Kasus Memilukan Ummat Islam: Ahmadiyah Sesat & Menyesatkan

Posted: 24 Juni 2010 in Kajian
Tag:

Kasus Memilukan Ummat Islam:
Ahmadiyah Sesat Menyesatkan Malah Disambut

Oleh : H Hartono Ahmad Jaiz

1.   Peristiwa yang sangat memilukan Ummat Islam telah terjadi di negeri ini, Juni-Juli 2000M. Ahmadiyah yang difatwakan oleh MUI sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan, dan dinyatakan oleh Rabithah Alam Islami  (Liga Dunia Islam) di Makkah sebagai aliran kafir di luar Islam, justru  di Indonesia disambut dengan upacara penting oleh Dawam Rahardjo tokoh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), Amien Rais (ketua MPR/ Majelis Permusyawaratan Rakyat), dan Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Pers pun berubah jadi corong aliran sesat menyesatkan itu. Hingga pers yang sahamnya dari  Ummat Islam pun justru seakan memelopori menyebarkan kesesatan itu. Bahkan, ketika dilabrak agar tidak menjadi corong dan penyebar kesesatan pun, ternyata hanya disikapi dengan memuat sekolom kecil berita yang menunjukkan sesatnya Ahmadiyah. Demikian pula sebuah majalah yang dulunya ditokohi oleh Buya Hamka pun kini berbalik memihak pada pemberitaan yang menyambut baik kehadiran imam aliran sesat dan penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, dengan menyediakan halaman-halamannya untuk memberitakan. Sementara itu sama sekali tidak menaruh perhatian, kecuali sedikit sekali, terhadap berita yang menyuarakan kebenaran, yakni menunjukkan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan..

Upaya LPPI dan Dewan Dakwah melawan Ahmadiyah

2.       Musibah semacam itu menjadi keprihatinan bagi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI). Sekjen DDII, H Husein Umar menugaskan H Wahid Alwi, sedang Ketua LPPI M Amien Djamaluddin menugaskan Umar Abduh, Hartono Ahmad Jaiz, Jajat Sudrajat, dan Farid Ahmad Okbah untuk menyatakan kepada pers dalam konferensi di kantor DDII Jakarta, Selasa 4 Juli 2000, bahwa Ahmadiyah adalah aliran yang sesat lagi menyesatkan. Nabinya palsu, kitab sucinya bernama Tadzkirah adalah memalsu dan membajak Al-Qur’an; dan tempat hajinya pun bukan di Makkah, sedang sang nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad pun tidak pernah berhaji ke Makkah. Bahkan di dalam kitab suci Ahmadiyah yakni Tadzkirah itu ada wahyu-wahyu suruhan untuk melamar gadis, ternyata ditolak, lalu turun wahyu lagi bahwa beberapa bulan lagi suami dan orang tuanya yang laki-laki akan meninggal, maka jandanya nanti akan jadi isteri Mirza Ghulam Ahmad. Tetapi itu semua tidak terjadi, walau wahyunya tetap diajarkan, sampai nabi palsunya itu sendiri sampai dicabut nyawanya oleh Malaikat Maut.

3.   Konferensi pers yang dihadiri wartawan dari 3 stasiun televisi swasta di Indonesia dan 15 wartawan dari media cetak itu menghadirkan pula mantan da’i Ahmadiyah, Ahmad Hariyadi, yang pernah menantang bermubahalah (do’a saling melaknat atas yang berdusta) dengan Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad dan sampai melabraknya ke London. Kehadiran Ahmad Hariyadi ke konferensi pers itu guna menjelaskan betapa sesatnya aliran Ahmadiyah itu.

Dalam konferensi pers itu LPPI membagikan hasil-hasil penelitian tentang sesatnya aliran Ahmadiyah. Kesesatan Ahmadiyah itu telah dibukukan dengan judul Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an. Di samping itu LPPI membagikan slebaran bersisi intisari kesesatan Ahmadiyah, dan siaran pers tentang protes keras atas kehadiran Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad serta adanya tokoh-tokoh Islam Indonesia yang menerimanya.

Masuk ke sarang Ahmadiyah dan ditangkap

4. Sebelum diadakan konferensi pers, LPPI dan Ahmad Hariyadi merencanakan untuk melihat langsung bagaimana keadaan kegiatan Ahmadiyah se-Indonesia di sarangnya, yaitu Kampus Al-Mubarak di Parung Bogor Jawa  Barat. Tekad menghadiri upacara Ahmadiyah itu dicanangkan setelah Ahmad Hariyadi yang pernah ditolak ketika ia melabrak Thahir Ahmad ke London ternyata ditolak pula ketika ia masuk ke Hotel Regent di Kuningan Jakarta, Juni 2000, untuk menghadiri  dialog antar pakar yang diselenggarakan Ahmadiyah dengan menggunakan forum bernama IFIS yang diketuai M Dawam Rahardjo seorang tokoh ICMI dan Muhammadiyah. Meskipun demikian, Ahmad Hariyadi bertemu dengan bekas-bekas temannya dulu di Ahmadiyah, dan ada semacam perjanjian untuk bisa bertemu lagi. Dari pertemuannya dengan bekas-bekas sesama jama’ah itulah Ahmad Hariyadi bersama 5 orang berangkat ke sarang Ahmadiyah di Parung, Sabtu sore, 1 Juli 2000.

Setelah shalat maghrib di Masjid yang tak jauh dari kompleks Ahmadiyah, rombongan Ahmad Hariyadi sampai di kompleks Ahmadiyah di Parung Bogor yang keadaannya sangat ramai dengan mobil yang berderet di sepanjang pinggir jalan, dan ada tempat parkir khusus yang luas agak jauh dari  sarangnya. Ketika mobil rombongan Ahmad Hariyadi diparkir di tempat parkir, dan diteliti nomornya oleh petugas Ahmadiyah, dirasa agak kejauhan untuk jalan ke sarang Ahmadiyah, maka mobil dikeluarkan lagi dan mencari tempat parkir yang dekat dengan sarang Ahmadiyah. Lalu Ahmad Hariyadi dan 4 rekannya (tanpa menyertakan sopir) masuk ke pintu gerbang dan dipersilakan oleh penjaganya. Atas pertolongan Allah, 5 orang itu bisa masuk walau tanpa tanda apa-apa, sedang aslinya penjagaan di pintu gerbang itu tampaknya ketat. Rombongan pun berkeliling melihat-lihat keadaan. Di sarang Ahmadiyah itu tampaknya dibuat barak khemah/ tenda di beberapa tempat, sangat luas. Haryadi memperkirakan barak-barak tenda itu mampu menampung 30.000 orang. Rombongan Ahmad Hariyadi pun saat itu potret-potret bersama di lokasi sarang Ahmadiyah.

Ketika merasa haus, rombongan Ahmad Hariyadi beli minum di salah satu tempat penjualan, karena di dalam kompleks itu siangnya ada pameran yang menjajakan aneka produk Ahmadiyah. Di situ Ahmad Hariyadi bertemu teman lamanya yang tampak sudah tua, matanya yang satu bijil (cacat tak sempurna melihat). Orang Ahmadiyah yang matanya cacat itu berkata sengit terhadap Ahmad Hariyadi, mempersoalkan kenapa bisa masuk. Jawab Ahmad Hariyadi: “Itu di spanduk-spanduk kan sudah ditulis, “Mencintai semuanya, tak seorang pun yang dibenci”, jadi kami ya masuk.”  Lelaki bijil itu dengan keras mengatakan: “Kamu tidak mencintai kami, mana bisa kami mencintai kamu. Untuk semuanya itu kan yang mencintai kami!”

Perdebatan kecil itu ditinggalkan, dan rombongan Ahmad Hariyadi masuk ke ruang penerangan da’wah Ahmadiyah. Di sana ada pameran buku-buku Ahmadiyah, siaran televisi Ahmadiyah, dan kliping-klipung koran yang dipampang berderet-deret. Ahmad Hariyadi pun ketemu temannya, sedang rekan-rekan Ahmad Hariyadi melihat-lihat buku, ada pula yang beli. “Di situ ada beberapa wartawan,” kata juru penerangan. Rombongan Ahmad Hariyadi ini lagi asyik-asyiknya di stand penerangan, tiba-tiba serombongan pemuda keamanan Ahmadiyah berjumlah 25-an orang datang dan menangkap Ahmad Hariyadi.

“Selamat malam! Anda Bapak Ahmad Hariyadi, kan?! Saya petugas  keamanan di sini! Saya polisi masih aktif. Anda saya amankan! Daripada nanti akan terjadi yang tidak diinginkan, anda kami amankan! Ayo datang ke pos keamanan!” kata ketua keamanan yang disebut keamanan senior, Kolonel Polisi Wiwid.

“Bapak tahu kalau saya Ahmad Hariyadi dari mana?”

“Dari laporan para anak buah. Pokoknya ayo sekarang ke pos keamanan!”

Ahmad Hariyadi bersama 4 orang  digiring ke pos, diiringi para petugas keamanan Ahmadiyah yang tampaknya makin banyak. Sampai di pos keamanan Ahmadiyah, keadaan makin ramai, rombongan yang ditangkap ini dikerumuni dan diintip oleh ratusan orang Ahmadiyah. Keadaannya jadi sumpek, halaman dan sekitar pos itu penuh orang. Lalu polisi itu menginterogasi. Mula-mula dengan nada tegas sekali. Tetapi setelah dijelaskan bahwa Ahmad Hariyadi  ada janji dengan teman-temannya orang Ahmadiyah, maka kemudian anggota keamanan disebar untuk mencari orang-orang yang ingin ditemui Ahmad Hariyadi. Satu persatu pun mereka datang, dan berbicara-bicara dengan Ahmad Hariyadi.

Di pos keamanan Ahmadiyah yang dilengkapi dengan aneka perangkat komunikasi termasuk walki tolki itu 5 orang yang ditangkap Ahmadiyah ini disuruh menulis data diri masing-masing dan tujuan masuk ke kawasan itu. 5 Orang itu adalah: Ahmad Hariyadi mantan da’i Ahmadiyah, Hartono Ahmad Jaiz dari LPPI/ Dewan Da’wah, Farid Ahmad Okbah dari LPPI/ Al-Irsyad, dan dua pemuda Persis dari Bekasi.

Ahmad Hariyadi pun membagi-bagikan dokumen surat-surat tentang mubahalahnya dengan Thahir Ahmad. Satu persatu teman-teman Ahmad Hariyadi diberi dokumen yang sudah disiapkan, 50 eksemplar. Polisi ketua keamanan pun diberi dokumen itu.

Masing-masing yang ditangkap ini berbicara-bicara dengan orang-orang yang datang ke pos atau petugas di pos itu sambil menunggu orang-orang yang akan ditemui Ahmad Hariyadi. Da’i-da’i Ahmadiyah yang kadang sok berbahasa Inggeris terpaksa kalah dalil ketika berbantahan menghadapi 5 orang yang ditangkap ini di pos itu ketika mempermasalhkan  tentang ajaran Ahmadiyah. Ada juga yang mengakui terus terang bahwa acara-acara yang diselenggarakan Dawam Raharjo bersama Ahmadiyah itu didanai/ dibiayai oleh Ahmadiyah. Dana itu diperoleh dari Jama’ah, karena setiap jama’ah dipungut iuran seperenambelas dari hasil kekayaan masing-masing perbulan.

Setelah pembicaraan di pos itu berlangsung 2,5 jam di malam itu, kira-kira jam 10 malam 4 orang yang ditangkap itu minta pamit pulang ke Jakarta. Sedang Ahmad Hariyadi masih bertahan di sarang Ahmadiyah, dan bertekad untuk menemui Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad esok pagi, Ahad 2 Juli 2000. Namun rupanya suasana di sarang Ahmadiyah itu makin ramai, karena dokumen mubahalah yang Ahmad Hariyadi bawa dan sebarkan itu beredar luas di sarang Ahmadiyah itu. Terjadilah ketegangan bahwa ini akan mengacaukan suasana. Ahmad Hariyadi harus diperkarakan, menurut banyak orang Ahmadiyah itu. Tetapi ketua keamanan yang polisi itu mengatakan, kalau mau diperkarakan, itu masalahnya apa? Orang dia ini masuk baik-baik, mau menemui teman-temannya, jadi kalau mau diperkarakan itu pasalnya apa? Dan slebaran yang ia sampaikan itu mestinya ya dibaca dulu baik-baik, apa isinya, ucap ketua keamanan yang mengaku masuk Ahmadiyah sudah 10 bulan ini.

Ketegangan pun makin tampak memanas, bahkan polisi yang ketua keamanan itu dituduh oleh jemaat Ahmadiyah sebagai orangnya Ahmad Hariyadi. Akhirnya satu jam setelah kepergian 4 orang yang sudah kembali ke Jakarta tersebut, Ahmad Hariyadi  “dipaksa” pulang oleh jema’t Ahmadiyah. Tengah malam itu Ahmad Hariyadi diantarkan oleh polisi dan pihak keamanan itu ke terminal Bogor untuk pulang ke Garut. Dari terminal bus Bogor ke Garut itu ditempuh perjalanan bus selama sekitar 6 jam. Jadi Ahmad Hariyadi tidak bisa pula melabrak Thahir Ahmad secara berhadapan muka, walau sudah sampai di sarang Ahmadiyah di Parung.

Masa pemerintahan Gus Dur masa berkembangnya aliran-aliran sesat

Aliran yang jelas-jelas sesat menyesatkan itu ternyata di masa pemerintahan Gus Dur ini justru bisa menghadirkan dedengkotnya ke Indonesia, yaitu   apa yang mereka sebut Khalifah ke-4 atau Imam bernama Tahir Ahmad dari London, Juni 2000M. Bahkan penerus nabi palsu itu diantar oleh Dawam Rahardjo (orang  Muhammadiyah) untuk sowan/ datang ke Amien Rais ketua MPR, bekas ketua Muhammadiyah, dan Gus Dur presiden RI, bekas ketua umum NU (Nahdlatul Ulama).

Tidak hanya itu, Dawam juga menyelenggarakan acara yang disebut Dialog Pakar Islam, Kamis 29 Juni 2000 di Hotel Regent Jl Rasuna Said Kuningan Jakarta, dengan menghadirkan Tahir Ahmad sang penerus nabi palsu. Acara di hotel mewah dan dihadiri para da’i Ahmadiyah itu diselenggarakan Dawam selaku ketua IFIS (International Forum on Islamic Studies) atas biaya Ahmadiyah, menurut pelacakan Media Dakwah kepada pihak Ahmadiyah. Orang-orang yang didaftar sebagai pembicara selain Dawam Rahardjo sendiri adalah Amien Rais (ketua MPR RI), Tahir Ahmad (penerus nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad), Bahtiar Effendi (dosen IAIN Jakarta), Moeslim Abdurrahman (sosok yang termasuk  “pembaharu”/ sekuler model Nurcholish Madjid), Nurcholish Madjid (tokoh sekulerisasi dengan dalih desakralisasi), MM Billah, Azyumardi Azra (Rektor IAIN Jakarta), dan Masdar F Mas’udi (tokoh NU _Nahdlatul Ulama yang menyuarakan agar syari’at berhaji terutama wuquf di Arafah jangan hanya pada bulan Dzul Hijjah, tapi di bulan Syawal dan Dzul Qa’dah pula, agar tidak berdesakan).

Sikap Dawam Rahardjo –yang menjadi “Shohibul Hajat” kehadiran penerus nabi palsu Tahir Ahmad—dikemukakan oleh Ahmad Hariyadi kepada pihak LPPI. Ungkap Ahmad Hariyadi: Dawam Rahardjo dengan sikap ketusnya mematikan hand phone (telepon genggam)nya ketika Ahmad Hariyadi menanyakan tentang berkas-berkas surat yang dikirimkan lewat sekretaris Dawam, setelah Ahmad Hariyadi menjelaskan bahwa berkas surat-surat itu adalah mubahalah (do’a laknat) antara Ahmad Hariyadi dengan penerus nabi palsu, Tahir Ahmad. Hand phone Dawam Rahardjo tetap dimatikan setelah itu, sampai beberapa kali dikontak tetap tak bisa, keluh Ahmad Hariyadi yang tampak kesal menghadapi Dawam Rahardjo seorang pendamping utama kehadiran penerus nabi palsu itu. Akhirnya Ahmad Hariyadi datang ke tempat Jalsah kaum sesat menyesatkan itu di Parung Bogor Jawa Barat, dan ternyata di sana kemudian “ditangkap” dan bahkan setelah itu diantar keluar untuk pulang. Sedang polisi ketua keamanan yang bertugas mengamankan Ahmad Hariyadi dalam lokasi itu, justru kemudian dituduh oleh orang-orang Ahmadiyah sebagai orangnya Ahmad Hariyadi, ungkap Ahmad Hariyadi mengisahkan.

Yang jadi keprihatinan DDII dan LPPI, dihadirkannya penerus nabi palsu ke Indonesia dan bahkan disambut oleh Dawam Rahardjo, Amien Rais, dan Gus Dur itu akan mengakibatkan kaburnya pandangan Ummat Islam, dianggapnya Ahmadiyah itu ajarannya benar. Padahal sudah jelas sesat menyesatkan, dan bahkan sudah ada contoh nyata dalam sejarah Islam bahwa nabi palsu itu diserbu habis-habisan oleh Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dengan mengerahkan tentara sangat banyak. Sedang panglima yang dikirim pun Khalid bin Walid sang pedang Allah, setelah Panglima Usamah ternyata kewalahan menghadapi nabi palsu Musailamah al-Kaddzab dan isterinya, Sajah. Setelah tentara Islam pimpinan Khalid bin Walid ini menyerbu Musailamah Al-Kaddzab di Yamamah, maka sang nabi palsu Musailamah terbunuh bersama 10.000 orang murtad. Hingga sejarawan At-Thabari menyebutkan bahwa belum pernah ada perang sedahsyat itu.

Lha sekarang kok orang-orang yang mengaku pemimpin Islam malahan menyambut kehadiran penerus nabi palsu. Maka DDII dan LPPI sangat prihatin, dan mengadakan konperensi pers untuk menjelaskan kesesatan-kesesatan Ahmadiyah bikinan nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, dan sekaligus mengemukakan keprihatinan atas kejadian yang berlangsung itu.

Ringkasan kesesatan Ahmadiyah

Dari hasil penelitian LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) ditemukan butir-butir kesesatan dan penyimpangan Ahmadiyah ditinjau dari ajaran Islam yang sebenarnya. Butir-butir kesesatan dan penyimpangan itu bisa diringkas sebagai berikut:

1.   Ahmadiyah Qadyan berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad dari India itu adalah nabi dan rasul. Siapa saja yang tidak mempercayainya adalah kafir dan murtad.

2.  Ahmadiyah Qadyan mempunyai kitab suci sendiri yaitu kitab suci “Tadzkirah”.

3.  Kitab suci “Tadzkirah”adalah kumpulan “wahyu” yang diturunkan “Tuhan” kepada “Nabi Mirza Ghulam Ahmad” yang kesuciannya sama dengan Kitab Suci Al-Qur’an dan kitab-kitab suci yang lain seperti; Taurat, Zabur dan Injil, karena sama-sama wahyu dari Tuhan.

4.   Orang Ahmadiyah mempunyai tempat suci sendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qadyan di India. Mereka mengatakan: “Alangkah celakanya orang yang telah melarang dirinya bersenang-senang dalam Haji Akbar ke Qadyan. Haji ke Makkah tanpa haji ke Qadyan adalah haji yang kering lagi kasar”. Dan selama hidupnya “Nabi” Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah pergi haji ke Makkah.

5.  Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun sendiri. Nama-nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa  8. Zuhur  9. Tabuk 10. Ikha’ 11. Nubuwah  12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat dengan HS. Dan tahun Ahmadiyah saat penelitian ini dibuat 1994M/ 1414H adalah tahun 1373 HS. Kewajiban menggunakan tanggal, bulan, dan tahun Ahmadiyah tersendiri tersebut di atas adalah perintah khalifah Ahmadiyah yang kedua yaitu: Basyiruddin Mahmud Ahmad.

6.  Berdasarkan firman “Tuhan” yang diterima oleh “Nabi” dan “Rasul” Ahmadiyah yang terdapat dalam kitab suci “Tadzkirah” yang berbunyi:

Artinya: “Dialah Tuhan yang mengutus Rasulnya “Mirza Ghulam Ahmad” dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya atas segala agama-agama semuanya. (kitab suci Tadzkirah hal. 621).

Menunjukkan BAHWA AHMADIYAH BUKAN SUATU ALIRAN DALAM ISLAM, TETAPI MERUPAKAN SUATU AGAMA YANG HARUS DIMENANGKAN TERHADAP SEMUA AGAMA-AGAMA LAINNYA TERMASUK AGAMA ISLAM.

7.  Secara ringkas, Ahmadiyah mempunyai nabi dan rasul sendiri, kitab suci sendiri, tanggal, bulan  dan tahun sendiri, tempat untuk haji sendiri serta khalifah sendiri yang sekarang khalifah yang ke 4 yang bermarkas di London Inggris bernama: Thahir Ahmad. Semua anggota Ahmadiyah di seluruh dunia wajib tunduk dan taat tanpa reserve kepada perintah dia. Orang di luar Ahmadiyah adalah kafir, sedang wanita Ahmadiyah haram dikawini laki-laki di luar Ahmadiyah. Orang yang tidak mau menerima Ahmadiyah tentu mengalami kehancuran.

8.  Berdasarkan “ayat-ayat” kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah”. Bahwa tugas dan fungsi Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul yang dijelaskan oleh kitab suci umat Islam Al Qur’an, dibatalkan dan diganti oleh “nabi” orang Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad.

Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan bunyi kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah” yang dikutip di bawah ini:

8.1. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”:

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab suci “Tadzkirah” ini dekat dengan Qadian-India. Dan dengan kebenaran kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.637).

8.2. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”:

Artinya: ”Katakanlah –wahai Mirza Ghulan Ahmad- “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.630)

8.3. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”:

Artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau –wahai Mirza Ghulam Ahmad- kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.634)

8.4. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”:

Artinya: “Katakan wahai Mirza Ghulam Ahmad” – Se sungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, hanya diberi wahyu kepadaKu”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.633).

8.5. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”:

Artinya: “Sesungghnya kami telah memberikan kepadamu “wahai Mirza Ghulam Ahmad” kebaikan yang banyak.” (Kitab Suci Tadzkirah hal.652)

8.6. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah”:

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menjadikan engkau -wahai Mirza Ghulam ahmad– imam bagi seluruh manusia”. (Kitab Suci Tadzkirah hal.630 )

8.7. Firman “Tuhan” dalam Kitab Suci “Tadzkirah” :

Artinya: Oh, Pemimpin sempurna, engkau –wahai Mirza Ghulam Ahmad– seorang dari rasul–rasul, yang menempuh jalan betul, diutus oleh Yang Maha Kuasa, Yang Rahim”. [1]

8.8. Dan masih banyak lagi ayat–ayat kitab suci Al-Qur’an yang dibajaknya. Ayat–ayat kitab suci Ahmadiyah “Tadzkirah” yang dikutip di atas, adalah penodaan dan bajakan–bajakan dari kitab suci Ummat Islam, Al-Qur’an. Sedang Mirza Ghulam Ahmad mengaku pada ummatnya (orang Ahmadiyah), bahwa ayat–ayat tersebut adalah wahyu yang dia terima dari “Tuhannya” di India.

Dasar Hukum untuk Pelarangan Ahmadiyah di Indonesia

1.  Undang-undang No.5 Th.1969 tentang Pencegahan Penyalah Gunaan dan/atau Penodaan Agama menyebutkan;

1.Pasal 1: Setiap orang dilarang dengan sengaja dimuka umum menceriterakan, menganjurkaan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai  kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu : penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

2.Pasal 4: Pada Kitab Undang–Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru   yang berbunyi sbb. : PASAL 56 a : Dipidana dengan Pidana penjara selama–lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama di Indonesia. (hal. 87-88)

3.  Majelis Ulama Indonesia telah memberikan fatwa bahwa ajaran Ahmadiyah Qadyan sesat menyesatkan dan berada di luar Islam.

4.  Surat Edaran Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/BA.01/3099 /84 tanggal 20 September 1984, a.l. :

2. Pengkajian terhadap aliran Ahmadiyah menghasilkan bahwa Ahmadiyah Qadyan dianggap menyimpang dari Islam karena mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, sehingga mereka percaya bahwa Nabi Muhammad bukan nabi terakhir.

3.                    Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas kiranya perlu dijaga agar kegiatan jemaat Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Qadyan) tidak menyebarluaskan fahamnya di luar pemeluknya agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat beragama dan mengganggu kerukunan kehidupan beragama.

Sikap Negara-negara Islam dan Organisasi Islam Internasional terhadap Ahmadiyah

1.  Malaysia telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh Malaysia sejak tanggal 18 Juni 1975.

2.  Brunei Darus Salam juga telah melarang ajaran Ahmadiyah di seluruh NegaraBrunei Darus Salam.

3. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah adalah kafir dan tidak boleh pergi haji ke Makkah.

4. Pemerintah Pakistan telah mengeluarkan keputusan bahwa Ahmadiyah golongan minoritas non muslim.

5.  Rabithah ‘Alam Islamy yang berkedudukan di Makkah telah mengeluarkam fatwa bahwa Ahmadiyah adalah kafir dan keluar dari Islam.

Dilindungi sebuah organisasi?

Dalam penelitian ditemukan bukti bahwa ada sebuah organisasi yang memang mengakui pihaknya melindungi Ahmadiyah.  Apakah itu termasuk dosa-dosa yang kini ditiru dan diteruskan oleh sebagian  tokoh organisasi itu atau tidak, belum ada penjelasan resmi. Kami kutip satu bagian pernyataan resmi dari mereka:

“Ahmadiyah yang dilindungi oleh Muhammadiyah semenjak datangnya di Yogyakarta sebagaimana yang sudah kami jelaskan dalam pemandangan yang dahulu, akhirnya “bak tanaman memakan pagar”’ tidak menambah baik dan majunya Muhammadiyah akan tetapi malah sebaliknya. Memang maksud dan tujuannya berbeda dengan Muhammadiyah. Kini sudah berpisah jauh-jauh, sehingga Muhammadiyah bertambah teguh tidak bercampur lagi.”[2]

Demikian hasil penelitian LPPI, di samping buku khusus tentang sesatnya Ahmadiyah yang diterbitkan oleh lembaga ini, April 2000M, berjudul Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an., setebal  236 halaman. Kalau aliran sesat dan menyesatkan ini dibiarkan, maka akan masuk dan minta jatah ke MUI, ke TVRI, ke RRI, ke lembaga-lembaga lain, dan minta diresmikan pula aneka sarananya, termasuk penyelenggaraan haji bukan ke Makkah, keluh pihak LPPI. #


[1] Kitab suci “Tadzkirah”, bagian XCVIV, Majalah Sinar Islam, 1 Nopember 1985

[2] Drs Sukrianta AH, Drs Abdul Munir Mulkhan –penyunting–, Perkembangan Pemikiran Muhammadiyah dari Masa ke Masa, PT Dua Dimensi, Yogyakarta, Cetakan pertama, 1985, bab Perkembangan Agama Islam Pergerakan Muhammadiyah Hindia Timur 1928, halaman 76.

Komentar
  1. dildaar80 berkata:

    TENTANG AHMAD HARIADI
    Sebenarnya tidaklah baik, untuk mengungkit-ngungkit nama Sdr. Ahmad Hariadi (AH), ex Muballigh/ Muallim Jama’at Indonesia, di mana ia pernah mengabdi kepada Jama’at cukup lama, yaitu selama sepuluh tahun, mulai tahun 1975, di mana AH yang pintar membaca Alquran dan Hadist, karena selama 6 tahun sebelum menjadi anggota Jama’at Ahmadiyah pada tahun 1973, AH pernah berguru dengan berkeliling di pesantren-pesantren Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, Jama’ah Darul Hadist dan beberapa Thariqah, bahkan mengaku pernah belajar di Pondok Pesantren Gontor (walaupun tanpa bukti) diangkat menjadi muballigh Ahmadiyah oleh Bapak Imamuddin Sy., Raisuttabligh Jama’at Ahmadiyah, di mana AH terus bekerja dan berkhidmat kepada Jama’at sampai ia diberhentikan dari jabatan Muallim mulai tanggal 16 Agustus 1985 (Surat dari Pusat No. 1503 dan surat dari Jama’at Indonesia No. 125/SK/85). Untuk beberapa lama, sebagai anggota biasa AH tinggal dengan keluarganya di Garut dan keluarganya masih tetap berhubungan dengan Jama’at; AH baru mengeluarkan pernyataan keluar dari Ahmadiyah, pada bulan April tahun 1986, di Singapore dan di Malaysia.
    Diberhentikannya AH dari jabatan muallim itu disebabkan oleh berbagai kesalahan, di mana ia tidak jera-jeranya dengan berbagai hukuman, mulai dengan tidak naik pangkat, tidak naik gaji, bahkan diturunkan pangkatnya, kemudian skorsing dan akhirnya diberhentikan, maka atas kesalahan dan kelemahannya itu AH tidak lagi mendapatkan allowance dari Jama’at, sejak tanggal 16-8-1985, yaitu setelah selama 10 tahun mendapat jabatan kedudukan di Jama’at Ahmadiyah dengan memperoleh perlakuan dan jaminan hidup yang memadai.
    Selanjutnya, untuk membiayai hidupnya ia berusaha berdagang, berjualan jacket dan lainnya, yang dijualnya juga ke luar negeri. Jadi setelah AH menjadi anggota biasa pun AH masih mengirim surat dan minta do’a kepada Hadhrat Khalifatul Masih IV atba. di London; AH minta do’a untuk keberhasilan dagangnya yang katanya sambil bertabligh Ahmadiyah di luar negeri, di Brunei. AH kemudian pergi bertualang mencarri nafkah ke Malaysia dan Singapura.
    Tulisan ini perlu dikemukakan, karena sudah sering disebarkannya kembali tulisan tentang AH, ataupun dari ceramah-ceramah AH yang banyak dusta dan kebohongannya, di mana banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan atau fakta, sehingga perkara AH perlu dijelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi, apa adanya; dengan tidak perlu menambah-nambahkan kejelekan yang memang sudah ada pada diri AH.
    Jadi setelah hampir dua tahun setelahnya diberhentikan dari Muallim Jama’at Ahmadiyah itulah, baru kemudian muncul tulisan dan khabar berita yang disebarluaskan oleh AH, yang dengan berdusta AH men-jelek-jelekkan Jama’at Ahmadiyah, yang selama 13 tahun lamanya ia telah ikuti, walaupun sering ia tidak 100 % menta’ati ketentuan atau peraturan yang ditetapkan oleh Jama’at, namun selama itu, tidak ada masalah sehubungan dengan keimanannya, baik kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan Hadhrat Khalifatul Masih; di mana ia sendiri pernah berjumpa dengan Hadhrat Khalifatul Masih III di Rabwah Pakistan sekitar tahun 1978 atas biaya sumbangan seorang sponsor anggota Jama’at. Kelemahan yang ada pada diri AH, yang berbeda dari Ahmadi dan pengurus lainnya ialah, bahwa AH tidak pernah bisa bangun pagi untuk sembahyang subuh pada waktunya, yaitu selalu terlambat untuk bisa berjama’ah; namun karena merupakan suatu kelemahan pribadi seseorang terhadap Tuhan-nya, maka hal ini tidak terlalu diperhatikan dengan serius oleh pimpinan Jama’at. Bahkan dari laporan tertulis Ketua Cabang Garut tanggal 3-12-1984, dikemukakan bahwa isteri Ahmad Hariadi pernah menyampaikan rasa malunya kepada muallim dan anggota pengurus, serta orang tuanya, karena suaminya itu selama bulan Ramadhan tidak pernah berpuasa dan shalat fardhu pun tidak dikerjakannya pula. Sebenarnya kelemahan AH yang demikian itu sudah harus dijadikan ciri, atau tanda bagaimana kedekatan AH dengan Tuhannya?
    Beberapa kesalahan yang pernah dilakukan dan hukuman yang telah diberikan oleh Pimpinan Jama’at, berkaitan dengan perilakunya yang salah:
    Tahun 1975 AH mulai ditugaskan sebagai Muballigh Lokal di Cabang Medan.
    AH ternyata tidak bisa mendidik anggota Jama’at, bahkan terjadi perpecahan sehingga anggota Jama’at terpecah menjadi dua kelompok. Sehingga pada tahun 1977 Alm. Bapak H. Yahya Pontoh dan Bapak H. Mahmud Ahmad Cheema Sy., Raisuttabligh harus datang ke Medan untuk mendamaikan dan AH dipanggil kembali dan dimutasikan ke Cabang Kebayoran.
    Hukuman yang diberikan kepada AH adalah diturunkan pangkatnya dari Muballigh Lokal menjadi Muballigh Pembantu.
    Ketika bertugas di Cabang Kebayoran, Jakarta.
    Sebagai Muballigh Pembantu di Cabang Kebayoran, AH suka bertengkar atau berkelahi dengan anggota Jama’at, tidak mau mengucapkan “Assalamu’alaykum …”; sehingga AH dipindahkan ke Denpasar Bali dan diberikan hukuman dengan diturunkan pangkatnya menjadi Muallim yaitu pada tahun 1981. Tidak lama kemudian AH dipindahkan ke Pancor.
    AH bertugas di Pancor, Lombok
    Pada akhir tahun 1981, di Pancor AH menulis dan menerbitkan brosur “Istihkam” yang merupakan tantangan do’a mubahalah, Pimpinan Jama’at menegur AH bahwa ia tidak punya hak dan kawenangan untuk mengadakan pertandingan do’a mubahalah, lagi pula tidak ada izin dari Hadhrat Khalifah. AH tidak diberikan wewenang oleh pimpinan Jama’at untuk mengadakan mubahalah, karena ia bukan pemimpin suatu umat atau golongan sekte. Apalagi cara mubahalahnya tidak mengikuti ketentuan cara pertandingan do’a mubahalah, yang tidak sesuai dengan Alquran (Surat 3 : 61/62) dan sunnah Rasulullah s.a.w. AH bahkan menantang dengan taruhan potong lehernya, yang pada waktu itu AH membela mati-matian akan kebenaran Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Al Masihul Mau’ud Imam Mahdi a.s. Waktu mubahalahnya pun hanya ditentukan 3 bulan oleh AH, padahal seharusnya 1 tahun untuk melihat hasilnya, jika memang mubahalah ini dilaksanakan sesuai aturan. Ketika ditegur oleh Pimpinan Jama’at, dengan angkuh AH mengatakan bahwa ia percaya kepada dirinya sendiri, yang memiliki kekuatan rohani yang besar, dan AH menyatakan tidak mengikuti cara mubahalahnya Alquran, tetapi caranya sendiri, di mana dalam tempo tiga bulan saja ia (AH) dapat mematikan lawannya dalam pertandingan do’a menurut versi AH itu.
    Walaupun di tahun 1982 AH sudah dilarang melakukan pertandingan do’a sesuai versinya itu, dengan syarat-syarat sesuai kemauannya sendiri, tetapi pada tanggal 14 Juli 1983, secara tertulis, AH menantang perrtandingan do’a terhadap seorang kiai bernama Haji Irfan dari Kampung Sawing di Pancor, Lombok. Ketika waktu yang ditetapkan AH 3 bulan itu tinggal 5 hari lagi dan tidak ada tanda-tanda dari langit bahwa sesuatu akan terjadi terhadap kiai Pancor itu, maka aparat kepolisian turun tangan dan demikian juga Pimpinan Jama’at Ahmadiyah, dengan mengungsikan AH ke Denpasar Bali, untuk mencegah kemungkinan terjadinya tragedy yang mengerikan, yaitu pemotongan kepala AH di muka umum.
    Ini terjadi pada tahun 1983, AH dipanggil ke Jakarta untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, serta diberikan hukuman skorsing dan untuk sementara AH di non-aktipkan.
    AH ketika diungsikan ke Denpasar
    Menyadari atas kesalahan dan keangkuhannya, pada tanggal 17 Nopember 1983, bertepatan dengan 11 Safar 1404 HQ, AH menulis surat No. 05/Mlm/Ps/11/83 dari Denpasar kepada Bapak Raisuttabligh; “…. Saya Ahmad Hariadi mohon maaf atas kekeliruan / kesalahan saya dalam teknis penyampaian tabligh Jemaat kepada ghair, terutama yang menyangkut masalah Mubahalah. Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan saya berjanji tidak akan mengulangi lagi hal tersebut di atas.”
    AH ditugaskan di Madiun
    Setelah surat permohonan maafnya dipertimbangkan oleh Pengurus Besar, hal ini diteruskan ke Pusat pada tanggal 5 Desember 1983; jawaban dari Pusat No. 4579/ 24-12-1983: ….. .. permohonan maafnya kepada Huzur dengan sangat merendah diri karena menyadari kesalahannya itu dikabulkan, dengan catatan AH harus dinasihati bahwa pengampunan tidak diperoleh berulang kali; AH tidak akan dimaafkan jika berbuat kesalahan lagi. Pada bulan Januari 1984 AH ditempatkan di Madiun, Jawa Timur.
    Sebagai muallim, yang isterinya tinggal di Garut dengan 4 orang anak, AH bertabligh kepada seorang janda bernama Sundari dari Sangen, umur 22 tahun. Dengan alasan memberikan pendidikan janda ini sering dibawa oleh AH dan menginap di rumah misi. Hal ini dilaporkan oleh pengurus Jama’at Madiun yang merasa resah, kemudian Pimpinan Jama’at mengutus penyelidik ke Madiun. Ketika keburukan ini tersiar, dengan secara sembunyi-sembunyi AH melakukan pernikahan tanpa penghulu di rumah Bapak Sunardi, ayahnya Sundari, pada tanggal 14-4-1984, tanpa penghulu sebelum ada izin dari isteri pertama. Setelah diperoleh izin untuk menikah lagi dari isteri pertamanya tanggal 29-6-1984, AH bersama isteri kedua dan dua orang saksi pergi ke KUA Geger untuk mencatatkan pernikahannya pada tanggal 4 Agustus 1984.
    Kepada Kantor KUA Kecamatan Geger Kabupaten Madiun, AH berdusta karena mengaku masih perjaka/ bujangan dan pekerjaannya dagang. Surat nikah bertanggal 4-8-1984 ini dalam potokopi yang dikirimkan kepada Pimpinan Jama’at dipalsukan terlebih dahulu oleh AH melalui perobahan dengan tip-ex, yaitu ditulis lagi dengan pekerjaan : MUBALEK (butir 6) dan BERISTERI (butir 9).
    AH diberhentikan dari jabatan muallim Jama’at mulai tanggal 16-8-1985.
    Berdasarkan laporan-laporan dari Jama’at Madiun dan Jama’at Garut, tanggal 3-12-1984 yang diteruskan ke Pusat, maka dengan surat Pusat No. 1503 dan No. 125/SK/83 Ahmad Hariadi dibebas-tugaskan (dipecat) dari pekerjaan Jama’at dan tidak boleh diberikan jabatan apa pun di dalam Jama’at.
    AH berdagang jacket ke Brunei dan pergi ke Malaysia.
    Pada tahun 1986 di Malaysia AH bertemu dengan Singa Darul Arqam, Haji Abdul Halim Abbas, yang menawarkan hal-hal yang menggiurkan, di mana AH dapat berpotret dengan jubah dan sorban yang besar. Setelah AH diterima baik oleh Jama’ah Darul Arqam Kuala Lumpur yang memberikan bantuan kepadanya, maka melalui surat-surat kabar di Singapura, 3 April 1986 dan 11 April 1986 di Malaysia, AH mengumumkan pernyataan keluar dari Jama’at Ahmadiyah. Jadi, setelah AH mendapatkan tempat berpijak baru yang dirasakan akan memberikan keuntungan secara material kepadanya, baru Ahmad Hariadi menyatakan keluar dari Ahmadiyah; ini dilakukan AH 8 (delapan) bulan setelah ia dipecat dari jabatan Muallim di Ahmadiyah.
    AH pergi ke Singapura dan menerbitkan buku.
    AH tidak lama dengan Darul Arqam, mungkin juga dipecat, kemudian pergi ke Singapore dan menulis buku berjudul “Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah Qadiani” yang diterbitkan oleh Persatuan Islam dan Pencak Silat di Singapura tahun 1987.
    PERIHAL TANTANGAN / AJAKAN MUBAHALAH
    Pada tanggal 10 Juni 1988, Imam Jama’at Ahmadiyah, Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV mencanangkan ajakan terbuka kepada segenap orang yang memusuhi dan meng-kafirkan serta mendustakan Ahmadiyah di seluruh dunia untuk tampil di arena Mubahalah dan bersama-sama berdo’a kepada Allah Taala.
    Tantangan mubahalah ini sudah ditulis dalam brosur dan sudah ditanda-tangani oleh Hadhrat Khalifatul Masih IV ataba., serta disebar-luaskan ke seluruh dunia, sehingga di mana ada orang-orang yang berani menanggapi tantangan dari Imam Jama’at Ahmadiyah itu cukup menanda-tanganinya, atas nama golongan atau sekte mana, serta diharuskan menyiarkannya kepada umum, agar masyarakat banyak dapat mengambil manfaatnya, bilamana nanti terjadinya kutukan atau laknat dari Allah Taala kepada pihak / golongan yang pendusta itu.
    Mubahalah dengan Ahmad Hariadi tidak pernah terjadi.
    Ahmad Hariadi membuat konsep sendiri tentang Mubahalah menurut versi Ahmad Hariadi sendiri (August 30th 1988); ini yang tidak berlaku dan tidak pernah disetujui oleh Imam Jama’at Ahmadiyah. Hadhrat Khalifatul Masih IV tidak menandatangani surat / konsep Mubahalah yang dibuat dan dikirim oleh Ahmad Hariadi, demikian menurut pernyataan tertulis dari AH sendiri. Karena Hadhrat Khalifatul Masih IV sudah menanda-tangani brosur ajakan mubahalah yang sudah disebar-luaskan kepada seluruh dunia itu (10 Juni 1988), mengapa harus melayaninya dengan menanda-tangani apa yang dibuat dengan versi lain yang dari AH itu? Punya otoritas apa AH ini; pengikutnya satu orang pun tidak ada tercatat, kecuali gerombolan orang yang biasa senang dengan mendengarkan ocehan dan caci makiannya.
    Hal di atas sudah dijelaskan dengan surat dari Pusat tanggal 22 Oktober 1988, untuk memberitahukan kepada Ahmad Hariadi, bahwa tuntutan dari pihak Ahmadiyah sudah jelas, ialah agar dia (AH) mencantumkan tanda-tangannya pada brosur yang sudah diterbitkan oleh Ahmadiyah dan kemudian AH perlu mengumumkannya. Karena dari pihak kita Ahmadiyah sudah menyiarkan tantangan tersebut ke seluruh dunia, mengapa AH membuat tantangan menurut versinya sendiri? Sekali lagi apa otoritas AH? Jika pengikut pun tidak dipunyainya.
    Selanjutnya, secara spesifik kepada Ahmad Hariadi diberitahukan melalui surat No. 0403 / 27-2-1989, bahwa dalam mubahalah ini AH mewakili siapa? Apabila saudara AH mewakili Rabithah, maka dari Rabithah harus ada surat pernyataan tertulis yang menyatakan bahwasanya dalam Mubahalah ini Ahmad Hariadi adalah wakil dari kami (Rabithah); karena waktu diwawancarai di rumahnya di Rancamaya, Kelurahan Sukabakti, Kecamatan Tarogong Garut tanggal 23-2-1990, yang direkam dengan video-tape tetapi AH tidak menyadarinya, AH mengaku bahwa ia telah diangkat sebagai Da-i Rabithah berdasarkan SK tanggal 3 September 1988 dan menerima allowance Rp. 250.000.- per bulan dari Rabithah, di mana setiap bulan ia membuat laporan kerja ke Mekkah dengan tembusan ke Perwakilan Rabithah di Jakarta; walaupun dalam wawancara tanggal 23-2-1990 itu, AH mengeluh bahwa AH sudah 6 bulan tidak / belum menerima lagi gaji sejak bulan September 1989. AH juga mengaku menerima bantuan uang dari Perwakilan Rabithah di Jakarta, Prof. Dr. Rasidi, untuk menerbitkan 10.000 lembar bukunya “Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah”.
    Atau jika tidak ada penunjukan dari Rabithah untuk mubahalah ini, AH sekurang-kurangnya dapat menyebutkan nama 10 (sepuluh) orang yang mewakilkan kepada AH untuk mubahalah, dan dari kami (Ahmadiyah) pun akan mengemukakan 10 nama orang, kemudian harus dimuat dalam surat kabar, agar masyarakat luas mengetahuinya dan dapat mengambil manfaat dari hasil mubahalah ini.
    Ahmad Hariadi tidak pernah memberikan jawaban / respons dalam menanggapi hal ini. Apalagi untuk mengumumkannya dalam surat khabar atau dengan cara apa untuk menyebar-luaskannya kepada khalayak masyarakat. Dengan demikian hakikatnya tidak ada terjadi Mubahalah dengan Ahmad Hariadi tersebut. Yang ada hanyalah korespondensi saja.
    Jadi AH ini hanya mencari manfaat (uang) dengan memusuhi Ahmadiyah; dan selanjutnya AH dimanfaatkan oleh pihak yang tidak senang dengan kemajuan yang diraih Ahmadiyah dan Khalifah-nya dari Khilafat Almasih Mau’ud a.s. ini.
    Orang semacam Ahmad Hariadi, dengan cara memusuhi Ahmadiyah, maka ia dapat memperoleh penghasilan uang, baik dari ceramah-ceramahnya, dan penerbitan buku-buku yang mencaci maki Ahmadiyah, maupun biaya untuk menggerakkan orang-orang yang kena dihasut dalam ceramahnya untuk memusuhi dan menyerang Ahmadiyah serta memecah belah umat dan masyarakat Indonesia.
    Demikian juga, pihak yang tidak senang dengan Ahmadiyah dan Khalifah / Khilafat Ahmadiyah, terutama yang memiliki banyak uang dari luar negeri, memanfaatkan tenaga semacam AH untuk mencoba berusaha menyerang Ahmadiyah dengan cara menghasut yang memecah belah umat.
    Kenyataannya, setelah belasan tahun (atau puluhan tahun) bertualang itu, Ahmad Hariadi tidak pernah diketahui apakah ia mempunyai pengikut atau jama’ah yang setia menjadi pendukungnya; AH memang biasa mempunyai beberapa orang tenaga provokator, di tempat di mana ia melakukan gerakan atau ceramah dan pengajian, yang isinya tidak lain berupa caci-maki dan hasutan yang hasilnya adalah memecah belah kesatuan umat dan masyarakat di Indonesia.
    Pada bulan September 2001 yang lalu AH dengan naik mobil Mercy mendatangi mesjid Ahmadiyah di Bandung Tengah, di mana pada mulanya para khuddam tidak mengenal AH. Kepada Bapak Ketua Jama’at Bandung Tengah AH memberikan buku hasil karya-nya yang berjudul “Mengapa saya keluar dari Ahmadiyah” serta mengatakan bahwa ia akan mendatangi ketua-ketua Cabang (Jama’at Lokal) lainnya. Seperti yang diterangkan oleh AH di atas, buku hasutan ini bisa diterbitkan dengan bantuan biaya dari luar negeri.
    Pada hari Senin tanggal 4-11-2002, bertempat di Gedung Dakwah Tasikmalaya, AH kembali mucul dalam seminar sehari untuk mencaci-maki terhadap Ahmadiyah. AH mengajak orang lainnya dengan menghasut untuk memerangi Ahmadiyah, dengan cara memecah belah umat dan golongan Islam yang ada dalam masyarakat.
    Secara khusus mereka mengatakan dan menuliskan serta AH menanda-tangani dalam notulen berita acaranya: Untuk dapat memerangi orang-orang Ahmadiyah, saya lakukan dengn menulis buku berjudul “Ahlussunah menjawab Ahmadiyah dalam masalah kenabian”. Buku ini terbit atas bantuan dari pemerintah Arab Saudi dan LPPI.
    PPSi, Mersela; 23-11-2002 / 19-7-2007

    Suka

  2. […] oleh Al-Ustadz Yazid binAbdul Qadir Jawasdengan udul “Bingkisan  Istimewa Menuju Keluarga Sakinah“, insya Allah jika anda para bujangan membaca buku tersebut, akan timbul keberanian baru […]

    Suka

  3. […] oleh Al-Ustadz Yazid binAbdul Qadir Jawasdengan udul “Bingkisan  Istimewa Menuju Keluarga Sakinah“, insya Allah jika anda para bujangan membaca buku tersebut, akan timbul keberanian baru untuk […]

    Suka

Tinggalkan komentar