Matinya Tokoh Baha’i Membuka Tabir Misteri |
Oleh : H Hartono Ahmad Jaiz
Tokoh Baha’i (aliran sempalan Syi’ah Imamiyah di luar Islam), KS 68 tahun, meninggal dunia di Bandung, Senin 2 Syawal 1417H/ 10 Februari 1997M. Meninggalnya tokoh aliran Baha’isme (Baha’iyah) yang di Indonesia telah dilarang sejak 1962 ini menjadikan pemandangan yang tampak unik. Para pelayat yang hadir di sana menjadi dua kubu, menurut penuturan salah seorang yang hadir melayat saat itu. Kubu Islam dan kubu Baha’i ada di dalam keluarga mayat itu.
Mayat yang masuk Baha’i tahun 1957 di Hongkong ini diupacarai secara Baha’i. Kepala mayat itu ditolehkan ke kanan. Namun kemudian diputar paksa, diluruskan, oleh salah satu keluarganya yang bukan Baha’i. Kepala mayat itu diputar paksa diluruskan, hingga berbunyi “krek”.
Meskipun demikian, para pelayat yang sebagian dari pengikut Baha’i, orang-orang Iran, tampak menyembahyangi mayat ini. Sembahyang mayat itu dengan cara duduk di depan mayat sambil mengangkat-angkat tangan. Dan para pelayat yang Baha’i ini
mengatakan, mayat ini mau dikubur di kuburan Islam, Kristen atau lainnya sama saja, boleh-boleh saja.
Mayat ini, menurut sumber tertentu, adalah ketua Baha’i di Indonesia, bahkan tingkat Asia Tenggara. Dia dulunya seorang diplomat yang bertugas di antaranya di Hongkong, dan ia masuk Baha’i di sana tahun 1957. Sedang Baha’i itu masuk di Indonesia sejak tahun 1953. Menurut _Ensiklopedi Umum_, Basha’isme dilarang di Indonesia tahun 1962 karena ada segi-segi kegiatan mereka yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia serta menghambat penyelesaian Revolusi Indonesia.
Sumber itu menyebutkan, mayat ini punya hubungan erat dengan seorang tokoh “serem” terkemuka (LBM) non Muslim yang dikenal sangat anti Islam, yang pada masa sebelum tahun 1990-an sangat berperan dalam menekan dan menyengsarakan umat Islam dengan berbagai kebijakannya. Dan pengaruhnya masih terasa sampai kini walau tak menduduki suatu jabatan lagi. Acara-acara tokoh Baha’i ini sering dihadiri tokoh non Muslim tersebut.
_Baha’iyah bukan Islam_
Baha’iyah atau baha’isme ini menyatukan atau menggabungkan agama-agama: Yahudi, Nasrani, Islam dan lainnya menjadi satu. Hingga aliran ini jelas-jelas dinyatakan sebagai non Islam. Prof Dr M Abu Zahrah ulama Mesir dalam bukunya _Tarikh Al-Madzaahibil Islamiyyah fis Siyaasah wal ‘Aqoid™ menjelaskan secara rinci penyimpangan dan kesesatan Baha’iyah, dan ia nyatakan sebagai aliran bukan Islam, berasal dari Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Pendiri aliran ini Mirza Ali Muhammad al-Syairazi lahir di Iran 1252H/ 1820M. Ia mengumumkan, tidak percaya pada hari akhir,
surga dan neraka setelah hisab/ perhitungan. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul). Risalah Muhammad bukan risalah terakhir. Huruf-huruf dan angka-angka mempunyai tuah terutama angka 19. Perempuan mendapat hak yang sama dalam menerima harta waris. Ini berarti dia mengingkari hukum Al-Quran, padahal mengingkari Al-Quran berarti kufur, tandas Abu Zahrah. Mirza Ali dibunuh pemerintah Iran tahun 1850, umur 30 tahun. Sebelum mati, Mirza memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah. Keduanya diusir dari Iran. Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha’ullah ke Turki. Pengikut Baha’ullah lebih banyak, hingga disebut Baha’iyah atau Baha’isme, dan kadang masih disebut aliran Babiyah, nama yang dipilih pendirinya, Mirza Ali. Kemudian kedua tokoh itu bertikai, maka diusir dari Turki. Baha’ullah diusir ke Akka Palestina. Di sana ia memasukkan unsur syirik dan menentang Al-Quran dengan mengarang _Al-Kitab Al-Aqdas™ diakui sebagai dari wahyu, mengajak ke agama baru, bukan Islam. Baha’ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya.
_Ajaran Baha’ullah_
-Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap syare’at telah kadaluarsa. Maka aliran ini tak ada kaitan dengan Islam. -Persamaan antara manusia meskipun berlainan jenis, warna kulit dan agama. Ini inti ajarannya.
-Merubah peraturan rumah tangga dengan menolak ketentuan-ketentuan Islam. Melarang poligami kecuali bila ada kekecualian. Poligami inipun tidak diperbolehkan lebih dari dua isteri. Melarang talak kecuali terpaksa yang tidak memungkinkan antara kedua pasangan untuk bergaul lagi. Seorang istri yang ditalak tidak perlu iddah (waktu penantian). Janda itu bisa langsung kawin lagi.
-Tidak ada shalat jama’ah, yang ada hanya shalat jenazah bersama-sama. Shalat hanya dikerjakan sendiri-sendiri.
-Ka’bah bukanlah kiblat yang diakui oleh mereka. Kiblat menurut mereka adalah tempat Baha’ullah tinggal. Karena selama Tuhan menyatu dalam dirinya maka di situlah kiblat berada. Ini sama dengan pandangan sufi (orang tasawuf) sesat bahwa _qolbul mukmin baitullah_, hati mukmin itu baitullah.
_Berpusat di Chicago_
Masa Baha’ullah berakhir dengan meninggalnya pada 16 Mei 1892, dilanjutkan anaknya, Abbas Efendy yang bergelar Abdul Baha’ atau Ghunun A’dham (cabang agung). Abbas menguasai budaya Barat, maka ia gabungkan ajaran ayahnya dengan pemikiran Barat. Hingga Abbas cenderung menggunakan kitab-kitab agama Yahudi dan Nasrani.
Abu Zahrah menegaskan: “Jika guru pertama (Mirza Ali) pada aliran ini sudah melangkah dalam penghancuran ajaran Islam dengan mengatas namakan pembaharuan, lalu penerusnya (Baha’ullah) menyempurnakannya dengan mengingkari semua ajaran Islam serta menyingkirkannya, dan penerus berikutnya (Abbas Baha’) melangkah lebih jauh dari itu. Dia bahkan mengambil kitab-kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti Al-Quran.”
Baha’iyah berkembang di Eropa dan Amerika berpusat di Chicago. Aliran ini dinilai Abu Zahrah sebagi ajaran yang diada-adakan belaka. Mereka menggunakan topeng Taqiyah, yaitu cara mengelabui manusia dengan menyembunyikan alirannya, padahal yang terselubung di dalam hatinya adalah usaha untuk mendangkalkan aqidah Islam dan menghancurkan ajaran-ajarannya dan menjauhkan dari pemeluknya.
Yang pasti, lanjut Abu Zahrah, aliran Baha’iyah mempunyai kegiatan pesat di wilayah kaum muslimin di kala mereka diberi kebebasan oleh musuh-musuh Islam, yaitu penjajah. Maka Baha’iyah semakin kuat setelah terjadi perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Baha’iyah sekarang sedang mengangkat kepalanya, namun tetap harus ditumpas atau dikembalikan ke daerah pusat kegiatannya, Chicago.” _
Persoalan di Indonesia
Bahaullah, pemimpin Baha’i itu mati tahun 1892, kuburannya di Israel, tepatnya di Akka. Ia mengaku memiliki kitab suci yang diberi nama Al-Aqdas (yang lebih suci) Kepercayaan yang diajarkannya adalah sinkretisme. Kaum Baha’i percaya bahwa Al-bab (sama dengan Bahaullah) adalah pencipta segala sesuatu dengan kata-katanya. Dalam Baha’i dikenal konsep wahdatul wujud, menyatunya manusia dengan Tuhannya (itu sama dengan kepercayaan sufi sesat yang ditokohi oleh Ibnu Arabi, pen). Mereka juga mempercayai reinkarnasi, keabadian alam semesta. Buddha, Konghucu, Zoroaster, dan agama lain dianggap sebagai jalan kebenaran. Mereka mentakwilkan Al-Qur’an dengan makna batin. Mereka percaya bahwa wahyu akan turun terus membimbing manusia. Pemikiran Baha’i banyak mengacu pada pemikiran Zoroaster, Mani, dan Mazdakiyah yang pernah hidup lama di Persia. Lantas semakin matang melalui pertemuannya dengan Islam, Kristen, dan Yahudi. (lihat Majalah DR 20-26 Desember 1999, hal 55).
Secara organisasi, Baha’i berpusat di Haifa, Israel. Baha’i tersebar di 235 negara melalui Baha’i International Community (BIC) yang sejak 1970 memperoleh status resmi sebagai badan penasihat Dewan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam bidang Sosial Ekonomi (Ecosoc) dan Unicef. (ibid, hal 55).
Ajaran Baha’i ini masuk ke ke Indonesia sekitar tahun 1878 (sebelum matinya dedengkot Baha’i, Bahaullah di Israel 1892, pen) melalui Sulawesi yang dibawa dua orang pedagang: Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Melihat namanya tentu berasal dari Persia dan Turki. Ia berkunjung ke Batavia, Surabaya, dan Bali.
Baha’i dilarang di Indonesia sejak 15 Agustus 1962. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No 264/ Tahun 1962 yang berisikan pelarangan tujuh organisasi, termasuk Baha’i. Kata-kata di bawah surat Keppres tersebut menjelaskan bahwa ajaran dan organisasi-organisasi tersebut –termasuk Liga Demokrasi dan Rotary Club—dilarang karena “tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, menghambat penyelesaian revolusi, atau bertentangan dengan cita-cita sosialisme Indonesia.” (DR, hal 55).
Baha’i, dengan jaringan internasional yakni pusat organisasinya di Israel, sedang pusat kegiatannya di Chicago Amerika, maka imbasnya terhadap para antek Israel tampak nyata pula di Indonesia. Hingga di Indonesia, ada pula alumni Chicago bersama antek-anteknya yang berani mengumandangkan bahwa lelaki Muslim menikahi wanita-wanita non Muslim, baik itu Hindu, Budha, maupun Sinto adalah sah. Alasan doktor dari Chicago itu, karena larangan menikahi musyrikat (wanita musyrik, menyekutukan Allah SWT dengan lain-Nya) dalam Al-Quran itu hanya musyrikat Arab. Tokoh ini telah pudar pamornya karena dihujat oleh umat Islam dikaitkan dengan imbas ajaran Zionis Yahudi. Kini ditambah lagi bukti dengan imbasan ajaran Baha’i yang memang pusat kegiatannya di Chicago sedang pusat organisasinya di Israel, dan ternyata ketahuan, tokoh utamanya di Indonesia mati usai Iedul Fitri 1417H/ 1997M di Bandung.
Hanya saja karena bangsa ini tampaknya tidak begitu mempedulikan masalah-masalah yang mempecundangi Islam, maka tokoh yang pemikirannya sangat ngaco dan mengacak-acak Islam itu tahu-tahu diangkat-angkat dengan julukan Guru Bangsa. Maka makin menjadi-jadilah upaya pengacak-acakan terhadap Islam, bukan hanya sendirian, tetapi memakai barisan yang aktif bicara di mana-mana. Hingga pendapat-pendapatnya yang sangat bertentangan dengan Islam dan merusak Islam pun tersebar di mana-mana. Bahkan seolah pendapat yang mengacak-acak Islam itu menjadi semacam “satu modal” (kredit poin) untuk mendapatkan jabatan tinggi di negeri Indonesia yang tampaknya para pejabatnya alergi terhadap syari’at Islam ini. Misalnya Dr Komaruddin Hidayat, tokoh Yayasan Paramadina, dosen Pasca sarjana IAIN Jakarta yang belakangan tahun 1998 diangkat oleh Menteri Agama Malik Fajar menjadi Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam, sebelumnya dulu di tahun 1996 melontarkan pendapat bahwa pernikahan artis / bintang film Ira Wibowo (perempuan beragama Islam) dengan penyanyi Katon Bagaskara (laki-laki beragama Nasrani Protestan berubah jadi Katolik) tidak apa-apa (sah-sah saja, red) asal tidak mengganggu keimanannya. Padahal, dalam Islam telah jelas keharamannya. Allah SWT menegaskan:
يأيها الذين ءامنوا ……………………………………………… ولاهم يحلون لهن.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (perempuan-perempuan mukminah) tidak halal bagi
orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” (QS Al-Mumtahanah/ 60:10).
Apabila orang Paramadina atau yang sefaham dengan lembaga yang dirintis Dr Nurcholish Madjid itu masih belum mau mengakui keharaman pernikahan antara Muslimah dengan Nasrani, maka Hadits berikut ini cukup untuk memberi pelajaran kepada mereka:
إذا أسلمت النصرانية قبل زوجها بساعة حرمت عليه. (رواه البخاري).
“Idzaa aslamatin nashrooniyyatu qobla zaujihaa bisaa’atin hurrimat ‘alaihi.”
“Apabila seorang wanita Kristiani masuk Islam sebelum suaminya (masuk Islam) sesaat saja, maka wanita itu diharamkan atas suaminya itu tadi.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya bab 20 dari kitab At-Thalaq, dikutip Ibnu Taimiyyah dalam Ahkaamuz Zawaaj, terjemahannya: (Hukum-hukum Perkawinan), Pustaka Al-Kautsar Jakarta, 1997, hala 82).
Gejala mensahkan pernikahan Muslimah dengan laki-laki Kristiani itu bukan sekadar omongan ketika diwawancarai majalah atau koran, namun difatwakan pula kepada pelakunya langsung yang bertanya ke Yayasan Paramadina Jakarta. Hal itu seperti yang diceritakan sendiri oleh Dr Zainun Kamal yang juga pengasuh di Paramadina dan juga dosen IAIN Jakarta. Dia ceritakan bahwa dirinya ditanya oleh seorang Muslimah yang nikah dengan lelaki Nasrani, maka dijawab bahwa nikahnya itu sah. Padahal sebelumnya, menurut cerita dia, orang-orang yang ditanya oleh perempuan itu senantiasa menjawab bahwa pernikahannya tidak sah menurut Islam. Dr Zainun menambahkan, setelah mendapatkan jawaban dari Dr Zainun bahwa pernikahan perempuan Muslimah dengan lelaki Nasrani itu sah, akhirnya suami sang Muslimah itu masuk Islam. Jadi Muslimah itu lega sekali dengan jawaban yang dikemukakan tersebut, ungkap Dr Zainun Kamal.
Terhadap jawaban model itu ada yang perlu dicermati. Islam itu tidak tergantung lega atau tidaknya seseorang, tetapi dalilnya itu shahih atau tidak. Demikian pula, Islam itu hukumnya tidak tergantung kepada “:orang non Islam mau masuk Islam atau tidak”. Jawaban yang sesuai dengan dalil yang shahih, walaupun tidak mengakibatkan orang non Muslim masuk Islam, tetap jawaban itu benar. Sebaliknya, fatwa yang bertentangan dengan dalil yang shahih, walaupun mengakibatkan masuknya non Muslim kepada Islam, tetap fatwa itu berlawanan dengan Islam. Misalnya, ada lelaki Muslim menikahi wanita Nasrani yang keadaannya dalam masa ‘iddah/ tunggu –karena suaminya (Muslim, dulunya nikah secara Islam, karena lelaki Muslim boleh menikahi wanita Kristen yang muhshonat/ baik-baik) meninggal baru 40 hari (‘iddahnya 4 bulan 10 hari). Lalu setelah diadakan pernikahan antara lelaki Muslim (suami baru) dengan janda Kristiani yang dalam masa ‘iddah itu, kemudian mereka berdua bertanya kepada seorang doktor, misalnya. Pertanyaannya: Apakah perkawinannya yang dalam masa ‘iddah itu sah? Kemudian dijawab oleh sang doktor, misalnya, bahwa nikahnya di masa ‘iddah itu sah. Saking leganya hati si penanya, maka wanita Kristiani ini masuk Islam. Apakah masuknya Islam si wanita itu menunjukkan benarnya jawaban tentang pernikahan yang batil karena masih dalam masa ‘iddah itu? Tentu saja tidak benar.
Demikianlah. Telah jelas dan gamblang. Betapa rancunya pemikiran orang model-model itu. Tampak sekali. (Lihat kematian Lady Diana Mengguncang Akidah Umat, Darul Falah, Jakarta, 1997, hal 40-41).
Kembali kepada persoalan awal, pemahaman Baha’i yang sangat rancu dan merusak Islam, sampai menerapkan kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti Al-Qur’an pun ditempuh, ternyata di sini ada pula orang-orang yang sefaham dengan itu, yang caranya adalah mengganti hukum dari ayat-ayat dan hadits-hadits dengan pendapatnya sendiri.
Walhasil, Zionis plus Baha’i yang jelas-jelas di masa Soekarno dan Soeharto terlarang di Indonesia, ternyata ada oknum-oknumnya yang secara ideologis sangat mendukungnya. Itulah sebenarnya yang perlu diwaspadai, karena senantiasa akan menghancurkan Islam lewat lembaga dan pemikiran mereka.
Yang menyedihkan lagi, tokoh-tokoh Organisasi Islam terkemuka pun sering menyuarakan kesesatan atau mendukung kesesatan secara nyata dan beramai-ramai. Misalnya, satu kenyataan munculnya desakan dari sidang Tanwir Muhammadiyah (sidang tertinggi setelah Muktamar) di Bandung Desember 1999 meminta pemerintah agar segera mengakui keberadaan Konghucu. Padahal sebelumnya, Konghucu dianggap bukan agama dan dianggap bukan dari agama Buddha. (lihat DR, 20 Desember 1999, hal 47).
Di samping itu, ada dedengkot yang suka berpikiran nyeleneh (aneh-aneh) yang mengadakan upacara do’a bersama antar agama di rumahnya di Ciganjur Jakarta. (Tentang haramnya do’a bersama antar berbagai agama itu baca buku ini dalam bab Ruwatan dan do’a bersama antar agama). Pada acara do’a bersama antar agama itu muncul pula orang-orang Baha’i di rumah dedengkot nyeleneh itu, dan berdialog pula. Dan itu menurut Djohan Efendi (dulu ketua Badan Penelitan dan Pengembangan Agama Departemen Agama, kemudian masa pemerintahan Gus Dur diangkat sebagai sekretaris negara) sering dilakukan dialog antara orang Baha’i dengan Gus Dur di rumahnya di Ciganjur Jakarta waktu belum jadi presiden.
Apa yang dikemukakan Djohan itu merupakan salah satu bukti “kecintaan” Gus Dur kepada kepercayaan yang mengacak-acak Islam ataupun yang bertentangan dengan Islam. Dan bentuk “kecintaannya” itu dipraktekkan dengan menggunakan aneka cara, lebih-lebih ketika ia memegang kekuasaan. Maka, begitu biang antek Zionis di Indonesia itu memegang kepemimpinan nasional sejak Agustus 1999, dia buru-buru meresmikan kepercayaan kemusyrikan yang menyembah tepekong (yang secara resmi diusulkan oleh Sidang Tanwir Muhammadiyah di Bandung tersebut), dan tidak lupa pula meresmikan Baha’i yang dekat dengan misi Zionis itu di Bandung.
Di balik itu semua ada uniknya.
Konon, begitu aliran sempalan Syi’ah yang mengacak-acak Islam, yaitu aliran Baha’i itu telah diresmikan oleh dedengkot antek Zionis, maka hari berikutnya muncul pernyataan resmi anak buahnya, yaitu dari NU (Nahdlatul Ulama) daerah Bandung yang menolaknya. Demikianlah, walaupun orang-orang Nahdliyin (warga NU) itu tidak berani memukul bekas ketua umumnya, namun mereka berani menolak apa yang diresmikannya. Dan itu menandakan bahwa mereka berani menentang diresmikannya salah satu tempat yang menjadi sumber penghancuran Islam. Tindakan semacam itu insya Allah akan tetap terjadi, bila pihak penguasa justru menghidup-hidupkan aliran yang merusak Islam.
Anehnya lagi, ketika pemerintahan Indonesia dipegang oleh Soekarno yang diteruskan Soeharto, saat itu aliran Baha’i yang memang merancukan aqidah itu dilarang. Ini sesuai dengan aspirasi Ummat Islam, mayoritas penduduk negeri ini, walau tujuan pelarangan oleh Sokerno itu bukan karena membela Islam. Sebaliknya, ketika pemerintahan dipegang oleh Gus Dur/ Abdurrahman Wahid, seorang yang disebut Kiai Haji, bahkan ada yang menganggapnya wali, dan pernah dua periode menjadi ketua umum organisasi Islam terbesar yaitu NU (Nahdlatul Ulama), malahan dia resmikan Baha’i (faham sempalan Syi’ah yang sesat), yang mengacak-acak Islam dan pro Zionis Yahudi itu. Aneh. Boleh dipertanyakan, apakah memang tujuannya ingin merusak Islam? Wallahu a’lam. Ada kata-kata: ad-dhoohiru yadullu ‘alal baathin, yang tampak itu menunjukkan yang di dalam batin. Begitulah! Walaupun seandainya Gus Dur tidak berniat menghancurkan Islam, namun dengan tingkahnya yang menghidup-hidupkan/ meresmikan aneka kepercayaan yang bertentangan dengan Islam itu sudah otomatis merugikan Islam, bahkan menyakiti Islam. Dengan kata lain, Islam menegaskan untuk berjihad menghadapi kepercayaan batil yang tak sesuai dengan Islam, sedang Gus Dur berada di barisan depan secara berseberangan dengan perintah Islam itu.
Apa kerugian Islam? Kerugiannya, sebagian orang terutama para muqollid buta di belakang Gus Dur menganggap, tingkah Gus Dur itu sesuai dengan Islam, karena Gus Dur dianggap sebagai simbol ulama, menurut KH Noer Muhammad Iskandar SQ, bahkan membela ulama (yang simbolnya Gus Dur) itu merupakan bagian dari tiket surga, katanya. Jadi, tingkahnya yang sedemikian berseberangan dengan Islam itu jelas merugikan Islam, dan menyakiti, namun dianggap kalau mengikuti dan membelanya justru akan mendapatkan tiket surga. Sedangkan orang yang ingin berjuang menegakkan Islam justru dianggap perlu dilawan. Itulah salah satu keberhasilan dari liciknya sistem Zionis yang memelihara Baha’i dan aneka aliran yang mempecundangi Islam.
[…] Abdullah lebih baik daripada do’aku. Di senja hari aku lihat hidung dan telinganya tergantung pada seutas […]
SukaSuka
[…] yang ditulis oleh Al-Ustadz Yazid binAbdul Qadir Jawasdengan udul “Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah“, insya Allah jika anda para bujangan membaca buku tersebut, akan timbul […]
SukaSuka
[…] istri yang ditulis oleh Al-Ustadz Yazid binAbdul Qadir Jawasdengan udul “Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah“, insya Allah jika anda para bujangan membaca buku tersebut, akan timbul […]
SukaSuka
[…] Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu’jam Shogir hal […]
SukaSuka
[…] shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa […]
SukaSuka
[…] shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa […]
SukaSuka