Arsip untuk 15 Juli 2010

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka berduka cita. – Qs. al-Baqarah 2: 62

Mari kita bahas :

1. Sesungguhnya orang-orang yang beriman

Sudah jelas disini orang-orang yang beriman adalah umatnya Nabi Muhammad Saw, yaitu orang yang mengakui Allah Tuhannya dan Muhammad Nabi-Nya, termasuk didalamnya orang kafir yang akhirnya menerima Islam.

2. orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin

Yahudi, Nasrani dan Shabi’in adalah gelar bagi mereka yang bukan umat Muhammad Saw.

Orang Yahudi jelas merujuk pada umatnya Nabi Musa, dimana mereka-mereka ini menolak menerima Isa dan Muhammad sebagai Nabi.

Orang Nasrani merujuk pada umatnya Nabi Isa as, baik mereka itu dari kalangan Israel (termasuk Yahudi) atau diluarnya, yang jelas disini orang-orang Nasrani adalah mereka yang mengakui akan kenabian Musa dan juga Isa al-Masih.

Orang-orang shabiin adalah gelar bagi orang-orang yang beragama diluar umat Muhammad, Isa dan Musa, ada juga yang mengartikannya sebagai orang yang gemar bertukar agama, ada juga yang berpendapat bahwa Shabiin ini gelar bagi orang-orang penyembah bintang, namun saya pribadi lebih memilih pendapat yang pertama.

Satu catatan awal, bahwa orang yang kafir lalu Islam tidak lagi disebut Yahudi, Nasrani atau Shabiin tetapi ia disebut orang yang beriman alias Muslim, sehingga ketiga istilah tersebut kontekstualnya merujuk pada orang-orang yang belum atau tidak mengakui Islam secara kaffah sesuai ajaran Muhammad Saw.

3. siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta mengerjakan amal yang baik, maka mereka akan mendapat ganjaran dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka berduka cita

Ayat ini sambungan dari ayat sebelumnya, kita lihat bahwa disini konteksnya hanya beriman kepada Allah, hari kemudian dan mengerjakan amal yang baik.

Ayat ini sama sekali tidak disebutkan mengenai keimanan terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw (Islam Kaffah, totalitas).

Maksudnya, siapa saja diantara ketiga golongan tersebut (Yahudi, Nasrani dan Shabiin) yang bersih Tauhidnya, tidak mengadakan sekutu bagi Tuhan, percaya adanya hari pembalasan, hari dimana semua rahasia dibuka, semua perbuatan baik dan buruk akan mendapat balasan dan selama hidupnya mereka senantiasa mengerjakan amal kemanusiaan, berbuat baik kepada semua orang, semua makhluk maka mereka-mereka dari ketiga golongan tersebut akan menerima ganjaran dari sisi Allah.

Jadi esensi yang ditekankan adalah esensi monotheisme atau esensi Tauhid, kesimpulan ini berhubungan erat dengan kenyataan yang terjadi dalam sejarah ketika Nabi berhadapan dengan para pendeta Najran, mari kita analisa dialog antara keduanya yang direkam oleh al-Qur’an :

“Hai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang obyektif antara kami dan kamu, yaitu janganlah kita menyembah melainkan Allah dan janganlah kita menyekutukan sesuatupun dengan Dia, dan jangan pula sebagian dari kita dijadikan sebagai Tuhan-tuhan selain dari Allah. ; Jika mereka berkhianat maka hendaklah kamu katakan : ‘Lihatlah, kami sesungguhnya adalah orang-orang yang berserah diri ‘ – Qs. ali Imron 3:64

Kita baca dari dialog diatas, Nabi sama sekali tidak mengejar pengakuan para pendeta ahli kitab itu terhadap klaim kenabiannya, setelah ajakan kepada seruannya tidak diterima, Nabi akhirnya mengajak pada nilai-nilai luhur monotheisme, artinya kira-kira : tidak apa anda tidak mengakui saya sebagai Nabi Tuhan asalkan anda tetap memegang prinsip satu Tuhan.

Dan bila kita kembalikan konsep ini pada semua cerita yang ada dalam al-Qur’an akan semakin jels betapa masalah monotheisme ini sangat memegang dominasi kitab suci. Nyaris semua ayat berupa seruan terhadap ketunggalan Allah tanpa sekutu, dan disisi lain, konsep ini pun selaras dengan ajakan para Nabi dan Rasul sebelum Muhammad Saw diutus.

Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah Aku oleh kamu semua” – Qs. 21 al-anbiya : 25

Jika ini digambarkan sebagai pluralisme dalam beragama, mungkin benar, tetapi ingat, pluralisme yang kita bahas adalah pluralisme yang sifatnya monotheisme, bukan pluralisme campur aduk semua konsep ketuhanan.

Lebih jelas lagi, konsep Trinitas, Trimurti dan sejenisnya tidak termasuk dalam tatanan ini karena mereka jelas bukan bersifat monotheisme. Secara matematika yang sederhana bahwa monotheisme itu kurang lebih hitungan 1 + 2 = 3 dan bukan 1 + 2 = 1. Jika dia sudah menyalahi konsep rasionalisme standar seperti itu maka dia disebut menyimpang.

Untuk itu maka hal ini bisa diselaraskan dengan ayat Allah berikut :

Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. Tetapi orang-orang yang diberi kitab itu tidak berselisihan kecuali sudah datang pengetahuan kepada mereka dan karena sifat dengki diantara mereka. Siapa saja yang tidak percaya kepada Allah, maka sungguh Allah itu sangat cepat penghitungannya. – Qs. ali Imron 3: 19

Islam artinya berserah diri, damai dan pelakunya disebut Muslim dan Muslimah.

Maksud berserah diri disini berserah diri kepada Allah yang lam yalid walam yulad, Allah yang Qiyamuhu Binafsihi ataupun Allah yang Ahad.

Saat Allah menyebut agama disisi-Nya hanya Islam, maka siapa saja dari golongan yang meyakini akan ke Ahadan Allah, ke- lam yalid walam yuladnya Allah, ke-Qiyamuhu Binafsihi-nya Allah maka mereka termasuk dalam defenisi Islam pada ayat ini sekalipun mereka misalnya tidak mengakui akan kenabian Muhammad.

Lalu bagaimana bisa orang yang tidak mengakui kenabian Muhammad dimasukkan dalam golongannya Allah ?

Kita harus ingat bahwa Allah itu bersifat adil, dan adilnya Allah itu tidak bisa kita batasi dengan keadilan menurut permodelan peradilan para penegak hukum kita.

Sekarang, bagaimana Allah bisa kita sebut adil jika Dia menyiksa umat yang notabene hidup dipedalaman, jauh dari jangkauan orang luar dan peradaban modern apalagi sampai bisa mengenal dan memeluk Islam sebagaimana umat Muhammad ? Sementara fakta bahwa diantara mereka belum ada Rasul yang diutus Allah ? baik Rasul dalam makna Nabi maupun Rasul dalam makna luas seperti ustadz, ulama, cendikiawan muslim dan sebagainya.

Apa salah mereka sehingga harus menerima hukuman Tuhan atas ketidak tahuannya itu ? padahal dalam al-Qur’an ditulis :

Kami tidak akan mengazab suatu kaum sebelum Kami mengutus seorang Rasul – Qs. 17 al-israa’ : 15

Tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan – Qs. 35 faathir : 24

Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dan dimengerti oleh mereka – Qs. 14 Ibrahim : 4

Karena itulah kenapa Islam tidak sesempit yang dipahami banyak orang, Islam itu begitu universal sehingga saking universalnya Islam disebut sebagai rahmatan lil ‘alamin, Islam pembawa rahmat bagi alam semesta, bagi seluruh makhluk. Hanya orang pandir saja yang ribut mengenai Islam malah gontok-gontokan saling berebut mengkafirkan antar jemaah padahal mereka sendiri umumnya sama-sama Islam, sama-sama bertauhid.

Lalu, dalam realitas sekarang ini, masih adakah orang-orang yang dimaksud oleh Qs. al-Baqarah 3 ayat 62 diatas ?

Saya jawab – MASIH -.

Kita tahu orang-orang Yahudi masih hidup dan sebagian besar dari mereka bukan pemeluk ajaran Isa entah ajaran monotheismenya maupun ajaran penyimpangan model Paulus dengan polytheismenya, mayoritas orang Yahudi yang hidup sekarang adalah mereka yang menjunjung tinggi kenabian Musa as., mereka adalah orang-orang yang bertauhid kepada Allah.

Namun memang sayang, dari jumlah sekian itu banyak pula orang-orang Yahudi yang menjadikan alim ulamanya, para pemimpinnya sebagai tuhan-tuhan yang harus ditaklidkan yang harus di-ikuti sekalipun mereka salah sebagaimana hal ini sudah disinggung oleh al-Qur’an sendiri :

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan-Tuhan selain Allah – Qs. at-Taubah 9:31

Tetapi fakta juga bahwa selalu ada peluang 1 dari 100 orang Yahudi yang bejat adalah seorang Yahudi yang tauhidnya oke, tingkah lakunya oke, gemar berbuat kebaikan dan percaya akan hari berbangkit.

Itu untuk kaum Yahudi, lalu bagaimana dengan kaum Nasrani ?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak semua pemeluk Kristen dewasa ini setuju dengan paham Trinitas, fakta bahwa ada juga yang menyebut diri mereka orang-orang Kristen Yehovah dengan Watch Towernya. Jemaah ini menolak keras penuhanan al-Masih, bagi mereka Isa adalah Isa, seorang manusia dan Isa bukan Tuhan. Bagi mereka Tuhan adalah satu, tidak beranak dan tidak juga menjelmakan diri sebagai makhluk.

Golongan ini jelas secara prinsip memenuhi standar Tauhid pada surah al-Baqarah ayat 62.

Lalu bagaimana pula dengan kaum Shabiin ?

Saya ingat pernah membaca pengalaman pengembaraan almarhum Ahmad Deedat ke Afrika Selatan ditengah masyarakat Zulu, disana ia menemukan kaum yang menyebut Tuhan mereka dengan nama UMVELINQANGI, lalu di India menurut beliau ada juga yang menyembah Tuhan bernama PRAMATMA, Bangsa Aborigin di Australia Selatan memanggil Tuhannya dengan istilah ATMATU dan semua Tuhan-tuhan tersebut berdasarkan penyelidikan Ahmad Deedat tidak mencerminkan sistem polytheisme, artinya itu adalah konsep Tauhid atau monotheismenya masing-masing kaum (Lihat : Ahmed Deedat, Allah dalam dalam Yahudi, Masehi, Islam, terj.H. Salim Basyarahil, H. Mul Renreng, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta, 1994, hal. 21-28), dan ini mengindikasikan terpenuhinya kriteria Qs. al-Baqarah ayat 62.

Dengan demikian, terbukti bahwa ayat al-Qur’an memang benar dan selalu uptodate, tidak ada kontradiksi antara satu dengan lain ayat atau konflik antar ayat dengan kenyataan.

Pertanyaan susulan : Kalau begitu untuk apa Muhammad diutus ? orang cukup monotheisme saja selesai … masuk syurga.

Saya jawab, bahwa sebelum pengutusan Muhammad, semua Nabi dan Rasul diutus bersifat kedaerahan, artinya mereka diutus untuk masing-masing lokasi dimana mereka berdomisili, belum ada Rasul yang mencakup semua wilayah jikapun Isa disebut-sebut sebagai orangnya maka ini hanyalah karang-karangan orang saja, sebab sepanjang hidupnya Isa al-Masih tidak pernah berdakwah diluar bangsa Israel bahkan termasuk gerakan dakwah para murid-muridnya.

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” – Matius 10:5-6

Faktor lain diluar masalah kedaerahan tadi, pengutusan Muhammad berfungsi juga sebagai pelurus jalan, pembaik akhlak.

Fakta juga berbicara bahwa tidak ada ajaran Nabi dan Rasul sebelumnya yang masih murni tak bernoda, semuanya sudah dimanipulasi, semua sudah didistorsi tangan-tangan jahil manusia sehingga tercampurlah antara ajaran langit dengan ajaran bumi, antara benar dan salah, mitos berbaur dengan fakta. Jika sudah demikian adanya, bagaimana bisa konsep monotheisme Tuhan menyebar keseluruh dunia sebagai sifat Rahman dan Rahimnya Allah ? Fakta, berapa banyak orang jawa yang ber-KTP Islam tetapi mereka tetap percaya, tetap takut, tetap hormat, tetap memberikan sajen pada setan penghuni laut selatan ? berapa sih jumlah total orang Yehovah seluruh dunia ? berapa prosentase orang Yahudi yang bertauhid diantara milyaran manusia didunia ?

Ini artinya tanpa pengutusan Muhammad, secara kausalita, secara hukum alam sebab akibat, tidak ada jaminan konsep-konsep Monotheisme Tuhan menyebar dan merangkul keberbagai benua. Bukti harus ada wadah yang mempersatukan, dan wadah itulah Islam.

Pertanyaan lagi : okelah kita akui Muhammad, tetapi lantas apa beda orang Islam yang mengikuti Muhammad dengan kaum monotheisme diluar umat Muhammad ? toh semuanya menurut surah al-Baqarah tadi sama-sama mendapat ganjaran dari sisi Allah ?

Saya jawab : Susu saja ada yang standar dan ada yang gold.

Misal saya ambil contoh susu anak saya bermerek Chil-Kid, ada 2 versi, Chil-Kid biasa dan Chil-Kid Platinum.

Dua-duanya sama-sama susu pertumbuhan, sama-sama produksi Morinaga tetapi berbeda, yang satu standar artinya apa yang biasanya ada dalam susu pertumbuhan merek lain pun terkandung didalamnya dan yang Platinum ada beberapa penambahan nutrisi, peningkatan gizi dan sebagainya. Jadi ada perbedaan value.

Anda mau yang biasa-biasa saja ya beli saja Chil-Kid standar, tapi kalau anda mau yang lebih … maka belilah Chil-Kid yang Platinum.

Itu makanya syurga Allah itu bertingkat, tidak hanya tingkat dalam kedudukan antar umat Muhammad berdasarkan takwa mereka tetapi juga tingkat dengan diluar umat Muhammad.

Sekarang, kalau anda bisa menjangkau tingkat Platinum … kenapa masih harus memilih yang biasa saja ?

Atasan saya dikantor paling benci dengan orang yang kerjanya hanya bersifat standar, artinya karyawan yang bersangkutan tidak punya nilai lebih, kerja ya masuk pas jam masuk, pulang pas jam pulang, akhir bulan dapat gaji. Tapi sama sekali tidak ada Value Add darinya.

Dunia ekonomi pun berprinsip sama, ingin mendapatkan nilai tambah.

Bahkan menurut Nabi sendiri, orang yang harinya sama dengan kemarin adalah orang yang rugi. Maknanya : setiap hari setiap orang itu harus memiliki nilai tambah, minimal bagi dirinya sendiri.

Inilah salah satu maksud dari ayat :

Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman – Qs. al-‘Ashr 103: 1 s/d 3

Saat seseorang tidak mempunyai nilai tambah, maka di rugi.

Saat seseorang hanya menginginkan monotheisme standar, dia juga rugi.

Kecuali dia menerima konsep monotheisme platinum, yaitu menjadi orang yang beriman, maksudnya beriman tidak hanya kepada monotheisme Tuhan namun juga mengikut konsep monotheisme Kaffah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Terakhir … jika anda digaji standar Rp. 1.000.000 / bulan terus selama bertahun-tahun tidak mengalami peningkatan apa keluhan anda ? intinya anda merasa dirugikan. Lalu ada kesempatan bagi anda untuk mendapatkan gaji diatas itu dan terus bertambah berdasarkan nilai lebih anda diperusahaan… masih tidak maukah anda mendapatkannya ? Jika jawaban anda mau, maka mari sama-sama kita mengikuti apa yang diajarkan oleh Muhammad.

Perjanjian Nafs

Posted: 15 Juli 2010 in Kajian
Tag:,

PERJANJIAN NAFS

Dan saat Tuhanmu mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang-tulang belakang mereka, dan Dia jadikan mereka saksi atas Nafs (anfus) mereka : ‘Bukankah Aku Tuhan kamu ?’ ; Mereka berkata : ‘Betul ! kami menyaksikan.’ ; Hal ini agar kamu tidak dapat berkata dihari kiamat : ‘Sungguh kami lalai dari perjanjian ini’. – Qs. 7 al-A’raf : 172

Secara kontekstual ayat ini memang mengesankan adanya dialog dua arah antara Allah dengan Nafs (atau dalam ayat ini disebut juga dengan istilah anfus) yang baru akan memasuki kehidupan duniawinya dirahim seorang ibu. Jika benar bahwa memang ada perjanjian dialam bawah sadar nun jauh diawal keberadaan kita dahulu kala, maka apakah perjanjian ini benar berupa dialog antara dua individu yang berbeda ataukah ayat ini hanya metafora yang dimaksudkan memberi penegasan terhadap hakekat kebenaran ilahiah ?

Kepastian akan hal ini memang menjadi teka-teki bagi kita karena bagaimanapun kerasnya upaya kita mengingat kemasa itu sangatlah mustahil, bahkan kita tidak pernah ingat bagaimana pengalaman kita saat didalam rahim ibu kita selama kurang lebih tujuh bulan pasca ditiupkan-Nya roh kedalam jasad kita yang masih berupa janin ?

Namun terlepas dari kemisteriusan itu, menarik bila kita juga mengkaji sebuah ayat yang lain yang menceritakan dialog yang terjadi antara Tuhan dengan langit saat pertama dibentuk.

Lalu Dia menuju langit yang masih berupa asap, dan Dia bertanya kepada langit dan bumi : ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan rela atau terpaksa ? ; Keduanya menjawab : ‘Kami datang dengan rela !’ – Qs. 41 Fushilat : 11

Ayat ini memiliki persamaan konteks dengan ayat penciptaan manusia yang sudah kita bahas sebelumnya. Diayat ini kita bisa melihat juga gambaran dialog dua arah bagaikan individu satu dengan individu lainnya antara Allah dengan langit maupun bumi yang jelas-jelas disebut masih berupa asap. Mungkinkah asap dapat berbicara ?

Kita kesampingkan dulu semua kemaha kuasaan Tuhan disini, kita coba untuk tidak mengkambinghitamkan kebesaran Allah yang bisa menjadikan semuanya dalam kejapan mata berlabel Kun Fayakun. Alam semesta dijadikan melalui tahapan-tahapan yang panjang, keberadaan manusia dibumi ini pun melalui suatu rentang sejarah jutaan tahun dan itupun bukan dengan satu paksaan melainkan proses yang terjadi secara alamiah dimana Adam melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah atas pengaruh setan.

Secara akal sehat asap tidak dapat berbicara, pun kalau asap bisa berbicara, bagaimana mungkin Allah memberi ultimatum layaknya seorang tukang todong yang bermaksud memeras harta korbannya melalui jalan damai tanpa kekerasan sampai pada penganiayaan jika sikorban menolak menyerahkannya suka rela ?

Begitupula manusia, tidak adil untuk manusia jika ia diajak berbicara bahkan bersumpah saat kesadaran lahiriahnya belum lagi timbul. Tidakkah bila kita mengajak anak yang masih berusia dibawah satu tahun berjanji tentang sesuatu yang dia tidak akan ingat manakala sudah dewasa adalah suatu perbuatan yang sia-sia ?

Memang kita tidak bisa menyamakan perbuatan Allah dengan perbuatan manusia, akan tetapi tidak bolehkah kita berpikir logis sesuai fitrah yang diberikan-Nya sendiri ? Menurut saya, ayat-ayat semacam ini tergolong kedalam ayat mutasyabihat yang perlu pendalaman dan pengkajian secara mendalam. Beberapa ayat al-Qur’an lainnya memberikan padanan yang serupa dengan dua ayat tersebut.

Kemudian setelah itu hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang terpancar daripadanya beberapa aliran air dan sebagiannya lagi ada yang terbelah dan keluar air dari dalamnya. Ada pula diantara bebatuan ini yang runtuh jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lalali dari apa yang kamu kerjakan. – Qs. 2 al-Baqarah : 74

Tidakkah engkau tahu bahwa Allah, kepada-Nya beribadah seluruh apa yang ada dilangit dan dibumi termasuk burung yang mengembangkan sayapnya ? masing-masing mengetahui cara sholat dan memujinya, dan Allah sangat mengetahui apa yang mereka lakukan. – Qs. 24 an-Nur : 41

Dan tidakkah mereka lihat sesuatu yang dijadikan Allah yang bayangannya bergerak kekanan dan kekiri karena sujud kepada Allah sedangkan mereka itu berserah diri ?. – Qs. 16 an-Nahl : 48

Dan kepada Allah sajalah bersujud apa yang ada dilangit dan dibumi, dengan rela ataupun dengan terpaksa, termasuk bayangan mereka diwaktu pagi dan petang. – Qs. 13 ar-Ra’d : 15

Dengan kata lain, dialog yang terjadi antara Allah dan langit serta bumi, dialog yang terjadi antara Allah dengan Nafs manusia, sampai pada ibadahnya para burung, batu dan bayangan kepada Allah bisa kita lihat sebagai pernyataan Allah mengenai ketertundukan seluruh ciptaan-Nya, mulai dari benda mati sampai benda hidup kepada semua ketentuan hukum dan keesaan diri-Nya yang asasi, baik secara sadar maupun tidak disadarinya.

Terjadinya perputaran bumi pada porosnya, pergerakan awan, lempeng bumi dan pegunungan sampai pada proses pembuahan ovum oleh sperma adalah contoh dari ketertundukan terhadap hukum-hukum kausalita yang sudah ditetapkan Allah. Tidak akan ada lagi alasan bagi kita untuk mengingkari karya besar Tuhan dialam semesta termasuk didiri kita sendiri, karenanya bagaimana manusia sampai bisa berpaling dan menjadikan berhala dalam berbagai modelnya selaku Tuhan tandingan ?