Orang-Orang Yang Mengingkari Hadits Al-Mahdi Dan Jawabannya

Posted: 13 Juni 2010 in Al-Mahdi ( Imam Mahdi )
Tag:,

Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA

Telah kami sebutkan di muka sejumlah hadits shahih yang menunjukkan secara qath’i akan munculnya Al-Mahdi pada akhir zaman sebagai juru damai dan pemimpin yang adil, dan telah kami kutip pula sejumlah perkataan ulama yang menetapkan ke-mutawatiran hadits-hadits tentang Al-Mahdi, serta telah kami sebutkan pula beberapa buah kitab yang disusun para ulama yang membicarakan masalah Al-Mahdi secara khusus.

Tetapi sayang masih ada sejumlah penulis [1] pada zaman ini yang mengingkari kedatangan Al-Mahdi dan mengatakan bahwa hadits-hadits tentang Al-Mahdi itu tanaqudh (bertentangan satu sama lain) dan batil, dan Al-Mahdi itu hanyalah cerita fiksi ciptaan kaum Syi’ah kemudian dimasukkan dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah.

Sebagian penulis itu terpengaruh oleh pendha’ifan sejarawan Ibnu Khaldun[2] terhadap hadits-hadits Al-Mahdi, padahal Ibnu Khaldun sendiri tidak termasuk pakar dalam lapangan ini yang layak diterima pengesahan dan pendha’ifannya. Dalam hal ini, setelah mengemukakan banyak hadits mengenai Al-Mahdi dan mencela banyak sanadnya, beliau berkata, “Inilah sejumlah hadits yang diriwayatkan para Imam mengenai Al-Mahdi dan kedatangannya pada akhir zaman; sedangkan hadits-hadits itu sebagaimana yang saya ketahui tidak lepas dari kritik kecuali hanya sedikit atau sangat sedikit.” [Muqaddimah Tarikh Ibnu Khaldun 1: 574]

Perkataan Ibnu Khaldun di atas menunjukkan bahwa masih ada beberapa hadits yang selamat dari kritiknya. Maka kami katakan bahwa seandainya ada sebuah hadits saja yang shahih, niscaya hal itu sudah cukup menjadi hujjah mengenai Al-Mahdi ini. Nah betapa lagi dengan hadits-haditsnya yang shahih dan mutawatir ini?

Dalam menyanggah pendapat Ibnu Khaldun, Syekh Ahmad Syakir mengatakan. “Ibnu Khaldun tidak memahami dengan baik istilah ahli hadits: “Al-Jarhu maqadamu ‘ala at-Ta’diili.” (Celaan itu didahulukan daripada pujian).

Kalau dia mau menganalisis dan memahami dengan baik istilah tersebut niscaya dia tidak akan berkata begitu. Tetapi boleh jadi dia telah membaca dan memahaminya. Namun dia ingin melemahkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi karena visi politik pada waktu itu.” [Ta’liq Ahmad Syakir atas Musnad Imam Ahmad 5: 197-198]

Kemudian beliau menjelaskan bahwa apa yang ditulis Ibnu Khaldun dalam pasal ini tentang al-Mahdi; penuh dengan kesalahan mengenai nama-nama perawinya dan pengutipan catat-cacatnya. Dan beliau beralasan bahwa hal itu mungkin disebabkan dari sikap orang-orang yang me nasakh dan kelalaian para pen tashhih. Wallahu a ‘lam.

Untuk meringkas pembahasan, baiklah kami kutipkan di sini apa yang dikatakan Syekh Muhammad Rasyid Ridha mengenai Al-Mahdi, sebagai contoh bagi orang-orang yang mengingkari hadits-hadits tentang Al-Mahdi. Beliau berkata:

“Adapun pertentangan di antara hadits-hadits Al-Mahdi sangat kuat dan jelas, mengkompromikan riwayat-riwayat tersebut sangat sulit, orang-orang yang menging-karinya sangat banyak, dan syubhatnya sangat jelas. Karena itu Imam Syaikhani (Bu-khari dan Muslim) tidak meriwayatkan sama sekali hadits Al-Mahdi ini dalam kitab Shahih beliau, padahal kerusakan dan fitnah banyak tersebar di kalangan bangsa-bangsa yang beragama Islam.” [Tafsir Al-Manar 9: 499]

Kemudian beliau mengemukakan beberapa contoh pertentangan hadits-hadits Al-Mahdi tersebut dan kesemrawutannya -menurut anggapan beliau- dengan mengatakan. “Sesungguhnya riwayat yang masyhur mengenai namanya dan nama ayahnya menurut Ahlus Sunnah bahwa dia bernama Muhammad bin Abdullah, dan dalam satu riwayat dikatakan Ahmad bin Abdullah. Sedangkan golongan Syi’ah Imamiyah sepakat bahwa dia adalah Muhammad bin Al-Hasan Al-‘Asy’ari, imam kesebelas dan keduabelas dari imam-imam mereka yang makshum. dan mereka memberinya gelar Al-hujjah. Al-Qaaim, dan Al-Muntazhor…. Sedangkan kelompok Al-Kisaniyyah [3] beranggapan bahwa Al-Mahdi adalah Muhammad bin Al-Hanafiyah dan dia hidup dan berdiam, di gunung Dhawi….” [Tafsir Al-Manar 9: 501]

Selanjutnya beliau mengatakan. “Yang masyhur mengenai nasabnya, bahwa dia adalah ‘Alawi Fatimi (keturunan Ali dari jurusan Fatimah) dari putra Al-Hasan. sedangkan dalam beberapa riwayat dikatakan dari putra Al-Husain. dan ini sesuai pendapat Syi’ah Imamiyah. Di samping itu terdapat beberapa hadits yang menerangkan. bahwa dia dari putra Abbas.” [Tafsir Al-Manar 9: 502]

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa banyak cerita Israilliyat yang dimasukkan dalam kitab-kitab hadits. Dan para fanatis Alawiyyah, Abbasiyyah. dan Farisiyyah mempunyai peranan yang sangat besar dalam memalsukan hadits-hadits Al-Mahdi. Masing-masing golongan mendakwakan bahwa Al-Mahdi itu dari kelompok mereka. Orang-orang Yahudi dan orang-orang Persi mempopulerkan riwayat-riwayat ini dengan maksud meninabobokan kaum muslimin sehingga mereka bersikap pasrah tanpa mau berjuang karena menunggu munculnya Al-Mahdi untuk menegakkan Dinul Islam ini dan menyebarkan keadilan di jagad raya. [Tafsir Al-Manar 9: 501-50I]

Apa yang dikemukakan Syekh Muhammad Rasyid Ridha ini dapat dijawab de-mikian: Bahwa riwayat-riwayat tentang kedatangan Al-Mahdi itu adalah shahih dan mutawatir maknawi sebagaimana telah kami sebutkan sejumlah hadits mengenai Al-mahdi ini serta nash-nash para ulama tentang keshahihan dan kemutawatirannya.

Sedangkan alasan bahwa Imam Syaikhani (Bukhari dan Muslim) tidak meriwa-yatkan hadits-hadits Al-Mahdi, maka kami katakan bahwa seluruh sunnah tidak hanya terbukukan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim saja, bahkan banyak sekali hadits shahih yang tidak tercantum dalam kedua kitab tersebut tetapi tercantum dalam kitab-kitab Sunan, Musnad, Mu’jam, dan lain-lain kitab hadits.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Imam Bukhari dan Muslim tidak harus me-riwayatkan semua hadits shahih, tetapi kedua beliau itu tidak juga menshahihkan beberapa hadits yang tidak terdapat dalam kedua kitab beliau, sebagaimana dikutip oleh Imam Tirmidzi dan lainnya dari Imam Bukhari mengenai penshahihan beliau terhadap beberapa hadits yang tidak terdapat dalam kitab beliau, melainkan dalam kitab-kitab Sunan dan lainnya.” [Al-Baa ‘itsul Hatsiits Syarhu Itkhtishori Ulumil Hadits karya Ibnu Katsir, halaman 25, oleh Ahmad Syakir, terbitan Darul Kutubil Ilmiyyah]

Adapun mengenai keberadaan hadits-hadits tersebut banyak kemasukan dongeng-dongeng Israiliyat dan sebagian lagi merupakan hasil pemalsuan golongan Syi’ah dan para fanatis golongan lain, maka anggapan seperti ini adalah benar. Tetapi, para Imam hadits telah menjelaskan mana yang shahih dan mana yang tidak. Dan mereka juga telah menyusun beberapa kitab untuk mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dan menjelaskan hadits-hadits yang dha’if. Mereka juga telah membuat kaidah-kaidah yang cermat dalam menentukan kriteria dan identitas para perawi, sehingga tidak ada seorangpun ahli bid’ah atau pendusta melainkan dijelaskan keadaannya. Maka Allah telah memelihara sunnah dari permainan orang-orang yang suka bermain-main dan penyelewengan orang yang suka berlebihan serta dari ulah pembuat kebatilan. Dan ini merupakan salah satu cara pemeliharaan Allah terhadap Din Islam ini.
Kalau ada riwayat-riwayat Al-Mahdi yang maudhu’ yang dibuat oleh orang-orang yang panatik terhadap golongan, maka hal itu tidak menjadikan kita harus meninggalkan riwayat-riwayat yang shahih. Dan dalam riwayat-riwayat yang shahih ini disebutkan sifat-sifatnya, namanya, dan nama ayahnya.
Apabila ada segolongan manusia yang menetapkan dan menganggap seseorang sebagai Al-Mahdi tanpa didukung oleh identitasnya sebagaimana yang tersebut dalam hadits-hadits shahih. maka hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari akan datangnya Al-Mahdi sebagaimana disebutkan dalam hadits. Selanjutnya, Al-Mahdi yang sebenarnya tidak memerlukan adanya orang yang memproklamirkannya. Dia akan dimunculkan oleh Allah ke tengah-tengah manusia jika Allah sudah menghendakinya, dan orang-orang pun akan mengenalnya dengan tanda-tandanya. Adapun anggapan bahwa hadits-hadits Al-Mahdi itu kontradiktif, maka anggapan ini muncul disebabkan adanya riwayat-riwayat yang tidak shahih; sedangkan hadits-hadits yang shahih maka tidak ada pertentangan sama sekali. Maka kepunyaan Allah-lah segala puji dan sanjungan.

Dan lagi, memang perselisihan antara golongan Syi’ah dan Ahlus Sunnah tak terbatas, sedangkan hukum yang adil adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih. Adapun khurafat dan kebatilan-kebatilan Syi’ah tidak boleh dijadikan standard unluk menolak hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Al-Allamah Ibnul Qayyim berkata mengenai Al-Mahdi demikian, “Golongan Rafidhah Imamiyah memiliki pendapat keempat bahwa Al-Mahdi adalah Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari [4] Al-Muntazhor dari anak Husain bin Ali, bukan dari anak Hasan, yang datang ke pelbagai negara, tetapi tidak terlihat oleh mata, yang mewariskan tongkat dan menutup tanah lapang. la telah masuk ke dalam gua di bawah tanah Samira’ sebagai anak kecil dalam waktu lebih dari lima ratus tahun. Setelah itu tidak ada lagi mata yang pernah memandangnya dan tidak ada pula kabar beritanya, dan mereka menantinya setiap hari. Mereka berhenti dengan kudanya di depan pintu gua sambil berteriak-teriak memanggilnya agar keluar dengan mengatakan, “Keluarlah, wahai Tuan kami! Keluarlah, wahai Tuan kami!” Kemudian mereka kembali dengan tangan hampa. Begitulah kelakuan mereka! Dan sungguh baik orang yang mengatakan:

” Mana mungkin gua dalam tanah
akan melahirkan orang
yang kamu panggil dengan kebodohan.
Bilakah waktunya ia kan datang?
Maka karena akalmu yang rusak,
kamu memuat yang ketiga setelah anqa* dan ghilan**
Maka mereka menjadi cercaan bagi Bani Adam dan menjadi bahan tertawaan setiap orang yang berakal sehat.” [Al-Manarul Munif: 152-153]

Disalin dari kitab Asyratus Sa’ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As’ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]
_________
Foote Note
[1]. Yang paling menonjol dalam hal ini antara lain: Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar 9: 499-504, Muhammad Farid Wajdi dalam Dairatu Ma’arifil Qamil ‘Isyrin 10: 480, Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuhal Islam 3: 237-241, Abdur Rahman Muhammad Utsman dalam Catatan kakinya terhadap Tuhfatul Ahwadzi 6: 474, Muhammad Abdullah ‘Anan dalam kitabnya Mawaqif Hasimah Fi Tarikhil Islam: 357-364, Muhammad Fahim Abu Ubaiyyah dalam ta’liqnya atas an-Nihayah Fil Fitan wal Malahim karya Ibnu Katsir 1: 37, Abdul Karim Al-Khathib dalam kitabnya Al-Masih Fil Qur’an wat Taurat wal Injil: 539, dan terakhir adalah Syekh Abdullah bin Zaid Alu Mahmud dalam kitabnya Laa Mahdiy Muntazhor Ba ‘dar Rasul saw. Khairul Basyar.”
Pendapat beliau-beliau itu disanggah oleh Fadhilatus Syekh Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad dalam kitab beliau yang sangat berharga yang berjudul Ar’Radd ‘ala Man-Kadzdzaba bil-Ahaadiitshish-Shahihah al-waridah fil Mahdi”. khususnya sanggahan terhadap risalah Ibnu Mahmud yang di dalamnya terdapat pendapat yang jauh dari kebenaran. Semoga Allah membalas pembelaan beliau terhadap Islam dan kaum Muslimin dengan balasan yang sebaik-baiknya.
[2]. Beliau adalah Abdur Rahman bin Muhammad bin Muhammad bin Khaldun Abu Zaid, “Waliyyuddin Al-Hadhrami Al-Asybili yang termasyhur dengan kitabnya Al- ‘Ibrar wa Diwanul Mubtada’ wal Khabar Fi Tarikhil Arab wa ‘Ajam wal Barbar yang terdiri atas tujuh jilid yang diawali dengan Al-Muqaddimah. Beliau juga memiliki karya-karya tulis lain termasuk yang berbentuk sya’ir (puisi).
Beliau lahir dan dibesarkan di Tunis, kemudian pergi ke Mesir dan menjabat Hakim madzhab Maliki, dan wafat di Kairo pada tahun 808 H. Semoga Allah merahmati beliau. Periksa: Syadzaraatudz-Dzahabl: Id-11 dznAl-A’lam 3: 330.
[3]. Al-Kisaniyyah adalah salah satu kelompok Rafidhoh. Mereka adalah pengikut Al-Muhtar bin Abi ‘Ubaid Ats-Tsaqafi Al-Kadzdzab. Dan mereka dinisbatkan kepada Kisan, mantan budak Ali ra. Dan ada yang mengatakan bahwa Kisan adalah gelar bagi Muhammad bin Al-Hanafiyah. Periksa: Al-Farqu Bainal Firoq, halaman 38, dengan tahqiq Syekh Muhamma Muhjiddin Abdul Hamid.
[4]. la dilahirkan pada tahun 256 H dan wafat pada tahun 2754 H. Menurut pendapat yang mengatakan bahwa ia pernah ada. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ia tidak pernah ada. Periksa: Minhajus Sunnah 2: 131, dan Al-A’lam 6: 80.

*). Binatang yang berkepala dan bersayap seperti garuda dan berbadan singa. (pen).
**) Hantu. (pen).
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=1357&bagian=0

Komentar
  1. […] ialah orang yang bertemu Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan […]

    Suka

  2. […] ia menundukkan kepalanya, maka mencucurlah air dari kepalanya itu, sedang apabila ia mengangkatnya, maka berjatuhan-lah daripadanya permata-permata besar bagaikan […]

    Suka

  3. Aisyah Fitria berkata:

    KEDUDUKAN HADIS-HADIS IMAM MAHDI
    oleh Amin Saefullah Muchtar pada 7 Agustus 2010 pukul 8:01 ·

    Pertanyaan
    1. Sejauhmana keyakinan kita kepada kedatangan Imam Mahdi yang akan memerangi Dajjal bersama Nabi Isa? Apakah Imam Mahdi itu ada? Saya minta keterangan yang jelas dalam Alquran dan hadis tentang Imam Mahdi dan Dajjal?
    Jawaban
    Istilah Imam Mahdi muncul dan berhubungan erat dengan akidah mahdawiyyah, yakni keyakinan bahwa di akhir zaman akan datang seorang juru selamat yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi dari ketidakadilan, kesengsaran, dan kekejaman. Dia akan membawa mereka pada kebahagian dan kedamaian.
    Sebenarnya cerita tentang “ratu adil” ini terdapat hampir pada setiap pemeluk agama. Orang-orang Persia menantikan datangnya Mesio Darbahmi. Orang-orang Hindu menantikan turunnya Kalki. Orang-orang Yahudi menantikan Mesia. Sementara keyakinan tentang turunnya Mahdi di kalangan sebagian umat Islam, khususnya kaum sufi dan syi’i berpangkal pada kepercayaan Mesio Darbahmi dan Mesia. Diduga kuat yang pertama kali memasukkan paham ini pada kaum muslimin adalah Abdullah bin Saba si Yahudi itu.
    Mirza Ghulam Ahmad di India, pernah mengaku sebagai Imam Mahdi yang memuji penjajahan kerajaan Inggris atas Hindia dan Pakistan antara lain dalam bukunya yang berjudul “At Tabligh” hal. 190 :

    إِعْلَمُوا أَيُّهَا اْلإِخْوَانُ إِنَنَا قَدْ نَجَوْنَا مِنْ أَيْدِي الضَّالِمِينَ فِي ضِلِّ دَوْلَةِ هذِهِ الْمَلَيْكَةِ
    “Ketahuilah wahai saudara-saudara, sesungguhnya kita telah terselamatkan dari tangan orang-orang yang zalim di bawah naungan kerajaan perempuan ini (yaitu Queen Victoria), ratu Ingris tahun 1819-1901”
    أَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا وُجُودَهَا وَجُودَهَا
    “Hai Tuhan, berkatilah untuk kami dengan adanya dan kemurahannya (ratu itu).”

    فَالْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَدَّلَنَا مِنْ بَعْدِ خُوفِنَا أَمْنًا وَ أَعْطَانَا مَلِيكَةً رَحِيمَةً كَرِيـمَةً
    “Sekalian puji-pujian adalah bagi Allah yang telah mengganti kami dari ketakutan menjadi aman dan mengaruniakan kepada kami raja perempuan yang penyayang lagi pemurah.”
    وَلَعَمْرِي إِنَّ هذَا الْقَوْمَ قَوْمٌ أَرْسَلَهُ اللهُ لَنَا لِخَيْرِنَا

    “Demi Allah, sesungguhnya kaum (Ingris) ini adalah kaum yang diturunkan Allah untuk kita dan bagi kebaikkan kita.”
    وَ وَجَبَ عَلَيْنَا شُكْرُهُمْ بِالْقَلْبِ وَ اللِّسَانِ

    “Dan wajib kita bersyukur kepada mereka dengan hati serta lidah.”
    Kemudian Raymond Paul Pierre Westerling, pernah juga merealisasikan pengakuannya sebagai ratu adil (Imam Mahdi). Dan ia mampu membunuh 40. 000 rakyat Sulawesi Selatan. Kemudian menyerang kota Bandung tahun 1950 secara tiba-tiba sehingga menimbulkan korban yang banyak. Dan masih banyak lagi orang-orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi.
    Tentang Imam Mahdi ini, baik dalam Alquran maupun hadis yang sahih tidak terdapat satu keterangan pun yang menjelaskan adanya. Malah sampai pada abad pertengahan Islam tidak ada seorang pun yang mengenalnya.
    Adapun hadis-hadis tentang Mahdi itu seluruhnya hadis palsu dan penipu. Adapun hadis-hadis termaksud adalah sebagai berikut:
    Hadis Kesatu
    عَنْ اُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ اَلْمَهْدِى مِنْ عِتْرَتِى مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ.
    – رواه أبو داود وابن ماجة والـحاكم –
    Dari Ummu Salamah, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
    ‘Al-Mahdi di antara keturunanku, yaitu cucu fatimah.” (H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud, III:310; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah IV:414; dan al-Hakim, al-Mustadrak IV:557).
    Hadis Kedua

    عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي. -رواه أبو داود والترمذي وابن حبان وابن أبي شيبة و أبو نعيم-
    Dari Ibnu Masud, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Dunia tidak akan binasa sehingga seorang laki-laki dari ahlu baitku yang namanya sesuai dengan namaku menguasai Arab.” (H.r. Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad, VI:42, No. 3.571, hal. 44 No. 3.572, hal. 45 No. 3.573, VII:174, No. 4.098, hal. 311, No. 4.279; Abu Daud, Sunan Abu Daud, III:310; At-Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi VI:485; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban VII:576; Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf VIII:678; dan Abu Nu’aim, Hilyatul Aulia III:101-102).
    Hadis Ketiga
    عَنْ عَلِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ اَلْمَهْدِى مِنَّا اَهْلَ الْبَيْتِ يُصْلِحُهُ اللُه فِى لَيْلَةٍ. -رواه احمد وابن ماجة وابن أبي شيبة.
    Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Al-Mahdi dari kami ahlul bait, Allah membimbingnya dalam satu malam.” (H.r. Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad ; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah IV:413; dan Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf VIII:678).
    Hadis Keempat
    عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ لاَ يَزْدَادُ اْلأَمْرُ إِلاَّ شِدَّةً وَلاَ الدُّنْيَا إِلاَّ إِدْباَرًا وَلاَ النَّاسُ إِلاَّ شُحًّا وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ وَلاَ الْمَهْدِيُ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ. رواه ابن ماجة والـحاكم-
    Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak akan bertambah perkara itu (berpegang kepada agama dan sunnah) kecuali bencana, dan tidaklah dunia kecuali mati, dan tidaklah manusia kecuali rakus, dan tidak akan terjadi kiamat kecuali manusia dalam keadaan jahat, dan tidak ada mahdi kecuali Isa bin Maryam.”
    (H.r. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah IV:378; al-Hakim, al-Mustadrak IV:441).
    Hadis Keenam
    عَنْ عُثْمَانَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ الْمَهْدِي مِنْ وَلَدِ الْعَبَّاسِ عَمِّى. -رواه الدارقطنى.
    Dari Usman, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Al-Mahdi itu keturunan
    Al-Abbas pamanku.” (H.r. Ad-Daraquthni, Silsilah al-Ahadits ad-Dha’ifah I:108).
    Hadis Ketujuh
    عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مِنَّا الَّذِي يُصَلِّى عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ خَلْفَهُ. -رواه أبو نعيم-
    Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘(al-mahdi) dari kami yang Isa bin Maryam akan bermakmum kepadanya.” (H.r. Abu Nu’aim, al-Manarul Munief, hal. 134).
    Hadis Kedelapan
    عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ اَلْمِهْدِي مِنِّى أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى اْلاَنْفِ يَمْلأُ اْلاَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلأَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا وَيَمْلِكُ سَبْعَ سِنِيْنَ. – رواه أبو داود والـحاكم-
    Dari Abu Sa’id, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Al-Mahdi dariku, dahinya lebar, hidungnya mancung. Ia akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi sebelumnya dipenuhi dangan kezhaliman dan pelanggaran. Dan ia akan berkuasa selama 7 tahun.” (H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud, III:310; al-Hakim,
    al-Mustadrak IV:557)

    Keterangan:
    A. Sanad
    1. Hadis kesatu dha’if, karena semua sanadnya melalui seorang rawi yang bernama Ziyad bin Bayan dari Ali bin Nufail. Adz-Dzahabi berkata: “Hadisnya tidak sahih”. Al-Bukhari berkata, “fi isnadihi nazharun (pada sanadnya perlu diteliti).” (Mizanul I’tidal II: 87 ). Al-Uqaili berkata, “ Tidak ada mutabi’ atas Ali bin Nufail, dan ia tidak dikenal kecuali dengan hadis itu.” (Mizanul I’tidal III:160 ).
    2. Hadis kedua dha’if, karena semua sanadnya melalui seorang rawi bernama Ashim bin Bahdalah (Abun Najud), dia Buruk hapalan (Mizanul I’tidal II: 357). Hadis tersebut diriwayatka pula oleh :
    a. Al-Bazzar (Musnad Al-Bazzar VIII : 256), Ibnu Adi (Al-Kamil I : 129) dan Abu Nu’aim (Silsilah hadis-hadis shahih IV :38) dari Qurrah bin Ayas. Pada sanandnya terdapat seorang rawi bernama Daud bin Al-Muhabbir. Kata Abu Hatim, “Dzahibul hadits (dia pemalsu hadis).” Kata Ad-Daruquthni, “Matrukul hadits (hadisnya ditinggalkan).” (Tahdzibul Kamal VIII:446-447)
    b. Abu Daud (Sunan Abu Daud III:310) dari Ali bin Abu Thalib. Pada sanadnya terdapat rawi bernama Fithr, dia Syi’ah Rafidhah. (Siyaru A’lamin Nubala VIII:31).
    c. Ahmad (Musnad al-Imam Ahmad, XVIII:209-210, No. 11.130, XVIII:416, No. 11.313) dan Abu Nu’aim (Hilyatul Aulia, III:101-102) dari Abu said. Pada sanad Ahmad ada rawi bernama Mathar bin Thuhman. Dia Shaduq (jujur), banyak salah (Tahdzibul Kamal XXVIII:54). Sedangkan pada sanad Abu Nu’aim ada rawi bernama Haudzah. Kata Yahya bin Ma’in: “Dia tidak terpuji (dalam periwayatan)” Ditanyakan kepadanya: “Kenapa ?” dia menjawab, “Tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hadis-hadis ini sebagaimana yang dia riwayatkan, dan dia juga bisu.” (Tahdzibul Kamal XXX:323).
    3. Hadis ketiga dha’if, karena semua sanadnya melalui rawi bernama Yasin al-’ajli. Imam Al-Bukhari berkata, “fihi nazharun (dirinya perlu diteliti), dan saya tidak mengetahui satu hadispun riwayatnya selain ini (Tahdzibul Kamal XXXI:182). Syekh Ibnul Hammam berkata: “Bila Al-Bukhari mengatakan fihi nazharun pada seseorang, maka hadisnya tidak dapat dipakai hujjah, tidak dapat menjadi syahid, dan tidak pantas untuk i’tibar.” (Tuhfatul Ahwadzi III:528).
    4. Hadis keempat dha’if, karena pada sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad bin Khalid al-Junadi, dia majhul (tidak dikenal) (Ta’liq ala Tahdzibul Kamal XXV:147). Dan Hasan al-Bishri, dia mudallis (pelaku hadis mudallas) (Silsilah Hadis-hadis Dhaif I:103).
    5. Hadis kelima dhaif, karena pada sanadnya terdapat rawi bernama muhammad bin
    Al-Walid, dia pemalsu hadis (Silsilah Hadis-hadis Dhaif I:108).
    6. Hadis keenam dha’if, pada sanadnya terdapat dua orang rawi bernama al-Jayyid bin Nazhief dan Ja’far bin Thariq. Nama keduanya tidak dikenal di kalangan ahli hadis. Dan Al-Jayyid tidak tercatat sebagai murid Abu Nadhrah.
    7. Hadis ketujuh dha’if, pada sanadnya terdapat dua orang rawi bernama Imran bin Dawar. Kata Ad-Daruquthni, “Dia sering menyalahi (rawi tsiqat) dan banyak waham.” (Ta’liq Tahdzibul Kamal XXII:330). Dan Sahl bin Tamam, Kata Ibnu Hajar, “Dia shaduq (jujur), (sering) keliru” (Ta’liq Tahdzibul Kamal XII:177).
    Selain itu hadis-hadis tentang Imam Mahdi diriwayatkan pula oleh:
    1. Ibnu Majah, Abu Nu’aim, dan Al-Bazzar dari Anas bin malik
    2. Ahmad, Abu Nu’aim, Abu Ya’la, At-Thabrani, Al-Hakim, Abu Daud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi dari Abu Said.
    3. Ibnu Majah, Abu Nu’aim, dan Ahmad dari Tsauban.
    4. Ibnu Majah dan At-Thabrani dari Abdullah bin Al-Harits
    5. At-Tirmidzi, Ibnu Hiban, Al-Bazzar, At-Thabrani, Abu Ya’la dan Ad-Daruquthni dari Abu Hurairah.
    6. At-Thabrani dan Al-Bazzar dari Qurrah bin Ayas
    7. At-Thabrani dari Thalhah bin Ubaidillah
    8. Abu Nu’aim dan At-Thabrani dari Ibnu Umar
    9. At-Thabrani dari Ummu Habibah
    10. Abu Nu’aim dari Hudzaifah
    11. Abu Nu’aim dari Abdurrahman bin Auf
    12. Abu Nu’aim dan Al-Bazzar dari Jabir
    13. Abu Nu’aim dari Abdullah bin Amr
    14. Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir dari Al-Husain
    15. Ad-Daruquthni dari Muhammad bin Ali
    16. Nu’aim bin Hammad dari Amr bin Al-Ash
    17. Nu’aim bin Hammad dari Abu Qubail
    18. Nu’aim bin Hammad dari Ammar bin Yasir
    19. Nu’aim bin Hammad dari Ka’ab
    20. Abu Ya’la dari Aisyah
    Namun semuanya tidak terlepas dari kedaifan.
    B. Matan
    Kemudian ditinjau dari segi matan, hadis-hadis tentang al-mahdi simpang-siur, tidak ada keserasian sehingga tidak dapat diambil kesimpulan. Ada yang menyebutkan dia keturunan Fatimah. Ada yang menyebutkan keturunan Al-Abbas paman Nabi. Ada pula yang menyatakan al-Mahdi itu Isa bin Maryam. Lalu tentang masa kekuasaan al-Mahdi, ada yang menerangkan lima tahun, tujuh tahun, sembilan tahun, bahkan ada yang menyebutkan dua puluh tahun.

    Berdasarkan tinjauan sanad dan matan tersebu, kami berkesimpulan bahwa hadis-hadis di atas tidak dapat dijadikan hujjah tentang keberadaan Imam Mahdi karena semuanya dha’if. Dalam kitab Asnal Mathalib disebutkan:

    اَحِادِيْثُ الْمَهْدِى كُلُّهَا ضَعِيْفَةٌ لَيْسَ فِيْهَا مَا يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ وَلاَ يُغْتَرُّ بِمَنْ جَمَعَهَا فِى مُصَنَّفَاتٍ (أسنى المطالب ص. 588)
    “Hadis-hadis tentang al-Mahdi semuanya dha’if, tidak ada satupun padanya yang bisa dijadikan pegangan (dalil). Dan jangan tertipu oleh orang yang menghimpunnya dalam berbagai kitab.” (Asnal Mathalib, hal. 588).

    Suka

  4. […] untuk terperdaya akan kecantikan wajah-wajah mereka sedang engkau lebih cenderung bergelut dengan hawa nafsumu yang buta lagi tiada mengetahui. Sekali-kali janganlah demikian, melainkan ambillah ia […]

    Suka

  5. […] untuk terperdaya akan kecantikan wajah-wajah mereka sedang engkau lebih cenderung bergelut dengan hawa nafsumu yang buta lagi tiada mengetahui. Sekali-kali janganlah demikian, melainkan ambillah ia […]

    Suka

  6. […] untuk terperdaya akan kecantikan wajah-wajah mereka sedang engkau lebih cenderung bergelut dengan hawa nafsumu yang buta lagi tiada mengetahui. Sekali-kali janganlah demikian, melainkan ambillah ia […]

    Suka

Tinggalkan komentar