Arsip untuk 1 Juni 2010

”Setiap penyakit ada obatnya,” begitu bunyi salah satu hadis Rasulullah SAW. Para dokter dan ilmuwan Muslim di era keemasan telah berupaya mencari dan menemukan beragam bentuk pengobatan. Yang menarik, dokter-dokter Muslim di zaman kejayaan peradaban Islam mampu menjadikan makanan sebagai obat.

Menurut Prof Nil Sari dalam tulisannya bertajuk Food as Medicine in Islamic Civilization, dokter Muslim seperti Ibnu Sina (980-1037 M) dan Ibnu al-Baitar telah berhasil menjadikan makanan sebagai obat. Avicena – begitu masyarakat Barat biasa menyubutnya — pada abad ke-11 M sudah menulis manuskrip tentang diet dan makanan sebagai obat.

Sang dokter memasukan resep makanan yang berkhasiat sebagai obat itu dalam ilmu kedokteran. “Dalam salah satu risalahnya, Ibnu isna menetapkan enam aturan hidup sehat, salh satunya menyatakan bahwa makanan berfungsi obat , melalui diet seimbang,” ungkap Prof Nil Sari, keepala Departemen Sejarah dan Etika Pengobatan dari Universitas Istanbul, Turki.

Para dokter Muslim di era keemasan telah menerapkan diet kepada para pasiennya. Makanan telah menjadi bagian terpenting dalam pengobatan, bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. “Mengatur pola makan merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu pengobatan,” papar Prof Nil Sari.

Ilmuwan dan dokter Muslim al-Razi juga menekankan pentingnya penyembuhan penyakit melalui pola makan. “Jika kamu dapat menyembuhkan seseorang dengan diet (mengatur pola makan), maka jangan menyarankan pengobatan,” ujar Prof Nil Sari mengutip pernyataan al-Razi.

Pemikiran dan gagasan dari para dokter Muslim terdahulu mengenai fungsi makanan sebagai obat telah diterapkan masyarakat Muslim di era kekuasaan Kekhalifahan Usmani Turki. Menurut Prof Nil Sari, prinsip kesehatan dan nutrisi seimbang dalam pengobatan Turki Usmani didasarkan pada teori “unsur” dan “humours”.

Prof Nil Sari mengungkapkan, tubuh manusia memiliki empat unsuratau sifat, yakni; panas, dingin, basah, dan kering. Selain itu, dalam tubuh manusia juga terdapati empat zat cair atau humours, yakni darah, dahak/lendir, cairan empedu kuning dan cairan empedu hitam.

Berdasarkan teori unsur dan humoural yang ada dalam tubuh manusia, makanan diklasifikan dalam empat jenis. Menurut Prof Nil Sari, makanan dan minuman dapat mempengaruhi keseimbangan humoural. “Makanan dan minuman secara alami membangkitkan darah. Karena penyakit juga terdiri dari panas, dingin, kering dan basah, penyakit bisa dirawat dengan makanan atau pengobatan,” ujarnya.

Makanan dan minuman yang berpengaruh dalam keseimbangan humoral juga diklasifikasikan berdasarkan teori elemen seperti panas, dingin, kering, serta basah. Menurut Prof Nil Sari, penyakit pun terdiri dari empat jenis, yakni panas, dingin, kering dan basah. ”Setiap penyakit ditangani dengan makanan dan obat yang memiliki kualitas yang berlawanan,” paparnya.

Menurut Prof Nil Sari, makanan dingin bisa membentuk dahak, conrohnya, ketimun, labu, serta selada. Makanan dingin menyebabkan kelemahan. Makanan panas, lanjut dia, secara alami membentuk cairan empedu kuning. Makanan panas adalah makanan yang mengandung rempah-rempah dan bumbu, seperti jahe, lada, ketumbar kering, kayu manis, bawang serta bawang putih.

”Sedangkan makanan kering akan membentuk empedu hitam, itu karena sifatnya melankolis,” paparnya. Makanan jenis ini, kata dia, bisa membuat seseorang yang kehilangan nafsu makan dan sembelit. Makanan yang termasuk jenis itu antara lain; padi, kacang-kacangan dan daging kering.

Jenis makanan lainnya adalah makanan basah. Makanan jenis ini memiliki ciri tak terlalu berasa asin, manis, asam atau pahit. Makanan ini dapat mengurangi efek. Mie dan bayam yang dimasak dengan nasi dan daging merupakan contoh makanan basah.

Menurut Prof Nil Sari, makanan juga diklasifikasikan berdasarkan pencernaan, yakni makanan lembut dan makanan Makanan lembut bisa membantu membantu mengusir residu dalam makanan. Mengkonsumsi makanan lembut berfungsi untuk memanaskan darah serta memproduksi cairan empedu kuning.

Makanan seperti ini, lebih banyak terkandung dalam sayuran (terutama lobak dan sawi), kaldu daging, kuning telur, hati, daging domba dan kacang dan sup buncis, burung merpati muda, burung pipit, acarn bawang, bawang putih, acar lobak dengan cuka, acar gula bit dengan sawi.

Prof Nil Sari menambahkan, makanan seperti roti gandum murni, buah yang masak di pohon, serta buah ara matang bisa memberikan kekuatan penuh. Prof Nil juga memaparkan sayuran dan buahan merupakan makanan yang menyembuhkan. Contohnya, buah ara, anggur yang masak penuh dan biji merupakan makanan yang menyembuhkan dalam masalah ilmiah dan bisa dimakan dengan hemat.
Hidangan Ikan dan Burung Sebagai Obat
Pada abad 17 M, seorang penulis asal Turki, Evliya Celebi mengungkapkan ada beberapa jenis daging burung dan ikan yang biasa diberikan kepada pasien di Rumah sakit Fatih Sultan Mehmet Han Mental dan di rumah sakit Bayezid di Edirne. Daging burung dan ikan itu disajikan sebagai obat.

“Makanan lezat dari daging burung disediakan kepada pasien setiap dua kali sehari,” papar Prof Nil sari mengutip pernyataan Evliya Celebi. Beragam jenis daging burung berkhasiat obat yang biasa dihidangkan untuk para pasien itu antara lain; ayam hutan, burung bulbul, burung pipit dan burung dara.

Daging burung itu dimasak dan dihidangkan untuk penderita cacat dan merawat orang sakit. Menurut Prof Nil Sari, daging atau lemak bisa diterapkan untuk obat luka luar dan dalam.Selain itu, daging burung juga bisa digunakan untuk merawat penyakit otot dan sistem kegelisahan serta meningkatkan kejantanan. Masing-masing spesies burung memiliki efek yang berbeda-beda .

Contohnya, daging bebek bisa mengobati suara serak, menghilangkan gas dalam perut, meningkatkan kejantanan, dan menggemukkan dan memperkuat badan, ini juga baik untuk membebaskan perasaan sakit berasal dari lemak. Lemak bebek membersihkan dan mempercantik kulit.

Burung atau unggas kadang dimasak dengan rempah-rempah dan tumbuhan obat. Kaldunya dapat dibuat dari ayam muda, ayam betina atau ayam jantan nutrisi keduanya dalam substansi dan sebuah pengobatan, saat otak, testicles dan kotoran badan sedang diobati. Ayam jantan paling baik ayam yang belum bisa kukuruyuk dan ayam betina paling baik itu yang belum menghasilkan telur.

Tak hanya itu, jenis ikan, seperti goby, turbot, belut, gurame, bass laut, tombak, mullet merah, ikan laut plaice, ikan biru, ikan air tawar, picarel, mullet abu-abu, ikan lidah, two-banded air tawar, bonito, ikan mackerel dan trout, dan juga ikan lumba-lumba bisa digunakan sebagai obat.

Jenis ikan yang paling baik untuk pengobatan adalah mullet merah, goby dan ikan kalajengking. “Ini semua tertuang dalam buku medis dalam era Peradaban Islam. Yakni tentang ikan merupakan makanan yang paling baik, di mana mereka menangkap, bagaimana memasak mereka, dan dengan makanan apa ikan harus dimakan atau tidak,” jelas Nil Sari.

Nil Sari menambahkan sejak ikan memiliki sifat dingin secara alami maka memiliki sifat tenang dengan humours panas dan dengan demikian memiliki efek bermanfaat dalam kasus penyakit alami panas. “Contoh, ikan baik untuk batuk kering, penyakit kuning, kelemahan, disentri dan fissurations. Telur ikan memperbaiki kejantanan dan baik untuk batuk dan disentri,” ujar Prof Nil Sari
(republika online)

Habatussauda adalah biji hitam yang telah dikenal ribuan tahun yang lalu dan digunakan secara luas oleh masyarakat India dan Timur Tengah untuk mengobati berbagai macam penyakit. Nigella Sativa Semen adalah biji dari Nigella Sativa yang dapat mereproduksi dengan sendirinya, di mana biji-biji tersebut sebelumnya berwarna putih kemudian setelah matang akan berwarna hitam (Nigella).

Habbatussauda bermula ditemukan di makam Tutan- khamen di Yunani Kuno dimana pada saat itu raja-raja dikubur bersama-sama dengan Nigella untuk membantu diakhir hidup- nya. Biji habbatussauda mengan- dung 40% minyak constan dan 1,4% minyak aviari, juga mengandung 15 amino acid, protein, calsium, zat besi, sodium dan pottasium. Sedangkan komposisi paling penting adalah: Thymoquinone (TQ), Dithymo- ouinone (DTQ), Thymohydro- quinone (THQ) dan Thymol (THY).
Kalangan medis tadinya menolak keras adanya sebuah herba yang bisa menyembuhkan penyakit. Tapi, ketika ilmuwan muslim melakukan uji klinis dan menyimpulkan hasilnya, mereka baru mengakui kebenarannya tersebut.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Sesungguhnya di dalam Habbatussauda terdapat penyembuh bagi segala macam penyakit, kecuali kematian” {Shohih HR Bukhori, no. 5688; Fathul Baari, X/143; dan Muslim, no. 2215}
Tinjauan secara medis, habbatussauda meningkatkan kekebalan tubuh secara signifikan sehingga mampu melawan penyakit yang diderita tubuh.

Manfaat dan kegunaan Sari kurma

Efektif meningkatkan kadar trombosit bagi penderita demam berdarah (DBD)

Mencegah pengeroposan tulang
Baik untuk pertumbuhan tulang pada anak-anak
Sumber energi bagi olahragawan atau pekerja berat
Sangat baik untuk nutrisi ibu hamil, menyusui dan pada masa perencanaan kehamilan
Mempercepat penyembuha dari sakit
Meningkatkan kadar sel darah dan mencegah anemia
Meningkatkan stamina pria dan wanita
Melancarkan buang air besar
Memudahkan keluarnya dahak
Aman bagi penderita diabetes (bila dikonsumsi tidak berlebihan)
Aman dikonsumsi anak-anak maupun dewasa

Dirangkum dari buku “Resep Obat Ala Nabi” penerbit Pustaka eLBA
Muhammad Sholallahu ‘Alaihi wa Salam dilahirkan di Makkah Al Mukarramah pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 571 M. Tahun tersebut adalah tahun ketika Abrahah Al Habsyi berusaha menghancurkan Ka’bah. Maka Allah menghancurkan Abrahah (dan tentaranya). Hal tersebut disebutkan di dalam surat Al Fiil.

Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdil Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia meninggal sebelum Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Salam dilahirkan. Oleh karena itu beliau dilahirkan dalam keadaan yatim.

Ibu beliau adalah Aminah bintu Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah. Setelah ibunya melahirkan, ia mengirim beliau kepada kakeknya. Ibunya memberikan kabar gembira kepada sang kakek dengan kelahiran cucunya. Maka kakeknya datang dengan menggendong-nya. Sang kakek memasuki Ka’bah bersama beliau. Kakeknya berdoa bagi beliau dan menamai beliau Muhammad.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan (aku) memberikan kabar gembira dengan seorang rasul yang datang sesudahku yang bernama Ahmad (Muhammad).” (QS. Ash Shaff: 6).

Nasab beliau dari sisi ayah adalah: Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin ghalib bin Fihr bin Malik bin AnNadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nazzar bin Ma’ad bin Adnan. Adnan termasuk keturunan Ismail bin Ibrahim ‘Alaihimussallam. Nasab ayah Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam bertemu dengan nasab ibu beliau pada Kilab bin Murrah.

Masa Penyusuan Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam
Di masa itu, orang-orang mulia suku Quraisy mempunyai sebuah kebiasaan untuk menyerahkan anak-anak mereka kepada para ibu susuan yang berasal dari desa (pedalaman). Agar di tahun-tahun pertama kehidupannya sang anak hidup di udara pedalaman yang segar, sehingga badannya menjadi kuat karenanya.

Oleh karena itu Abdul Muthallib mencari ibu susuan bagi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi wa Salam. Ketika itu datanglah wanita-wanita dari bani Sa’ad di Makkah. Mereka mencari anak-anak untuk disusui. Di antara mereka adalah Halimah As Sa’diyyah. Semua wanita itu telah mengambil anak untuk disusui kecuali Halimah. Ia tidak menemukan selain Muhammad. Pada mulanya ia enggan mengambil beliau dikarenakan beliau adalah anak yatim tanpa ayah. Namun ia tidak suka kembali tanpa membawa anak susuan. Akhirnya Halimah mengambil beliau karena tidak ada bayi selain beliau untuk disusui.

Halimah mendapatkan banyak dari barakah Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam selama menyusui beliau. Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam menetap di Bani Sa’ad selama dua tahun, selama masa penyusuan. Kemudian Halimah membawanya ke Makkah. Ia membawanya kepada ibu beliau, Halimah meminta, agar beliau bisa tinggal bersamanya lebih lama lagi.

Kemudian Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi wa Salam mencapai usia lima tahun. Di usia itu terjadi peristiwa pembelahan dada beliau. Jibril datang kepada Muhammad Sholallahu ‘Alaihi wa Salam. Ketika itu beliau tengah bermain-main bersama anak-anak lain. Jibril mengambil beliau kemudian melemparkannya ke tanah. Ia mengambil jantung beliau. Ia mengeluarkan segumpal darah dari jantung tersebut. Kemudian ia berkata: “Ini adalah bagian syaithan dari dirimu.”

Lalu ia mencucinya dalam baskom emas dengan air zam-zam. Kemudian Jibril mengembalikan jantung itu seperti semula. Anas Radhiyallahu’anhu, perawi hadits ini mengatakan: “Sungguh aku telah melihat bekas sobekan di dada beliau.”

Maka kemudian Halimah mengetahui kejadian ini. Ia pun mengkhawatirkan keselamatan beliau. Sehingga ia mengembalikan beliau kepada sang ibu.

Meninggalnya Ibu Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi wa Salam dan Pengasuhan Sang Kakek

Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi wa Salam dikembalikan oleh Halimah. Beliau pun tinggal bersama sang ibu. Ketika beliau mencapai usia enam tahun, Aminah membawanya ke Yatsrib. Mereka menunjungi paman-paman beliau. Mereka adalah saudara Aminah dari Bani An Najjar.

Aminah pergi bersama Ummu Aiman, pengasuh Nabi Sholallahu ‘Alaihi wa Salam. Di perjalanan pulang dari Yatsrib, ibu beliau meninggal. Ia meninggal di suatu tempat yang disebut Al Abwa’. Al Abwa’ berada di antara Makkah dan Madinah. Maka Ummu Aiman kembali ke Makkah bersama beliau. Kemudian beliau diasuh oleh sang kakek Abdul Muthallib.

Sumber: Muqarrar al-Mustawa Ats Tsalits fis Siratin Nabawiyyah—Syu’bah Ta’lim al-Lughah al-’Arabiyyah al-Jami’ah al-Islamiyyah, Madinah

Ibnu Zuhr membahas berbagai penyakit jantung dimulai dengan tawarrum pembengkakan ikhtilaj (deyutan) dan khafakan (debarab). (Berita SuaraMedia)

Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din al-Malaqi, itulah nama lengkap ilmuwan Muslim legendaris yang biasa dipanggil al-Baitar. Ia adalah seorang ahli botani (tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan) pada era kejayaan Islam. Terlahir pada akhir abad ke-12 M di kota Malaga (Spanyol). (Berita SuaraMedia)

Dunia medis mencatat penyakit jantung merupakan menyebab nomor wajhid kematian di belahan dunia. Pada 2002, penyakit jantung telah menyebabkan 17 juta kasus kematian di dunia. Penyakit ini masih tetap menjadi ”mesin pembunuh” yang harus terus diwaspadai.  Pada 2020 mendatang, para ahli memperkirakan, kematian akibat penyakit jantung akan mencapai 20 juta kasus.

Dunia kedokteran Islam telah mengenal dan menguasai penyakit jantung  sejak 900 tahun silam.  Menurut Rabie E Abdel-Halim dan Salah R Elfaqih  dalam karyanya bertajuk  ”Pericardial Pathology 900 Years Ago: A Study and Translations from an Arabic Medical Textbook,” dunia medis Islam di era kekhalifahan sudah menguasai ilmu pengobatan penyakit jantung.

Menurut Abdel-Halim,  dokter Muslim yang sudah mengkaji dan mengasai pengobatan penyakit jantung  di zaman keemasan Islam adalah  Ibnu Zuhr (1091-1161 M). Berdasarkan hasil kajian dari Kitab al-Taysir, karya dokter Muslim legendaris  dari Andalusia itu, para sejarawan sains menemukan fakta bahwa  Ibnu Zuhr sudah menguasai pengobatan pericarditis.

Pericarditis  merupakan penyakit peradangan pada pericardium (kantong yang mengelilingi jantung). Pericarditis dapat menyebabkan cairan menumpuk di dalam pericardium dan menekan jantung, membatasi kemampuan jantung untuk mengisi dan memompa darah.

Ibnu Zuhr membahas dan mengkaji pengobatan tentang pericarditis dalam kitab berbahasa Arab yang berjudul Kitab al-Taysir fi al-Mudawat wal Tadbir. Kitab itu  terdiri dari dua volume dalam satu edisi.  Kajian tentang pericarditis dikupas sang dokter dalam bab khusus bertajuk Dhikru amradh al-qalb.

Dalam kitab itu, Ibnu Zuhr telah menyebutkan adanya fenomena penumpukan cairan yang membuat kemampuan jantung menjadi terbatas. Ibnu Zuhr menyebut cairan itu sebagai Dhikru al-Ruttubah allati Ta’ridd fi Ghisha al-Qalb.

Dalam kitab kedokterannya, Ibnu Zuhr meletakkan pembahasan penyakit jantung, setelah penyakit paru-paru dan sebelum penyakit hati. Menurut Abdel-Halim dan Elfaqih,  Ibnu Zuhr membuka kajiannya tentang penyakit jantung dengan sebuah pernyataaan, “Penyakit jantung dapat menyebabkan organ-organ lain menderita.”

Ibnu Zuhr membahas berbagai penyakit jantung dimulai dengan tawarrum (pembengkakan), ikhtilaj (deyutan) dan khafaqan (debaran).  Sang dokter membahas ketiganya  dalam judul yang terpisah. Setelah membahas ketiga masalah jantung itu, Ibnu Zuhr lalu membahas tentang pericarditis.

“Pembahasan mengenai pericarditis merupakan karya tertua dari empat manuskrip yang ditulisnya,” ujar Abdel-Halim. Hal itu juga dibahas oleh Al-Khoori M dalam karyanya Kitab Al-Taysir Fi Al-Mudawat wa-‘l-Tadbir by Marwan Ibn Zuhr.

Menurut Halim dan Elfaqih,  masalah pericarditis diterjemahkan dari halaman 183 dan 184 dari Kitab al-Taysir.  Berikut penjelasan Ibnu Zuhr tentang pericarditis, ”Kumpulan cairan dapat menutupi jantung: Di jantung, dapat terjadi penumpukan cairan yang mirip urine. Cairan itu ditemukan menutupi jantung. Kejadian ini bisa menyebabkan kematian pada pasien.”

Ibnu Zuhr menuturkan, perawatan terhadap kondisi itu belum pernah dijelaskan dokter mana pun sebelumnya, termasuk Galen. Ia lalu mencari solusi untuk mengobati penyakit pericarditis itu dengan caranya sendiri. ”Pengobatan aromatik dengan cairan, tonik dan pelembab berkualitas, mungkin bermanfaat,” tutur Ibnu Zuhr.

Selain itu, Ibnu Zuhr juga menawarkan pengobatan lainnya dengan memakan apel atau minum susu segar yang diperoleh dari kambing muda serta mandi dengan air yang hangat. Ia juga menawarkan pengobatan dengan menggunakan sirup “Rayhan”  atau sirup dari  Cendana. Sang dokter juga menginstruksikan pasiennya untuk secara teratur menghirup aroma segar.

”Jika dokter menunda (perawatan) bahkan untuk waktu yang singkat, pasien akan mati karena jantung merupakan salah satu organ vital,” tuturnya. Sejatinya,  Ibnu Zuhr tidak hanya menjelaskan jenis-jenis pericarditis yang serius, namun juga secara akurat memotret temuannya mengenai penyakit dalam fibrinous pericarditis.

Menurut DeBono DP dalam karyanya berjudul Diseases of the Cardiovascular System,” penjelasan Ibnu Zuhr tentang cairan yang menutup pericardium seperti ”air urine”  sangat sesuai dengan temuan kedokteran modern.  “Ini, juga, menunjukkan bahwa ia telah melihat dan mengamati kumpulan  cairan yang belum pernah diperoleh kecuali oleh pericardiocentesis atau bedah mayat.”

Ibnu Zuhr tampaknya telah melakukan bedah jantung, karena mampu menjelaskan tentang  “zat padat yang terkumpul di dalam jantung yang menutupi lapisan atas dari lapisan membran”.  Abdel-Halim dalam karyanya berjudul Pediatric Urology 1000 Years Ago mengungkapkan,  Kitab al-Taysir Ibnu Zuhr mengikuti skema al-Razi (Rhazes, 841-926 M) dalam mengklasifikasi penyakit menurut organ terpengaruh.

Setiap bab dimulai dengan definisi kolektif dan klasifikasi utama penyakit yang diikuti dengan ringkasan  dari organ yang normal dan abnormal, menganalisis struktur asal dari gangguan penyakit. kemudian membahas gambar klinis, diferensial diagnosa dan prognosa.

“Selain itu, ia mengkritisi tinjauan pandangan orang dahulu dari pengalamannya sendiri,” jelas Neuburger M dalam karyanya History of Medicine.  Dalam penjelasannya,  Ibnu Zuhr menyatakan bahwa jantung merupakan sebuah organ vital yang  pokok dan utama.  Dunia Islam telah menyumbangkan begitu banyak penemuan bagi dunia kedokteran modern.

Jejak Hidup Sang Dokter

Abu Marwan Abdal-Malik Ibnu Zuhr. Itulah nama lengkap Avenzoar atau Ibnu Zuhr yang terlahir di Seville, Spanyol, pada tahun 1091 M. Dia dikenal sebagai dokter, apoteker, ahli bedah, sarjana Islam, dan seorang guru. Beberapa sejarawan menyebut Ibnu Zuhr sebagai orang Yahudi, namun Bapak Sejarah Sains, George Sarton memastikan bahwa sang dokter adalah seorang Muslim.

Ia menimba ilmu kedokteran di Universitas Cordoba. Ibnu Zuhr merupakan keturunan dari keluarga Bani Zuhr yang melahirkan lima generasi dokter, termasuk dua di antaranya wanita. Ibnu Zuhrpertama kali belajar praktik kedokteran dari ayahnya bernama Abu’l-Ala Zuhr (wafat tahun 1131 M). Kakeknya juga adalah seorang dokter yang termasyhur di Andalusia.

Setelah merampungkan studinya, sastra, hukum, dan doktrin, Ibnu Zuhr mulai mendalami ilmu kedokteran secara khusus, Ibnu Zuhr lalu mendedikasikan dirinya untuk penguasa Dinasti Al- Murabitunpenguasa Spanyol Islam setelah padamnya Kekhalifah an Umayyah. Hubungannya dengan penguasa Dinasti Murabitun memburuk ketika Ali Ibnu Yussuf Ibnu Tachfine berkuasa.

Ibnu Zuhr lalu dipenjara selama 10 tahun di Marrakech. Setelah kekuasaan dinasti itu berakhir, Ibnu Zuhr kembali ke Andalusia dan mengabdi pada Abd al-Mu’minpenguasa pertama Dinasti Al-Muwahidun. Ia adalah teman, murid, dan guru seorang dokter serta filsuf terkemuka Ibnu Rushd. Di era kekuasaan Dinasti Muwahidun, Ibnu Zuhr menulis karya-karyanya. Ia tutup usia pada 1161 M di tanah kelahirannya, Seville. Meski begitu, ia tetap dikenang dan namanya masih tetap abadi.

Ibnu Zuhr mewariskan beberapa kitab kedokteran penting bagi peradaban manusia modern, seperti: Kitab at-Taysirfi al-mudawat wa at-tadbir (Perawatan dan Diet). Ini adalah ensiklopedia kedokteran yang membuktikan bakat dan keahlian Ibnu Zuhr. Dia lalu menawarkan kepada temannya, Ibnu Rushd, untuk mengumpulkan bukunya dalam Generalities in Medicine.

Kedua buku itu saling melengkapi satu sama lain. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada 1490 M dan masih digunakan sebagai referensi hingga abad ke-17 M. Salinan buku kompilasi antara karya Ibnu Zuhr dan Ibnu Rushd itu masih tersimpan di banyak perpustakaan, seperti di Perpustakaan Umum Rabat, perpustakaan-perpustakaan di Paris, Oxford di Inggris, dan Florence di Italia.

Kitab al-Iktisad fi Islah an-Nufus wa al-Ajsad (Curing souls and bodies) adalah rangkuman berbagai penyakit, perawatannya, pencegahan, kesehatan, dan psikoterapi. Salinan kitab ini masih tersimpan di Perpustakaan Istana di Rabat.

Kitab al-Aghdia wa al-adwya (Nutrition and Medication). Dalam kitab ini, Ibnu Zuhr menjelaskan beragam jenis makanan bergizi, obat-obatan, serta dampaknya bagi kesehatan risalah. Dua salinannya masih tersimpan dengan baik di Perpustakaan Istana di Rabat. Lewat karya-karyanya itulah pemikiran Ibnu Zuhr hingga kini tak pernah mati.

Kanker merupakan penyakit mematikan yang ditakuti umat manusia. Badan kesehatan dunia, WHO memperkirakan pada 2010, kanker akan menjadi penyakit penyebab kematian nomor wahid di dunia mengalahkan serangan jantung. Menurut prediksi WHO, pada 2030, akan ada 75 juta orang yang terkena kanker di seluruh dunia.

Sejatinya, kanker bukanlah penyakit baru. Di era kejayaan peradaban Islam, para dokter Muslim telah mampu mendiagnosis dan mengobati penyakit kanker. Tak hanya itu, dokter Muslim, seperti Ibnu Sina dan al-Baitar pun telah menemukan obat untuk menyembuhkan penyakit yang mematikan itu.

Adalah al-Baitar, seorang ilmuwan Muslim abad ke-12 M yang berhasil menemukan ramuan herbal untuk meng obati kanker bernama Hindiba. Ramuan Hindiba yang ditemukan al-Baitar itu mengandung zat antikanker yang juga bisa menyembuhkan tumor dan ganguan-gangguan neoplastic.

Kepala Departemen Sejarah dan Etika, Universitas Istanbul, Turki, Prof Nil Sari dalam karyanya Hindiba: A Drug for Cancer Treatment in Muslim Heritage, telah membuktikan khasiat dan kebenaran ramuan herbal Hindiba yang ditemukan al-Baitar itu. Ia dan sejumlah dokter lainnya telah melakukan pengujian secara ilmiah dan bahkan telah mempatenkan Hindiba yang ditemukan al-Baitar.

Menurut Prof Nil Sari, Hindiba telah dikenal para ahli pengobatan (pharmacologis) Muslim, serta herbalis di dunia Islam. Umat Muslim telah menggunakan ramuan untuk menyembuhkan kanker jauh sebelum dokter di dunia Barat menemukannya, ungkap Prof Nil Sari.

Setelah melakukan pengujian secara ilmiah, Prof Nil Sari menyimpulkan bahwa, Hindiba memiliki kekuatan untuk mengobati berbagai penyakit. Hindiba dapat membersihkan hambatan yang terdapat pada saluran-saluran kecil di dalam tubuh, khususnya dalam sistem pencernaan. Tapi domain yang paling spektakuler adalah kekuatannya yang dapat menyembuhkan tumor ungkapnya.

Untuk melacak khasiat dan ramuan Hindiba, Prof Nil Sari pun melakukan penelitian terhadap literatur pengobatan masa lalu. Ia melacak dua masterpiece ilmuwan Muslim, yakni Ibnu Sina lewat Canon of Medicine serta ensiklopedia tanaman yang ditulis al-Baitar.

Ketika kami melihat teks lama secara lebih dekat, kami melihat adanya kebenaran yang sedikit sekali kami ketahui tentang ramuan tanaman (herbal) di masa lalu,ungkapnya. Dalam teks peninggalan kejayaan Islam itu dijelaskan bahwa Hindiba dan berbagai jenis herbal lainnya dibagi menjadi dua kelompok utama, yakni herbal yang diolah dan herbal yang tak diolah.

Menurut teks pengobatan kuno, keampuhan pengobatan kanker dengan menggunakan Hindiba didasarkan atas pertimbangan teoritis pengobatan, yakni efek obat-obatan medis beroperasi sesuai dengan sifat dari konstituen. Menurut Prof Nil, konstituen yang dihasilkan dari dekomposisi akan memiliki efek yang disebut energi. Potensi kualitas panas dan dingin dalam sifat obat akan keluar sebagai hasil dekomposisi dalam tubuh.

Komponen aktif komponen alami yang panas akan segera bereaksi. Akan tersebar melalui jaringan secara efektif. Konstituen panas bereaksi sebelum konstituen dingin dan membersihkan hambatan dalam saluransaluran kecil pada bagian tubuh dan memperlancar penyebaran konstituen dingin. Kemudian, unsur dingin itu datang dan mulai berfungsi menjalankan fungsinya.

Dalam risalah kedokteran berbahasa Arab, peninggalan era keemasan Islam, disebutkan bahwa semua jenis pembengkakan seperti kutil atau benjolan telah menyebabkan gangguan pada saluran. Sedangkan kanker digambarkan sebagai massa yang keras. Diidentifikasi sebagai pembengkakan yang keras, kanker berkembang dari kecil kemudian menjadi besar ditambah dengan rasa sakit.

Mengutip catatan Ibnu Sina dalam Canon of Medicine, Prof Nil Sari mengungkapkan, tumor atau kanker, bila di biarkan akan semakin bertambah ukur annya. Sehingga kanker itu akan menyebar dan merusak. Akarnya dapat menyusup di antara elemen jaringan tubuh. Prof Nil Sari menemukan gambaran serupa tentang kanker dalam manuskrip pengobatan di era Usmani.

Menurut Ibnu Sina, tumor digolongkan menjadi dua, yakni tumor panas dan dingin. Tumor yang berwarna dan terasa hangat saat disentuh biasanya disebut tumor panas, sementara tumor yang tidak berwarna dan terasa hangat disebut tumor dingin. Ibnu Sina menyebut kanker sebagai bentuk tumor yang berada di antara tumor dingin.

Khasiat Hindiba diteliti Prof Prof Nil Sari dengan menyajikan data yang mendalam mengenai latar belakang teori percobaan invivo dan invitro dengan sari herbal dari Turki. Ia memulai dari filsafat Turki Usmani, yang berakar dari pengobatan Islam. Dalam karyanya ini, disebutkan bahwa obat Cichorium intybus L dan Crocus sativus L diidentifikasi sebagai alternatif tanaman yang identik satu sama lain yang merupakan komponen aktif untuk pengobatan kanker.

Prof Nil Sari dan rekannya Dr Hanzade Dogan mencampurkan C intybus L dan kunyit (saffron) dari Safranbolu, seperti yang dijelaskan teks pengobatan lama. Yang lebih menarik adalah hasil penelitian laboratorium kami yang menunjuk kan bahwa dari ekstrak C intybus L yang ditemukan menjadi paling aktif pada kanker usus besar, ujar Prof Nil Sari.

Menurut dia, Hindiba terbukti sangat efektif mengobati kanker. Sayangnya, kata dia, pada zaman dahulu, Hindiba lebih banyak disarankan sebagai obat untuk perawatan tumor. Hal itu terungkap dalam kitab Ibnu al-Baitar. Menurut al-Baitar, jika ramuan Hindiba dipanaskan, dan busanya diambil dan disaring kemudian diminum akan bermanfaat untuk menyembuhkan tumor.

Pakar pengobatan di era Kesultanan Turki Usmani, Mehmed Mumin, mengung kapkan bahwa Hindiba bisa meng obati tumor dalam organ internal. Namun, lebih sering dianjurkan untuk perawatan tumor pada tenggorokan. Jika kayu ma nis di campurkan pada jus Hindiba (khu sus yang diolah dengan baik) dapat digunakan un tuk obat kumurkumur serta ber manfaat pula untuk perawatan tumor, sakit dan radang tenggorokan.

Al-Baitar: Sang Penemu Hindiba

Abu Muhammad Abdallah Ibn Ahmad Ibn al-Baitar Dhiya al-Din al-Malaqi, itulah nama lengkap ilmuwan Muslim legendaris yang biasa dipanggil al-Baitar. Ia adalah seorang ahli botani (tetumbuhan) dan farmasi (obat-obatan) pada era kejayaan Islam. Terlahir pada akhir abad ke-12 M di kota Malaga (Spanyol), Ibnu Al-Baitar menghabiskan masa kecilnya di tanah Andalusia tersebut.

Minatnya pada tumbuh-tumbuhan sudah tertanah semenjak kecil. Beranjak dewasa, dia pun belajar banyak mengenai ilmu botani kepada Abu al-Abbas al-Nabati yang pada masa itu merupakan ahli botani terkemuka. Dari sinilah, al-Baitar pun lantas banyak berkelana untuk mengumpulkan beraneka ragam jenis tumbuhan.

Tahun 1219 dia meninggalkan Spanyol untuk sebuah ekspedisi mencari ragam tumbuhan. Bersama beberapa pembantunya, al-Baitar menyusuri sepanjang pantai utara Afrika dan Asia Timur Jauh. Tidak diketahui apakah jalan darat atau laut yang dilalui, namun lokasi utama yang pernah disinggahi antara lain Bugia, Qastantunia (Konstantinopel), Tunisia, Tripoli, Barqa dan Adalia. Setelah tahun 1224 al-Baitar bekerja untuk al-Kamil, gubernur Mesir, dan di percaya menjadi kepala ahli tanaman obat.

Tahun 1227, al-Kamil meluaskan kekuasaannya hingga Damaskus dan al-Baitar selalu menyertainya di setiap perjalanan. Ini sekaligus dimanfaatkan untuk banyak mengumpulkan tumbuhan. Ketika tinggal beberapa tahun di Suriah, Al-Baitar berkesempatan mengadakan penelitian tumbuhan di area yang sangat luas, termasuk Saudi Arabia dan Palestina, di mana dia sanggup mengumpul kan tanaman dari sejumlah lokasi di sana. Sumbangsih utama Al-Baitar adalah Kitab al-Jami fi al-Adwiya al- Mufrada.

Buku ini sangat populer dan merupakan kitab paling terkemuka mengenai tumbuhan dan kaitannya dengan ilmu pengobatan Arab. Kitab ini menjadi rujukan para ahli tumbuhan dan obat-obatan hingga abad ke-16. Ensiklopedia tumbuhan yang ada dalam kitab ini mencakup 1.400 item, terbanyak adalah tumbuhan obat dan sayur mayur termasuk 200 tumbuhan yang sebelumnya tidak diketahui jenisnya. Kitab tersebut pun dirujuk oleh 150 penulis, kebanyakan asal Arab, dan dikutip oleh lebih dari 20 ilmuwan Yunani sebelum diterjemahkan ke bahasa Latin serta dipublikasikan tahun 1758. Karya fenomenal kedua Al-Baitar adalah Kitab al-Mughni fi al-Adwiya al-Mufradayakni ensiklopedia obat-obatan.

Obat bius masuk dalam daftar obat terapetik. Ditambah pula dengan 20 bab tentang beragam khasiat tanaman yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Pada masalah pembedahan yang dibahas dalam kitab ini, Al-Baitar banyak dikutip sebagai ahli bedah Muslim ternama, Abul Qasim Zahrawi. Selain bahasa Arab, Baitar pun kerap memberikan nama Latin dan Yunani kepada tumbuhan, serta memberikan transfer pengetahuan.

Kontribusi Al-Baitar tersebut merupakan hasil observasi, penelitian serta peng klasifikasian selama bertahun-tahun. Dan karyanya tersebut di kemudian hari amat mempengaruhi perkembang an ilmu botani dan kedokteran baik di Eropa maupun Asia. Meski karyanya yang lain K itab Al-Jamibaru diterjemahkan dan dipublikasikan ke dalam bahasa asing, namun banyak ilmuwan telah lama mempelajari bahasan-bahas an dalam kitab ini dan memanfaatkannya bagi kepentingan umat manusia.(rpb) www.suaramedia.com

Anehnya, meskipun kebanyakan dari Obat Islam dan Bedah, mungkin satu-satunya ayat dalam Al Qur’an, yang menyebutkan obat Islam, adalah 16:69. Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa Dia memerintahkan lebah makan dari jenis buah-buahan, kemudian mereka menghasilkan cairan berwarna rilis dari perut mereka (madu) dan  cairan ini (madu) adalah untuk penyembuhan.  Ibnu Katsir memberikan alasan mengapa madu adalah obat yang baik.  Menurutnya madu panas, sehingga merupakan obat untuk semua penyakit dingin, karena penyakit harus diperlakukan dengan lawan jenisnya.

Dalam Sunaan ibn Majah (5,3452) kita baca bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata bahwa madu dan Al Qur’an adalah obat untuk penyakit semua. Kebajikan medis yang sama dari Alquran dan madu yang berulang pada Sunaan Tirmidzi (1196).

Berikut adalah beberapa rekomendasi lebih pada penggunaan Alquran sebagai obat Islami.

  • Jika Anda jatuh sakit lalu membaca  Sura Ikhlas (QS 112) Surat al-Falaq (Sura 113), dan Sura an‑Naas (Sura 114),  (Sahih Bukhari, 7.71.644, 647) Al-Falaq (QS 113), dan Sura An-Naas (QS 114), meniup telapak tangan dan kemudian lulus mereka di wajah Anda … (Sahih Bukhari, 7.71.644, 647)
  • Ketika seorang anggota keluarga jatuh sakit membaca Sura 113 dan 114 dan meniup di atasnya … (Sahih Muslim, 26,5439, 5440)
  • Ucapkan Sura al-Fateha (Sura 1) kemudian  meludahi  bagian yang sakit … (Sunaan Abu Dawud, 3. 28,3888)
  • Sura al-Fateha (Sura 1) menyembuhkan orang gila … (Sunaan Abu Dawud, 28,3892)

Islam telah memberikan penjelasan tentang kesehatan mulai dari manusia itu dilahirkan. Manusia dilahirkan dalam kondisi atau keadaan suci, bersih, fithrah. Perkataan ini menunjukkan bahwa Islam telah menanamkan kebersihan, kesucian, dan kesehatan sejak dini agar tidak ada ketimpangan dalam meniti kehidupan di dunia fana. Akan tetapi, apabila hal tersebut terabaikan, baik oleh diri sendiri atau campur tangan orang lain, maka akan timbul sesuatu yang tidak diinginkan, baik yang merusak dirinya maupun orang lain.

Sakit dan sehat adalah dua hal yang datang silih berganti dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sakit sangat mengganggu ketentraman hidup manusia. Karena itu, mereka selalu berusaha menghindari dari serangannya dan akan terus berusaha mencari kesembuhan.

Dunia pengobatan semenjak dahulu selalu berjalan seiring dengan kehidupan umat manusia. Karena, sebagai makhluk hidup, manusia amatlah akrab dengan berbagai macam penyakit ringan maupun berat. Keinginan untuk berlepas diri dari segala jenis penyakit itulah yang mendorong manusia untuk membuat upaya menyingkap berbagai metode pengobatan, mulai dari mengkonsumsi berbagai jenis tumbuhan secara tunggal maupun yang sudah terkomposisikan, yang diyakini berkhasiat menyembuhkan jenis penyakit tertentu, atau sistem pemijatan, pembekaman, hingga operasi pembedahan. Semuanya dilakukan dengan try and error.

Islam memberikan tuntunan yang benar, agar manusia tidak salah jalan dalam masalah kesehatan. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi telah banyak memberikan penjelasan dan gambaran dalam urusan kesehatan yang meliputi :

  • Kesehatan Fisik
  • Kesehatan Mental dan Jiwa
  • Kesehatan Nutrisi
  • Kesehatan Masyarakat
  • Kesehatan Lingkungan

Kesehatan Fisik.

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna dibanding makhluk yang lain. Allah berfirman dalam Al-Qur’an : “Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (At-Tiin : 4). Kesungguhan Allah dalam menciptakan manusia dengan bentuk yang sedemikian bagusnya, telah menjadi keharusan bagi makhluknya untuk selalu menjaga kesehatan fisiknya. Allah melarang manusia membuat kerusakan terhadap apa-apa yang telah diciptakan-NYA. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Al-Qasas : 77). Rasa syukur seseorang dapat dituangkan dengan menjaga kesehatan tubuh setiap hari. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam menjaga kesehatan tubuh, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh oleh Allah dan Rosul-NYA, misalnya : mandi, menggosok gigi, memotong kuku, merawat rambut dan janggut, berwudhu dan berkhitan.

Kesehatan Mental dan Jiwa.

Kesehatan mental dan jiwa tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan fisik. Sebab, ketika seseorang mengalami sakit secara fisik, terkadang merusak mental dan jiwanya, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, kesehatan mental dan jiwa harus terus ditingkatkan dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT. Berfirman : “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’d : 28)

Kesehatan Nutrisi.

Dalam kesehatan nutrisi, Islam menganjurkan terhadap pemeluknya untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halalan thoyyiban (halal lagi baik). Halal adalah suatu hal yang dibolehkan secara agama, sedangkan thoyyib adalah sesuatu yang baik pada dasarnya, tidak merusak fisik dan pikiran, dan harus memenuhi syarat dari segi kebersihan dan kesehatannya.

Kesehatan Masyarakat.

Manusia adalah makhluk sosial. Dia tidak dapat hidup sendiri tanpa keterkaitan atau campur tangan orang lain. Dia harus berinteraksi satu sama lainnya. Dengan hal tersebut, manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam segala hal. Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal (lita’arofu). Melalui saling kenal ini, manusia akan beranak dan bertambah banyak. Begitu pula Rosulullah menganjurkan kepada umatnya untuk menghormati tetangganya. Betapa Islam menumbuhkan kebersamaan sehingga terciptalah masyarakat yang sehat.

Kesehatan lingkungan.

Islam agama yang indah, agama yang cinta dengan kebersihan. Sudah pasti, Islam akan selalu memperhatikan dalam menjaga kesehatan lingkungan dalam arti luas. Islam tidak hanya menjaga kesehatan lingkungan dirinya, rumahnya, dan sekitar tetangganya. Akan tetapi, memperhatikan pula dalam menjaga kesehatan lingkungan dalam memilih, baik dalam memilih calon pendamping, calon pemimpin, dan tempat bekerja.

Islam memberikan banyak petunjuk praktis dan metode-metode mudah. Praktiknya dapat digunakan untuk menjaga keselamatan lahir dan batin, termasuk cara-cara pengobatan dan terapi. Allah telah menegaskan dan memberikan petunjuk tentang pengobatan, maka hal itu pasti bersifat mutlak. Cara atau metode yang Allah tunjukkan kepada manusia banyak didemonstrasikan oleh Rosulullah SAW., yang kemudian diajarkan kepada para sahabatnya. Untuk itu, sudah selayaknya sebagai seorang muslim, berperan aktif dalam memasyarakatkan dan mengembangkan sistem pengobatan ini. Yaitu, suatu pengobatan ilahiyah dan Nabawiah sebagai bentuk keta’atannya kepada Allah dan Rosul-NYA. “Dan tidaklah patut bagi laki-laki mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rosul-NYA telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rosul-NYA maka sungguhlah ia telah sesat, sesat yang nyata” (Al-Ahzab : 36)

Baru-baru ini saja para pakar dalam bidang kesehatan mental menggunakan istilah “Wellness” untuk menggambarkan suatu keadaan “sehat” secara lebih komprehensif, sedangkan Islam telah berabad-abad yang lampau mengajarkannya kepada kita. Istilah “Wellness” mempunyai makna yang lebih luas yang mencakup “mental health” sekaligus “mental hygiene” dan dikembangkan secara holistik untuk mendeskripsikan konsep keutuhan internal dan eksternal dari kepribadian yang sehat.

Masih agak sulit untuk menemukan padanan istilah dalam bahasa Indonesia sebagai terjemahan “wellness”. Secara bebas “wellness” dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “kesehatan”, “keunggulan”, “kesempurnaan”, “paripurna” atau “kebaikan”, akan tetapi dilihat dari makna konseptualnya terjemahan tersebut dirasakan kurang tepat. “Wellness” merupakan suatu kondisi yang lebih luas dan menyeluruh dibandingkan dengan konsep “sehat” atau “baik”. Dalam pengertian “wellness” kondisinya tidak hanya sehat jasmani atau mental, akan tetapi kepribadian secara keseluruhan sebagai suatu refleksi dari kesatuan unsur jasmani dan rohani, serta interaksinya dengan dunia luar.

Nicholas dan Goble (1989) mengemukakan sistem model “wellness” yang multidimensional menekankan empat prinsip yaitu,

  1. Sehat itu multidimensional, artinya kondisi sehat itu terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan yang mencakup: dimensi fisik, emosional, sosial, spiritual, vokasional, dan intelektual.
  2. Sehat itu variabel/dinamis dan tidak statis, artinya kondisi sehat itu bukan sesuatu yang statis atau diam akan tetapi merupakan suatu keadaan yang dinamis dan bervariasi dalam dimensi waktu dan tempat. Ada satu saat sehat dan saat lain kurang sehat, dan di tempat tertentu dapat sehat tetapi di tempat lain kurang sehat.
  3. Sehat itu mengatur sendiri dalam setiap dimensi kehidupan, artinya dalam masing-masing dimensi kehidupan akan terjadi suatu proses pengaturan sedemikian rupa sehingga dapat dicapai keseimbangan. Keadaan kurang sehat dalam suatu dimensi misalnya dalam aspek fisik, maka akan terjadi upaya untuk mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.
  4. Sehat itu mengatur sendiri antar dimensi kehidupan, artinya kondisi sehat dalam setiap dimensi akan saling berkaitan dan saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan keseluruhan kepribadian. Misalnya, keadaan emosonal yang kurang sehat akan berpengaruh pada dimensi-dimensi lainnya yaitu pekerjaan, sosial, intelektual, dsb.

Archer, Probert, dan Gage (1987) mendefinisikan “wellness” sebagai proses dan keadaan suatu pencapaian fungsi-fungsi manusiawi secara maksimum yang mencakup aspek badan, jiwa, dan kesadaran.

Berdasarkan konsep “wellness” dengan model holistik multidimensional, karakteristik sehat digambarkan dalam lima tugas-tugas hidup yang saling berkaitan dalam bentuk roda keseluruhan kehidupan. Kondisi “wellness” dinyatakan melalui lima tugas hidup yaitu : Spiritualitas, Regulasi diri, pekerjaan, cinta, dan persahabatan.  Tugas-tugas hidup itu secara dinamis saling berinteraksi dengan tantangan-tantangan hidup yang timbul dalam keluarga, masyarakat, religi, pendidikan, pemerintah, media, dan dunia usaha/industri.

Islam mempunyai perhatian yang sangat serius terhadap kesehatan, baik kesehatan lahiriah maupun batiniah. Hal ini terbukti dengan banyaknya dalil-dalil tentang kesehatan baik bersifat preventif, curatif, rehabilitatif maupun promotif. Sebagaimana dijabarkan dalam kitab al-Thîb al-Wiqa`i karya Ahmad Sauqi al-Fanjari dan terjemahan Ahsin Wijaya dan Totok Jumantoro dengan judul terjemahan Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam.
Memperhatikan konstruksi kesehatan Islam yang dibangun oleh al-Fanjari dalam kitabnya tersebut memiliki dua wacana yang agak berbeda, bila dibandingkan dengan konsep kesehatan di Indonesia sesuai UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Konstruksi awal dari konsep kesehatan Islam al-Fanjari lebih sesuai dengan konsep kesehatan Indonesia tersebut. Meskipun demikian masih ada beberapa bagian yang perlu penyempurnaan. Hanya sangat disayangkan konstruksi awal kesehatan Islam al-Fahjari ini tidak dibahas atau dideskripsikan pada isi kitabnya.

Konstruksi konsep kesehatan Islam yang Ideal, khususnya untuk dikembangkan bagi masyarakat muslim di Indonesia, yang merupakan penggabungan atau mengkomparasikan antara konsep al-Fanjari dengan UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan adalah konsep kesehatan Islam dengan konstruksi sebagai berikut :
1. KESEHATAN PRIBADI (PERSONAL HYGIENE) (QS. Al-Baqarah (2) : 222), yang meliputi;
a. Kebersihan dan kesehatan kelamin dan dzubur, seperti menbersihkan setelah buang hajat (H.R. Muttafaq ‘alaih dan Jama’ah dari Anas r.a., Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah dari Salman r.a., Ahmad, Nasa’i dll dari ‘Aisyah r.a.), khitan (HR. Jama’ah)
b. Kebersihan dan kesehatan badan, seperti mandi (QS. Shâd (38) : 42, HR. Muslim dari ‘Aisyah r.a), mandi setelah berhubungan seks atau junûb (Bukhari – Muslim dari Ummu Salamah r.a., Bukhari-Muslim dll. dari Abu Hurairah r.a.) Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Ali r.a.), mandi setelah melahirkan /nifâs atau mentruasi/haidl (QS. Al-Baqarah (2) : 222, HR. Bukhari dari ‘Aisyah r.a.), mandi sebelum shalat Jum’at (HR. Muslim dari Ibnu Umar r.a.), mandi sebelum shalat Idul Fitri dan Idul adha/’idain (HR. Malik dari Ibnu Umar r.a., Abdullah bin Ahmad dari Fakih bin Sa’di), mandi setelah memandikan mayat/jenazah (HR. Ahmad dan Ashab al-Sunân), mandi ketika akan berpakaian ihram (HR. Daruquthni, Baihaqi dan Tirmidzi dari Zaid bin Tsabith r.a.), mandi ketika akan memasuki kota Mekkah (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar r.a.), mandi bagi orang yang baru memeluk agama Islam (HR. Ashab al-Sunnân kecuali Ibnu Majah dari Qais bin ‘Ashim r.a.)
c. Kebersihan dan kesehatan muka, mulut, gigi, hidung, tangan, kaki, kepala, rambut, telinga yang dilakukan saat berwudlu atau tersendiri (QS. al-Ma’idah (5) : 6, HR. Bukhari-Muslim dari Humran r.a., Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim, Ahmad dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim, Abu Daud dari Abi Umamah r.a., Abu Daud dan Nasa’i dari Abdullah bin ‘Umar r.a.), berwudlu atau mandi sebelum tidur (Hadist dalam al-Fanjari 1996 : 19, HR. Thabrani), berwudlu sebelum berhubungan seks atau bila akan mengulanginya (HR. Muslim), mencuci tangan setelah tidur (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 19), berwudlu sebelum dan sesudah menengok orang sakit (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 6)
d. Kebersihan dan kesehatan kuku (HR. Jama’ah)
e. Kebersihan dan kesehatan rambut (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 22)
f. Kebersihan dan kesehatan pakaian (QS. al-Mudatstsir (74) : 4), mencuci pakaian (HR. Imam enam ahli hadits dari Asma’ binti Abu Bakar r.a.), cara mencuci pakaian yang terkena kencing bayi yang menyusu ASI eksklusif (HR. Jama’ah dari Ummu Qais binti Muhshan r.a.), cara mencuci pakaian yang terkena air liur anjing (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah r.a.), mencuci sandal dan sepatu (HR. Bukhari-Muslim), mencuci tikar atau kulit binatang (HR. Bukhari-Muslim)
2. KESEHATAN KELUARGA, meliputi ;
a. Pernikahan yang sehat, (QS. al-Rûm (30) : 21, al-Nisâ’ (4) : 3, al-Nûr (24) : 32, HR. Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Mas’ud r.a., Muttafaq ‘alih dari Anas bin Malik r.a.), Usia calon pengantin (QS. al-Nisâ’ (4) : 6), Kedua pasangan saling mengenal baik fisik, psikis dan kesehatannya (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Jabir bin Abdillah r.a.), memilih yang baik agamanya (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah), memilih pasangan yang subur (HR. Ahmad dari Anas bin Malik r.a.), Menikahi pasangan yang saling mencintai (HR. Ahmad, Abu daud yang dishahihkan oleh Hakim dari Jabir r.a.), menikahi pasangan yang masih suci/gadis atau perjaka (HR. Bukhari dari ‘Aisyah, dan HR Ibnu Majah)
b. Pernikahan yang tidak sehat, yakni; menikahi saudara sedarah atau sesusu (QS. al-Nisâ’ (4) : 23, HR. Ibnu Majah dari ‘Utsman bin Affan r.a.), menikah dengan orang musyrik (QS. al-Baqarah (2) : 221), menikah dengan orang kafir (al-Mumtahanah (60) : 10), menikah dengan pezina (QS. al-Nûr (24) : 3), menikah dengan janda bekas isteri bapaknya (QS. al-Nisâ’ (4) : 22), menikah perempuan dalam masa ‘iddah (QS. al-Baqarah (2) : 235), menikah wanita bersuami (QS. al-Nisâ’ (4) : 24), meminang atau menikah dengan wanita pinangan orang lain (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar r.a.), menikahi janda atau gadis tanpa musyawarah dengannya (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a.), menikah syighar/barter (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu ‘Umar r.a.), memadu dengan bibinya atau keponakannya (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a.), menikahi bukan karena agamanya (HR. Thabrani dari Anas r.a.).
c. Reproduksi sehat, meliputi; senggama yang sehat dan tidak memaksa (QS. al-Nisâ’ (4) : 19, al-Baqarah (2) : 223), berhias diri agar pasangan selalu berhasrat seks padanya (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 168), alat kelamin harus dalam keadaan bersih dan sehat (HR. Bukhari-Muslim dari Anas r.a.), Suami harus memprakarsai dalam bercumbu (Hadits dari ‘Aisyah r.a. dalam al-Fanjari, 1996 : 165), isteri harus menawarkan senggama pada suaminya sebelum tidur (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 163), bercumbu rayu (warming up) sebelum senggama (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 158), Istima’/suami mencumbu sekitar vagina istrinya (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 161), senggama boleh dengan cara apapun, kecuali sodomi (QS. al-Baqarah (2) : 223, HR. Abu Ya’la), senantiasa siap bila diajak senggama oleh pasangannya (HR. Thabrani), membantu istri mencapai orgasme (Hadits dari Anas bin Malik dalam al-Fanjari, 1996 : 161), berwudlu sebelum senggama atau bila akan mengulanginya (HR. Muslim), segera temui pasangan bila hasrat seks timbul (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 168)
d. Reproduksi yang tidak sehat, meliputi; senggama dengan istri yang sedang haidl atau nifas (QS. al-Baqarah (2) : 222, Hadits dari Masruq dalam Syabiq, 1973 : 194, HR. Lima ulama hadits kecuali Nasa’i dari Ummu Salamah r.a.), sodomi (HR. Abu Ya’la), zina (QS. al-Isrâ’ (17) : 32, HR. al-Dailami)
e. Kehamilan (QS. Fâthir (35) : 11, Fushilat (41) : 47), tanda kehamilan (QS. Ali Imrân (3) : 41), tumbuh kembang janin (QS. al-Hâjj (22) : 5, al-Mu’minûn (23) : 14 dan HR. Bukhari-Muslim dari Abu Abdurrahman), perawatan saat hamil (QS. al-A’râf (7) : 189), penyempurnaan tumbuh kembang janin (QS. al-Hijr (15) : 29)
f. Melahirkan (QS. Ali Imran (3) : 36, Maryam (11) : 72), memandikan bayi yang baru lahir (HR. Enam ahli hadits dari Atsma binti Abu Bakar r.a.), membersihkan langit-langit mulut bayi dengan mengusapkan sesuatu yang manis (HR. Bukhari dari Abu Musa r.a.), mendo’akan dan diberi nama yang baik (QS. Ali Imran (3) : 36, HR. Muslim dari ‘Aisyah r.a., HR. Bukhari dari Ibnu Abbas r.a., Abu Daud dari Abu Darda’ r.a.), mencukur rambut (HR. Lima ahli hadits dan dishahihkan Tirmidzi), Aqiqah (HR. Tirmidzi dari ‘Aisyah r.a.)
g. Menyusui (QS. al-Hâjj (22) : 2, al-Qashshash (28) : 12), menyusui dengan ASI selama dua tahun (QS. al-Baqarah (2) : 233, Luqman (31) : 14)
h. Tumbuh kembang anak (QS. al-Mukmin (40) : 67),
i. Pendidikan anak (QS. al-Isrâ’ (17) : 14), meliputi; pengajaran Tauhid (QS. Luqman (31) : 13), mengajari shalat dan ilmu pengetahuan sejak usia 7 tahun (HR. Ahmad dan Abu Daud), mengajari akhlaq yang mulia (QS. Luqman (31) : 16, HR. Tirmidzi)
j. Masa menopause (QS. Thalaq (65) : 4)

k. Masa tua, meliputi; masa tua yang produktif (QS. Ali Imran (3) : 39-40), hidup tenang dan tentram (QS. al-Qashshash (28) : 23), merawat dan berbakti pada orang tua dengan berbuat baik (QS. Luqman (31) : 14, al-Baqarah (2) : 83), al-An’âm (6) : 151, al-Nisâ` (4) : 36 dan al-Ahqâf (46) : 15, HR. Bukhri-Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash r.a.), bertutur kata lemah lembut (QS. al-Isrâ’ (17) : 23-24), merawat dengan baik (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah r.a.), mendo’akan (QS. Ibrahim (14) : 41), tidak membantah atau membentak (QS. al-Isrâ` (17) : 23), membantah berbuat kemusrikan (QS. al-Ankabut (29) : 8, HR. Bukhari-Muslim dari Asma binti ABukar r.a.), tidak mendurhakai (HR. Bukhari-Muslim)

3. MAKANAN DAN GIZI ( FOOD AND NUTRITION) meliputi :
a. Makanan sehat dan bergizi (halâlan thayyiban) (QS. Maryam (19) : 26, al-Mukminun (23) : 33, al-Syu’ara (26) : 79), makan makanan halal (QS. Al-Mâ’idah (5) : 5, 2 : 168, 5 : 88, 16 : 114 dan 7 : 160), makan makanan bergizi (QS. Al-Baqarah (2) : 168, 5 : 88, 6 : 118-119 dan 16 : 14), makan karbohidrat (QS. Yusuf (12) : 65), makan sayuran dan kacang-kacangan (QS. al-Baqarah (2) : 61), makan ikan (QS. al-Nahl (16) : 14), makan daging halal dan baik (QS. al-Thur (52) : 22, Hadits-hadits dalam Mu’nis, 1997 : 32),
b. Makanan yang tidak bergizi dan tidak sehat seperti; bangkai hewan darat, darah, daging babi dan binatang halal yang disembelih tidak sesuai syari’at (QS. al-Baqarah (2) : 173),
c. Minum air bersih/jernih (QS. al-A’raf (7) : 160, QS. 15 : 22, 19 : 26, 25 : 49, 26 : 79, 38 : 42, 56 : 68, 72 : 16, dan 77:27), air susu (QS. Al-Nahl (16) : 66, QS. 23 : 21 dan 33, 37 : 46), air madu (QS. al-Nahl (16) : 69, Muhammad (47) : 15), air jahe (QS. al-Insan (76) : 17), tidak minum air panas (QS. al-Ghasyiyah (76) : 5-6),
d. Makan buah-buahan (QS. Al-Nahl (16):69, QS. 7 : 19, 23 : 19, 43 : 73, 44 : 55)
e. Makan dan minum dari hasil usaha sendiri (QS. Al-Thûr (52):19, QS. 59 : 24 dan 77 : 43)
f. Pola makan dan minum orang sehat, di antaranya : mencuci tangan sebelum makan (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 65), mengawali makan dengan berdo’a dan mengunyah dengan baik (HR. Abu Nu’aim), makan sambil duduk, tidak sambil berbaring (Hadis dalam Mu’nis, 1987 : 27), bersyukur dengan makanan yang disukai dan tidak mencela yang tidak disukai (Hadis dalam Mu’nis, 1987 : 25), tidak makan dan minum berlebih-lebihan (QS. al-A’raf (7) : 31, Hadist dalam al-Fanjari, 1996 : 63), makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang (Hadis dalam Mu’nis, 1987 : 7), makan dan minum cukup hanya mengisi 2/3 lambung (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 21), mencuci tangan atau menjilatinya dan berdo’a bila telah selesai makan (HR. Muttafaq ‘alaih dari Ibnu Abbas r.a.), setelah selesai makan jangan langsung tidur/tiduran (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 27), biasakan makan malam (HR. Tirmidzi dari Anas r.a.), minum air tawar yang matang (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 28), mengambil napas tiga kali dalam sekali minum (dalam Mu’nis, 1987 : 28), minum air yang dimasuki lalat setelah menenggelamkan dan membuang lalatnya (HR. Bukhari dan Abu Daud dari Abu Hurairah r.a.), minum dengan mengatur tegukan, maksimal 3 tegukan (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 28),
g. Pola makan orang sakit, meliputi; orang sakit jangan dipaksa untuk makan (Hadits dalam Mu’nis, 1987 : 42)
4. PERAWATAN ORANG TUA (GERIATRICS), merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran modern. Kedokteran Islam sebenarnya yang pertama kali mempromosikannya. Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang memerintahkan agar merawat ayah, ibu, nenek dan orang-orang yang telah lanjut usianya (jompo), menghormat kekurangan mereka, sabar terhadap mereka terlebih-lebih dalam keadaan sakit. Orang pertama yang menulis masalah ini adalah Ibnu Sina dalam karyanya “al-Qanûn” di bawah sub bab “Thib al-Musinin wa al-Syuyukh” (perawatan orang-orang manula dan orang jompo).
5. KESEHATAN LINGKUNGAN (QS. al-Qashshash (28) : 77, HR. Muslim, Dailami, Thabrani), meliputi :
a. Kebersihan fasilitas sosial/umum seperti tempat ibadah (QS. al-Baqarah (2) : 125, jalan umum dengan membersihkan dari kotoran atau sampah (HR. Bukhari, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 30), tidak membuang kotoran/sampah di jalanan (HR. Muslim dan Abu Daud, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 32), jamban/WC umum (QS. al-Nisâ’ (4) : 43, QS. 5 : 6) dengan menggunakan air bersih (HR. Ibnu Majah dari Abi Umamah al-Bakhili, Tsalatsah dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. dan HR. Ahmad)
b. Menjaga kebersihan air dari pencemaran ( HR. Bukhari, Tirmidzi)
c. Menjaga kebersihan rumah (QS. al-Kahfi (18) : 90, Yunus (10) : 87, QS. 3 : 198, 9:6, 10:93, 12:21, 13:29, 16:41, 44:51 dan 16:81), dan sekitarnya seperti halaman (QS. Shaffat (37) : 177, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 30), kamar tidur (QS. al-A’raf (7) : 97, Qalam (68) : 19, Yasin (36) : 56), dapur (QS. Hud (11) : 40, kamar mandi/WC (QS. al-Nisâ’ (4) : 43, QS. 5 : 6) dengan menggunakan air bersih (HR. Ibnu Majah dari Abi Umamah al-Bakhili, Tsalatsah dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. dan HR. Ahmad), perabotan rumah (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah r.a.), taman (HR. Ahmad),
d. Menjaga Kebersihan kandang binatang (QS. al-Nahl (16) : 6)
e. Memelihara sanitasi air yang sehat (HR. Ahmad),
f. Menjaga kebersihan lingkungan, seperti tidak BAK pada lubang binatang (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Daud, Hakim dan Baihaqi), tidak BAB/BAK pada tempat berteduh (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud), tidak BAB/BAK pada air yang tergenang (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah), tidak BAB/BAK pada saluran air yang aliran airnya kecil (HR. Thabrani)
g. Membersihkan lingkungan dari najis, seperti bangkai (HR. Abu Daud dan Tirmidzi), air kencing (HR. Abu Daud), darah (HR. Tsittah dari Asma’ binti Abu Bakar r.a.), feses (HR. Abu Daud),
h. Menjaga kebersihan alam sekitar, seperti Air (QS. al-A’raf (7) : 160, QS. 15 : 22, 19 : 26, 25 : 49, 26 : 79, 38 : 42, 56 : 68, 72 : 16, dan 77 : 27), tumbuh-tumbuhan dan binatang (QS. al-Baqarah (2) : 205), udara/angin (QS. al-Baqarah (2) : 164, QS. 2 : 266, 3 : 117, 7:57, 14:18, 15:22, 17:68-69, 18:45 dll.), laut/bahtera (QS. al-Baqarah (2) : 164, al-Rum (30) : 41, al-An’am (6) : 63, QS. 18 : 61, 79), sungai, gunung, pantai (QS. al-Naml (27) : 61), dan planet/antariksa (QS. al-Ma’idah (6) : 97).
6. KESEHATAN KERJA, meliputi ;
a. Profesionalisme (QS. al-Qashshash (28) : 26, HR. Bukhari, Abu Daud),
b. Jaminan untuk menjaga upah pekerja (QS. al-Kahfi (18) : 77, QS. 39:35, 52:40, HR. Muslim, Bukhari),
c. Keselamatan Kerja (menjaga buruh dari hal-hal yang membahayakan dalam bekerja) dan mengganti kerugian terhadap musibah (kecelakaan) kerja, termasuk proses pengobatan (QS. Ali Imran (3) : 200, al-Nisa’ (4) : 102),
d. Tempat kerja yang sehat (QS. al-Baqarah (2) : 222)
e. Membatasi jam kerja, uang lembur pada setiap penambahan jam kerja (QS. al-Zummar (39) : 39).
7. KESEHATAN JIWA, memelihara kesehatan jiwa seperti;
a. Senantiasa sadar/dzikir (QS. Ali Imran (3) : 191, al-Ra’d (13) : 28),
b. Sabar dan ridla (QS. al-Baqarah (2) : 45, HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a.),
c. Berprasangka baik/husnudhân (HQR. Bukhari-Muslim, Muslim-Abu Daud),
d. Optimis/raja’ (HR. Jama’ah dari Anas r.a.),
e. Mohon ampun atas kesalahan dan dosa (HR. Bukhari-Muslim)
f. tawakal (QS. al-Ahzab (33) : 48, HR. Bukhari-Muslim)
g. Berlindung kepada Allah semata (QS. al-A’raf (7) : 200, hadits dari Ibnu Abbas r.a.)
h. Membaca shalawat kepada Nabi S.a.w. (QS. al-Ahzab (33) : 56, HR. Muslim)
i. Membaca al-Qur’an (QS. al-Muzzamil (73) : 4, HR. Muslim – Abu Daud)
j. berdo’a (QS. al-Mu’min (40) : 60, al-A’raf (7) : 180)
k. Senantiasa berbicara baik (HR. Bukhari-Muslim)
l. Menghindari penyakit jiwa seperti; buruk sangka/syu’udhan (QS. al-Hujurat (49) : 12, HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah r.a.), dengki (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah r.a.), mencari-cari a’ib atau kesalahan orang lain (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah r.a.), sombong atau takabbur (QS. Luqman (31) : 18-19, HR. Muslim), pendendam (QS. al-Maidah (5) : 8, HR. Bukhari-Muslim dari ‘Aisyah r.a.), riya/selalu ingin dipuji orang lain (QS. al-Nisa’ (4) : 38, al-Ma’un (107) : 4-7, HR. Ahmad), mengejek orang lain (QS. al-Mukminun (23) : 110), bimbang dan ragu (QS. al-Taubah (9) : 45), putus asa (QS. al-Isra’ (17) : 83), mudah cemas dan sedih (QS. Yunus (10) : 62, QS. 15: 88, 16:127, 3:139, HR. Abu Nu’aim), mudah marah (HR. Bukhari).
8. PEMBERANTASAN PENYAKIT, PENYEMBUHAN DAN PEMULIHAN KESEHATAN, meliputi :
a. Profesionalisme tenaga kesehatan HR. Bukhari, Abu Daud-Nasa’i, Abu Daud)
b. melakukan diagnosa sebelum bertindak (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 191, 193)
c. Pengobatan (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a., Ahmad, Hakim)
d. Perawatan dan pemulihan kesehatan (Hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 189)
e. Memegang teguh prinsip-prinsip dan kode etik praktek kedokteran/kesehatan Islam (seperti Iman, Islam, Ihsan, tidak menggunakan yang diharamkan, tidak mencacatkan tubuh, mengedepankan profesionalisme, tidak mengidap penyakit jiwa (lihat kesehatan jiwa), tidak komersil, memelihara kesehatan pribadi, dan berpenampilan rapi/sopan.
9. PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR (Epidemiologi), melalui karantina (HR. Abu Daud, hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 40), preventif kesehatan, tidak memasuki suatu daerah yang terjangkit wabah penyakit tidak lari dari tempat itu (HR. Muttafaq ‘alaih), mencuci tangan sebelum menjenguk orang sakit dan sesudahnya, berobat ke dokter dan mengikuti semua petunjuk pencegahan dan pengobatannya.
10. PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT, meliputi :
a. Metode penyuluhan yang efektif (QS. al-Nahl (16) : 125
b. Sasaran penyuluhan, mengembangkan modul penyuluhan dan mengevaluasi (HR. Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., Tirmidzi)
c. Pengamanan persediaan farmasi (obat-obatan) dan alat kesehatan, meliputi ; produksi, peredaran dan penggunaan (QS. Qaf (50) : 7, HR. al-Hassan dari Abu Qatadah r.a.).
d. Pengamanan dan pemberantasan NAZA, khamr (NAZA) haram (QS. al-Ma’idah (5) : 90, al-Nisa’ (4) : 43, al-Baqarah (2) : 219) bagi pemakai, penjual, pembeli dan pembuat (HR. Bukhari-Muslim dan hadits dari Abdullah bin ‘Umar r.a.).
11. KESEHATAN SEKOLAH meliputi, kesehatan lingkungan sekolah, sistem kepegawaian yang sehat, kesehatan pribadi (guru, murid, pengelola dan pegawai), dan pendidikan kesehatan seperti wajib belajar dan mengajarkan kesehatan (HR. Ibn Abdil Bar).
12. KESEHATAN DAN KEBUGARAN FISIK (TUBUH) DENGAN OLAH RAGA DAN ISTIRAHAT, MELIPUTI KEWAJIBAN MENGAJARKAN OLAH RAGA (hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 83), dan kewajiban berolahraga seperti berenang dan memanah (hadits dalam al-Fanjari, 1996 : 83), lari atau jalan cepat (HR. Tirmidzi), berkuda ( hadits dalam al-Syuyuthi, 1997 : 30), gerak badan (hadits dalam al-Syuyuthi, 1997:30), istirahat yang cukup (QS. al-Naba (78) : 10-11, hadits dalam al-Syuyuthi : 30).

Konstruksi konsep kesehatan Islam yang seperti inilah, yang diharapkan mampu menjawab persoalan perkembangan kesehatan Islam yang selama ini western oriented. Sehingga terjadi kegamangan dalam aktifitas kesehatan baik dari sisi pengembangan ilmu pengetahuan, maupun pelayanan yang mengusung visi dan misi Islam. Wacana ini insya Allah merupakan jawaban hal-hal prinsip yang menjadi penomena pengembangan kesehatan Islam.
Meski demikian, upaya pengembagan dan penelitian harus selalu dilakukan agar kesehatan Islam tidak hanya matang dalam konsep, tetapi juga mampu melahirkan upaya-upaya kesehatan secara praktis. Sehingga mampu melahirkan teori-teori baru dalam dunia kesehatan Islam, dan mampu menjawab tantangan kesehatan global. Ammiien
Peradaban Barat kerap mengklaim bahwa Philipe Pinel (1793) merupakan orang pertama yang memperkenalkan metode penyembuhan penyakit jiwa. Tak cuma itu, Barat juga menyatakan rumah sakit jiwa (RSJ) pertama di dunia adalah Vienna’s Narrenturm yang dibangun pada tahun 1784. Benarkah klaim peradaban Barat itu?
Klaim itu tentu sangat tak berdasar. Sebab, jauh sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa berikut tempat perawatannya, pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed Ibrahim B PhD dalam bukunya berjudul “Islamic Medicine: 1000 years ahead of its times”, mengatakan, rumah sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para dokter dan psikolog Islam beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya.
Hampir semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah sakit jiwa. Selain di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah insane asylum juga terdapat di kota Fes, Maroko. Selain itu, rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di Kairo, Mesir pada tahun 800 M. Pada abad ke-13 M, kota Damaskus dan Aleppo juga telah memiliki rumah sakit jiwa.

Terdapat beberapa pengertian kesehatan secara umum, seperti dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992, bab I pasal 1 ayat 1, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.(UU-RI No. 23, 1992 : 5).

WHO (Wordl Health Organization) mendefinisikan : “health is defined as a state of complete physical, mental, and social wellbeing and not merely the absence of desease or infirmity” (artinya sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari badan, jiwa, dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.(Hanlon, 1969 dan MUI, 1995 : 12 dan Al-Fanjari, 1996 : 4)
Sedangkan dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamen bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. (Depkes. RI, 1999 : 31)
Adapun pengertian kesehatan dalam pandangan Islam tercermin dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah :
“Rasulullah S.a.w. bersabda : “Barang siapa sehat badannya, damai hatinya (jiwa) dan punya makanan untuk sehari-harinya (sosial ekonomi), maka seolah-olah dunia seisinya dianugerahkan kepadanya”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Bila diamati hadits ini dengan definisi kesehatan di atas, sebenarnya mengandung arti yang sama. Sehingga pengertian sehat atau kesehatan dalam Islam adalah suatu keadaan yang sempurna dan sejahtera pada badan, jiwa, social dan ekonomi yang menjadikan dirinya produktif memelihara kehidupan dunia dan akhirat.

ILHAMI SYIFA CENTER Nicholas dan Goble (1989) mengemukakan sistem model “wellness” yang multidimensional menekankan empat prinsip yaitu,

1. Sehat itu multidimensional, artinya kondisi sehat itu terjadi dalam berbagai dimensi kehidupan yang mencakup: dimensi fisik, emosional, sosial, spiritual, vokasional, dan intelektual.

2. Sehat itu variabel/dinamis dan tidak statis, artinya kondisi sehat itu bukan sesuatu yang statis atau diam akan tetapi merupakan suatu keadaan yang dinamis dan bervariasi dalam dimensi waktu dan tempat. Ada satu saat sehat dan saat lain kurang sehat, dan di tempat tertentu dapat sehat tetapi di tempat lain kurang sehat.
3. Sehat itu mengatur sendiri dalam setiap dimensi kehidupan, artinya dalam masing-masing dimensi kehidupan akan terjadi suatu proses pengaturan sedemikian rupa sehingga dapat dicapai keseimbangan. Keadaan kurang sehat dalam suatu dimensi misalnya dalam aspek fisik, maka akan terjadi upaya untuk mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.
4. Sehat itu mengatur sendiri antar dimensi kehidupan, artinya kondisi sehat dalam setiap dimensi akan saling berkaitan dan saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan keseluruhan kepribadian. Misalnya, keadaan emosonal yang kurang sehat akan berpengaruh pada dimensi-dimensi lainnya yaitu pekerjaan, sosial, intelektual, dsb.

Archer, Probert, dan Gage (1987) mendefinisikan “wellness” sebagai proses dan keadaan suatu pencapaian fungsi-fungsi manusiawi secara maksimum yang mencakup aspek badan, jiwa, dan kesadaran.

Berdasarkan konsep “wellness” dengan model holistik multidimensional, karakteristik sehat digambarkan dalam lima tugas-tugas hidup yang saling berkaitan dalam bentuk roda keseluruhan kehidupan. Kondisi “wellness” dinyatakan melalui lima tugas hidup yaitu : Spiritualitas, Regulasi diri, pekerjaan, cinta, dan persahabatan. Tugas-tugas hidup itu secara dinamis saling berinteraksi dengan tantangan-tantangan hidup yang timbul dalam keluarga, masyarakat, religi, pendidikan, pemerintah, media, dan dunia usaha/industri.

Islam mempunyai perhatian yang sangat serius terhadap kesehatan, baik kesehatan lahiriah maupun batiniah. Hal ini terbukti dengan banyaknya dalil-dalil tentang kesehatan baik bersifat preventif, curatif, rehabilitatif maupun promotif. Sebagaimana dijabarkan dalam kitab al-Thîb al-Wiqa`i karya Ahmad Sauqi al-Fanjari dan terjemahan Ahsin Wijaya dan Totok Jumantoro dengan judul terjemahan Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam.

Memperhatikan konstruksi kesehatan Islam yang dibangun oleh al-Fanjari dalam kitabnya tersebut memiliki dua wacana yang agak berbeda, bila dibandingkan dengan konsep kesehatan di Indonesia sesuai UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Konstruksi awal dari konsep kesehatan Islam al-Fanjari lebih sesuai dengan konsep kesehatan Indonesia tersebut. Meskipun demikian masih ada beberapa bagian yang perlu penyempurnaan. Hanya sangat disayangkan konstruksi awal kesehatan Islam al-Fahjari ini tidak dibahas atau dideskripsikan pada isi kitabnya.

1. Nabi tidak suka makanan yang diawetkan atau makanan yang dimasak lagi.

Pada zaman sekarang kita sudah terbiasa makan makanan yang diawetkan, dikalengkan atau makanan kemasan. Misal sarden yang berbulan-bulan dalam kaleng kita makan. Kita cuek akan behaya bahan pengawet yang ditambahkan ke dalam kaleng sarden itu.
2. Nabi tidak pernah makan dengan lauk lebih dari 2 macam.
Kita lihat sekarang dalam jamuan prasmanan yang menyediakan banyak jenis lauk, para tamu banyak yang nafsu matanya lebih besar dari kekuatan perutnya. Mereka tidak malu menggambil sampai 4 jenis lauk sekaligus, ayam, ikan, telur, sate…di embat sekaligus. Dan akhirnya banyak yang masuk sampah.
3. Nabi makan pakai tangan dan menjilati tangan sehabis makan.
Setelah hasil diskusi ternyata ada keajaiban tersendiri. Ternyata jari-jari tangan kita itu mengeluarkan keringat yang kasat mata, keringat jari tangan ini akan membantu cepatnya makanan menjadi hancur saat dicerna. Penelitian sederhana, ambil 2 wadah air, yang satu obok-obok dengan tangan, dan yang satu jangan kenakan tangan. Kemudian masukkan sayuran segar/ dedaunan ke dalam ke masing-masing wadah. Akan terlihat sayuran/daun yang ada di air yang kena tangan tadi akan rusak. Dan terlihat pula dalam dunia pegemasan makanan, maka para perkerja akan diwajibkan memakai sarung tangan.
4. Nabi melarang meniup makanan yang masih panas.
Pertama mendengar hadits ini saya kaget, kok gitu…..? kemudian saya ajak diskusi Teman Kost dari UB yang suka bidang kimia, ternyata disaat kita meniup makanan panas itu Karbon Dioksida keluar dari mulut kita dan menimpa makanan yang bercampur uap air, trus katanya ada unsur “XXX” yang terbetuk (saya lupa nama kimianya) yang tidak dapat di cerna dalam tubuh. Ini yang menempel pada nasi. Maka pikiran saya melayang, berapa banyak balita yang suka di suapin pakai nasi yang ditiup-tiup. Dan ini juga pelajaran bagi kita untuk “sabar” menunggu makanan agar dingin sendiri.
5. Nabi mengambil makanan yang jatuh dan memakanya lagi.
Dalam sebuah pertemuan di istana Kerajaan ROMAWI yang telah kalah, para sahabat Nabi diundang untuk makan. Suatu ketika ada sedikit nasi sahabat yang jatuh, lalu sahabat mengambil dan memakanya. Lalu selesai pertemuan sahabat lain bertanya ” Apa kau tidak malu mengabil sebutir nasi di depan para pembesar kerajaan Romawi”. Sahabat berkata ” Perintah Nabi lebih aku sukai daripada perhatian perbesar Kaum Rum”.
6. Nabi bersabda ” Seburuk-buruk bagian binatang untuk dimakan adalah bagian kepala dan perut”.

Maka tampaklah sekarang bahwa “jeroan” adalah makanan paling berbahaya untuk penderita “asam urat”. Ada lagi sekarang “Bakso kepala Sapi”. Saya terus terang merinding. Takut kandungan dua bagian binatang itu bagi kesehatan.
7. Nabi melarang makan sambil bersandar.

Karena itu adalah perbuatan orang bebal dan perbesar kerajaan-kerajaan romawi.
8. Perintah berjalan/melangkah sesudah makan
“Jangan tidur diatas makananmu” (hadits). Jadi sehabis makan hendaklah melangkahkan kaki minimal 40x. Perintah ini dulunya membuat saya bingung kok bisa ya…? ternyata setelah kita melangkah 40x sehabis makan, kita akan bersendawa (glegek dalam bahasa jawa). Sendawa ini mengeluarkan udara yang ikut masuk lambung bersamaan dengan proses kita menelan makanan. Dengan keluarnya udara di perut ini mengabibatkan tubuh terasa enak, tidak ada ganjalan udara lagi diperut.
9. Mencuci tangan sebelum memegang makanan sehabis tidur.
“Barang siapa mengambil makanan sedang dia belum mencici tangannya, padahal semalam dia tidak tau kemana tanganya, maka jangan salahkan kecuali dirinya sendiri jika dia tertimpa penyakit (hadits). Ya ternyata kita tidak tau kemana saja tangan kita sewaktu tidur, bisa ke lubang hidung (ngupil), bisa juga kena liur atau bahkan ke tempat lain atau juga waktu seseorang mimpi basah, maka biasanya tangan ini tidak sadar bergerilnya ke tembat kebanjiran tersebut.

Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahwa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata, “Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya.” Berkata Nabi Isa a.s, “Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu.”

Berkata pemuda itu lagi, “Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah.” Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah s.w.t., maka Nabi Isa a.s pun berdoa, “Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu.” Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.  Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahawa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.

Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah s.w.t., “Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu.” Selesai sahaja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit. Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, “Aku ini Isa a.s.” Kemudian Allah s.w.t. menurunkan wahyu yang berbunyi, “Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya.”

Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu.

1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah s.w.t., tetapi dia mencintai dunia.

2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia ingin mendapat sanjungan dari manusia.

3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.

Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda, “Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :

1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur.”

https://tausyah.wordpress.com

Diriwayatkan bahawa pada suatu hari Rasulullah s.a.w. sedang duduk bersama para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke dalam masjid dengan menangis. Apabila Rasulullah s.a.w. melihat pemuda itu menangis maka baginda pun berkata, “Wahai orang muda kenapa kamu menangis?” Maka berkata orang muda itu, “Ya Rasulullah s.a.w., ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya.” Lalu Rasulullah s.a.w. memerintahkan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. ikut orang muda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikut orang itu, maka Abu Bakar r.a dan Umar r.a. mendapati ayah orang mudah itu telah bertukar rupa menjadi babi hitam, maka mereka pun kembali dan memberitahu kepada Rasulullah s.a.w., “Ya Rasulullah, kami lihat mayat ayah orang ini bertukar menjadi babi hutan yang hitam.” 

Kemudian Rasulullah s.a.w. dan para sahabat pun pergi ke rumah orang muda dan Baginda s.a.w. pun berdoa kepada Allah s.w.t., kemudian mayat itu pun bertukar kepada bentuk manusia semula. Lalu Rasulullah s.a.w. dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut. Apabila mayat itu hendak dikebumikan, maka sekali lagi mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam, maka Rasulullah s.a.w. pun bertanya kepada pemuda itu, “Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?” 

Berkata orang muda itu, “Sebenarnya ayahku ini tidak mahu mengerjakan solat.” Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda, “Wahai para sahabatku, lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sembahyang. Di hari kiamat nanti akan dibangkitkan oleh Allah s.w.t. seperti babi hutan yang hitam.” Di zaman Abu Bakar r.a ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka menyembahyanginya tiba-tiba kain kafan itu bergerak. Apabila mereka membuka kain kafan itu mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap darah mayat. Lalu mereka cuba membunuh ular itu. 

Apabila mereka cuba untuk membunuh ular itu, maka berkata ular tersebut, “Laa ilaaha illallahu Muhammadu Rasulullah, mengapakah kamu semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah s.w.t. yang memerintahkan kepadaku supaya menyeksanya sehingga sampai hari kiamat.”
Lalu para sahabat bertanya, “Apakah kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?”
Berkata ular, “Dia telah melakukan tiga kesalahan, di antaranya :” 


1. Apabila dia mendengar azan, dia tidak mahu datang untuk sembahyang berjamaah.
2.Dia tidak mahu keluarkan zakat hartanya.
3.Dia tidak mahu mendengar nasihat para ulama.
Maka inilah balasannya. 

https://tausyah.wordpress.com