Keyakinan Orang Rafidhah Tentang Bai’at

Posted: 21 Juni 2010 in Aqidah Syi'ah
Tag:

Apakah Keyakinan Orang Rafidhah Tentang Bai’at

Orang Rafidhah menganggap setiap pemerintahan selain pemerintahan Itsna ‘Asyara (syi’ah Itsnaasyarah/ Imammiyah/ Rafidhah) adalah pemerintahan yang batil (tidak sah). Diriwayatkan di dalam kitab “Al Kaafii” dengan syarahan (uraian) Al Mazandaraani dan di dalam kitab Al Ghaibah oleh An Nu’mani, dari Abi Ja’far, ia berkata : “Setiap bendera yang diangkat (dikibarkan) sebelum bendera Al Qaaim -Mahdinya orang Rafidhah- maka pemiliknya adalah thoghut”.[1]

Dan tidak boleh menta’ati seorang hakim yang bukan dari Allah, kecuali dengan cara Taqiyah (kemunafikan), penguasa yang absolut dan zholim tidaklah pantas untuk menjadi pemimpin, dan setiap pemimpin yang bersifat serupa dengan itu. Seluruhnya gelar itu mereka berikan nama itu kepada penguasa kaum muslimin yang bukan dari imam-imam mereka, orang paling utama dari mereka itu adalah khulafaurasyidin -semoga Allah meridhoi mereka- yaitu : Abu Bakar, Umar dan Utsman.

Tokoh Rafidhah Al Majlisi, dimana ia merupakan salah seorang dari orang-orang yang sesat dari mereka, pengarang kitab “Bihaarul Anwar”, berkata tentang tiga orang khalifah rasyidin : “Sesungguhnya mereka tiada lain kecuali perampas yang zholim, murtad dari agama, semoga laknat Allah atas mereka dan terhadap orang-orang yang mengikuti mereka di dalam menzholimi ahlu bait dari pertama sampai terakhir”.[2]

Inilah yang dikatakan oleh imam mereka Al Majlisi yang kitabnya dikatagorikan ke dalam reffrensi mereka (rujukan) yang pokok dan terpenting dalam hadits mengenai umat yang paling mulia setelah para rasul dan nabi.

Berdasarkan kepada keyakinan mereka terhadap khilifah kaum muslimin, maka mereka menganggap setiap orang yang bekerjasama dengan mereka adalah thoghut dan zholim. Al Kulaini meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar bin Hanzholah, ia berkata : “Saya telah bertanya kepada Abu Abdillah tentang dua orang dari golongan kita, di antara mereka berdua terjadi perselisihan dalam masalah agama atau harta warisan, lalu mereka berdua berhukum (minta diselesaikan secara hukum) kepada penguasa dan kepada hakim, apakah hal itu halal? Ia berkata : siapa berhukum (meminta diselesaikan secara hukum) kepada mereka, dengan kebenaran atau kebatilan, maka sesungguhnya mereka berhukum kepada thoghut, dan apa yang telah diputuskan untuknya sesungguhnya yang ia ambil adalah harta haram, walaupun sebenarnya itu haknya, karena ia telah mengambilnya dengan hukum thoghut”.[3]

Berkata Khumaini yang celaka -semoga Allah menghukumnya dengan hukum yang pantas dan setimpal- dalam mengomentari pembicaraan mereka ini : “Imam itu sendiri dilarang untuk merujuk kepada penguasa-penguasa dan hakim-hakim mereka, dan merujuk kepada mereka dikatagorikan merujuk kepada thoghut.”[4]


[1] Kitab “Al Kaafii” dengan syarahan (uraian) Al Mazandaraani, dan lihat kitab Al Bihaar (25/113).

[2] Kitab Al Bihaar oleh Al Majlisi (4/385).

[3] Kitab “Al Kaafii” oleh Al Kulaini (1/67), kitab At Tahdziib (6/301) dan kitab Man Laa Yahsuruhu Al Faqiih : (3/5).

[4] Al Hukumaatul Islamiyah, hal : 74.

Komentar
  1. […] Jaminan Surga dan terhindar dari api Neraka. […]

    Suka

  2. […] diantara golongan manusia lebih memisahkan diri (bergerombol) di bulan dzulhijjahnya, pertumpahan darah banyak terjadi di bulan dzulhijjah tersebut, juga semakin klimaks ketika masuk di bulan muharram, […]

    Suka

  3. […] orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. An-Nuur : […]

    Suka

Tinggalkan komentar