Ulama Salaf Tidak Mau Menshalati Para Ahlul Bid’ah

Posted: 22 Juni 2010 in Manhaj Salaf
Tag:, ,

HAKIKAT BID’AH DAN KUFUR

TANYA JAWAB BERSAMA
AL-IMAM AL-MUHADDITS

MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI RAHIMAHULLAHU

Penanya :

Jika dikatakan, kami tidak mensholatinya karena mereka termasuk mubtadi’, maka apa jawaban Anda???

Syaikh :

Apa dalilnya???

Penanya :

Mereka menggunakan af’alus salaf (amalan para salaf) sebagai dalil dan mereka membedakan antara pelaku kemaksiatan dengan pelaku bid’ah yang mengada-adakan kebid’ahan di dalam agama. Kaum salaf terdahulu, mereka tidak mau mensholati ahlul bid’ah ataupun bermajelis dengan mereka serta bermuamalah dengan mereka. Berdasarkan hal inilah mereka membangun dakwaannya.

Syaikh :

Pertanyaanku tadi apa?

Penanya :

Kita mensholati mereka ataukah tidak???

Syaikh :

Tidak! Anda meluaskan jawaban Anda dari pertanyaanku tadi dan Anda kehilangan maksud (melenceng ed.) dari pertanyaanku. Pertanyaanku barusan adalah, “Apakah dalilnya?” dan Anda menjawab dengan dalil “dakwaan’. Padahal “dakwaan” tidaklah sama dengan dalil. Sedangkan Anda menyatakan bahwa mereka mendakwakan sholat jenazah tidak dilakukan bagi mubtadi’.

Penanya :

Tidak ada dalilnya wahai syaikh, mereka berargumentasi dengan amalan para salaf.

Syaikh :

Apakah amalan para salaf itu dalil???

Penanya :

Itu yang mereka katakan (dakwakan).

Syaikh :

Manakah dalil dari dakwaan ini???

Penanya :

Dalilnya biasanya sangat umum pada perkara ini.

Syaikh :

Bukankah para ulama salaf ketika melakukan muqotho’ah (isolir /pemutusan hubungan) dengan individu-individu tertentu yang melakukan kemaksiatan dan kebid’ahan, lantas, apakah ini berarti mereka menghukumi mereka sebagai kafir?[6]

Penanya :

Tidak!

Syaikh :

Tidak! Sebab mereka masih menganggap mereka sebagai muslim. Kita tidak memiliki sikap pertengahan di antara muslim dan kafir. Apabila mereka ini muslim, maka harus diperlakukan sebagai muslim atau jika mereka kafir maka diperlakukan sebagai kafir. Kita tidak memiliki sikap pertengahan sebagaimana sikapnya mu’tazilah yang menyatakan adanya suatu tempat diantara dua tempat (manzilah bayna manzilatain), yaitu diantara muslim dan kafir.[7]

Selanjutnya, semoga Alloh memberkahimu, hal ini murni merupakan dakwaan belaka, yaitu para salaf tidak mensholati mubtadi’ secara umum. Ini merupakan dakwaan belaka yang diusung oleh para pemuda yang khoir (baik) –sebenarnya- namun mereka mengambil beberapa masalah dengan semangat yang meluap-luap tanpa disertai dengan ilmu yang benar berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Saya telah menunjukkan pada Anda suatu hakikat yang tidak mungkin ada dua orang berbeda pendapat tentangnya, yaitu tentang apakah orang tersebut muslim atau kafir. Jika ia muslim –menurut dari apa yang ia tampakkan- maka ia disholati, bahkan –sebagai tambahan- hartanya diwarisi oleh ahli warisnya, mayatnya dimandikan dan dikafani serta ia dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Namun jika ia kafir, maka ia dihempaskan seperti bebijian dan dikuburkan di pekuburan kaum kafir. Kita tidak punya pendapat pertengahan dalam hal ini.

Kendati demikian, apabila ada seseorang yang tidak turut menshalati seorang muslim –atau para ulama tidak mau mensholatinya-, hal ini tidaklah menunjukkan bahwa mensholati orang ini adalah terlarang. Hal ini mengindikasikan bahwa para salaf sedang menunjukkan suatu hikmah dan beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi (dilakukan) oleh orang selainnya.

Sebagaimana kisah dalam  sebuah hadits –yang pasti Anda ingat- di dalam beberapa riwayat dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, “Sholatilah saudara kalian ini” sedangkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam tidak turut menshalatinya. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Apakah Nabi yang tidak turut menshalati seorang muslim ini lebih penting (dijadikan dalil) ataukah ulama salafi yang menolak menshalati muslim? Katakan padaku, mana yang lebih utama???


[6]. Termasuk dasar prinsip aqidah salaf adalah tidak mengkafirkan ahli kiblat yang bertauhid, sebagaimana yang dinyatakan oleh para imam salaf. Imam Ahmad rahimahullahu berkata di dalam As-Sunnah allati tufiya ‘anha Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, poin ke-11 : “Dan kami tidak mengkafirkan seorangpun dari Ahli Tauhid walaupun mereka melakukan dosa besar.” (Aqo’id A`immatis Salaf, hal. 39); Beliau juga berkata di dalam Shifatul Mu’miun min Ahlis Sunnah wal Jama’ah adalah : “Tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat karena dosanya” (Aqo`id, hal. 40); Imam Abu Bakr al-Humaidi rahimahullahu berkata di dalam Ushulus Sunnah, poin ke-14 : “Dan tidaklah mengkafirkan karena sesuatu dari dosa” (Aqo`id, hal. 156); Imam Abu Zaid al-Qirwani di dalam al-I’tiqod, poin ke-18 : “Dan tidak mengkafirkan seorangpun dari ahli kiblat dikarenakan dosa.” (Aqo`id, hal. 168).

[7]. Mu’tazilah memiliki 5 dasar keyakinan pokok, yaitu : al-‘Adl (keadilan), at-Tauhid (yang dimaksud tauhid di sini adalah nafyu shifat / menafikan sifat-sifat Alloh), Infaazhul Waa’id (melaksanakan ancaman), amar ma’ruf nahi munkar (maksudnya memberontak terhadap penguasa) dan manzilah baina manzilatain yang maksudnya adalah seorang ahli maksiat itu bukanlah muslim dan bukanlah kafir, namun dia berada di pertengahannya, yakni manzilah bayna manzilatain (suatu tempat/posisi di antara dua tempat/posisi), yaitu tempat di antara muslim dan kafir, yaitu tidak terjerumus kepada kekafiran namun keluar dari keimanan mereka kekal di dalam neraka.

Komentar
  1. […] dari masa kekacauan dan menegakkan sunnah. Ia pergi dalam keadaan bersih; jarang bercela; meraih kebaikan dunia dan selamat dari […]

    Suka

  2. […] seseorang hamba beroleh derajat yang shaleh lagi shalehah adalah karena katinggian ilmunya akan ajaran syar’i yang lurus lagi mengikuti […]

    Suka

  3. […] seseorang hamba beroleh derajat yang shaleh lagi shalehah adalah karena katinggian ilmunya akan ajaran syar’i yang lurus lagi mengikuti […]

    Suka

  4. […] dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian […]

    Suka

  5. […] surat dari sang pemuda, gadis yang cantik jelita itupun mengambil pisau dan mencongkel kedua bola matanya, dan mengirimkan kedua bola […]

    Suka

  6. […] dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamudelapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi […]

    Suka

  7. […] وَإِذَا كَانَ فِي تَرْكِ الصَّلَاةِ عَلَى الدَّاعِي إِلَى الْبِدْعَةِ وَالْمُظْهِرِ لِلْفُجُورِ مَصْلَحَةٌ مِنْ جِهَةِ انْزِجَارِ النَّاسِ، فَالْكَفُّ عَنِ الصَّلَاةِ كَانَ مَشْرُوعًا لِمَنْ كَانَ يُؤْثِرُ تَرْكَ صَلَاتِهِ فِي الزَّجْرِ.“Dan jika meninggalkan untuk menshalati seorang yang mengajak kepada kebid’ahan dan orang yang menampakkan kefajirannya terdapat mashlahat dari sisi memberi jera kaum muslimin, maka tidak menshalatinya adalah hal yang disyariatkan bagi orang yang memiliki pengaruh ketika meninggalkan menshalatinya dalam memberikan efek jera”. (Minhajus Sunnah, 5/235)..Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata : “Juga sebagaimana dahulu banyak dari kalangan salaf (pendahulu) berhalangan untuk menyolati ahli bid’ah, maka pengamalannya terhadap sunnah ini bagus”. (Majmu’ Fatawa, 24/285)..Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata : “Apabila ada seseorang yang tidak turut menshalati seorang muslim – atau para ulama tidak mau mensholatinya -, hal ini tidaklah menunjukkan bahwa mensholati orang ini adalah terlarang. Hal ini mengindikasikan bahwa para salaf sedang menunjukkan suatu hikmah dan beberapa hal yang tidak dapat dipenuhi (dilakukan) oleh orang selainnya”..Disebutkan dalam buku yang berjudul, Buku 3 Fiqih Kontemporer : Fuqaha Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat, para tokoh agama hendaknya tidak mensholati jenazah ahli bid’ah dan pendosa besar yang sudah dikenal luas, sebagai pelajaran penjeraan bagi orang-orang yang seperti itu..2. Ahli bid’ah yang melakukan kebid’ahan yang menyebabkannya keluar dari Islam, maka jenazahnya tidak berhak dishalati, dido’akan, dan dimintakan ampunan baginya..Dalilnya, Allah Ta’ala berfirman :.وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ  وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ.“Dan janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka. Dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik”. (Qs. at-Taubah, 84)..Ayat di atas merupakan dalil tidak bolehnya menshalati, berdo’a dan memintakan ampunan bagi orang munafik, yaitu orang yang  seolah-olah Islam padahal hakekatnya bukan Islam. Selain orang munafik, juga orang Islam tapi kemudian karena kesesatan yang dia lakukannya sehingga mengeluarkannya dari akidah Islam..Dan berdasarkan ayat di atas, para ulama melarang untuk menshalati ahli bid’ah, yang perbuatan bid’ahnya mengeluarkannya dari Islam..Imam Ahmad rahimahullah berkata :.الْجَهْمِيَّةُ وَالرَّافِضَةُ لَا يُصَلَّى عَلَيْهِمْ.“Al-jahmiyyah dan ar-Rofidhoh mereka tidak dishalati”. (Kasysyaaful Qinaa’ Syarhul Iqnaa’, 2/124)..Imam Ahmad rahimahullah juga berkata :.أَهْلُ الْبِدَعِ إنْ مَرِضُوا فَلَا تَعُودُوهُمْ وَإِنْ مَاتُوا فَلَا تُصَلُّوا عَلَيْهِمْ.“Ahlul bid’ah, jika sakit maka jangan kalian kunjungi mereka, dan jika meninggal maka jangan kalian shalati mereka”. (Kasysyaaful Qinaa’ Syarhul Iqnaa’, 2/124)..Yang dimaksud oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam keterangannya di atas adalah ahli bid’ah yang kebid’ahannya menyebabkannya keluar dari Islam..Diantara kesesatan faham jahmiyyah ialah : Meniadakan sifat-sifat Allah dan menyangka bahwa Allah tidak bisa disifati dengan sifat apa pun, karena pemberian sifat bisa mengakibatkan penyerupaan dengan makhluk-Nya. (Ar-Radd ‘alaa Jahmiyyah, hal.17 karya Imam ad-Darimi, dan Majmuu’ Fataawaa ; 5/20)..Diantara kesesatan kaum Rofidhoh adalah : Pengkafiran terhadap para Sahabat Nabi, dan keyakinan bahwa para Sahabat Nabi telah murtad kecuali hanya beberapa orang saja..Demikian, wallahu a’lam..By: Abu meong..Sumber tulisan :.https://bekalislam.firanda.net/2959-shalat-jenazah-fardhu-kifaayah.html#_ftn55.https://tausyah.wordpress.com/2010/06/22/ulama-salaf-tidak-mau-menshalati-para-ahlul-bidah.https://ameeralife.com/berita//rt557156070262726001/korupsi-termasuk-extraordinary-crime-apa-hukumnya-mensholatkan-jenazah-koruptor.._____ […]

    Suka

Tinggalkan komentar