar konflik antara umat manusia? Sebagian dari konflik memang dipicu oleh perbedaan keyakinan agama, seperti yang terjadi pada konflik Protestan-Katolik di Eropa. Tetapi

tidak semua konflik antar umat beragama dipicu oleh faktor agama atau menggunakan nama agama. Perang Dunia I dan II, juga perang dingin tidaklah dipicu faktor agama. Terjadinya konflik antar umat manusia bisa dipicu oleh masalah apa saja: kepentingan ekonomi, perebutan batas wilayah, penjajahan, faktor etnis, terorisme negara, bahkan perebutan
wanita atau harta.

Berbagai konflik yang terjadi di negeri kita, tidaklah murni disebabkan semata-mata faktor perbedaan agama. Konflik Islam-Kristen di Rengasdengklok, Situbondo, Tasikmalaya, Maluku, pembakaran kompleks Kristen Doulos di Cipasung, dan sebagainya, agama bukan menjadi penyebab konflik, melainkan terkait dengan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, penyebaran agama, pembangunan rumah ibadah, dan yang paling baru adalah penerbitan Al Qur’an yang cover bagian dalamnya berlapiskan kertas bertuliskan “Yesus Kristus” di Sumatera Barat, pada sampul kulit tertulis,”Ajaran Kristiani” yang dicetak PT. Madu Jaya Maqbul.[9]

Apabila kita cermati, konflik Islam-Kristen di Indonesia, justru meningkat di masa Orde Baru, di saat negara mulai mempromosikan gagasan sekularisasi dan menekan wacana ideologi dan keagamaan. Lihat data-data kerusakan gereja yang dipublikasikan oleh Forum Komunikasi Kristiani Surabaya (FKKS) dan Forum Komunikasi Kristiani Indonesia (FKKI) Beginilah Kemerdekaan Kita, 1997.

Di zaman DI/TII, Kristen tidak pernah dijadikan sasaran perang. Demikian pula di Aceh, orang Kristen tidak dijadikan obyek penyerangan.

Ketiga, agama sebagai solusi. Alasan yang paling keras disuarakan untuk menolak pemberlakuan syari’at agama (Islam), adalah persoalan minoritas Non-Muslim. Penduduk NKRI terdiri dari multi agama dan multi etnis. Pemberlakuan syari’at Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bisa mengancam persatuan dan menjadi penyebab disintegrasi dan konflik SARA.

Kekhawatiran Non-Muslim seperti ini pernah diungkapkan secara terbuka dan terus terang oleh seorang cendekiawaan Kristen, Th. Sumartana. “Bagi umat Non-Muslim, katanya, kesangsian dan ketakutan utama mereka terhadap pemberlakuan syari’ah Islam adalah manakala status kewarganegaraan mereka tereduksi menjadi sekadar “para penumpang” atau “para tamu”, bahkan lebih ngeri lagi kalau dianggap sebagai “orang asing” di negeri sendiri. Mereka ingin diakui dan diterima sebagai sesama warga negara yang setara dengan warga negara yang lain, karena mereka juga merasa memiliki andil dalam pendirian republik ini.”

Th. Sumartana sendiri tidak mengkhawatirkan nasib minoritas Non-Muslim. Dia sendiri yang menyarankan -dan saya kira kita sepakat dengan sarannya itu- dengan mengatakan bahwa, “kesangsian dan ketakutan itu bisa hilang jikalau negara tetap difungsikan selaku sarana untuk mewujudkan agenda bersama untuk mencapai kemakmuran, demokrasi, keadilan, dan hak-hak asasi manusia benar-benar bisa ditegakkan”. Sepanjang hal ini dilakukan, katanya lagi, saya kira golongan non muslim tidak perlu nervous dan khawatir, tapi harus tetap bersikap rasional dan terbuka.” Dalam semangat kebebasan dan toleransi, mendiang Dr. Th. Sumartana, SH menunjukkan dukungan positif dan menganggap pemberlakuan syari’at Islam sebagai salah satu alternatif. [10]

Th. Sumartana mengusulkan tiga hal dalam proses formalisasi syari’ah Islam secara transparan, terbuka, damai dan demokratis. Pertama, dukungan masyarakat terhadap konsep dan aspirasi yang hendak diberlakukan benar-benar memiliki kualitas yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, menyangkut soal kesepakatan dari pilar-pilar pendukungnya dari kalangan umat Islam sendiri. Ketiga, wacana publik yang benar-benar terbuka, menyertakan terutama umat non-muslim dalam segala tingkatan, daerah dan nominasi juga penyertaan dari kalangan yang mewakili kaum perempuan di masyarakat. Dengan demikian diharapkan warga Non-Muslim dan kaum perempuan tidak lagi merasa tereduksi kewarganegaraannya menjadi warga kelas dua atau warga pendatang dan menjadi orang asing di negeri sendiri tatkala syariat Islam diberlakukan pada tataran negara.”

Penutup

Akhirnya, apakah para tokoh agama, bersedia mempelopori untuk mengikuti sistem hidup yang diatur oleh ajaran agama? Bersediakah kita tunduk dan berserah diri di bawah kekuasaan Tuhan universal, Allah Swt., dan mengikuti petunjuk Nabi-nabi utusan Allah?

Kita berharap program SITI ini merupakan awal yang baik, terutama bagi penganut Kristen dan umat Islam di Indonesia dalam upaya menciptakan perdamaian, serta meredam kecurigaan di antara sesama umat beragama. Program ini akan bermanfaat, manakala kebersamaan dan sikap saling menghargai ditopang dengan kejujuran, dan tidak dinodai
oleh misi-misi terselubung yang bisa dianggap ‘menghina dan memusuhi’ umat beragama lain. Godaan untuk berpindah agama, harus kita sadari bersama, sesungguhnya termasuk di dalam misi terselubung itu.

Segala harapan baik, semoga menjadi kenyataan dengan pertolongan Allah; dan saya berlindung kepada-Nya dari segala bisikan jahat yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam lembah kesesatan. (Hidayatullah.com)

Catatan Kaki

[1] Hardiman, Budi F., Refleksi Sosial: Menuju Masyarakat Komunikatif, Pen. Kanisius, 1993, hal. xxii.

[2] Islam Unveiled (Islam Ditelanjangi), Robert Spencer, Pen. Paramadina, September 2003.

[3] When Religion Becomes Evil (Kala Agama Jadi Bencana), Charles Kimbal, Pen. Mizan, Desember 2003.

[4] Harian Republika, 7 Juli 2004.

[5] Lihat Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir.

[6] Sampai tahun 1984, tokoh yang meminta opsir Jepang untuk penghapusan tujuh kata itu masih misterius. Barulah diketahui, setelah Cornell University, AS, mempublikasikan sebuah buku tentang Indonesia, bahwa tokoh yang dimaksud adalah Sam Ratulangi, yang disebut sebagai an astute Christian Politicion From Manado, North Sulawesi. (Majalah Sabili, edisi khusus “Islam Lawan atau Kawan,” Juli 2004).

[7] Masalah Kawin Campur, yang kini semakin marak di kalangan para artis, pernah ditayangkan SCTV, pertengahan Juli 2004, dalam rubrik Kasak-Kusuk. Mereka menggugat lembaga agama bahkan hukum agama yang melarang adanya kawin campur antar umat beragama, sebagai sesuatu yang sudah usang. Dalam hal ini, baik Islam maupun Kristen melarang adanya kawin campur. “Larangan ini ditunjukkan oleh 4 perbedaan mendasar, yaitu (1) Dalam hukum Islam jika yang beragama Islam adalah pihak wanita, maka hukumnya haram menikah dengan lelaki non-Islam; menurut hukum gereja Katolik perkawinan antara seorang Katolik dengan seorang Muslim bukanlah sakramen (2) Menurut hukum Islam, pria Islam dapat menikahi 4 wanita dan menceraikannya apabila ada alasan yang dibenarkan secara hukum, padahal gereja Katolik tidak pernah menerima poligami dengan alasan apapun dan ijin perceraian hanya dapat diberikan secara amat sulit oleh pemimpin tertinggi gereja. Bila mereka bercerai pria Muslim dapat menikah lagi, sedang wanita Kristen tidak mungkin menikah lagi secara Katolik (3) Menurut hukum Islam, pernikahan dianggap syah apabila menikah secara Islam, dan mengucapkan kalimah syahadat. Menurut hukum gereja seorang Kristen hanya syah menikah secara Kristen (4) Menurut hukum Islam, orang tua Islam harus mendidik anak-anaknya secara Islam dan hukum gereja Katolik menuntut hal yang sama, yaitu menikah secara Katolik.”

(Perkawinan Menurut Islam dan Katolik: Implikasinya dalam Kawin Campur, Dr. AL. Purwa Hadiwardoyo MSF, 1990, Pen. Kanisius Yogyakarta).

[8] Umar, Hussein, “Intoleransi Kaum Nasrani Terhadap Umat Islam”, dalam Adian Husaini, Solusi Damai Islam-Kristen di Indonesia, Pen. Pustaka Da’i, Juli 2003, hal. 9.

[9] Harian Republika, 23 Juni 2004.

[10] Sikapnya itu tertuang dalam sebuah makalah berjudul: “Pemberlakuan Syari’at Islam di Indonesia, Sebuah Telaah Etis Apresiatif.” Makalah ini pernah disosialisasikan di hadapan para pendeta Gereja Kristen Jawa di Gedung Sinode GKJ Salatiga 4 Juni 2001, dan kemudian disampaikan dalam sebuah dialog di UII Jogjakarta.