Lima Wasiat Abubakar

Posted: 7 Juni 2010 in Renungan
Tag:, , ,

Sahabat Rasul SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq, berkata, ”Kegelapan itu ada lima dan pelitanya pun
ada lima. Jika tidak waspada, lima kegelapan itu akan menyesatkan dan memerosokkan kita ke
dalam panasnya api neraka. Tetapi, barangsiapa teguh memegang lima pelita itu maka ia akan
selamat di dunia dan akhirat.”

Kegelapan pertama adalah cinta dunia (hubb al-dunya). Rasulullah bersabda, ”Cinta dunia adalah
biang segala kesalahan.” (HR Baihaqi). Manusia yang berorientasi duniawi, ia akan melegalkan
segala cara untuk meraih keinginannya. Untuk memeranginya, Abu Bakar memberikan pelita
berupa takwa. Dengan takwa, manusia lebih terarah secara positif menuju jalan Allah, yakni jalan
kebenaran.

Kedua, berbuat dosa. Kegelapan ini akan tercerahkan oleh taubat nashuha (tobat yang sungguhsungguh).
Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, di
dalam hatinya timbul satu titik noda. Apabila ia berhenti dari berbuat dosa dan memohon ampun
serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, bertambah hitamlah titik
nodanya itu sampai memenuhi hatinya.” (HR Ahmad). Inilah al-roon (penutup hati) sebagaimana
disebutkan dalam QS Al-Muthaffifin (83) ayat 14.

Ketiga, kegelapan kubur akan benderang dengan adanya siraj (lampu penerang) berupa bacaan laa
ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah. Sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa membaca dengan ikhlas
kalimat laa ilaaha illallah, ia akan masuk surga.” Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulallah, apa
wujud keikhlasannya?” Beliau menjawab, ”Kalimat tersebut dapat mencegah dari segala sesuatu
yang diharamkan Allah kepada kalian.”

Keempat, alam akhirat sangatlah gelap. Untuk meneranginya, manusia harus memperbanyak amal
shaleh. QS Al-Bayyinah (98) ayat 7-8 menyebutkan, orang yang beramal shaleh adalah sebaik-baik
makhluk, dan balasan bagi mereka adalah surga ‘Adn. Mereka kekal di dalamnya.
Kegelapan kelima adalah shirath (jembatan penyeberangan di atas neraka) dan yaqin adalah
penerangnya. Yaitu, meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati segala hal yang gaib,
termasuk kehidupan setelah mati (eskatologis). Dengan keyakinan itu, kita akan lebih aktif
mempersiapkan bekal sebanyak mungkin menuju alam abadi (akhirat). Demikian lima wasiat Abu
Bakar. Semoga kita termasuk pemegang kuat lima pelita itu, sehingga menyibak kegelapan dan
mengantarkan kita ke kebahagiaan abadi di surga. Amin.

https://tausyah.wordpress.com

Komentar
  1. […] masa jabatan yang singkat, Khalifah Abu Bakar r.a. berhasil mengkonsolidasi persatuan ummat, menciptakan stabili­tas negara dan pemerintahan yang […]

    Suka

  2. […] Sejalan dengan pengangkatan Kepala Daerah baru (yang berangkat langsung dari Madinah ke Mesir), berangkat juga kurir khusus membawa surat rahasia untuk diserahkan kepada Abdullah bin Abi Sarah. Dalam surat rahasia itu terdapat tanda-tangan Khalifah Utsman r.a. Isinya memerintahkan Abdullah bin Abi Sarah supaya segera membunuh Kepala Daerah baru setibanya di Mesir. Kepala Daerah baru itu ialah Muhammad bin Abu Bakar Ash shiddiq. […]

    Suka

  3. […] Ali r.a. segera mengumpulkan para pengikutnya kemudian mengucapkan khutbah: “Muham­mad bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan saudara-saudara kalian di Mesir sekarang menjerit minta bantuan, karena anak si Nabi­ghah (yakni Amr) sekarang sudah […]

    Suka

  4. […] Dalam silsilah keluarga kita tidak satupun anak perempuan belajar ilmu teknik, anakku. Keempat kakakmu menimba ilmu di institut agama dan ilmu keguruan. Ya, silsilah keluarga kita adalah keluarga guru, anakku. Engkau kemukakan sejumlah alasan, bahwa Islam juga butuh arsitek, butuh teknokrat, Islam bukan tentang ibadah melulu…Baiklah, aku sudah terlalu lelah menghadapimu, aku terima segala argumen dan pemikiranmu,putriku.. […]

    Suka

  5. […] rasa percaya diri saat itu. Ini merupakan reaksi psikis yang wajar, kecewa adalah perasaan yang manusiawi, tetapi ia harus diperlakukan dengan cara yang tepat agar ia tidak menggelincirkan ke jurang […]

    Suka

  6. Heru Hardiyanto berkata:

    […] rasa percaya diri saat itu. Ini merupakan reaksi psikis yang wajar, kecewa adalah perasaan yang manusiawi, tetapi ia harus diperlakukan dengan cara yang tepat agar ia tidak menggelincirkan ke jurang […]

    Suka

  7. […] ia merupakan sifat yang hendak memecah belah persaudaraan lagi agar timbul bagi kedua belah pihak permusuhan dan kebencian dengan mempengaruhi sekalian keadaan di antara diri yang satu dengan yang […]

    Suka

  8. […] alasan. Apakah betul saya sudah siap berpindah agama? Apa yang akan ada dalam pikiran teman – teman dan keluarga kalau saya menjadi muslim? Apakah saya siap untuk  mengubah banyak hal dalam perilaku […]

    Suka

Tinggalkan komentar