Asal Shufi Atau Thasawuf

Posted: 23 Juni 2010 in Kajian
Tag:

PENAMAAN SHUFI

Oleh : H Hartono Ahmad Jaiz


Penamaan  shufi tidak ditemukan secara pasti, dari  kata  apa asalnya.  Ada perbedaan-perbedaan pendapat  mengenai asal  kata shufi ataupun tasawuf. Ibnu Taimiyah menyebutkan sebagian  perbe­daan-perbedaan yang ada sebagai berikut.

Dikatakan  bahwa  lafal shufi  itu  dinisbatkan  (disandarkan) kepada ahli shofah (penghuni lorong dekat masjid Nabi). Ini tidak benar, karena kalau demikian maka pasti disebut shofiy.

Ada  pula yang berpendapat, shufi itu dinisbatkan kepada  shof depan di hadapan Allah. Ini pun salah, karena namanya jadi shofiy juga.

Konon ada yang menisbatkan shufi kepada Shufah bin Basyar  bin Thanjah,  satu kabilah   dari Bangsa  Arab,  mereka  bertetangga dengan Makkah dari zaman dahulu kala. Dinisbatkanlah  orang-orang ahli  ibadah (nassak) kepada mereka. Ini, walaupun  sesuai  untuk penisbatan  dari  segi lafal yaitu tepat  jadi  “shufi” namanya, namun penisbatan ini lemah juga. Karena mereka itu tidak terkenal dan tidak  populer bagi kebanyakan ahli ibadah.  Dan  seandainya ahli ibadah itu dinisbatkan kepada mereka maka pastilah  penisba­tan  ini  sudah  ada pada zaman sahabat dan  tabi’in  serta  para pengikut  mereka yang pertama. Dan lagi pada umumnya  orang-orang yang  berbicara mengenai nama shufi itu tidak mengetahui kabilah ini, dan tidak suka kalau dinisbatkan kepada kabilah yang ada  di zaman jahiliyah dan tidak ada di zaman Islam.

Dan  dikatakan –ini terkenal– bahwa shufi  itu  dinisbatkan kepada pakaian as-shuf/ bulu domba/ wool. (Majmu’ Al-Fatawa oleh Ibnu  Taimiyah 11/6 dan lihat 10/510 -20/150, As-Sufiyah  `Aqidah wa Ahdaf oleh Laila binti `Abdillah, Darul Wathan, Riyadh, cet I, hal 1410H, hal 10-11).

Asal  kata shufi dari pakaian shuf (bulu domba) ini  dikuatkan oleh  Ibnu Taimiyah, karena kenyataan yang ada  pada  masa  Ibnu Taimiyah adalah mereka memakai pakaian kasar (bulu domba),  seba­gai  pengakuan  untuk  zuhud (menahan  diri dengan  tidak  cinta dunia),  dan menampakkan kesederhanaan dan kemelaratan hidup  di samping menahan diri dari berhubungan dan minta-minta pada orang, dan mencegah diri dari air dingin dan makan daging. Demikian pula mereka meninggalkan nikah. Sehingga perbuatan mereka tidak sesuai dengan zuhud (tidak serakah) yang disyari’atkan.

Nabi  SAW telah mengingkari orang yang ingin mendekatkan  diri kepada  Allah dengan mencegah diri dari makan daging atau  nikah. seperti  Hadits yang telah datang dalam kitab Shahihain  (Bukhari dan Muslim) dari Anas bin Malik, ia berkata:

“Ada satu kelompok sahabat yang datang ke rumah Nabi saw  untuk menanyakan kepada  isteri-isteri beliau tentang  ibadah  beliau. Setelah  mereka  diberitahu keadaan  ibadah  beliau,  seolah-olah mereka  menganggap  ibadah itu masih terlalu sedikit.  Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain, lalu mereka bertanya, di mana posisi  kita  dibandingkan dengan Rasulullah  saw  padahal Allah telah  mengampuni  dosa beliau, baik yang terdahulu  maupun  yang akan  datang? Lalu salah seorang dari mereka berkata: “Saya  akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka.” Yang kedua  menga­takan:  “Saya akan bangun (shalat) malam dan tidak  tidur.”  Yang ketiga  berkata: “Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan kawin selama-lamanya.” Lalu Rasulullah saw datang kepada mereka  seraya bersabda:

“Kamukah  yang telah berkata begini dan begitu tadi?  Ketahui­lah,  demi Allah, akulah orang yang paling takut kepada Allah  di antara  kalian  dan yang paling bertaqwa kepada-Nya,  tetapi  aku berpuasa  dan berbuka, shalat dan tidur, dan kawin dengan  perem­puan.  Maka  barangsiap yang membenci sunnahku bukanlah ia  dari golonganku.” (HR Bukhari dan lainnya).

Ibnu Taimiyah dalam menguatkan shuf (bulu domba) sebagai sebab penamaan shufi adalah karena mereka terkenal dengan pakaian  shuf (bulu). Itu hanyalah menyebutkan gejala mereka pada masa itu  dan sebelumnya,  yaitu pakaian shuf untuk menampakkan  zuhud.  Tetapi ada  pendapat  lain  tentang penamaan  itu menunjukkan  sebagian pemikiran mereka, yaitu pemikiran yang kembali kepada pemikiran-pemikiran  kuno  seperti yang disebutkan oleh Al-Biruni  Abu  Ar-Rahyan yang menisbatkan tasawuf kepada kata “Sofia” Yunani  yaitu hikmah (filsafat),  mengingat karena saling  dekatnya  pendapat-pendapat  antara pendapat orang-orang shufi dengan  para  filosof Yunani  kuno.  (al- Tasawuf al mansya’ wal mashadir,  oleh  Ihsan Ilahi Dhahir, hal 33-34).

Tasawuf itu adalah kasus yang lebih berbahaya ketimbang  seka­dar  pakaian kasar, bahkan merupakan  pemikiran-pemikiran  buatan para filosof yang masuk ikut campur dalam Islam padahal  sebenar­nya jauh dari Islam, tetapi disampuli dengan cover yang menimbul­kan  pengelabuan  bahwa tasawuf itu termasuk  dalam Islam. (As-Shufiyyah `aqidah wa ahdaf, hal 12).

Komentar
  1. […] mengaminkan do’a Abdullah tersebut. Keduanya berangkat ke medan Uhud dan do’a keduanya dikabulkan oleh Allah. Sa’d bercerita kepada anaknya, “Duhai anakku, do’a Abdullah lebih baik […]

    Suka

  2. […] membaca firman Alloh: “Adapun orang-orang yang memberikan (hartanya pada jalan Alloh) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan […]

    Suka

  3. […] Tertentu Tempatnya..Di Syurgakah Ataukah Di Neraka..!! « Tausiyah In Tilawatun Islamiyah pada Asal Shufi Atau ThasawufWahai Hamba Hamba ALLAH..Takutlah Kamu Akan Buruknya Su’ul Khotimah, Sedang Tiap-Tiap Manusia […]

    Suka

  4. […] juga merupakan pelanggaran yaitu sangkaan sebagian orang yang menganggap bahwa kalau sudah tunangan/khitbah, maka laki-laki dan perempuan tersebut boleh jalan berdua-duaan, bergandengan tangan bahkan ada […]

    Suka

  5. […] juga merupakan pelanggaran yaitu sangkaan sebagian orang yang menganggap bahwa kalau sudah tunangan/khitbah, maka laki-laki dan perempuan tersebut boleh jalan berdua-duaan, bergandengan tangan bahkan ada […]

    Suka

  6. […] kehidupan sekalian makhluk-Nya terlebih bagi jin dan manusia, dan berikut adalah lima  fase atau tahap kehidupan manusia yaitu  Tahapan  titik nol atau ketidak adaan,  tahapan  di  alam […]

    Suka

  7. […] kehidupan sekalian makhluk-Nya terlebih bagi jin dan manusia, dan berikut adalah lima  fase atau tahap kehidupan manusia yaitu  Tahapan  titik nol atau ketidak adaan,  tahapan  di  alam […]

    Suka

Tinggalkan komentar