Arsip untuk 1 Juli 2010

Adam tidak tinggal di Syurga !
(Pengupasan ilmiah tentang Jannah dan penerbangan antar planet)
Oleh : Armansyah

Al Qur’an banyak sekali bercerita masalah penciptaan manusia yang pertama oleh Allah Swt, yaitu Adam hingga kronologi turunnya Adam bersama sang istri, Siti Hawa, untuk menjadi khalifah dibumi.

Dalam banyak ayat, Al Qur’an mengatakan bahwa tempat mula-mula Adam dan Hawa adalah disuatu tempat bernama “Jannah”, yang oleh kebanyakan ahli tafsir diterjemahkan sebagai “surga”, sebagaimana surga yang dijanjikan untuk orang-orang yang beriman pada hari kemudian.

Tetapi … benarkah demikian adanya ?
Tidakkah akan dijumpai beberapa kejanggalan dan menimbulkan masalah yang irrasional dan bertentangan dengan akal pikiran manusia, begitu memasuki pemahaman AlQur’an lebih jauh lagi ?

Bukankah Allah sendiri mengatakan bahwa Al Qur’an itu adalah kitab petunjuk bagi orang yang bertakwa dan suatu kitab yang isinya mudah dipahami ?

“Kitab ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
(QS. 2:2)

“Sesungguhnya Kami menjadikan AlQur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).”
(QS. 43:3)

Dan memang, pilihan Allah terhadap bahasa Arab sebagai bahasa Qur’an agar mudah dipahami rasanya sangat tepat sekali, karena bahasa Arab adalah bahasa yang kaya akan makna dan gaya bahasa serta memiliki seni keindahan tersendiri, baik dari tata bahasanya, cara pelafazannya dan lain sebagainya. Apalagi memang Rasul Muhammad Saw sendiri diutus dari kalangan bangsa Arab, yang secara otomatis bahasa Arab menjadi bahasa ibunya.

“Dan jika Kami jadikan dia /sebagai/ bacaan asing tentulah mereka bertanya : “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya ?”. Apakah /patut bahasanya/ asing dan /Rasul adalah orang/ Arab ?”
(QS. 41:44)

Kembali kita pada permasalahan semula, yaitu mengenai kata-kata Jannah yang disebut didalam AlQur’an sebagai tempat tinggal Adam dan istrinya sebelum diturunkan kebumi, tidaklah tepat kita artikan sebagai surga.

Ada pengertian lain yang lebih tepat untuk penafsiran kata Jannah ketimbang dari penafsiran surga, yaitu Kebun yang subur !
Dan memang Jannah dalam bahasa Arab dapat berarti kebun dan dapat juga diartikan sebagai surga.

Dalam hal ini, A. Hassan untuk tafsir Al-Furqan-nya tetap memakai istilah Jannah untuk tempat tinggal Adam yang pertama kali, dengan menggunakan catatan kaki pada hal. 10 ….”tinggallah di Jannah (kebun atau surga) ini….”
Sementara banyak pula tafsiran lain, termasuk versi Depag RI yang menggunakan pengertian surga untuk tafsiran kata Jannah

Untuk itu, mari kita bahas lebih jauh lagi dengan berdasarkan dalil-dalil Qur’an, logika dan Science modern.

Adam diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah dibumi
Dan sementara itu Adam tinggal di jannah yang terletak disuatu tempat
lalu Adam dan Hawa melanggar atas skenario yang sudah ditentukan Tuhan
selanjutnya Adam dan Hawa dipindahkan atau diturunkan dari Jannah itu menuju kedunia sebagaimana yang sudah dikehendaki oleh Allah semula.

“Ketika Tuhan-mu berkata kepada Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak jadikan seorang khalifah dibumi !”. Mereka bertanya: “Apakah Engkau mau menjadikan padanya makhluk yang akan membuat bencana padanya dan akan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ?”
Dia menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui !”.
(QS. 2:30)

“Hai Adam ! tinggallah engkau dan istrimu di Jannah serta makanlah oleh kamu berdua apa-apa yang disukai, tetapi janganlah kamu mendekati Syajaratu, karena kamu akan termasuk golongan mereka yang zhalim”.
(QS. 7:19)

Mungkinkah Adam saat itu tinggal disurga bersama dengan Jin dan malaikat ?
Ingat … Iblis adalah segolongan dari Jin
Hanya saja saat itu mereka belum ingkar, sampai pada saat perintah sujud kepada Adam
Setan dan Iblis itu adalah dua nama untuk satu mahkluk jahat
Dan Makhluk jahat ini kita klasifikasikan atas 2 :

  1. Golongan Jin
  2. Golongan manusia

“Dan ingatlah, ketika Kami memerintah kepada malaikat: “Sujudlah kepada Adam !”, lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia durhaka kepada perintah Tuhannya !”
(QS. 18:50)

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh, syaitan-syaitan /dari/ manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kebohongan kepada sebahagian yang lain sebagai tipu daya.”
(QS. 6:112)

Sekarang jika kita memahami pengertian Jannah sebagai surga yang akan kita tempati pula pada hari akhir nanti :

Apakah Adam tinggal disurga bersama jasad kasarnya ?
Apakah dia juga bisa melihat Tuhan ? melihat malaikat ? melihat Jin ?
Bukankah Tuhan berfirman ataupun berkata-kata kepada Adam ? hal ini mengingat dalam Qur’an tidak ada disebutkan bahwa Tuhan mewahyukan kepada Adam selama dia masih didalam Jannah melalui perantara Jibril.
Bukankah juga Adam melihat akan sujudnya para malaikat kepada dirinya ? atau tidak ?

Iblis jelas sudah ingkar, tapi kenapa masih ada dalam surga yang suci ?
Buktinya dia masih bisa merayu Adam dan istrinya untuk mendekati Syajarah
dalam terjemahan Indonesia, biasanya ditafsirkan sebagai “pohon terlarang dalam surga”

Adakah hubungan antara Jannah tempat tinggal Adam pada mulanya itu dengan Jannah yang dikatakan terletak didekat Sidratul Muntaha, dimana Rasulullah Muhammad Saw melakukan perjalanan Mi’rajnya seperti pada surah 53:15 ?

Dalam hal ini saya akan mencoba mengupas semua pertanyaan ini dengan gamblang dan logis, berdasarkan hal-hal yang dapat diterima oleh akal dan pikiran manusia wajar dan dapat pula dianalisis dengan ilmu pengetahuan, baik sekarang apalagi dimasa yang akan datang, InsyaAllah.

Pemahaman & Pendapat Saya

Adam pada mulanya tinggal disebuah kebun yang sangat subur yang terletak disuatu tempat yang tinggi, Adam memang bisa melihat malaikat dan Jin namun Adam tidak bisa melihat Tuhan karena halusnya zat dari Tuhan itu sendiri dan bersesuaian dengan ayat 6:103

“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu karena Dia amat Halus lagi Mengetahui.”
(QS. 6:103)

Percakapan yang terjadi antara Tuhan dengan Adam as dibatasi oleh penghalang yang dalam AlQur’an disebut dengan tabir/hijab sebagaimana pada ayat 42:51

“Dan tidak bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata kepadanya melainkan dengan ilham atau dari belakang tabir (hijab) atau Dia mengirim utusan /malaikat/ lalu dia mewahyukan dengan seizin-Nya apa-apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
(QS. 42:51)

Dialog dan sujudnya para malaikat dan Jin terhadap Adam terjadi secara real, juga terhadap ingkarnya Iblis terjadi secara nyata dihadapan Adam as dengan kata lain disaksikan oleh Adam as.

Hal ini dapat kita terima secara logis,
Dalam ilmu agama, batin atau tenaga dalam, ada yang disebut dengan kasyaf atau tembus pandang
dimana seseorang dapat melihat tembus hal-hal ghaib yang orang lain tidak mampu melihatnya
hal ini seringkali kita temukan dalam dunia sehari-hari

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa itu benar. Dan tidakkah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menyaksikan segala sesuatu ?”
(QS. 41:53)

Ayat diatas dapat dipergunakan secara umum, karena memang amat sangat banyak tanda-tanda kekuasaan dan ilmu Tuhan itu didalam diri kita selaku manusia ini, baik itu dimulai dari bentuk jasmani/phisik sampai pada anatomi tubuh bagian dalam, yang melingkupi sel-sel, tulang, darah dan sebagainya.

Mari kita baca ayat berikut ini :

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari Jannah itu — DAN DIKELUARKAN DARI KEADAAN SEMULA — dan Kami berfirman: “Turunlah kamu ! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kelengkapan hidup sampai waktu yang ditentukan”.
(QS. 2:36)

Keadaan semula ini bisa juga diterjemahkan dengan terkeluar dari keadaan yang mereka sudah ada padanya.
Sekarang yang menjadi pertanyaan…….keluar dari keadaan semula atau keadaan yang sudah ada pada mereka yang bagaimanakah maksudnya ?

Apakah ini bisa diartikan bahwa Adam dan Hawa dikeluarkan dari kesucian mereka, bukankah mereka sebelumnya makhluk yang suci sebelum akhirnya melanggar ?

Ataukah merupakan keluarnya mereka dari keadaan kasyaf mereka mula-mula yang dapat melihat segala sesuatu selain zat Allah yang Maha Halus.

Namun, jika kita mengatakan bahwa maksud dari dikeluarkan dari keadaan semula adalah dikeluarkannya Adam dan istrinya dari Jannah, maka hal itu kurang tepat, sebab pernyataan yang demikian, yaitu masalah pengeluaran Adam ini disebutkan pada kalimat berikutnya, pada saat Allah berfirman menyuruh mereka pergi (setelah kesalahannya diampuni oleh Allah).

Silahkan melihat kembali ayat 2:36 tersebut dengan lebih teliti dan lihat juga Surah 20:122 dan 123 !

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari Jannah itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu ! Sebahagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kelengkapan hidup sampai waktu yang ditentukan”.
(QS. 2:36)

“Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman:Turunlah kamu berdua dari Jannah bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebahagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka.”
(QS. 20:122-123)

Pada surah 20:122 dikatakan bahwa Tuhan memilihnya (Adam), ini bisa kita tafsirkan bahwa Allah memilih Adam atau dalam hal ini berperan sebagai makhluk manusia yang dekat denganNya dan merupakan makhluk yang paling mulia dari semua makhluk Allah yang ada yang sudah diciptakan oleh Allah.

Namun kata Tuhan memilihnya ini juga bisa kita tafsirkan dengan terpilihnya Adam dari makhluk-makhluk Allah yang telah lebih dulu ada dan tercipta untuk mendiami planet bumi.

Dan memang benar tidak dijelaskan secara nyata bahwa Allah akan menunjuk manusia sebagai penghuni bumi, tetapi pendapat yang demikian kiranya bisa dibantah oleh surah 2:30-34 yang jelas menunjukkan bahwa Allah telah menjadikan Adam sebagai makhluk yang akan memegang tampuk kekhalifahan Tuhan dibumi.

“Ketika Tuhan-mu berkata kepada Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak jadikan seorang khalifah dibumi !”. Mereka bertanya: “Apakah Engkau mau menjadikan padanya makhluk yang akan membuat bencana padanya dan akan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ?”
Dia menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui !”.
(QS. 2:30)

Lalu Dia mengajarkan kepada Adam keterangan-keterangan itu semuanya, kemudian Dia menunjukkan benda-benda itu kepada para Malaikat seraya berkata: “Sebutkanlah kepada-Ku keterangan-keterangan ini jika memang kamu makhluk yang benar !” Mereka menjawab:”Maha Suci Engkau ! tiada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Mengetahui, Bijaksana.”
(QS. 2:31-32)

Catatan :

Sebenarnya terjemahan “Hakim” dengan “Maha bijaksana” pada ayat terakhir 32 (Innaka Antal ‘alimul Hakim) kuranglah tepat, karena arti Hakim ialah Yang mempunyai Hikmah. Hikmah adalah penciptaan dan penggunaan sesuatu yang sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. Tetapi disini diartikan dengan “Maha Bijaksana” karena dianggap arti tersebut hampir mendekati pengertian “Hakim”.

Sekarang jika benar bahwa Adam dapat melihat Iblis, kenapa Adam dapat terpedaya oleh Iblis ?
Bukankah Adam dapat melihat Iblis ?

Benar Adam dapat melihat Iblis pada waktu itu, tapi Iblis sendiri sejak dia menolak untuk hormat kepada Adam, sudah bersumpah kepada Tuhan untuk menyesatkan mereka dan keturunannya kelak dikemudian hari.
Iblis sendiri dan juga Adam, tidak mengetahui bahwa semuanya itu sudah diatur oleh Allah.

Allah menyatakan bahwa Dia akan menjadikan Adam khalifah dibumi hanya kepada malaikat, bukan kepada Adam dan bukan juga kepada Jin/Iblis !

Selanjutnya, Allah menciptakan Adam dan disuruhlah malaikat dan Jin untuk bersujud, hormat kepadanya.
Salah satu golongan dari Jin, yaitu Iblis, menolak perintah Allah tersebut dengan bersombong diri bahwa dia lebih mulia ketimbang Adam dalam hal kejadiannya.

Allah menegur Iblis dan Iblis memintakan penangguhan dirinya hingga hari kiamat kelak. Permintaan Iblis dikabulkan oleh Allah dan jadilah Adam diberikan ujian terhadap Iblis, sedang Iblis sendiri tidak sadar bahwa dengan godaannya itulah justru kehendak Allah akan tercapai, yaitu menjadikan Adam dan keturunannya khalifah dibumi, bukan diJannah tersebut.

Inilah sedikit bukti bahwa Adam dapat melihat para Malaikat, Jin dan Iblis :

Dan dia bersumpah kepada keduanya: “Sesungguhnya aku ini bagi kamu, termasuk dari mereka yang memberi nasehat.” (QS. 7:21)

Bagaimanakah Iblis dapat mengucapkan sumpah pada keduanya jika dia tidak dapat dilihat oleh Adam dan istrinya ?

Belum lagi pada waktu Allah mengingatkan kepada Adam pada waktu Iblis menyatakan keingkarannya terhadap perintah Tuhan agar dia sujud, menghormat kepada Adam as, tentunya Adam menyaksikan peristiwa penolakan Iblis itu dan langsung Allah mewanti-wanti Adam terhadap makhluk itu :

Lalu Kami berkata: “Hai Adam ! sesungguhnya ini musuh bagimu dan bagi isterimu, maka janganlah ia mengeluarkan kamu berdua dari Jannah, karena engkau akan menjadi susah.”
(20:117)

Selanjutnya, akan saya ketengahkan satu Hadits Qudsi yang mendukung pendapat bahwa Adam dapat melihat mereka:

Abdullah bin Muhammad bercerita kepada kami, Abdur Razaq bercerita kepada kami dari Ma’mar dari Hammam dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw bersabda : “Allah menciptakan Adam, tingginya 60 hasta”, kemudian Allah berfirman: “Pergilah, berilah salam kepada malaikat itu, dan dengarkan penghormatan mereka kepadamu itulah penghormatanmu dan penghormatan keturunanmu”. Adam berkata: “Assalamu’alaikum /semoga kesejahteraan tetap atasmu/”. Mereka menjawab: “Assalamu’alaikum warahmatullah /semoga kesejahteraan dan rahmat Allah atasmu/”. Mereka menambah wa rahmatullah /dan rahmat Allah/. Setiap manusia yang masuk surga dengan bentuk seperti Adam, penciptaan itu senantiasa berkurang sampai sekarang.”

Ditahrijkan oleh Al Bukhari dalam kitab Bad’ul Khalqi, Bab Khalqu Adam jilid IV, hal 131 dan termaktub dalam buku Kelengkapan Hadist-Qudsi terbitan CV. Toha Putra Semarang yang aslinya diterbitkan oleh Lembaga AlQur’an dan AlHadist Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Kementrian Waqaf Mesir, Bab 10 : Tentang Penciptaan Adam halaman 158 s.d 175.

Dan Adam memang berhasil diperdaya oleh Iblis untuk mendekati pohon terlarang
Tapi …. benarkah didalam Jannah atau kebun itu terdapat sebuah pohon yang terlarang untuk dimakan buahnya oleh Adam dan istri ?

Mari kita tinjau dulu arti pohon terlarang ini dari ayat aslinya :

Istilah yang dipakai oleh Qur’an untuk menyatakannya adalah dengan Syajaratu atau Syajarah yang selalu ditafsirkan oleh para penafsir Qur’an dengan kata pohon.
Padahal tidak demikian adanya.

Istilah Syajaratu memiliki pengertian Pertumbuhan, dan istilah Syajarah berarti Bertumbuh bukan = pohon.
Adapun yang berarti pohon ialah Syajaruh, seperti yang tercantum pada ayat 16/68, 27/60, 36/80 dan 55/6.

Istilah Syajarah atau Syajaratu yang juga berarti ‘Pertumbuhan’ akan kita dapati pada surah 48:18 sbb :

Sesungguhnya Allah telah ridho terhadap orang-orang yang beriman itu ketika mereka berjanji setia kepadamu dibawah ‘Pertumbuhan’, Dia mengetahui apa yang dihati mereka lalu Dia menurunkan ketentraman atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat.”
(QS. 48:18)

Pertumbuhan pada terjemahan diatas ini adalah perkembangan iman atau pertumbuhan Islam sewaktu AlQur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Waktu itu Allah memberikan ketenangan dalam hati orang-orang Islam walaupun ketika itu keadaan musuh sangat membahayakan.

Hal semacam ini terjadi sebagaimana juga pada perjanjian Aqabah pertama /Bai’atul Aqabatil Ula/ yang sering disebut juga dengan nama Bai’atun Nisaa’ /Perjanjian wanita/ karena dalam ba’iat itu ikut seorang wanita bernama ‘Afra binti ‘Abid bin Tsa’labah serta Ba’iatul Aqabah ats Tsaaniyah /Perjanjian Aqabah kedua/ yang masing-masing menyatakan kesiapan dan kesanggupan penduduk Yatsrib /Madinah/ untuk setia terhadap Nabi dan membela beliau walaupun umat Islam saat itu masih bisa dihitung dengan jari alias masih dalam tingkat pertumbuhan.

Dan dengan pengertian serta perbedaan kedua arti kata itu, maka sekarang bisa diartikan sebagai dilarangnya Adam oleh Tuhan untuk melakukan persetubuhan/pertumbuhan dengan Hawa didalam Jannah tersebut, meskipun waktu itu Hawa sudah menjadi istri dari Adam.

Pertumbuhan itu adalah kata lain untuk pembuahan yang terjadi akibat hubungan suami istri
Karena itulah ayat AlQur’an tidak melarang Adam ‘Jangan memakan’ atau ‘Jangan mengambil buah pohon’ tetapi yang dinyatakan kepada Adam adalah ‘Jangan mendekati pertumbuhan’.

Ingat, sewaktu pertama diciptakan, Adam telah diberitahukan oleh Allah mengenai hakekat segala sesuatunya.

AlQur’an memang melukiskan kejadian tersebut sedemikian rupanya melalui kalimat-kalimat yang halus dan baik sehingga menjadi sopan dan indah dengan perkataan Syajarah atau Syajaratu yang oleh para penafsir selama ini diartikan dengan pohon.

Mereka dapat dibujuk oleh Iblis agar melakukan persetubuhan tersebut lalu keduanya terjebak dan terbuai akan kenikmatan tersebut sehingga ketika mereka sadar mereka mendapati bahwa tubuh mereka sudah tidak lagi terbungkus dengan pakaian karena pakaian mereka sudah terlempar kesana kemari.

Dan ini bersesuaian dengan ayat 7:22 yang menyatakan bahwa setelah mereka merasakan “buah dari pohon itu” yang bisa diartikan “hasil /buah/ dari perbuatan mereka tersebut”, mereka tersentak karena menyadari telah dapat melihat aurat masing-masing.

Dan mereka mulai menutupi aurat mereka dengan daun-daun yang ada dikebun tersebut secara refleks, sebab mereka tidak sempat lagi berpikir kemana pakaian mereka sebelumnya terlempar … refkesi ini dapat saja terjadi karena begitu sadar mereka telah melanggar ketentuan dari Tuhan, saking paniknya mengambil apa saja untuk menutupi keadaan diri masing-masing, untuk selanjutnya Adam meminta ampun kepada Allah atas pelanggarannya itu.

Perbuatan Adam ini dinilai oleh Tuhan sebagai orang yang tidak memiliki kemauan yang kuat untuk memenuhi perintah Allah sebagaimana ayat 20:115, meskipun memang semuanya itu adalah kehendak dari Allah agar Adam turun kebumi dan menjadi khalifah disana.

Apa yang dilakukan oleh Adam dan istrinya itu, bukan suatu dosa sehingga semua manusia harus mewarisi dosa turunan mereka itu, Allah memang sebaik-baiknya perencana, jauh sebelum penciptaan Adam, Allah sudah berfirman akan menjadikannya sebagai khalifah dibumi, bukan di Jannah, dan Iblis tidak tahu itu sehingga dia menganggap bahwa dengan turunnya Adam kebumi, Adam akan dibenci oleh Tuhan dan akan berdosa seumur hidupnya serta akan diwarisi pula oleh keturunannya.

Sama sekali TIDAK !
Allah sudah mengampuni perbuatan Adam dan istrinya itu.
Adapun turunnya Adam kebumi adalah atas kehendak dan rencana Allah sendiri, bukan rencana Iblis !

Makanya hawa nafsu adalah salah satu dari sekian banyak hal yang amat berbahaya bagi manusia, dari peradaban dulu hingga jaman kita sekarang ini dan telah pula diingatkan oleh Rasulullah Muhammad Saw kepada umatnya sewaktu pulang dari peperangan Badar serta banyaknya ayat AlQur’an yang mengingatkan manusia perihal pengendalian hawa nafsu ini.

Dan ini menjadi semacam peringatan keras sekaligus pelajaran berharga bagi kita sebagai anak cucu Adam, bahwa betapa sukarnya untuk mengendalikan hawa nafsu, terutama kepada perempuan alias nafsu syahwat.

Selanjutnya Adam bersama istrinya itu diberi amanat oleh Allah agar turun kebumi
Itu membuktikan bahwa saat itu mereka tidak berada di Bumi !

Coba perhatikan ulang surah 2:36

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari Jannah itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman:”Turunlah!”
(QS: 2:36)

“Turunlah” itu adalah kalimah perintah, dan dalam bahasa Qur’annya adalah “ih bithu” , dan arti sebenarnya adalah : “Turun dari tempat yang tinggi.”, seperti dari gunung, dan juga dipakai dengan arti “Pindah dari satu tempat kesatu tempat lain.” Hal ini sama dengan yang dikatakan oleh Qur’an pada turunnya Nabi Nuh dari kapal kedaratan, jatuhnya batu dari tempat tinggi dan lain sebagainya.

Sebagian dari ulama juga berpendapat bahwa mengenai turunnya Adam ini bukan dari suatu tempat tinggi, katakanlah suatu planet yang ada diluar bumi ini, tetapi turun derajat dari yang tinggi kepada yang rendah didasarkan atas keadaan Adam yang telah berdosa. Sebenarnya pendapat demikian telah ditentang oleh Qur’an dalam surah 17:70 yang menyatakan bahwa Adam dan keturunannya tetap dipandang sebagai makhluk ciptaan Allah yang mulia, begitupun oleh surah 20:122 yang menjelaskan bahwa Allah telah memilihnya dan juga memberikan ampunan dan petunjuk.

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami beri mereka kendaraan di darat dan di laut, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
(QS. 17:70)

Kita melihat bahwa AlQur’an disini juga tidak menjelaskan secara jelas, dimana Adam dan istrinya itu turun dan bertempat tinggal setelah diperintah oleh Allah keluar dari Jannah tersebut. Sehingga tetap akan selalu ada kemungkinan bahwa sebelum Adam berdiam di planet bumi kita ini, Adam dan istrinya telah terlebih dahulu turun dan mendiami bumi-bumi lainnya disemesta alam ini dan berketurunan disana, yang mana keturunan dari mereka ini akan menjadi Adam-adam pertama ditempat-tempat tersebut untuk selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan mereka keplanet bumi ini sebagai bumi terakhir yang belum mereka kunjungi, dan merupakan tempat mereka tinggal selama-lamanya, hingga wafatnya.

Al Qur’an sendiri menyatakan bahwa ada banyak sekali terdapat bumi-bumi lainnya diluar planet bumi yang kita diami ini:

Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS. 65:12)

Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Padahal bumi-bumi itu semuanya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dalam kekuasaanNya. Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
(QS. 39:67)

Kedua ayat yang kita muatkan diatas menunjukkan dengan pernyataan Allah bahwa bumi ini digandakan, sedangkan istilah “Ardhu” yang tercantum pada ayat 39:67 adalah Isim jamak atau noun plural yang dibuktikan dengan istilah “Jamii’aa” yang berarti semuanya. !

Adapun angka 7 yang dipakai didalam AlQur’an sebanyak 24 kali adalah untuk maksud yang bermacam-macam. Angka 7 ini sendiri dalam kaidah bahasa Arab dapat diartikan untuk menerangkan jumlah “Banyak” atau Tidak terhitung.

Hal ini sama halnya dengan orang-orang Yunani dan orang-orang Romawi yang menyatakan bahwa angka 7 mempunyai arti “Banyak” dalam makna jumlah yang tidak ditentukan.
Dalam Qur’an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit (Sama’), angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan adanya 7 jalan diatas manusia.

Jadi cukup logis jika kita TIDAK menganggap bahwa Jannah itu sebagai surga yang dijanjikan kepada kita kelak, sebab jika tidak demikian, akan muncul beragam pertanyaan yang tidak terpecahkan.

Adapun beberapa pertanyaan tersebut adalah :

  1. Mungkinkah Adam dan Hawa tinggal disurga bersama Iblis penggoda dengan jasad kasar ?
  2. Lalu dimana surga tersebut ? Abstrakkah ? Konkretkah ?
  3. Apakah didunia ini ? sehingga begitu disuruh turun kedunia mereka seolah hanya tinggal menjejakkan kaki melangkah seolah Doraemon yang memiliki pintu ajaibnya ?
  4. Lalu bila syurga itu abstrak, bagaimana bisa Adam dan Hawa tinggal dalam suatu lingkungan abstrak sementara mereka sendiri terdiri dari materi atau benda yang berwujud ?
  5. Lalu bagaimana Iblis bisa keluar dari surga pada saat Adam diusir ?
  6. Jika Iblis memang sudah diusir dari surga oleh Allah sewaktu pertama kali ia ingkar atas perintah Allah bagaimana tahu-tahu Iblis bisa menggoda Adam dan Hawa yang masih disurga ?
  7. Sedemikian tipisnyakah shelter dari surga itu sehingga bisa ditembus oleh Iblis ?
  8. Apakah mereka juga makan dan minum dengan benda abstrak ?
  9. Apakah pakaian mereka juga abstrak ? termasuk daun-daun Jannah yg untuk menutupi tubuh kasar mereka ?
  10. Apakah benda-benda yang dikenal oleh Adam yang diajarkan oleh Allah 2:31 adalah abstrak ?

Sementara surga itu sendiri sebagaimana yang disyaratkan oleh Qur’an sebagai suatu tempat yang kekal, dimana tidak satupun dari makhluk yang bisa keluar dari dalamnya dan tidak akan ada larangan apa-apa disana karena statusnya adalah sebagai tempat yang suci dan tempat kebebasan.

“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.
(QS. 2:82)

Lainnya lagi, Adam sudah diajarkan oleh Allah perihal nama-nama benda yang ada pada Jannah tersebut dan itu adalah konkret sebagaimana pula dengan diri dan keberadaan Adam, Hawa dan lingkungannya adalah nyata

Lalu ketika mereka ada dibumi, toh Adam dan istrinya terbukti tidak terlalu kaget dengan lingkungan barunya sebab dia sudah mengenal lingkungan itu karena memang lingkungan bumi tidak berbeda jauh dengan Jannah tempatnya tinggal pertama kali.

Masalah udara contoh lainnya … jelas bahwa udara ditempat Adam tinggal dulu adalah sama dengan udara dibumi ini sebagai zat pernafasannya, begitupula keadaan tanah tempat mereka berpijak.

Mengenai keadaan Jannah ini, mari kita lihat petunjuk Allah dalam AlQur’an :

“Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Jannah, yang menyebabkan kamu menjadi aniaya.
Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa kepanasan”.
(QS. 20:117-119)

Apakah dalam surga ada matahari sehingga Adam dapat merasa panas ?

Jelasnya bahwa Jannah itu terletak disuatu tempat diluar planet bumi dan tempat dimana orang tidak akan pernah merasa lapar dan haus sebab didalam Jannah alias kebun yang subur itu ada banyak buah-buahan pengusir rasa lapar dan dahaganya serta tidak akan terkena panas matahari yang mengorbit didekatnya akibat kerindangan dari pohon-pohon yang ada didalam kebun itu sendiri. Juga tidak akan telanjang karena banyak sekali bahan yang dapat dijadikan sebagai pakaian penutup aurat.

Selanjutnya, Adam dan istrinya dikirim kebumi dengan kendaraan tertentu dari Jannah tersebut yang juga dikitari oleh Barkah disekeliling mereka sebagaimana juga terjadi pada Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin pada waktu peristiwa Mi’rajnya.

Masalah Barkah dan perjalanan Nabi Saw ini kita bahas secara panjang lebar pada Mi’raj Nabi Muhammad ke Muntaha (Pengupasan surah An Najm 1 s.d 18) serta Mi’raj Nabi Muhammad ke Muntaha (Pengupasan surah Al Israa 1) yang juga akan diikuti dengan Mengungkap tentang Buraq, kendaraan penjelajah inter dimensi.

Kita kembali pada Adam dan Hawa, ketika mereka tiba diplanet bumi kita ini, pesawat/kendaraan mereka itu dikandaskan oleh Allah disuatu tempat sehingga terpisahlah Adam dan Hawa untuk sekian lamanya sehingga akhirnya mereka kembali berjumpa di padang Arafah, berjarak 25 Km dari kota Mekkah dan 18 Km dari Mina. (Arti dari Arafah sendiri adalah pertemuan.)

Atau bisa juga jika kita tetap beranalogi bahwa dari Jannah itu Adam dan istrinya langsung diturunkan keplanet bumi kita ini tanpa adanya persinggahan dibumi-bumi lainnya, mereka didaratkan terpisah oleh Allah sebagai pelajaran untuk mereka berdua agar dapat belajar mengendalikan hawa nafsu mereka masing-masing sekaligus memberikan kesempatan kepada Adam dan Hawa untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya dibumi ini yang tidak jauh berbeda dengan keadaan sewaktu mereka masih di Jannah. Hal ini dapat kita selami dari lamanya waktu mereka berpisah begitu mereka diturunkan dibumi dari Jannah (menurut salah satu riwayat sekitar 200 tahunan; Wallahu’alam)

Jelasnya saya berpendapat bahwa semuanya terjadi secara logis, sesuai dengan sifat dari AlQur’an yang mengutamakan kelogisannya

Memang benar, bahwa manusia sudah mengalami penerbangan antar planet atau tata surya, jauh sebelum apa yang disebut dengan Apollo atau Stasiun Mir dibuat oleh Amerika dan Rusia

Nabi Adam as bersama istrinya (Siti Hawa), adalah dua orang manusia ciptaan pertama Tuhan yang juga merupakan manusia pertama kalinya melakukan perjalanan antar planet atau juga antar dimensi, yang selanjutnya diteruskan oleh Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin sebagai Nabi dan Rasul Allah sekaligus sebagai manusia pilot pelopor penjelajahan ruang angkasa di masa lalu dari keturunan Bani Adam.

Tentunya, penjabaran saya ini akan semakin membuat kontroversi yang berkepanjangan dari semua rekan-rekan, tetapi cobalah anda menyimak dengan teliti satu persatu secara perlahan semua apa yang saya tuliskan disini, dan anda ikuti alur pemikiran saya dengan cermat.

Dan untuk sementara ini saya baru menggunakan satu Hadist yang berupa Hadist Qudsi sebagai dalil pendukung, sebab saya masih melakukan penggalian terhadap AlQur’an sebagai satu-satunya sumber ilmu yang pasti karena merupakan wahyu Allah yang terjaga kesuciannya serta berfungsi sebagai dalil yang tidak terbantahkan !

Sampai saat ini, rasanya masih belum begitu banyak rahasia-rahasia yang terkandung didalam Qur’an dapat dipecahkan oleh manusia, meskipun wahyu Allah itu diturunkan sudah lebih daripada 14 abad yang lalu !!!

Qur’an masih tetap berupa kitab yang penuh misteri, baik ditinjau dari sudut ilmiah apalagi dari sudut ayat yang menerangkan tentang hal-hal ghaib.

Jadi makanya saya lebih condong mengatakan bahwa arti Jannah disana adalah kebun yang terletak disuatu tempat diluar bumi alias outer space !

Dan ini tidak bertentangan dengan semua ayat Qur’an manapun juga, sebab sebagai suatu tempat yang nyata yang terletak diluar planet bumi, Jannah alias kebun yang subur itu tentunya siapapun masih dapat memasukinya, karena dia tidak bersifat kekal.

Satu hal lainnya yang semakin menguatkan pendapat ini adalah pernyataan pada surah Al-Jin 72:9 :

“…Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu.” (QS. 72:9)

Ayat ini dapat kita hubungkan dengan pembahasan kita ini bahwa pada masa lalu, memang benar kaum Malaikat, kaum Jin serta manusia (yang waktu itu Adam dan istrinya) berkumpul dalam suatu tempat yang bernama Jannah yang terletak di suatu tempat dilangit

Tetapi dengan diturunkannya Adam bersama Hawa kebumi dan diusirnya Iblis dari sana maka tempat tersebut diberikan penjagaan seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72 tersebut.

“…kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS. 72:8)

“…Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai.” (QS. 72:9)

Ayat-ayat tersebut bersesuaian dengan surah Al-Mulk ayat 5, sekaligus menjadi penjelas apakah panah-panah api itu :

“Sesungguhnya telah Kami hiasi angkasa dunia itu dengan bintang-bintang menyala dan Kami jadikan dia hal yang diancamkan untuk syaitan, dan Kami sediakan semua itu untuk mereka selaku siksaan yang membakar.”
(QS. 67:5)

Mari sekarang kita berbicara sedikit mengenai masalah bintang yang menyangkut pengetahuan dan science modern.
Bintang-bintang adalah seperti matahari, benda-benda samawi yang menjadi wadah fenomena fisik bermacam-macam, yang diantaranya yang paling mudah dilihat adalah pembuatan cahaya.

Bintang-bintang berbeda ukuran dan sifatnya, beberapa buah bintang lebih kecil daripada bumi, yang lainnya beribu kali lebih besar. Karena bintang memancarkan panas dan cahaya, astronom pernah salah menduga dengan mengira adanya pembakaran dalam bintang (pendapat ini dikemukakan oleh William Thomson, ahli fisika Skotlandia yang juga memiliki gelar Lord Kelvin).

Energi bintang dihasilkan karena pengubahan hidrogen (dalam AlQur’an disebut dengan istilah ALMAA’ yang sering diartikan orang dengan Air) menjadi helium. Proses semacam ini yang menghasilkan sejumlah besar energi (dinamai Reaksi Nuklir), reaksi semacam itu terdapat dalam bom hidrogen. Tetapi reaksi dalam bintang berlangsung dengan laju tetap, karenanya energi yang terpancar keluar dapat dikatakan konstan sepanjang jutaan tahun.

Bintang, bahasa Arabnya Najm disebutkan dalam Qur’an 13 kali, kata jamaknya adalah Nujum; akar kata dari berarti Nampak. Sementara gugusan bintang sendiri yang disebut oleh manusia jaman sekarang dengan galaksi, oleh Qur’an disebut sebagai Al-Buruj (tertuang sebagai nama surah ke-85), dan bintang pada waktu malam diberi sifat dalam Qur’an dengan kata Thaariq, artinya yang membakar, dan membakar diri sendiri serta yang menembus. Disini menembus kegelapan waktu malam. Kata yang sama Thaariq, juga dipakai untuk menunjukkan bintang-bintang yang berekor; ekor itu adalah hasil pembakaran didalamnya.

Untuk memberi gambaran yang tepat mengenai bintang yang disifati oleh AlQur’an sebagai Thaariq, bisa kita perhatikan dalam ayat berikut :

“Demi langit dan yang datang pada malam hari, tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu ? yaitu bintang yang cahayanya menembus.”
(QS. 86:1-3)

Bintang-bintang terbentuk dalam kabut-kabut debu dan gas yang amat besar (Nebula), permulaan terbentuknya bintang diawali dengan penumpukan debu dan gas yang tertarik oleh gaya tarik kesuatu tempat dalam nebula. Gaya yang kuat itu mendorong debu dan gas menjadi sebuah bola raksasa; ditiap tempat gaya itu mendorong kearah pusat bola. Walhasil, tekanan dipusat membesar, dan akibatnya suhu meninggi pula. (Alasan ini pula yang membuat pompa angin memanas setelah dipergunakan memompa ban sepeda).

Karena itulah pusat bola menjadi panas. Dan dengan makin mengecilnya bola akibat gaya tarik yang terus menerus menekan debu dan gas kepusat, menaiklah tekanan dan suhu dipusat bola. Selang beberapa waktu kemudian gas tersebut menjadi panas menyala dan lahirlah bintang baru.

Ini pulalah kiranya yang diartikan oleh AlQur’an dalam 67:5 dengan kata bintang menyala.

Jika hidrogen sebuah bintang habis terpakai, reaksi gaya baru segera mengikutinya dan suhu ditengah bintang naik, karenanya bintang menggelembung hingga menjadi raksasa atau maha raksasa. Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan lain. Bintang besar dapat meledak, bercahaya 100 juta kali lebih terang dari matahari. Dan bintang yang meledak itu dinamakan dengan Supernova.

Nah, sekarang, mari kita mulai membahas …… dimanakah letaknya Jannah atau kebun tempat Adam dan istrinya dulu itu tinggal diluar bumi ? Apakah dalam planet-planet diatas orbit bumi (seperti Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto dan planet-planet lainnya yang kedudukannya berada diatas orbit bumi yang belum diketahui/ditemukan) ? Atau juga terletak diluar galaksi Bima Sakti kita ini ? Adakah disebutkan oleh Qur’an ? dan bisakah kita kesana ?

Hal ini mengingat bahwa Bima Sakti hanyalah satu dari sekian banyaknya (ribuan juta) galaksi yang ada didalam alam semesta (Pustaka Pengetahuan Modern : Bintang dan Planet hal.13)
Judul asli : Stars and Planets By Keith Wicks, Grolier International Inc 1989 dan dialih bahasakan oleh Prof. Dr. Bambang Hidayat (Guru besar Astronomi di ITB dan Direktur Observatorium Bosscha, ITB), Editing oleh Ganaco NV, Bandung dan penerbitan oleh PT. Widyadara, Jakarta.

Untuk mengetahui masalah Jannah yang dimaksudkan sebagai kebun yang subur tempat dimana dulunya Nabi Adam bersama istrinya tinggal, kita akan menyinggung masalah Mi’raj yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw.

Saya telah merangkai beberapa artikel yang semua isinya Insya Allah akan saling sambung menyambung satu dengan yang lainnya, oleh karena itu, anda bisa mengklik icon disebelah ini jika ingin meneruskan pembacaan ini :

Memahami peristiwa Mi’raj Rasulullah Saw
(Pengupasan Surah An Najm ayat 1 s.d 18)

Memahami  Peristiwa Mi’raj Rasulalalh SAW (1)
Diterjemahkan dari AlQur’an surah An Najm ayat 1 s.d 18

  1. Demi bintang ketika terbenam,
  2. Kawanmu, (Muhammad), tidak sesat dan tidak keliru,
  3. Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
  4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),
  5. yang diajarkan kepadanya oleh yang sangat kuat (yaitu Jibril),
  6. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan dia menampakkan diri dengan rupa yang asli.
  7. Sedang dia berada di ufuk yang tinggi.
  8. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi,
  9. Maka jadilah dia dekat laksana dua busur panah atau lebih dekat.
  10. Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya apa yang telah diwahyukan.
  11. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
  12. Maka apakah kamu hendak membantah tentang apa yang telah dilihatnya ?
  13. Dan sesungguhnya ia telah melihatnya itu pada waktu yang lain,
  14. Di Sidratil Muntaha.
  15. Di dekatnya ada Jannah tempat tinggal,
  16. ketika Sidrah diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
  17. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak melampauinya.
  18. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda Tuhannya yang paling hebat.

Nabi Allah yang terakhir, yaitu Rasul Allah Muhammad Saw telah mengadakan perjalanan malam dari masjidil Haraam kemasjidil Aqsha dan telah menyaksikan sebagian tanda-tanda kebesaran Tuhan yang hebat dan dahsyat dengan ditemani oleh Malaikat Jibril yang akan dilihatnya dalam wujud aslinya pada saat di Muntaha sebagaimana yang pernah dijumpai Rasulullah pertama kalinya digua Hira ketika mendapatkan wahyu yang pertama.

Peristiwa itu, bagi Nabi sendiri merupakan pengalaman yang paling tinggi dan sempurna dalam kehidupan kerohaniannya. Kepergiannya keatas orbit bumi sampai terus menjulang tinggi melangkahi berjuta bahkan bermilyar bintang dan benda-benda angkasa lainnya untuk pada akhirnya sampai dihadapan ‘Arsy Ilahi menyaksikan kebesaran Allah baik dengan mata kepala, mata batin atau mata hatinya sehingga sangat sulit dilukiskan.

Kaum alim ulama banyak berbeda pendapat mengenai masalah kejadian yang dialami oleh Nabi yang agung ini, bahwa apakah peristiwa itu terjadi secara rohani ataukah secara jasmani alias dengan badan kasar ?

Sejak jaman permulaan, masalah ini senantiasa menjadi masalah ikhtilafiah, masalah yang membangkitkan beda pendapat antara alim ulama dan mufassirin. Dan ini adalah hal yang sangat wajar sekali, bukankah tingkat pemahaman setiap orang dapat berbeda-beda sesuai dengan cara berpikir dan pengetahuan masing-masing serta perkembangan peradaban tekhnologi pada masanya ?

Ada sementara orang yang menganggap bahwa peristiwa perjalanan Nabi ini terjadi dalam mimpi, padahal mimpi itu tidak perlu dibantah. Toh itu cuma mimpi. Misalnya seperti saya yang berada di Palembang, lalu saya mengatakan bahwa tadi malam saya bermimpi pergi ke London, maka tidak akan ada seorangpun yang bisa membantah saya, karena hal itu hanyalah mimpi.

Orang yang berpendapat bahwa peristiwa itu terjadi dalam mimpi mencoba mengemukakan dalil AlQur’an :

“Dan tidak Kami jadikan penglihatan (Ar ru’yaa) yang Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia.” (QS. 17:60)

Menurut mereka, lafal Ru’ya (dalam bahasa Arabnya memakai huruf “ya” saja) adalah berarti penglihatan dalam mimpi, bukan penglihatan dalam sadar. Sebab penglihatan dalam keadaan sadar mempergunakan bentuk masdar Ru’ya(h) (dalam bahasa Arabnya memakai huruf “ta” setelah huruf “ya”)

Terhadap alasan ini, kita kemukakan jawaban bahwa apabila Penglihatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah Mimpi, maka bagaimanakah hal ini bisa menjadi Ujian bagi manusia sebagaimana yang firman Allah yang ada pada lanjutan ayat 17:60 diatas ?

Sedangkan makna Ujian bagi manusia ini ialah adanya sebagian mereka yang membenarkan dan adapula yang mendustakan. Kalau toh hal itu berupa penglihatan dalam mimpi, maka orang tidak perlu lagi memperbincangkan untuk membenarkan atau mendustakannya.

Adakah anda pernah menjumpai orang yang membantah terhadap mimpi seseorang karena didalam mimpinya itu ia melihat atau melakukan perbuatan begini dan begitu ? Tidak, tidak mungkin ada orang yang akan membantah mimpi itu (yang nota bene orang-orang kafir pada saat Rasul menceritakan peristiwa itu tidak akan membantahnya – seandainya peristiwa itu terjadi dalam mimpi).

Sekarang mari kita bicarakan arti kata “Ru’yaa dari segi bahasa menurut undang-undang kebahasaan Arab yang berlaku.

Coba lihat kembali ucapan-ucapan jahiliah sebelum diturunkannya Al Qur-an, juga pada saat Nabi Ibrahim memandang takjub atas bintang-bintang, bulan, matahari dilangit ketika dalam pencarian jati diri Tuhannya, maka akan kita dapati bahwa kata-kata “Ru’yaa” juga dipergunakan dalam arti “melihat dalam keadaan sadar” (melihat dengan mata kepala).

Jadi perkataan “Ru’yaa” dengan arti “melihat dalam keadaan sadar” dipakai untuk perkara-perkara yang aneh-aneh dan menakjubkan yang biasanya terjadi dalam mimpi.

Apabila kita hendak menyatakan bahwa kita melihat sesuatu yang biasa maka kita katakan :
Ro aitu Ru’yah tetapi jika kita mengatakan sesuatu hal yang dapat dilihat dengan mata kepala (Dalam keadaan sadar) dan kita mempergunakan kata-kata “ra-aa” dengan bentuk masdar “rukyaa”, maka berarti apa yang kita katakan itu adalah hal yang luar biasa yang umumnya hanya terjadi dalam mimpi, namun itu tidak berarti kita sedang dalam mimpi.

Sekarang kita lanjutkan dengan membicarakan kata-kata “Ja’ala“, bagaimanakah penggunaannya menurut tata bahasa ?

Saya berpendapat bahwa kata-kata “Ja’ala” ini apabila digunakan untuk sesuatu yang belum ada kemudian menjadi ada, maka kata-kata “Ja’ala” tersebut sama artinya dengan “Khalaqa”.
Perhatikan Firman Allah :

“Waja’ala minha zau jaha”
Artinya :“Dan Kami jadikan daripadanya pasangannya.

Maksudnya adalah : Kami ciptakan istri Adam itu dari padanya yang mana pada waktu itu si Istri tersebut belum ada lantas kemudian menjadi ada. Tetapi apabila kata-kata “Ja’ala” ini digunakan untuk sesuatu yang sudah ada, maka artinya ialah “Merubah”. Dari kata-kata “Ja’ala” dengan arti yang kedua ini maka akan timbul dua hal, yaitu adanya “Maj’ul” (sesuatu yang dijadikan/yang dibuat) dan “Maj’ul minhu” (sesuatu yang dijadikan daripadanya akan sesuatu yang lain).

Misalnya kita katakan : Ja’altussinaibrita Artinya :Saya membuat tanah liat menjadi kendi.
Maka tanah liat ini sebagai bahan (Maj’ul minhu) dan kendinya sebagai Maj’ul.

Begitu juga dengan firman Allah terhadap Nabi Ibrahim :Inni Ja’iluka linnasi imama, Artinya: “Aku akan menjadikan engkau sebagai imam bagi manusia.” (QS. 2:124), maka hal itu berarti bahwa Nabi Ibrahim sudah ada, sedangkan “Keimaman” adalah perkara yang lain lagi.

Lalu kembali lagi pada arti ayat 17:60 :“Dan tidak Kami jadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu itu melainkan…”

Dijadikan apakah penglihatan yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad Saw itu ?
Jawabnya : Dijadikan ujian bagi manusia dimana timbul reaksi-reaksi dari mereka, yaitu ada yang membenarkan dan ada yang mendustakan. Atau, kalau kata-kata “Ru’yaa” disini diartikan dengan mimpi, maka mimpi ini dapat dijadikan Ujian bagi orang lain ? Karena mimpi tersebut kemudian menjadi kenyataan, dan dari kenyataan (peristiwa nyata) inilah lantas timbul Ujian.

Sehingga dengan demikian maka dapat diambil pengertian bahwa peristiwa Mi’raj itu mula-mula dialami Rasulullah Saw dalam mimpi, kemudian dalam alam kenyataan sebagaimana hal ini dialami Rasulullah Saw pada peristiwa yang lain seperti yang difirmankan oleh Allah :

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram..”
(QS. 48:27)

Dimana peristiwa memasuki Masjidil Haram ini mula-mula berupa impian, kemudian menjadi kenyataan. Dan tidak ada yang menghalangi Allah untuk memperlihatkan kepada ruh Muhammad Saw mengenai peristiwa Mi’raj ini dalam mimpi yang akhirnya menjadi kenyataan. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Rasulullah mengalami Mi’raj dalam mimpi dan oleh ruhnya, lalu dialaminya dalam alam kenyataan.

A’isyah r.a. pernah mengatakan :
“Sesungguhnya Rasulullah Saw tidak bermimpi sesuatupun melainkan mimpinya itu akan menjadi kenyataan seperti terbitnya fajar.”

Sekarang, mari kita tinjau kembali secara teliti, Surah 53 yang dimulai dari ayat 1 s.d ke-18 yang telah saya cantumkan pada bagian permulaan dari artikel ini, dan perhatikan ayat-ayat yang telah saya tebalkan dan miringkan hurufnya dan akan saya kutip kembali beberapa ayat yang berhubungan erat dengan pembahasan utama kita :

11. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
12. Maka apakah kamu hendak membantah tentang apa yang telah dilihatnya ?

Ayat 1 s.d 12 itu menceritakan saat pertama kali pertemuan Nabi Muhammad Saw dengan malaikat Jibril, dimana Muhammad waktu itu sedang melakukan pengasingan diri lengkap dengan jasad fisiknya (lahir-batin) didalam gua Hira pada saat menerima wahyu pertama.

Dan penglihatan terhadap Jibril ini dilakukan dengan mata kepala Rasulullah sendiri, lahir batinnya beliau melihat, serta “hati Rasul tidak pula mendustakan penglihatan matanya”

Lalu pada ayat berikutnya (12), kita semua ditanya oleh Allah Maka apakah kamu hendak membantah tentang apa yang telah dilihatnya ?

Jauh-jauh hari ternyata Allah sudah mempertanyakan keraguan yang ada didalam diri kita atas apa yang telah pernah dilihat oleh Rasulullah Muhammad Saw, sehingga semakin menjelaskan bahwa kejadian di Gua Hira itu adalah nyata dan kongkrit dan tidak bisa terbantahkan.

Nah, selanjutnya kejadian digua Hira ini berulang kembali pada saat di Sidratul Muntaha yang termaktub pada Surah yang sama pada ayat selanjutnya, 13-18

13. Dan sesungguhnya ia telah melihatnya itu pada waktu yang lain,
14. Di Sidratil Muntaha.

17. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak melampauinya.
18. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda Tuhannya yang paling hebat.

Rasanya sudah transparan sekali Allah menjelaskan ayat-ayat tersebut kepada kita untuk dapat dimengerti serta dipahami bahwa semuanya berlangsung dengan logis dan real.
Tetapi memang, sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, masing-masing orang dapat berbeda didalam menafsirkan setiap ayat didalam AlQur’an, mengingat memang kandungan yang ada pada AlQur’an begitu luas, indah dan mempesona selain juga begitu ilmiah.

Keilmiahan inilah yang rupa-rupanya masih agak sulit ditangkap oleh para alim ulama dahulu kala, karena memang perkembangan peradaban tekhnologi pada masa itu belumlah lagi secanggih sekarang ini, sehingga pernyataan manusia bisa terbang kebulan saja masih banyak yang takjub dan terheran-heran serta tidak percaya.

Memang bisa dimaklumi, penerbangan keangkasa luar dengan menggunakan pesawat terbang sendiri sebagai pelajaran struktur jagad raya baru dicapai sekitar abad 18 Masehi. Sebelum itu cerita manusia terbang tanpa pesawat hanya dijumpai dalam cerita wayang atau cerita mengenai Nabi Sulaiman dengan karpet terbangnya atau juga mengenai cerita di Romawi dengan kuda sembraninya.

Hal ini juga kiranya yang menyebabkan orang dahulu cenderung mencocokkan beberapa arti ayat AlQur-an sedemikian rupa, sehingga bagi mereka yang selalu berkutat dengan bidang ilmiah yang membacanya menjadi berkesan rancu, lucu dan irrasional. Padahal kita semua tahu dan sadar, AlQur-an sangat jauh dari sifat-sifat tersebut.

Ayat-ayat semacam inilah yang dimaksudkan oleh Allah dengan ayat-ayat yang Mutasyabihat seperti yang saya singgung dalam Kata Pengantar Studi Kritis dalam Memahami Al Qur-an

Kita akan melanjutkan pembahasan mengenai Mi’raj Rasul Allah Muhammad Saw ini dengan beberapa tinjauan-tinjauan ilmiah, pada bagian kedua.

Dari peristiwa Mi’raj yang dialami oleh Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin, banyak hal yang bisa kita ambil sebagai pelajaran, baik yang ada hubungannya dengan masalah ritual seperti shalat lima waktu, peristiwa yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad maupun yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan seperti ilmu falak /Astonomi/, ilmu kedokteran dan sebagainya.

Menurut riwayat, sebelum Nabi berangkat untuk penerbangan jarak jauhnya dalam peristiwa Mi’raj itu, lebih dahulu Nabi dibedah dadanya untuk dibersihkan jantungnya oleh malaikat Jibril, maksud dibersihkan itu sendiri, secara ilmiah sebagai suatu persiapan kondisi jasmani (phisik)nya agar cukup dan mampu dalam menempuh penerbangan jarak jauh.

Sebab jantung merupakan alat vital bagi manusia terutama dalam memacu peredaran darah yang mana jantung ini bekerja tanpa henti-hentinya sejak dari kandungan sampai dengan akhir hayatnya.

Sepasang dokter Amerika yang terdiri dari suami istri, Dr. William Fisher & Dr. Anna Fisher mengatakan bahwa perkembangan ilmu kedokteran antariksa tengah memfokuskan penyelidikannya sehubungan dengan pembuluh darah jantung para astronot dan kondisi-kondisi tulang yang makin lemah setelah lama dalam ruang angkasa, ini membuktikan kebenaran dari peristiwa ‘Pembedahan Dada’ Nabi Muhammad Saw oleh dokter-dokter ahli langit yang ditunjuk oleh Allah Swt, yaitu para malaikat yang diketuai oleh Jibril as.

Dalam peristiwa pembedahan dan pembersihan jantung Nabi sebelum Mi’raj kiranya merupakan gambaran adanya pengertian bagi manusia umumnya untuk mempelajari ilmu kedokteran khusunya dalam bidang bedah dan anatomi serta ilmu kedokteran antariksa. Dan ternyata kemudian bedah jantung /pencangkokan jantung/ dan ilmu kedokteran antariksa oleh para ahli mulai diperkenalkan pada abad dua puluh.

Bagi umat Islam, nampaknya bukanlah hal yang baru jika saja mereka mau menghayati dan mempelajari apa-apa yang telah terjadi dan dialami oleh Rasul yang mereka cintai, Muhammad Saw.

Pada abad-abad kemajuan Islam dibidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka jelaslah bagi kita bahwa ahli-ahli kedokteran muslim telah memperlihatkan kemajuan yang pesat sekali. Buku-buku/kitab-kitab berbahasa Arab yang berisi ilmu-ilmu Tib /kedokteran/ benar-benar ilmiah dan orisinil.

Malahan sudah menjadi bahan pelajaran dinegara Eropah khususnya, ahli-ahli kedokteran yang termasyur misalnya saja Ibnu Sina /Aviccena/, Qorsh-‘Ala’uddin, Ibnu An Nafis /dokter yang pertama kali mengajarkan peredaran darah/ dimana dalam tulisan itu dijelaskan secara sistematis bagaimana aliran darah mengalir dari hati kejantung melalui urat nadi paru-paru dan kemudian kembali lagi kehati.

Dari contoh diatas itulah kita sedikit banyak bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam peristiwa pembedahan Nabi sebelum Mi’raj dapat diambil pelajaran dan memperoleh ilmu pengetahuan dan penyelidikan terutama dalam bidang ilmu bedah dan ilmu kedokteran antariksa. Begitupula misalnya dengan tidak menimbulkan bekasnya pada ‘Bekas Jahitan’ pada dada Nabi setelah pembedahan itu benar-benar petunjuk bagi manusia agar dapat menciptakan alat bedah yang benar-benar modern dengan sinar laser yang tercanggih.

Setelah Nabi dikuatkan baik mental maupun phisiknya, barulah beliau mengadakan perjalanan jauh sampai berjuta-juta tahun cahaya menempuhnya, namun ditempuh oleh Nabi hanya beberapa jam saja dalam peristiwa itu dengan berkendaraan Buraq.

Menurut sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Annas, Rasulullah menjelaskan bahwa Buraq itu adalah “Dabbah”, yang menurut penafsiran bahasa Arab adalah suatu makhluk hidup berjasad, bisa laki-laki bisa perempuan, berakal dan juga tidak berakal.

Kalau dilihat dalam kamus bahasa, maka kita akan menemukan istilah “buraq” yang diartikan sebagai “Binatang kendaraan Nabi Muhammad Saw”, dia berbentuk kuda bersayap kiri kanan. Dalam pemakaian umum “buraq” itu berarti burung cendrawasih yang oleh kamus diartikan dengan burung dari sorga (bird of paradise).

Sebenarnya “buraq” itu adalah istilah yang dipakai dalam AlQur’an dengan arti “kilat” termuat pada ayat 2/19, 2/20 dan 13/2 dengan istilah aslinya “Barqu”.

Para sarjana telah melakukan penyelidikan dan berkesimpulan bahwa kilat atau sinar bergerak sejauh 186.000 mil atau 300 Kilometer perdetik. Dengan penyelidikan yang memakai sistem paralax, diketahui pula jarak matahari dari bumi sekitar 93.000.000 mil dan dilintasi oleh sinar dalam waktu 8 menit.

Jarak sedemikian besar disebut 1 AU atau satu Astronomical Unit, dipakai sebagai ukuran terkecil dalam menentukan jarak antar benda angkasa. Dan kita sudah membahas bahwa Muntaha itu letaknya diluar sistem galaksi bimasakti kita, dimana jarak dari satu galaksi menuju kegalaksi lainnya saja sekitar 170.000 tahun cahaya. Sedangkan Muntaha itu sendiri merupakan bumi atau planet yang berada dalam galaksi terjauh dari semua galaksi yang ada diruang angkasa.

Amatlah janggal jika kita mengatakan bahwa buraq tersebut dipahami sebagai binatang atau kuda bersayap yang dapat terbang keangkasa bebas. Orang tentu dapat mengetahui bahwa sayap hanya dapat berfungsi dalam lingkungan atmosfir planet dimana udara ditunda kebelakang untuk gerak maju kemuka atau ditekan kebawah untuk melambung keatas.

Udara begitu hanya berada dalam troposfir yang tingginya 6 hingga 16 Km dari permukaan bumi, padahal buraq itu harus menempuh perjalanan menembusi luar angkasa yang hampa udara dimana sayap tak berguna malah menjadi beban. Dengan kecepatan kilat maka binatang kendaraan itu, begitu juga Nabi yang menaiki, akan terbakar dalam daerah atmosfir bumi, sebaliknya ketiadaan udara untuk bernafas dalam menempuh jarak yang sangat jauh sementara itu harus mengelakkan diri dari meteorities yang berlayangan diangkasa bebas.

Semua itu membuktikan bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah melakukan perjalanan mi’rajnya dengan menggunakan binatang ataupun hewan bersayap sebagaimana yang diyakini oleh orang selama ini.

Penggantian istilah dari Barqu yang berarti kilat menjadi buraq jelas mengandung pengertian yang berbeda, dimana jika Barqu itu adalah kilat, maka buraq saya asumsikan sebagai sesuatu kendaraan yang mempunyai sifat dan kecepatannya diatas kilat atau sesuatu yang kecepatannya melebihi gerakan sinar.

Menurut akal pikiran kita sehari-hari yang tetap tinggal dibumi, jarak yang demikian jauhnya tidak mungkin dapat dicapai hanya dalam beberapa saat saja.

Untuk menerobos garis tengah jagat raya saja memerlukan waktu 10 milyard tahun cahaya melalui galaksi-galaksi yang oleh Garnow disebut sebagai fosil-fosil jagad raya dan selanjutnya menuju alam yang sulit digambarkan jauhnya oleh akal pikiran dan panca indera manusia dengan segala macam peralatannya, karena belum atau bahkan tidak diketahui oleh para Astronomi, galaksi yang lebih jauh dari 20 bilyun tahun cahaya. Dengan kata lain mereka para Astronom tidak dapat melihat apa yang ada dibalik galaksi sejauh itu karena keadaannya benar-benar gelap mutlak.

Untuk mencapai jarak yang demikian jauhnya tentu diperlukan penambahan kecepatan yang berlipat kali kecepatan cahaya. Sayangnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan yang tertinggi yang diketahui oleh manusia sampai hari ini atau bisa jadi karena parameter kecepatan cahaya belum terjangkau oleh manusia.

Namun kita mungkin bisa memberikan contoh analogi dari prinsip2 computer networking berikut :

Protocol TCP / IP yang kita gunakan di Internet ini kita ibaratkan sebagai Buraq & ruh, fisik jasmaniah Nabi adalah paket data (e-mail misalnya) yang akan kita kirimkan ke ujung belahan dunia lain (dimensi Muntaha). Melalui proses enkripsi, enkode dan dekode yang dikapsulkan (capsulated) di dalam protocol TCP / IP (Buraq), paket data dapat melihat-lihat dan berjalan-jalan menelusuri jaringan Internet yang berbeda-beda dimensinya: lewat transmisi terrestrial (dimensi kabel, serat optik) kemudian di up link melalui transmisi satelit dan micro wave (dimensi radio link) hingga kembali ke bentuk dimensi asalnya teks di layar komputer.

Dalam AlQur’an kita jumpai betapa hitungan waktu yang diperlukan oleh para malaikat dan ruh-ruh orang yang meninggal kembali kepada Tuhan:

Naik malaikat-malaikat dan ruh-ruh kepadaNya dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.
(QS. 70:4)

Kata “Ar-Ruh” pada ayat ini sering juga diartikan /diterjemahkan/ orang dengan Malaikat Jibril.

Ukuran waktu dalam ayat diatas ada para ahli yang menyebut bahwa angka 50 ribu tahun itu menunjukkan betapa lamanya waktu yang diperlukan penerbangan malaikat dan Ar-Ruh untuk sampai kepada Tuhan.

Namun bagaimanapun juga ayat itu menunjukkan adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara waktu kita yang tetap dibumi dengan waktu malaikat yang bergerak cepat sesuai dengan pendapat para ahli fisika yang menyebutkan “Time for a person on earth and time for a person in hight speed rocket are not the same”, waktu bagi seseorang yang berada dibumi berbeda dengan waktu bagi orang yang ada dalam pesawat yang berkecepatan tinggi.

Perbedaan waktu yang disebut dalam ayat diatas dinyatakan dengan angka satu hari malaikat berbanding 50.000 tahun waktu bumi, perbedaan ini tidak ubahnya dengan perbedaan waktu bumi dan waktu elektron, dimana satu detik bumi sama dengan 1.000 juta tahun elektron atau 1 tahun Bima Sakti = 225 juta tahun waktu sistem solar.

Jadi bila malaikat berangkat jam 18:00 dan kembali pada jam 06.00 pagi waktu malaikat, maka menurut perhitungan waktu dibumi sehari malaikat = 50.000 tahun waktu bumi. Dan untuk jarak radius alam semesta hingga sampai ke Muntaha dan melewati angkasa raya yang disebut sebagai ‘Arsy Ilahi, 10 Milyard tahun cahaya diperlukan waktu kurang lebih 548 tahun waktu malaikat.

Namun malaikat Jibril kenyataannya dalam peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad Saw itu hanya menghabiskan waktu 1/2 hari waktu bumi /maksimum 12 Jam/ atau = 1/100.000 tahun Jibril.

Kejadian ini nampaknya begitu aneh dan bahkan tidak mungkin menurut pengetahuan peradaban manusia saat ini, tetapi para ilmuwan mempunyai pandangan lain, suatu contoh apa yang dikemukakan oleh Garnow dalam bukunya Physies Foundations and Frontier antara lain disebutkan bahwa jika pesawat ruang angkasa dapat terbang dengan kecepatan tetap /cahaya/ menuju kepusat sistem galaksi Bima Sakti, ia akan kembali setelah menghabiskan waktu 40.000 tahun menurut kalender bumi. Tetapi menurut sipengendara pesawat /pilot/ penerbangan itu hanya menghabiskan waktu 30 tahun saja. Perbedaan tampak begitu besar lebih dari 1.000 kalinya.

Contoh lain yang cukup populer, yaitu paradoks anak kembar, ialah seorang pilot kapal ruang angkasa yang mempunyai saudara kembar dibumi, dia berangkat umpamanya pada usia 0 tahun menuju sebuah bintang yang jaraknya dari bumi sejauh 25 tahun cahaya.

Setelah 50 tahun kemudian sipilot tadi kembali kebumi ternyata bahwa saudaranya yang tetap dibumi berusia 49 tahun lebih tua, sedangkan sipilot baru berusia 1 tahun saja. Atau penerbangan yang seharusnya menurut ukuran bumi selama 50 tahun cahaya pulang pergi dirasakan oleh pilot hanya dalam waktu selama 1 tahun saja.

Dari contoh-contoh diatas menunjukkan bahwa jarak atau waktu menjadi semakin mengkerut atau menyusut bila dilalui oleh kecepatan tinggi diatas yang menyamai kecepatan cahaya.

Kembali pada peristiwa Mi’raj Rasulullah bahwa jarak yang ditempuh oleh Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad dengan Buraq menurut ukuran dibumi sejauh radius jagad raya ditambah jarak Sidratul Muntaha pulang pergi ditempuh dalam waktu maksimal 1/2 hari waktu bumi (semalam) atau 1/100.000 waktu Jibril atau sama dengan 10-5 tahun cahaya, yaitu kira-kira sama dengan 9,46 X 10 -23 cm/detik dirasakan oleh Jibril bersama Nabi Muhammad (bandingkan dengan radius sebuah elektron dengan 3 X 19-11 cm) atau kira-kira lebih pendek dari panjang gelombang sinar gamma.

Nah, Barkah yang disebut dalam Qur’an yang melingkupi diri Nabi Muhammad Saw (sudah kita bahas pada pembahasan Mi’raj bagian ke-2) adalah berupa penjagaan total yang melindungi beliau dari berbagai bahaya yang dapat timbul baik selama perjalanan dari bumi atau juga selama dalam perjalanan diruang angkasa, termasuk pencukupan udara bagi pernafasan Rasulullah Saw selama itu dan lain sebagainya.

Jadi, sekarang kita bisa mendeskripsikan tentang kendaraan bernama Buraq ini sedemikian rupa, apakah dia berupa sebuah pesawat ruang angkasa yang memiliki kecepatan diatas kecepatan sinar dan kecepatan UFO ?
Ataukah dia berupa kekuatan yang diberikan Allah kepada diri Rasulullah Saw sehingga Rasul dapat terbang diruang angkasa dengan selamat dan sejahtera, bebas melayang seperti seorang Superman ?

Saya sendiri berpendapat bahwa Buraq itu tentulah sebuah kendaraan penjelajah inter dimensi yang sempurna, yang seolah hidup sehingga Nabi Muhammad Saw mengkiaskannya sebagai suatu Dabbah.

Dabbah, sebagai suatu wahana yang sanggup membungkus dan melindungi jasad Rasulullah sedemikian rupa sehingga sanggup melawan/mengatasi hukum alam dalam hal perjalanan dimensi. Sekaligus didalamnya tersedia cukup udara untuk pernafasan Nabi Muhammad Saw dan penuh dengan monitor-monitor yang memungkinkan Nabi untuk melihat keluar ataupun juga monitor-monitor yang bersifat “Futuristik”, yaitu monitor yang memberikan gambaran kepada Rasulullah mengenai keadaan umatnya sepeninggal beliau nantinya.

Bukankah ada banyak juga hadist shahih yang mengatakan bahwa selama perjalanan menuju ke Muntaha itu Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan pemandangan-pemandangan yang luar biasa ?

Apakah aneh bagi anda jika Nabi Muhammad Saw telah diperlihatkan oleh Allah (melalui monitor-monitor futuristik tersebut) terhadap apa-apa yang akan terjadi dikemudian hari ? Apakah anda akan mengingkari bahwa jauh setelah sepeninggal Rasul ada banyak sekali manusia-manusia yang mampu meramalkan ataupun melihat masa depan seseorang ?

Dalam dunia komputer kita mengenal virtual reality (VR) yaitu penampakan alam nyata ke dalam dimensi multimedia digital yang sangat interaktif sehingga bagaikan keadaan sesungguhnya. Apakah tidak mungkin Rasulullah telah merasakan fasilitas VR dari Allah Swt untuk mempresentasikan kepada kekasihNya itu surga dan neraka yang dijanjikanNya ?

Anda pasti pernah mendengar sebutan “Paranormal” bukan ?

Jika anda mempercayai semua itu, maka apalah susahnya bagi anda untuk mempercayai bahwa hal itupun terjadi pada diri Rasulullah Saw, hanya saja bedanya bahwa semua itu merupakan gambaran asli dari Allah Swt yang sudah pasti kebenarannya tanpa bercampur dengan hal-hal yang batil.

Hal ini juga bisa kita buktikan dengan banyaknya ramalan-ramalan Nabi terhadap keadaan umat Islam setelah beliau tiada dan menjadi kenyataan tanpa sedikitpun meleset ?
Darimana Rasulullah dapat melakukannya jika tidak diperlihatkan oleh Allah sebelumnya ?

Mari kita sama-sama menyimak akan firman Allah berikut ini :

Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (QS. 2:269)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. 49:15)

Hikmah dalam ayat 2:269 dan ayat-ayat lainnya, saya artikan sebagai kebijaksanaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya, kebijaksanaan ini berarti sangat luas, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dunia atau akhirat, sebagai perwujudan dari Rahman dan RahimNya.

Untuk itu, buanglah semua keraguan yang ada didalam hati kita terhadap semua yang telah dilakukan oleh Allah terhadap Nabi dan Rasul yang dikasihiNya, baik selama peristiwa Mi’raj, sesudahnya maupun sebelum itu, semoga kita termasuk orang-orang yang benar sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 49:15 diatas.

Pemandangan yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw waktu itu juga bisa diklasifikasikan dalam golongan yang saya sebut sebagai “wahyu visi”, dimana pada Rasulullah diberitakan apa-apa yang bakal terjadi sekaligus langsung diperlihatkan gambarannya secara jelas.

Adapun “wahyu non-visi”, itu bisa kita lihat pada surah 30 dimulai ayat 1 s.d ayat 6 yang menceritakan tentang kekalahan Persia dari kerajaan Romawi yang sudah saya tuangkan dalam artikel Kebenaran AlQur’an sebagai wahyu Allah, dimana Allah menceritakan kepada Nabi akan keadaan masa depan tanpa memperlihatkan gambaran secara visual kepadanya.

Selanjutnya juga perihal tentang Hadist yang mengatakan bahwa didalam memasuki setiap lapisan langit, Jibril meminta izin kepada malaikat penjaga. Hal ini masih bisa diterima dengan akal pikiran sehat dan logis.

Sekarang mari saya tuntun anda untuk memasuki pemandangan atau pendapat saya :

Didalam Hadist disebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw berangkat ke Muntaha dengan ditemani oleh malaikat Jibril yang didalam AlQur’an surah 53:6 dikatakan memiliki akal yang cerdas.
Dan dalam perjalanan itu Nabi diberikan kendaraan bernama Buraq yang kecepatannya melebihi kecepatan sinar.
Selanjutnya selama perjalanan Nabi banyak bertanya kepada malaikat Jibril tentang apa-apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya, ini menunjukkan bahwa Nabi dan Jibril berada dalam jarak yang berdekatan.

Sekarang,
Tidak mungkinkah Jibril ini yang mengemudikan Buraq untuk menuju ke Muntaha ?
Dalam kata lain, Jibril sebagai pilot dan Muhammad sebagai penumpang ?
Bukankah Muhammad sendiri baru pertama kali itu mengadakan perjalanan ruang angkasa, sementara Jibril telah ratusan atau bahkan jutaan kali melakukannya didalam mengemban wahyu yang diamanatkan oleh Allah ?

Jika dikatakan Nabi sebagai pilot, dari mana Nabi mengetahui arah tujuannya berikut tata cara pengemudian Buraq ini, apalagi ditambah dengan banyaknya visi-visi alias Virtual Reality yang diberikan oleh Allah kepada beliau selama perjalanan dan mengharuskannya mengajukan beragam pertanyaan kepada Jibril ?

Ingat, dalam hal ini semua kita pandang sebagai hal yang logis dengan memakai logika manusia biasa.
Untuk dapat mengemudikan pesawat, seseorang diharuskan untuk mempelajari terlebih dahulu tentang segala sesuatunya, dari persiapan pesawat, kemampuan mengemudi, kemampuan menghindarkan pesawat dari bahaya batu ruang angkasa, komet dan benda-benda langit lainnya.

Nabi juga diharuskan konsentrasi penuh didalam mengemudikan Buraq dan tidak dapat diganggu oleh berbagai pembicaraan panjang lebar apalagi sampai memperhatikan visi-visi yang ada secara jelas dan lama.

Namun jika kita kembalikan pada pendapat saya semula bahwa Jibril dalam hal ini berlaku sebagai pilot dan Nabi sebagai penumpang, maka semua pertanyaan dan keraguan yang timbul akan hilang.

Dalam hal ini Jibril adalah pilot terbang berpengalaman, ia juga sangat cerdas, sementara atas diri Nabi sendiri sudah diberikan oleh Allah Barqah disekeliling beliau, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam perjalanan, seperti goyangnya pesawat, tekanan gravitasi yang hilang, udara dan lain sebagainya tidak akan berpengaruh apa-apa pada diri Nabi yang mulia ini.

Dan keadaan yang tanpa pengaruh apa-apa itu memungkinkan bagi Nabi untuk mengadakan pertanyaan-pertanyaan atas visi-visi yang dilihatnya itu sekaligus dapat melihatnya secara jelas/Virtual Reality .

Kembali pada Jibril yang senantiasa meminta izin didalam memasuki setiap lapisan langit kepada malaikat penjaga, itu dikarenakan bahwa mereka tidak mengenali Jibril yang berada didalam Buraq itu, sehingga begitu Jibril menjawab, mereka baru bisa mengenali suaranya dan melakukan pendeteksian secara visi keadaan dalam Buraq sehingga nyatalah bahwa yang datang itu benar-benar Jibril.

Didalam Hadist juga disebutkan bahwa malaikat penjaga langit itu juga menanyakan tentang identitas sosok manusia yang dibawa oleh malaikat Jibril, yang tidak lain dari Rasulullah Muhammad Saw. Dan dijelaskan oleh Jibril bahwa Rasulullah Saw diutus oleh Allah dan telah pula diperintahkan untuk naik ke Muntaha.
(Hadist mengenai ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan dinyatakan oleh jumhur ulama dari ahlussunnah sebagai Hadist yang shahih).

Hal ini memang berkesan lucu bagi sebagian orang, apalagi mengingat bahwa Nabi adalah manusia yang paling mulia yang mendapatkan kedudukan terhormat yang bisa dibuktikan dengan bersandingnya nama Allah dan nama beliau dalam dua buah khalimah syahadat yang tidak boleh dicampuri, ditambah atau dikurangi dengan berbagai nama lain karena tiada hak bagi makhluk lainnya mencampuri masalah ini.

Namun justru saya melihat disitulah letak kebesaran Tuhan.
Semuanya sengaja dipertunjukkan secara ilmiah kepada Nabi agar beliau dapat membuktikan sendiri betapa ketatnya penjagaan langit itu sebenarnya.

Seperti yang sudah pernah saya singgung pada pembahasan Mi’raj Nabi Muhammad ke Muntaha 2, bahwa Muntaha itu terletak digalaksi terjauh, dimana Adam dulunya diciptakan dan ditempatkan pertama kali bersama istrinya.

Tetapi sejak Adam bersama istrinya dan juga Jin serta Iblis diusir oleh Allah dari sana, maka penjagaan terhadap tempat tersebut diperketat sedemikian rupanya, sehingga tidak memungkinkan siapapun juga kecuali para malaikat untuk dapat memasukinya, seperti yang termuat dalam ayat ke-8,9 dan 10 dari surah 72 tersebut.

“…Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu.” (QS. 72:9)

“…kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api.” (QS. 72:8)

“…Tetapi sekarang barang siapa yang mencoba mendengarkan tentu akan menjumpai panah api yang mengintai.” (QS. 72:9)

Dalam hal ini saya mengasumsikan bahwa yang disebut dengan lapisan langit pada Muntaha itu adalah berupa planet-planet yang terdekat dengan “bumi-muntaha”, hal ini saya hubungkan dengan pernyataan Qur’an pada surah 72:9 bahwa Jin atau Iblis itu dapat menduduki beberapa tempat.

Mampu menduduki tempat disana artinya mampu berdiam ditempat tersebut, dan karena tempat itu ganda (beberapa tempat), maka jelas tempat itu bukan Muntaha itu sendiri, namun tempat yang terdekat dari Muntaha.

Sesuai dengan kajian saya sebelumnya, bahwa Muntaha itu berupa bumi yang disekitarnya juga terdapat planet-planet, maka planet-planet itulah tempat atau posisi para syaithan itu berdiam dahulunya untuk mencuri dengar berita-berita langit.

Muntaha sendiri berartiDihentikan” atau bisa juga kita tafsirkan sebagai tempat terakhir dari semua urusan berlabuh. Tempat yang menjadi perbatasan segala pencapaian kepada Tuhan.

Sidrah berarti “Teratai” yaitu bunga yang berdaun lebar, hidup dipermukaan air kolam atau telaga. Uratnya panjang mencapai tanah dasar air tersebut. Bilamana pasang naik, teratai akan ikut naik, dan bila pasang surut diapun akan turun, sementara uratnya tetap terhujam pada tanah dasar tempatnya bertumbuh.

Teratai yang berdaun lebar menyerupai keadaan planet yang memiliki permukaan luas, sungguh harmonis untuk tempat kehidupan makhluk hidup. Teratai berurat panjang mencapai tanah dasar dimana dia tumbuh tidak mungkin bergerak jauh, menyerupai keadaan planet yang selalu berhubungan dengan matahari darimana dia tidak mungkin bergerak jauh dalam orbit zigzagnya dari garis ekliptik. Dan air dimana teratai berada menyerupai angkasa luas dimana semua planet yang ada mengorbit mengelilingi matahari.

Atau bisa juga kita tafsirkan bahwa teratai berurat panjang mencapai tanah dasar adalah sebagai tempat dimana segala urusan keTuhanan diatur oleh Allah kepada para malaikatNya dan air dimana teratai berada itu adalah sebagai wilayah kekuasaan Ilahi yang Maha Luas yang biasa kita sebut sebagai ‘Arsy Allah.

Turun naik teratai dipermukaan air berarti orbit planet mengelilingi matahari berbentuk oval, bujur telur, dimana ada titik Perihelion yaitu titik terdekat pada matahari yang dikitarinya, begitupula ada titik Aphelion, titik terjauh dari matahari. Sewaktu planet berada di Aphelionnya dia bergerak lambat. Keadaan gerak demikian membantu kestabilan orbit setiap planet yang mulanya hanya didasarkan atas kegiatan magnet yang dimilikinya saja.

Titik Perihelion Muntaha bisa kita tafsirkan dengan titik terdekat semua urusan, termasuk malaikat dengan Allah, dan titik Aphelion bisa kita tafsirkan sebagai turunnya urusan yang diembankan oleh Allah itu menuju kepada ketetapanNya yang berarti berada jauh meninggalkan Muntaha namun tidak berarti jauh dari Tuhan.

Selanjutnya, sebagaimana yang tercantum dalam AlQur’an, sesampai Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin di Muntaha itu, beliau bisa melihat malaikat Jibril kembali kedalam bentuknya yang asli (surah 53:13-14).
Ini berarti bahwa dalam perjalanan dari bumi hingga Muntaha, Jibril masih dalam wujudnya yang lain !

Muncullah berbagai pikiran dalam benak anda, bahwa dengan pendapat saya ini, seolah saya mengatakan bahwa Allah juga bertempat tinggal di Muntaha itu. Dan Allah terikat dengan ruang dan waktu

Sama sekali tidak demikian.
Apakah anda juga akan berpandangan bahwa Allah itu bertempat diatas awan sebab ada ayat dalam AlQur’an bahwa Allah menampakkan dzatNya kepada sebuah bukit yang akhirnya hancur luluh dan menyebabkan Nabi Musa as jatuh pingsan ? (QS. 7:143)

Bagaimana pendapat anda mengenai hal tersebut ?

Tentu anda akan menjawab bahwa Allah tidaklah berada diawan hanya karena Dia menampakkan dzatNya kepada bukit tersebut atas permintaan Nabi Musa, nah begitu juga halnya dengan saya.

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”(QS. 50:16)

Allah tidak berarti berdiam di Muntaha, meskipun Muntaha itu merupakan bumi terjauh dan terpinggir dalam bentangan alam semesta sekaligus sebagai dimensi tertinggi, dimana mayoritas malaikat berada disana sembari memuji dan bertasbih kepada Allah, ia hanyalah sebagai suatu tempat ciptaan Allah yang pada hari kiamat kelak akan dileburkan pula dan semua isinya, termasuk para malaikat itu akan mati kecuali siapa yang dikehendakiNya saja (QS. 27:87), hanya Allah sajalah satu-satunya dimensi Tertinggi yang kekal dan abadi (QS. 2:255).

Subhanallazi Asro bi’abdihi laylam minal masjidil harom mi ilal masjidil aqshollazi barokna haw lahu linuriyahu min ayatina innahu huwassami’ul basyir

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. 17:1)

Pada ayat suci ini terdapat beberapa istilah yang harus dipahami dengan sesungguhnya, tidak mungkin diartikan sambil lalu saja. Istilah-istilah itu ialah :

Maha Suci Allah :
Dalam menyampaikan berita terjadinya peristiwa Mi’raj ini, Allah memulainya dengan kata-kata “Subhana” (Maha suci) … kata-kata “Subhana” ini akan memberikan pengertian dalam hati seseorang bahwa disana ada kekuatan yang jauh dari segala macam perbandingan, kekuatan yang jauh melampaui segala kekuatan manusia dimuka bumi.

Maka makna kata “Subhanallah” ialah bahwa Allah itu Maha Suci DzatNya, SifatNya dan PerbuatanNya dari segala kesamaan. Kalu ada suatu macam perbuatan atau peristiwa yang disitu Allah mengatakan bahwa “Peristiwa itu Dia melakukan” maka kita harus mensucikan Dia dari segala undang-undang dan ketentuan yang berlaku untuk manusia, dan kita tidak boleh mengukur perbuatan Allah itu dengan perbuatan kita. Oleh karena itulah maka surat ini dimulaiNya dengan kata-kata “Subhana” (Maha Suci) sehingga akan timbul kesan didalam hati manusia bahwa peristiwa itu benar-benar peristiwa ajaib dan diluar jangkauan akal dan kemampuan manusia.

“Subhana” berarti juga “tanzih” (mensucikan).
Apabila Allah mengatakan “Subhana” berarti mensucikan perbuatan-Ku dari perbuatan-mu wahai makhluk.
Maknanya bahwa undang-undang atau ketentuan yang berlaku bagi “Perbuatan” Allah tidak sama dengan ketentuan yang berlaku bagi “Perbuatan” makhluk-makhlukNya.

Yang memperjalankan :

Subjek dari “Yang memperjalankan” dalam hal ini adalah Allah, dengan kalimat : “Al-Ladzii asraabi..”
Dalam ayat 8/70 dan 8/67 terdapat pula istilah “Asraa” yang artinya “tawanan”, berupa kata benda, noun atau isim. Dalam konteks ayat 17/1 ini, kita mengartikan “Asraabi” dengan “Memperjalankan dalam penjagaan” sebagai kata kerja, verb atau fi’il. Hal ini dapat dibandingkan pada maksud ayat 26/52 dimana terdapat istilah yang sama tetapi fi’il amar untuk memperjalankan Bani Israil dengan penjagaan untuk menyeberangi laut merah.

Kalimat ini memberi pengertian bahwa Nabi Muhammad Saw itu di Asraa kan dalam pengertian di mi’rajkan oleh Allah, bukan Asraa dengan sendirinya alias kehendak Muhammad sendiri dan juga bukan atas kepintaran yang ada pada diri Nabi Muhammad, tetapi dengan keilmuan dan kekuasaan Allah yang memperjalankannya.

Hamba-Nya :

Dalam ayat ini Allah tidak menyebut lafal “RasulNya” atau lafal “Muhammad”, tetapi disebutNya dengan lafal Bi’abdihi, yaitu dengan sifat “Ubudiyah” atau Penghambaan kepada Allah yang mana hal ini merupakan pintu datangnya karunia Allah, sebab semua Nabi dan Rasul yang nota bene merupakan panutan umat, diutus untuk membenarkan atau meluruskan cara penghambaan kita kepada Allah.

Kata sifat “Ubudiyah” atau penghambaan ini adalah kata-kata yang pahit, kata-kata yang sulit dan kata-kata yang dibenci oleh manusia, apabila terjadi antara sesama makhluk, antara yang satu terhadap yang lain, karena dengan demikian maka makhluk yang satu akan menjadi hamba bagi makhluk yang lain. Dan ini mengharuskan sihamba mencurahkan segala baktinya, semua tenaga dan kemampuannya kepada tuannya.

Tetapi penghambaan dari makhluk terhadap Al-Khaliq justru sebaliknya, yaitu Al-Khaliq yang dipertuan itulah yang akan memberi karunia kepada orang yang menghambakan diri kepadaNya.
Karena itu maka ubudiyah disini adalah suatu kemuliaan, manakala pengabdian itu meningkat maka pemberian karunia dari Allah Yang Maha Suci itu ditingkatkan pula.

Ini juga yang terjadi pada diri Nabi Isa as. putra Maryam yang disebutkan oleh Allah dalam surah 4:172 :

Layyastanifa almasihu ayyakuna ‘abda lillahi walal mala’ikatul mukarrobun
“AlMasih tiada enggan menjadi hamba bagi Allah, demikian pula para malaikat yang dekat.”
(QS.4:172)

Disamping itu, kata-kata “Bi’abdihi” ini dapat dipakai untuk memberikan jawaban penolakan atas orang yang berpendapat bahwa perjalanan malam Nabi Muhammad Saw ini hanya terjadi dengan ruhnya saja tanpa dengan jasadnya, sebab kata-kata “abd” (hamba) itu dipakai untuk ruh beserta jasadnya sekaligus, bukan untuk ruh saja atau jasad saja, sehingga tidak ada orang yang mengatakan ruh itu sebagai “abd” atau jasad yang tidak ber-ruh sebagai ‘abd.

Pada suatu malam :

Jelas sudah, bahwa Nabi Muhammad Saw telah diperjalankan oleh Allah pada waktu malam hari.
Lalu kenapa mesti malam hari Rasul diberangkatkan ? Dapatkah kita jelaskan secara ilmiah, logis dan kejiwaan ?

Disini kita sudah sepakat bahwa Rasulullah diperjalankan secara logis, secara nyata dan real, maka sekarang kita akan berangkat pada keterangan yang juga logis dan ilmiah serta mengena kepada ilmu kejiwaan.
Masih ingat kisah Adam yang dulunya bertempat tinggal didalam Jannah yang kita artikan sebagai kebun yang subur yang berada diluar planet bumi pada bahagian pertama artikel saya ini ?
Sekarang coba anda perhatikan kembali ayat ke-14 dan ke-15 dari surah An Najm (53) yang telah saya cantumkan pada bagian awal :

14. Di Sidratil Muntaha.
15. Di dekatnya ada Jannah tempat tinggal,

Dan kemudian silahkan juga memperhatikan ayat-ayat berikut yang sudah pernah kita kemukakan pada pembahasan masalah Adam yang lalu :

“Maka Kami berkata:”Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Jannah, yang menyebabkan kamu menjadi aniaya. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak akan kepanasan“. (QS. 20:117-119)

Rasanya cocok sekali jika kita menghubungkan antara Jannah yang termaktub dalam ayat ke-15 surah 53 itu dengan Jannah dimana dulunya Adam dan istri pernah tinggal sebelum “diterbangkan” keplanet bumi.
Coba perhatikan dengan baik, Jannah tempat dimana Adam berada itu dikatakan tidak akan merasa kepanasan, dan saya mengasumsikan bahwa Jannah itu letaknya ada di Muntaha dimana Rasulullah Muhammad Saw melakukan perjalanannya pada peristiwa Mi’raj.

Jadi, Muntaha itu adalah nama sebuah tempat yang bisa juga sebuah planet yang berada diluar angkasa dan untuk sementara bisa kita katakan kedudukannya berada diatas orbit bumi, seperti halnya dengan kedudukan planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto.

Untuk jelasnya mungkin anda bisa melihat didalam “Peta Ruang Angkasa” yang menggambarkan posisi kedudukan planet-planet dalam tata surya yang mengelilingi matahari dalam gugusan Bimasakti. Dimana ada dua planet yang berkedudukan dibawah orbit bumi dan dekat dengan matahari, yaitu Merkuri dan Venus.

Planet bumi kita ini jaraknya dengan matahari adalah 150 Juta Km dengan lamanya waktu mengelilingi matahari dalam 365,25 hari.

Bandingkan dengan planet Pluto sebagai planet terjauh yang berhasil diketahui oleh para ahli tahun 1930 sampai hari ini (1998) yang memiliki jarak 5.900 Juta Km dari matahari, bergaris tengah hanya 6.400 Km.
Jarak rata-rata Pluto dari matahari paling besar dibandingkan dengan jarak antara matahari dengan planet lainnya. Tetapi lintasan edar Pluto agak “unik” dan menyilang lintasan planet Neptunus. Akibatnya, Pluto kadangkala beredar/mengembara disebelah dalam lintasan orbit Neptunus.

Pluto akan mencapai titik terdekat dengan kita ditahun 1989 yang lalu, kemudian menjauh dan titik terjauh akan dicapainya pada tahun 2113 yang akan datang.

Sangat sedikit memang yang kita ketahui mengenai Pluto, namun ada dugaan bahwa planet itu terdiri dari material yang sangat padat.

Dan para ahli ditahun 1972 memperkirakan bahwa adanya planet diluar lintasan Pluto, pada jarak kurang lebih 9.660 juta-juta kilometer.
Gaya tarik gravitasi planet tersebutlah yang menyebabkan perubahan kecil pada lintasan beberapa komet. Dengan cara yang sama pula kehadiran Pluto telah diduga 15 tahun sebelum penemuannya, yaitu setelah penelaahan atas perubahan pada lintasan orbit Neptunus

Nazwar syamsu, seorang penulis buku-buku seri Tauhid dan logika (Sekarang dilarang beredar) yang juga menjadi salah satu buku acuan saya didalam mengemukakan pendapat, pernah menyimpulan, bahwa planet tersebut adalah Muntaha yang dimaksudkan oleh Qur’an sebagai tempat Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw.

Landasan Nazwar Syamsu berpendapat begitu karena menurutnya, planet ke-10 tersebut letak orbitnya yang berada diatas orbit planet bumi kemudian juga jaraknya yang jauh dari matahari kita yang dicocokkannya dengan bunyi ayat ke-119 dari surah An Najm yang menyatakan bahwa Adam tidak akan kepanasan disana (yang diasumsikan sebagai panasnya sinar matahari), serta pasnya penomoran Qur’an dengan 7 lapis langit yang ada diatas kita (yang diterjemahkannya dengan 7 buah planet yang mengorbit diatas bumi).

Masing-masing planet yang ada diatas orbit bumi itu ialah :

  1. Mars
  2. Jupiter
  3. Saturnus
  4. Uranus
  5. Neptunus
  6. Pluto
  7. Muntaha

Dan dasar dari pemahaman beliau adalah dari ayat Qur’an yang memang banyak sekali mengungkapkan tentang adanya 7 langit atau terkadang disebut dengan tujuh jalan yang diciptakan oleh Allah Swt.

Satu diantaranya adalah sbb :

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis dan kamu sekali-kali tidak akan melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. 67:3)

Dan yang menjadi alasan kenapa perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw pada malam hari adalah jika orang berangkat meninggalkan bumi pada siang hari, maka dia akan mengarah kepada matahari yang menjadi pusat orbit planet-planet. Dan hal itu bukan berarti “Naik” tetapi “Turun”, karena semakin dekat kepada pusat orbit atau kepusat rotasi, maka itu berarti turun, sedangkan Muhammad menyatakan beliau telah naik waktu mengalami Asraa (perjalanan) itu.

Ayat 17/11 yang sedang kita analisis ini menyatakan bahwa Muhammad dari Masjidil Haraam dibumi naik ke Muntaha, yang mana untuk sementara ini kita simpulkan dulu bahwa kedudukan Muntaha itu mengorbit diatas bumi dan bukan dibawah bumi. Kalau orang naik dari bumi menuju Muntaha hendaklah dia berangkat waktu malam yaitu bergerak dengan menjauhi matahari selaku titik yang paling bawah dalam tata surya kita.

Orang mengetahui bahwa semesta, galaksi, tata surya dan planet, masing-masingnya mengalami perputaran.
Setiap putaran tentunya memiliki pusat putaran yang langsung menjadi pusat benda angkasa itu. Semuanya bagaikan bola atau roda yang senantiasa berputar. Maka sesuatu yang menjadi pusat putaran dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari pusat putaran dinamakan semakin atas.

Dalam hal ini keadaan dibumi dapat dijadikan contoh.
Pusat putaran bumi dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari pusat itu dikatakan semakin atas.
Akibatnya, orang yang berdiri di Equador Amerika dan orang yang berdiri dipulau Sumatera, pada waktu yang sama, akan menyatakan kakinya kebawah dan kepalanya keatas, padahal kedua orang tersebut sedang mengadu telapak kaki dari balik belahan bumi, tetapi masing-masingnya ternyata benar untuk status bawah dan atas yang dipakai dipermukaan bumi ini.

Demikian juga jika contoh itu dipakai untuk status tata surya dimana matahari sebagai bola api langsung bertindak jadi pusat kitaran ataupun peredaran.

Karenanya matahari dikatakan paling bawah dan yang semakin jauh dari matahari dinamakan semakin atas.
Venus dan Mercury berada dibawah orbit bumi karena keduanya mengorbit dalam daerah yang lebih dekat dengan matahari, jadi jika ada penduduk bumi yang pergi ke Venus, Mercury atau Matahari, maka orang tersebut turun bukan naik, karenanya Venus dan Mercury tidak mungkin disebut sebagai langit bagi planet bumi kita, sebab yang dikatakan langit adalah sesuatu yang berada dibahagian atas, tetapi benar kedua planet itu menjadi langit bagi matahari sendiri.

Dr. Maurice Bucaille, salah seorang pakar Islam yang terkenal dengan bukunya Bibel, Qur-an dan Sains Modern, mengemukakan bahwa AlQur’an menamakan planet dengan kata “KAUKAB”, dimana kata jamaknya adalah “KAWAKIB.”

Begitupula dengan arti yang diberikan oleh Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, karangan Achmad Warson Munawwir terbitan Pustaka progressif, menyatakan Kaukab (single) dan Kawakib (plural) itu dengan dua arti, yaitu bisa berarti planet dan bisa juga berarti bintang.

Dr. Maurice Bucaille menambahkan, bahwa bumi adalah salah satu dari planet-planet tersebut dan jika ada orang menduga akan adanya planet lain diluar orbit pluto (Dalam hal ini untuk gugusan Bimasakti), maka planet itu harus ada dalam sistem matahari juga.

Saya pribadi cenderung menyetujui pendapat dari Dr. Muhammad Jamaluddin El-Fandy, seorang sarjana Islam kenamaan yang menuliskan buku Al-Qur’an tentang alam semesta (judul aslinya : On cosmic verses in the Quran) bahwa yang disebut dengan langit atau dalam bahasa Qur’an adalah Sama’, ialah :

Setiap sesuatu yang kita lihat tentang benda-benda yang berada diangkasa, seperti matahari, bintang dan planet sampai jauh kedalam ruang alam semesta raya, yang bersama-sama dengan bumi membentuk satu kesatuan yang kokoh dan merupakan keseluruhan alam wujud, itulah langit.

Adapun angka 7 yang dipakai didalam AlQur’an sebanyak 24 kali adalah untuk maksud yang bermacam-macam. Seringkali angka 7 ini berartikan “Banyak” tetapi kita umat Islam tidak tahu dengan pasti, apa maksud dengan dipakainya angka tersebut oleh Allah.

Sementara itu, bagi orang-orang Yunani dan orang-orang Romawi, angka 7 ternyata juga mempunyai arti “Banyak” dalam makna jumlah yang tidak ditentukan.
Dalam Qur’an angka 7 dipakai 7 kali untuk memberikan bilangan kepada langit (Sama’), angka 7 dipakai satu kali untuk menunjukkan adanya 7 jalan diatas manusia.

Rasanya terlalu kaku untuk mengatakan bahwa Muntaha itu letaknya berada diluar orbit Pluto dan merupakan planet yang ke-10 dalam lingkungan tata surya kita atau merupakan planet ke-7 yang berada diatas orbit bumi.
Hal ini akan saya uraikan lagi pada penjelasan mengenai arti “Masjidil Haraam dan Masjidil Aqsha”.

Saya lebih cenderung mengartikannya sebagai sebuah planet yang keadaannya tidak berbeda jauh dengan bumi tempat kita tinggal saat ini, dimana disana juga ada peredaran benda-benda langit yang mengelilingi sebuah matahari. Dan yang jelas, planet “bumi” Muntaha ini letaknya diluar galaksi Bimasakti kita.

Dia bisa terletak digugusan bintang mana saja didaerah alam semesta yang sangat luas.
Dan pernyataan bahwa Muntaha dan Jannah yang berkedudukan diatas bumi, itu memang benar, memang mereka berkedudukan diluar bumi.

Juga pernyataan Allah pada ayat 2:36 mengenai kata “Ihbithu” seperti yang pernah kita bahas pada waktu pengupasan masalah Adam pada artikel sebelumnya dan akan kita ulangi sedikit disini adalah benar.

“Pergilah !” itu adalah kalimah perintah, dan dalam bahasa Qur’annya adalah “ih bithu” , dan arti sebenarnya adalah : “Turun dari tempat yang tinggi.”, seperti dari gunung, dan juga dipakai dengan arti “Pindah dari satu tempat kesatu tempat lain.” Dan karenanya ada juga penafsir yang memakai kata “Turunlah” saja.

Allah menyuruh Adam dan istri untuk turun dari tempat yang tinggi, yaitu Muntaha (dimana nantinya juga Muhammad akan kembali kesana dan berada pada ufuk yang tinggi tersebut), ini bisa kita tafsirkan bahwa saking tingginya, atau saking jauhnya letak Muntaha yang ada Jannah tersebut, maka Allah menggunakan kata “Ih bithu” atau Turunlah ! Atau berpindahlah dari sini kesana.

Kembali pada permasalahan kita semula, yaitu kenapa perjalanan Nabi Muhammad Saw itu dilakukan pada waktu malam hari dan tidak pada waktu lainnya (pagi, siang, sore).
Saya berpendapat, bahwa salah satu alasan logis lain yang bersifat kejiwaan disamping alasan yang dikemukakan oleh Nazwar Syamsu adalah pada malam hari, keadaan diliputi oleh ketenangan, apalagi jika kita mengilas balik seperti apa kira-kira keadaan Arabia pada masa itu jika malam menjelang.

Selain itu, suasana malam adalah suasana yang khyusuk didalam beribadah, suasana dimana manusia menghentikan kegiatan mereka untuk sementara waktu dan mengistirahatkan pikiran dan jiwa mereka dari kesibukan sehari-hari, dan merupakan suasana yang sangat hening yang membantu menciptakan kondisi yang cocok bagi upaya mendekatkan diri kepada Allah.

AlQur’an memberikan petunjuk yang jelas bahwa saat terbaik upaya ibadah yang berkualitas ialah pada waktu malam hari. AlQur’an mencatat suasa malam itu untuk menjalin hubungan yang terbaik dengan Allah :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (AlQur-an) pada malam kemuliaan.” (QS. 97:1)

Untuk ibadah, shalat tahajud, saat-saat terbaik merasakan kelezatan malam sekitar bagian ketiga menjelang fajar. Jauh dari rasa riya’ dan ujub serta takabur karena tidak ada orang lain yang mengetahuinya.

“Berdirilah melakukan shalat malam hari, walau jangan hendaknya seluruh malam itu, separuhnya saja atau kurang dari itu.”
(QS. 73:2,3)

“Sesungguhnya bangun waktu malam itu adalah paling baik dan cocok untuk shalat dan paling baik untuk memuji Allah.”
(QS. 73:6)

“Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang bertaqwa.”
(QS. 10:6)

Dari Masjidil haraam ke Masjidil Aqsha :
Dimulainya perjalanan Nabi Muhammad Saw adalah dari Masjidil Haraam, yaitu kota Mekkah Almukarromah menuju ke Masjid Al-Aqsha.

Seperti yang diketahui bersama, Masjidil Haraam adalah rumah peribadatan yang pertama kali dibangun untuk manusia oleh Allah Swt yang akhirnya dasar-dasarnya ditinggikan oleh Nabi Ibrahim bersama puteranya, Nabi Ismail as., Tempat tersebut juga merupakan awal bertolaknya dakwah serta tempat berdomisilinya Rasulullah Saw.

Tetapi benarkah pendapat umum yang menyatakan bahwa dari Masjidil Haraam, Mekkah AlMukarromah, Nabi Muhammad Saw pernah melakukan kunjungan ke Masjidil Aqsha yang terletak di Palestina ?

Setelah sekian lama saya mencoba menyelidiki, mendalami, dan menganalisa serta mempertimbangkan dari beberapa sudut keilmuan modern dan pendapat para alim ulama, akhirnya saya berkesimpulan bahwa Masjidil Aqsha tempat Nabi Muhammad Saw melakukan “kunjungan” itu TIDAK TERLETAK DIBUMI.

Masjid Al-Aqsha sendiri waktu itu belumlah ada, yang ada di Bait Al-Maqdis di Palestina adalah Haikal Sulaiman.
Ada sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari yang menyatakan bahwa ketika kaum Quraisy bertanya kepada Nabi Saw perihal keadaan Bait Al-Maqdis, Beliau sempat terdiam dan bahkan bimbang, hal ini membuktikan bahwa memang Rasul tidak pernah pergi kesana malam itu, melainkan pergi ke “Masjid Al-Aqsha” yang terletak di Muntaha.

“Kaum Quraisy menanyakan kepadaku tentang perjalanan Israa’, aku ditanya tentang hal-hal di Bait Al-Maqdis, tidak dapat aku menerangkannya sampai-sampai aku bimbang. Tatkala kaum Quraisy mendustakanku, aku berdiri di Hijr lalu Allah Swt menggambarkan dimukaku keadaan di Bait Al-Maqdis dan tanda-tandanya hingga mampu aku menerangkannya kepada mereka seluruh keadaan.
(Diriwayatkan Bukhari)

Mari sekarang sama-sama kita tinjau dulu dari segi bahasa,
Arti dari “Masjid” itu sendiri adalah tempat bersujud, dan sujud ini adalah merupakan risalah setiap Nabi dan Rasul Allah sebelum periode Muhammad Saw.

Dari AlQuran beberapa diantaranya adalah ketika Allah memberikan firmanNya kepada Ibrahim sewaktu meninggikan Ka’bah bersama puteranya, Ismail (2:125), Siti Maryam (3:43), Firman Allah kepada Bani Israel (2:58), adanya beberapa golongan Ahli kitab yang mengEsakan Allah (3:113), Nabi Musa dan umatnya (4:154), Nabi Daud (38:24) dan lain sebagainya.

Dari Bible :
Mazmur 96:6
“Marilah kita menyembah dan bersujud; marilah kita berlutut kepada Tuhan yang menciptakan kita.”

Yoshua/Yusak 5:14
“… maka Yusak pun tersungkur dengan mukanya ketanah sambil menyembah sujud…”

Raja-raja I:18:42
“…tetapi Elia naik keatas kepuncak Karmel, lalu tunduk sampai ketanah dengan mukanya ditengah-tengah lututnya.”

Bilangan 20:6
“Maka pergilah Musa dan Harun dari hadapan orang banyak itu kepintu kemah perhimpunan, lalu keduanya menyembah sujud. Maka kemuliaan Tuhan kepada mereka itu.”

Kejadian 17:3
“Lalu sujudlah Abraham dengan mukanya sampai kebumi…”

Nah, dari itu semua jelas bahwa para nabi dan umat sebelum Muhammad Saw sudah melakukan penyembahan kepada Allah dengan cara rukuk dan sujud. Lalu tata cara penyembahan ini disempurnakan lagi oleh Allah kepada Muhammad Saw serta umatnya dengan cara ibadah Sholat sebagaimana yang kita lihat sekarang.

Jadi, kata “Masjid” sebenarnya adalah tempat yang digunakan sebagai tempat bersujud.
Mari kita lihat juga pada kisah Ash-habul Kahfi :

La nat takhiizanna ‘alaihim masjida
“Sesungguhnya kami akan mendirikan masjid ditempat mereka itu”.
(QS. 18:21)

Padahal kita semua tahu bahwa masjid dalam pengertian nama bagi suatu bangunan ibadah hanya terdapat pada periode Nabi Muhammad Saw, sementara itu kisah Ash-habul Kahfi telah terjadi ratusan tahun sebelumnya.

Aqsha bukanlah nama, arti Masjidil Aqsha adalah Masjid yang jauh atau Tempat sujud yang terjauh.
Dan masih ingatkah anda tentang Jannah dimana disana Adam dihormati oleh semua Malaikat dan Jin dengan cara bersujud ?

Yap, memang itulah tempat yang saya maksudkan.
Masjidil Aqsha yang menjadi tempat tujuan Rasulullah Muhammad Saw adalah Tempat bersujudnya para Malaikat terhadap Adam sekaligus menjadi tempat bersujudnya Nabi Muhammad Saw kepada Allah pada saat beliau menerima perintah shalat yang letaknya sangat jauh dari bumi dan terdapat di Muntaha.

Adam as., adalah khalifah manusia yang dipilih oleh Allah untuk planet bumi, sekaligus menjadi nenek moyang manusia semuanya, dan Muhammad Saw adalah Nabi Allah yang terakhir untuk manusia yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.

Allah telah mengawali penciptaan Adam selaku khalifah pertama manusia bumi kita ini sekaligus Nabi pertama dengan meletakkannya di dalam Jannah yang ada di Muntaha, dan menutupnya dengan pengiriman Muhammad selaku Nabi terakhir untuk kembali melihat Kampung Halaman kita di Muntaha yang Jannah ada didekatnya.

Cukup logis saya rasa penjelasan saya ini, dan jauh dari sifat yang mengada-ada serta tidak jelas.

Perjalanan Nabi dalam Mi’raj itu selaku ujian atas kecerdasan manusia dibidang keilmuan dan kehidupan, ayat 17/1, 53/1 s.d 18 serta ayat 17/60, dan semua itu terbatas hingga Muntaha dengan pengertian bahwa peradaban manusia ini umumnya sampai nanti tidak akan menyimpang dan tidak melampaui dari apa yang sudah dicapai oleh Muhammad Saw dalam Mi’rajnya.

Dan karenanya saya sangat tidak sependapat dengan Nazwar Syamsu yang mengatakan bahwa Muntaha adalah planet ke-7 diatas orbit bumi dan hanya sampai disitulah tempat manusia bisa menjelajahi angkasa raya.

Padahal Allah justru menganjurkan kepada manusia untuk dapat menjelajahi kebagian mana saja dari langit dan bumi ini, asalkan mereka memiliki sulthaan yang artinya kekuatan atau kesanggupan atau juga bisa diartikan tekhnologi.

Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.(QS. 55:33)

Dalam ayat tersebut Allah menyuruh tidak hanya kepada umat manusia saja, namun juga melingkupi umat Jin.
Dan Allah tidak berkesan membuat pembatasan-pembatasan terhadap “langit-langit tertentu” yang dapat ditembusi oleh manusia dan Jin.

Makanya saya lebih cenderung berpendapat bahwa Muntaha itu letaknya diluar galaksi kita sekarang ini, yang jaraknya jutaan tahun cahaya. Sesungguhnya angkasa raya itu sangatlah luas dan terdiri dari ribuan juta galaksi.

Matahari kita adalah satu diantara 100.000 juta bintang yang berada didalam suatu putaran spiral maha besar yang kita sebut dengan Galaksi kita.
Beberapa ribu buah bintang diantaranya dapat kita saksikan pada malam yang cerah.
Pada bagian langit atau angkasa tertentu, tampak sedemikian banyak bintang, hingga menyerupai sejalur pita putih yang kita sebut dengan Bimasakti.

Galaksi kita bergaris tengah satu juta juta Kilometer. Para astronom lebih senang menyatakan jarak sebesar itu dalam satuan tahun cahaya, yaitu jarak yang ditempuh oleh berkas cahaya dalam ruang selama setahun.
Dengan laju 300.000 kilometer tiap detik, berkas cahaya memerlukan waktu 100.000 tahun untuk melintasi Galaksi kita. Oleh sebab itu garis tengah Galaksi juga dikatakan sebesar 100.000 tahun cahaya.

Allah menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasannya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”(QS. 65:12)

Disini saya cenderung mengambil makna angka 7 dalam ayat Qur’an yang menunjukkan atas langit dan bumi sebagai pengertian “Banyak” (ini sudah pernah kita bicarakan pada bahagian atas). Dan memang benar begitulah kenyataannya

Galaksi terdekat dengan kita adalah berjarak 170.000 tahun cahaya.
Dan diperkirakan bahwa pada setiap galaksi akan terdapat sistem matahari sebagaimana yang ada pada galaksi bima sakti kita ini.

Dan jika setiap galaksi memiliki sistem matahari tersebut, maka tentunya keadaan dari planet-planet yang mengitari galaksi tersebut juga tidak akab berbeda jauh dengan keadaan planet-planet yang ada dalam wilayah galaksi Bima sakti.

Maka untuk kesekian kalinya, benarlah firman Allah diatas, bahwa Allah telah menjadikan banyak sekali (diwakili oleh angka 7) bumi-bumi didalam lingkungan galaksi-galaksi (7 langit) yang berada diruang angkasa.

Dan dibumi-bumi tersebut juga ada kehidupan layaknya kehidupan yang kita jumpai diplanet bumi kita ini.
Dan dibumi yang paling ujung atau bumi yang terjauh itulah ada Jannah dimana Nabi Adam dulunya tinggal dan kembali dikunjungi oleh Nabi Muhammad Saw pada saat Mi’rajnya ke Muntaha.

Setiap bumi pasti memiliki matahari, dan bumi itu sendiri akan bergerak mengelilingi matahari tersebut.
Dan Jannah, yang terdapat diMuntaha, memiliki tumbuh-tumbuhan atau pepohonan yang sangat rimbun sekali dan subur, dipenuhi oleh buah-buahan segar, sehingga jika kita berada didalamnya maka kita tidak akan kepanasan serta kehausan sebagaimana firman Allah kepada Adam as.

“Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak akan kepanasan di dalamnya”.
(QS. 20:119)

Pada abad ke-18, William Herschel menyatakan bahwa sebagian dari apa yang disebut nebula pada kenyataannya adalah pulau alam semesta. Pulau-pulau tersebut sebenarnya merupakan tatanan bintang paripurna yang berada jauh dari galaksi kita. Makin banyak pembuktian yang dikumpulkan oleh Astronom pada abad ke-19 mendukung teori tersebut. Pada tahun 1917, teleskop raksasa baru di Mount Wilson, California, memperlihatkan bahwa “nebula” Andromeda terdiri atas kumpulan bintang.

Teori Herschel itu akhirnya dikukuhkan pada tahun 1923.
Kemudian Edwin Hubble menunjukkan bahwa gugusan bintang-bintang itu terpisah ratusan ribu tahun cahaya dari bumi. Dengan ini terbukti pula bahwa nebula Andromeda itu sebenarnya merupakan galaksi, yang sama sekali terpisah dari tatanan bintang kita.

Sekarang manusia telah mengetahui akan adanya ribuan juta galaksi. Beberapa dari padanya tidak mempunyai bentuk tertentu; yang lain berbentuk spiral atau elips.
Galaksi kita, bersama 16 buah galaksi lainnya yang terangkum dalam jarak 3 juta tahun cahaya, disebut kelompok lokal.

Disini saya berkeinginan untuk sedikit mengajak anda membaca sebuah penuturan dari salah satu url atau site mengenai angkasa luar akan adanya sebuah kehidupan disalah satu galaksi, dimana digalaksi tersebut ada juga bumi yang mengitari matahari.

Saya sadar bahwa tulisan dari site tersebut masih perlu untuk diragukan kebenarannya, namun dalam hal ini, terlepas dari benar tidaknya apa yang dituliskan disana, setidaknya kita bisa sedikit menjadikannya sebuah lintas bacaan semata-mata. Dan tidak ada salahnya kita menghubungkannya dengan Surah 65:12 yang baru saja kita bahas.

Jika saja yang menulisnya seorang Muslim, tentu saja saya akan berpikir dua tiga kali untuk menyadurnya, sebab bisa saja itu adalah pendapatnya yang ditujukan untuk memperkuat dalil-dalil AlQur’an.

Namun tidak, site ini ditulis oleh seorang yang tidak menganut Islam, malah jangan-jangan orang tersebut juga meragukan kepercayaan yang diyakininya.
Jadi tertutup kemungkinan bahwa ada unsur-unsur tertentu yang berhubungan dengan Islam dan upaya penegakan Islam dari penulisan tersebut.

Silahkan link ke artikel Pleiadian yang sudah saya terjemahkan beberapa diantaranya.

Yang telah Kami berkahi sekelilingnya :
Dalam lafal Qur’annya adalah barokna haw lahu.
Disini juga orang sering mengartikan bahwa kata haw lahu atau Kami berkahi sekelilingnya adalah diperuntukkan untuk tempat disekitar perjalanan Rasulullah tersebut.
Namun saya mengartikannya tidak demikian.

Kata “NYA” atau lafal “HAWLAHU” pada kata “Kami berkahi sekeliling” atau “Barokna hawlahu”, sebenarnya adalah ditujukan kepada diri Muhammad Saw sendiri.

Dalam bahasa Arab, kata “Haw laha” itu ditujukan untuk yang bergender perempuan.
Kata “Haw lahuma” itu ditujukan untuk menerangkan arti “mereka”, yang maknanya lebih dari satu.
Sementara kata “Haw lahu” adalah ditujukan kepada yang bergender jantan, dan dalam hal ini adalah diri Muhammad Saw, yang memang sebagai seorang laki-laki.

Jadi, Istilah “disekelilingnya” dalam ayat 17/1 ini adalah disekeliling Muhammad. Hal ini juga dibuktikan oleh istilah lain berikutnya “Untuk diperlihatkan kepadanya.”

Jadi Barkah telah diadakan disekeliling Muhammad dalam peristiwa Asraa kemasjidil Aqsha di Muntaha.
Apakah Barkah atau Barokna itu ?

Barkah adalah penjagaan, yaitu penjagaan yang melingkupi keluarga Ibrahim pada ayat 11/73, atau yang menjaga Nabi Nuh dan beberapa umatnya didalam perahu hingga topan besar tidak membahayakan mereka sedikitpun pada ayat 11/48, ataupun penjagaan atas kota Mekkah seperti yang dimaksud ayat 21/71 dan 21/81.
Malah penjagaan atau Barkah yang melingkupi diri Muhammad Saw dalam Asraa itu, ditinjau dari segi bahasa, maka bisa kita samakan keadaannya dengan Barkah yang melingkupi bumi ini seperti tercantum pada surah 7/96.
(Lebih jelas, lihat dalam konteks ayat-ayat aslinya)

Kita ketahui bersama, disekeliling bumi terdapat pembungkus gas yang tipis dan bening yang kita sebut dengan nama Atmosfir, yang merupakan pelindung guna melindungi kehidupan terhadap kehampaan angkasa.
Tanpa atmosfir, sinar matahari yang menghanguskan akan membakar semua kehidupan pada siang hari, dan pada malam hari suhu dapat turun jauh dibawah titik beku.

Untuk mengetahui beberapa penjelasan masalah Atmosfir ini, silahkan juga anda mengunjungi Artikel Atmosfir

Jadi, Barkah ini berupakan sesuatu yang melindungi diri Nabi Muhammad Saw hingga beliau tidak terbentur pada meteorities yang berlayangan diangkasa bebas serta memiliki udara cukup untuk pernafasan selama berada diruang angkasa bebas. Dan dapat dimungkinkan perlindungan ini berupa lapisan-lapisan Atmosfir seperti yang melingkupi bumi atau juga semacam sebuah pesawat ruang angkasa.

Jadi bukanlah Barkah itu ditentukan untuk Palestina sebagaimana pendapat umum selama ini, apalagi jika dinisbatkan ke Bait Al-Maqdis atau Masjid Al-Aqsha yang ada di Palestina sekarang.
Dan bukanlah juga Barkah itu sebagai hewan bersayap yang dikendarai Nabi dalam Asraa itu.
Masalah kendaraan yang bernama Boraq ini akan kita uraikan tersendiri secara terperinci pada pembahasan mengenai Buraq.

Sekarang, mari terus kita lanjutkan pembahasan ayat 17/1 yang telah banyak kita potong dengan tambahan keterangan-keterangan yang berhubungan dengannya :

Kami perlihatkan pertanda-pertanda Kami :
Kami perlihatkan disini dapat kita synonimkan dengan “Diperlihatkan”.
Yaitu, diperlihatkan kepada Muhammad yang mengandung pengertian melihat dengan mata sendiri yaitu mata konkrit bukan dalam mimpi atau ruhnya saja.

Dan karena Muhammad mi’raj dengan tubuh kasarnya, untuk itu diperlukan adanya Barkah, maka Barkah ini juga membuktikan bahwa Rasulullah itu telah berangkat dari bumi dengan jasmani dan rohaninya, sebab itu pantaslah dia dapat melakukan penglihatan dengan kedua matanya yang konkrit.

Dalam membicarakan masalah Mi’raj pada surah 17 ayat 1 ini, AlQur’an menggunakan perkataan :
“Linuriyahu min aayatina” yang artinya: “untuk Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami” yaitu tanda-tanda kebesaran Allah (istilah Aayat adalah jamak dari Aayah).

Sementara didalam surah 52 (An Najm) ayat 18 seperti yang kita singgung pada awal pembahasan, AlQur’an menggunakan perkataan : “Laqod ro-aa min aayati Robbihi alkubroo.” yang artinya: “Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang besar-besar/hebat.”

Dalam 17/1 disebutkan “Iraa-ah minallah” (Diperlihatkan oleh Allah), sedangkan didalam 53/18 dikatakan “ra-aa bi nafsihi” (melihat dengan sendirinya).

Mari kita uraikan :

Aktifitas yang ada didalam 17/1 adalah “iraa-ah”.
Apakah artinya ?
Iraa-ah adalah menjadikan orang yang tidak tahu menjadi tahu, baik dengan merubah sesuatu yang diperlihatkan itu dengan disesuaikannya dengan qanun (ketentuan yang berlaku) bagi orang yang melihatnya atau juga dengan mentransfer atau mengalihkan orang yang melihatnya itu agar ia bisa menembus qanun yang berlaku bagi sesuatu yang hendak dilihatnya itu.

Kita ambil contoh tentang mikroskop.
Mikroskop tersebut dipakai untuk melihat sesuatu (benda) yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Karena kecilnya maka seseorang tidak dapat melihat benda tersebut, tetapi setelah mempergunakan mikroskop lalu ia dapat melihat benda kecil tersebut.

Ini berarti menjadikan orang yang tadinya tidak tahu, menjadi tahu karena adanya lensa yang menampakkan benda-benda yang kecil menjadi besar.

Disini benda kecil itu disesuaikan dengan qanun mata biasa, dimana menurut qanun (ketentuan yang berlaku) mata biasa manusia hanya dapat melihat benda-benda yang tampak (besar) saja.

Dengan demikian maka “iraa-ah” (memperlihatkan/menampakkan) itu dapat dengan mengadakan perubahan terhadap benda/sesuatu yang dilihatnya itu sesuai dengan qanun orang yang melihatnya sehingga ia dapat mengetahuinya, atau dengan memberikan sesuatu alat pada benda yang dilihatnya itu sehingga yang bersangkutan dapat melihatnya.

Dalam 17/1 AlQur’an mempergunakan kata-kata “Linuriyahu” (untuk kami perlihatkan), yaitu dijadikan oleh Allah bahwa Muhammad dapat melihat sesuatu yang pada asalnya ia tidak dapat melihatnya dengan sendirinya.
Karena Nabi Muhammad Saw sebelumnya berada dimuka bumi dengan qanun basyariah (manusiawinya) sebagai seorang manusia yang normal, secara otomatis Nabi Muhammad Saw tidak dapat melihat bagaimana keadaan diluar angkasa sana yang juga merupakan salah satu kebesaran Allah.

Maka kepada Nabi Muhammad Saw diperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah yang ada diluar planet bumi ini dengan memperjalankan beliau dengan penjagaan penuh (yang disebut dengan Barkah atau lafal Qur’annya “Baroqna”) ke Muntaha yang terletak disalah satu galaksi terjauh dari galaksi bima sakti, tempat dimana dulunya Adam dan istrinya pernah tinggal dan menetap.

Diperlihatkan kepada Nabi betapa planet bumi yang kita tempati ini terdapat didalam sebuah tata surya yang bagaikan suatu noktah kecil diantara jutaan milyar tata surya lainnya yang juga disebut oleh para ahli dengan nama solar system.

Begitulah perikeadaan Rasulullah Saw dalam peristiwa ardliyah, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj ini.
Tetapi ketika Nabi Saw naik kepada ufuk (tempat) yang lebih tinggi, tepatnya ketika beliau sudah berada di Muntaha, maka terjadilah perubahan pada dzatiyah beliau., seolah-olah beliau telah meninggalkan basyariahnya bertukar dengan dzatiyah malaikat yang bisa melihat segala sesuatu disana dengan sendirinya.

Keadaan semacam itu juga dulunya yang pernah ada pada diri Adam dan istrinya ketika masih berada di Muntaha sebagaimana yang kita uraikan pada artikel tersebut. Suatu keadaan dimana Adam dapat melihat para malaikat, para Jin dan termasuk Iblis.

Makanya untuk kasus Nabi Muhammad Saw, oleh Qur’an dikatakan : “Laqad ra-aa… (Sungguh ia telah melihat..).”, dan tidak dikatakannya sebagai : “Ara’ainaahu …(Kami perlihatkan kepadanya)”

Jadi, pada masa perjalanan Rasul dari bumi menuju ke Muntaha, ia diperlihatkan oleh Allah akan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah yang lainnya didalam lingkungan semesta, dan begitu ia hampur mendekati tujuan, yaitu Sidratil Muntaha, Allah berfirman bahwa Muhammad “ra-aa” (melihat dengan sendirinya) .. seakan-akan Rasulullah Saw dengan qanun basyariah sebelumnya (dari bumi hingga menjelang tiba) telah mengalami perubahan dimensi, yaitu suatu penyesuaian terhadap lingkungan barunya sehingga ia bisa menyaksikan peristiwa-peristiwa yang ada disana (Muntaha) secara langsung.

Kita semua tahu, bahwa Rasulullah Muhammad Saw adalah juga manusia biasa yang memiliki keterbatasan didalam segala hal, karena yang tidak terbatas itu hanyalah Allah Swt semata.

Sebagai seorang manusia biasa, sebagai keturunan Adam as, keadaan beliau sama seperti kita.
Untuk itu, Allah telah mengadakan penyesuaian atau membuka Ijab terhadapnya agar dapat memasuki Muntaha yang suci sekaligus menjadikannya kasyaf, melihat tembus segala sesuatunya, termasuk melihat wujud malaikat Jibril dalam rupa aslinya sebagaimana yang dikatakan pada ayat 53:13-14.

Dengan kata lain, Nabi Muhammad dikembalikan kepada fitrah manusia semula, yaitu fitrah awal yang diberikan kepada Nabi Adam as waktu itu. Keadaan dimana Nabi Muhammad dapat melihat semua malaikat-malaikat Allah serta dapat bercakap-cakap dengan mereka.

Bahkan, dalam beberapa hadist yang sampai saat ini masih bisa dikatakan shahih dan diyakini oleh sebagian besar para ulama menyatakan bahwa Nabi Saw juga telah bertemu dengan ruh para Nabi terdahulu, seperti Adam, Musa, Ibrahim dan beberapa ruh Nabi-nabi dan Rasul lainnya, dimana beliau melakukan Shalat sebanyak 2 raka’at, menurut ketentuan shalat para Nabi itu dulunya, yaitu ruku’ dan sujud.

Memang tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, termasuk masalah pengimaman yang dilakukan oleh Rasulullah Saw ini terhadap para ruh, sementara beliau sendiri berada dalam keadaan hidup, jasmani dan ruhaninya, hal ini mengingat bahwa kedudukan Nabi Muhammad Saw yang mulia disisi Allah sekaligus sebagai penutup dari para Nabi dan sesuai pula dengan ayat yang menyatakan bahwa orang yang sudah mati itu tidaklah mati habis begitu saja, namun mereka tetap hidup (dialam penantian).

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
(QS. 2:154)

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki.”
(QS. 3:169)

“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah matinya; Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan.”
(QS. 30:19)

“Menciptakan dan membangkitkan kamu tidak lain hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS. 31:28)

Kemudian, seperti yang juga banyak kita dapatkan didalam periwayatan hadist, bahwa Nabi Muhammad selanjutnya di Sidratil Muntaha, menuju suatu tempat agung yang Jibril sendiri, selama ini sebagai “Tangan Kanan Allah” tidak mampu menembusnya, (didalam salah satu riwayat dikatakan sebagai tempat lautan cahaya sekaligus merupakan batas terakhir bagi Jibril menghantarkan Muhammad) dilukiskan dengan gaya bahasa yang indah oleh Qur’an, seperti yang dikatakan pada ayat ke-16 hingga ayat ke-18 surah 53 :

Ketika Sidrah diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda terbesar dari Tuhannya.(QS. 53:16-18)

Sungguh, suatu ungkapan teramat sangat yang dicoba dilukiskan dengan kata-kata mengenai keindahan yang begitu menawan atas apa yang sudah dilihat oleh Nabi Muhammad Saw pada waktu itu.

Makanya tidak heran jika akhirnya ulama kembali terpecah dua didalam memahami ayat ini, ada sebagian mereka mengatakan bahwa Nabi Saw benar-benar telah melihat Tuhan pada saat itu, namun sebagian lagi menyatakan sebaliknya.

Namun saya sendiri berpendapat bahwa apa yang telah dilihat oleh Nabi besar Muhammad Saw ketika itu tidak lain hanyalah tabir atau yang disebut didalam bahasa Qur’annya dengan hijab sebagaimana keterangan dari Qur’an sendiri

“Dan tidak bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata kepadanya kecuali dengan ilham atau di belakang tabir (hijab) atau Dia mengirim utusan (malaikat) lalu dia mewahyukan dengan seizin-Nya apa-apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS. 42:51)

Adapun keindahan dari Hijab atau tabir inilah yang membuat Nabi Muhammad Saw terpesona, kagum dan beribu perasaan lainnya yang menyelimuti perasaan hatinya, sehingga pemandangan Rasul yang agung ini tidak berpaling dari apa yang dilihatnya namun juga Beliau tidak dapat melihat lebih jauh lagi atau melampaui tabir tersebut, sebab memang hanya sampai disanalah kemampuan mata beliau yang di izinkan Allah untuk dapat melihat.

Benarlah kiranya pada ayat yang ke-18, AlQur’an menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw telah melihat sebagian tanda-tanda yang terbesar dari Tuhannya.
Apa yang sudah dilihat oleh Rasul Saw, adalah suatu karunia yang tidak terhinggakan, melebihi segala-galanya, suatu rahmat dan nikmat yang amat sangat diinginkan oleh Nabi Musa as namun tidak kuasa ia dapati sebagaimana yang disebutkan dalam surah 7 ayat 143.

Namun karena yang dilihat oleh Nabi Muhammad Saw waktu itu adalah Hijab yang menutupi Allah, makanya disebutkan pada ayat 17 dan 18, bahwa ia telah melihat “Sebagian” dari kekuasaan Tuhan, bukan “Semuanya”.

Dalam salah satu Hadist shahih riwayat Masruq yang dirawikan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi disebutkan :

“Saya pernah bertanya kepada ‘Aisyah r.a. demikian: ‘Wahai Ummul Mukminin, benarkah Nabiyullah Muhammad Saw pernah melihat Tuhannya ?’ Beliau menjawab, ‘Benar-benar telah berdiri bulu romaku karena mendengar apa yang engkau katakan itu. Hati-hatilah engkau dari tiga hal ini; barangsiapa yang memberitahu kepadamu tentang tiga hal ini, pastlah dia berdusta.

  1. ‘Barangsiapa yang memberitahukan kepadamu bahwa Nabi Muhammad Saw pernah melihat Tuhannya, maka ia pasti berdusta.’ Lalu ‘Aisyah membaca ayat yang artinya :

    Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. 6:103)

  2. ‘Barangsiapa yang memberitahukan kepadamu bahwa ia dapat mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, pastilah ia berdusta,’ Lalu ‘Aisyah membacakan ayat yang artinya :

    Tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan besok hari.
    (QS. 31:34)
  3. ‘Barangsiapa yang mengatakan padamu bahwa ia (Rasulullah) menyembunyikan sesuatu dari wahyu, maka pastilah ia berdusta.’ Lalu ‘Aisyah membacakan ayat yang artinya :

    Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
    (QS. 5:67)

Tetapi, katanya meneruskan, ia pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak dua kali.”
(HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Sekarang, kita akan melanjutkan pembahasan dari bagian terakhir ayat 17/1 :

Sesungguhnya Dia maha mendengar lagi maha melihat :
Innahuu Huassami’ul Basyiir, Bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa, senantiasa melihat, mendengar, memperhatikan dan menentukan setiap gerak tindak zahir bathin dari seluruh wujud disemesta raya. Semua itu senantiasa berjalan dengan cara yang wajar melalui garis kausalita.

Tidak satupun yang terlepas dari ketentuan Allah walaupun gerak hati dalam dada setiap diri.
Ayat ini berhubungan erat pula dengan 3 ayat terakhir dari surah ke-2, yaitu ayat 284 hingga 286 yang menurut beberapa hadist diberikan kepada Nabi Saw pada saat beliau menerima perintah shalat langsung dari Allah Swt.

(284) Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, Allah akan memeriksa kamu tentang perbuatanmu itu. Dia akan mengampuni siapa yang Ia kehendaki dan menyiksa siapa yang Ia kehendaki; Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

(285) Rasul itu percaya kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan orang-orang yang beriman; tiap-tiap seorang daripada mereka percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasul-Nya. “Kami tidak membeda-bedakan antara seorangpun dari rasul-rasulNya”, dan mereka berkata:”Kami dengar dan kami ta’at, Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”.

(286) Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia akan mendapat apa yang diusahakannya serta mendapat apa yang dikerjakannya. “Hai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami yang tak sanggup kami mengerjakannya. Ampunilah kami, lindungilah kami dan kasihanilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.
(QS. 2:284-286)

(Mengungkap makhluk luar angkasa)

Kita semua mengetahui bahwa bumi yang kita diami ini tak lebih dari sebutir debu dialam semesta yang amat besar dan megah, dan yang penuh dengan kehidupan dan makhluk hidup. Memang mungkin saja bumi kita ini adalah sebutir pasir diatas pantai wujud semesta yang amat sangat luas, yang batas-batasnya tak terjangkau oleh khayalan kita !

Kita lebih lagi merasakan luasnya kerajaan langit apabila kita ikuti hasil penelitian para ahli ilmu falak atau Astronomi sebagai hasil dari pengamatan mereka yang tidak henti-hentinya terhadap ruang angkasa.

Kita akan menjadi orang-orang dungu apabila mengira bahwa hanya kitalah satu-satunya makhluk hidup dalam wujud semesta yang maha luas ini yang dikatakan juga dalam AlQur’an sebagai ‘Arsy Allah.

Logikanya, seseorang yang membangun gedung pencakar langit tidak akan membiarkan angin menerpa bagian terbesar dari sisi-sisinya yang dibiarkannya kosong, seraya merasa cukup dengan penghunian satu kamar saja diantara lorong-lorongnya !

Sesungguhnyalah alam ini penuh sesak dengan makhluk hidup yang dicipta oleh Allah Swt yang merupakan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Maka jika manusia mengira bahwa mereka adalah satu-satunya yang meliputi kehidupan, sungguh mereka telah terkelabuhi oleh diri sendiri.

Selain itu adanya ketidak percayaan manusia bahwa jika dalam setiap planet-planet diluar bumi kita ini berhunikan makhluk hidup sebagaimana halnya dengan manusia, akan menyebabkan gagalnya konsep dari ajaran agama Kristen Trinitas yang dipeluk oleh mayoritas penduduk dunia saat ini dengan menyatakan bahwa Tuhan itu beranak dibumi ini dengan nama Jesus.

Mereka kehilangan daya untuk menentukan apakah Tuhan telah beranak pula diplanet lain dalam tata surya ini mengingat diplanet-planet itu ada masyarakat manusia pula, lalu apakah sedemikian genitnya Tuhan itu dengan keranjingan beranak pinak ?

Dengan memperhatikan AlQur’an suci, wahyu Allah yang diberikan kepada Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin sang Nabi penutup, kita akan mengetahui hal tersebut dengan jelas bahwa Allah itu adalah Tuhan yang Maha Esa, Tidak beranak dan Tidak diperanakkan serta Dia maha Kuasa atas segala sesuatunya tanpa harus ada partner didalam menjalankan kesemuanya itu.

Khusus untuk masalah yang menjadi tanda tanya para ahli pikir abad 20 mengenai kehidupan diluar planet bumi kita ini Allah berfirman dalam AlQur’an :

Dan diantara ayat-ayatNya adalah menciptakan langit dan bumi
Dan makhluk-makhluk hidup yang Dia sebarkan pada keduanya.
Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.(QS. 42:29)

Kepada Allah sajalah bersujud semua makhluk hidup yang berada di langit dan di bumi dan para malaikat, sedang mereka /malaikat/ tidak menyombongkan diri. (QS. 16:49)

Tasbih bagiNya planet-planet, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Bahwa mereka itu hanya tasbih dengan memuji Dia, tetapi kamu tidak mengerti caranya mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. 17:44)

Hai manusia ! Sembahlah Tuhan-mu yang telah menjadikan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu terpelihara.
(QS. 2:21)

Makhluk-makhluk yang ada diplanet dan bumi memerlukan Dia, setiap waktu Dia dalam kesibukan.
(QS. 55:29)

Tidak ada satu makhlukpun diplanet dan di bumi, kecuali akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (QS. 19:93)

Ayat-ayat seperti itu banyak sekali. Dari sana kita mengetahui bahwa Bani Adam yang ada diplanet bumi kita ini hanyalah satu jenis makhluk diantara makhluk-makhluk hidup lainnya, bukan satu-satunya makhluk hidup.

Pada pembahasan yang lalu, yaitu tentang Nabi Adam dan istrinya yang dulu bertempat tinggal di bumi Muntaha sebagai bumi yang letaknya pada galaksi terjauh dan tertinggi dimensinya serta pembahasan mengenai perjalanan Mi’raj Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin kembali pada dimensi tertinggi itu, kita sudah mengenal ada banyaknya langit dan bumi didalam bentangan alam semesta ini.
Dan sekedar untuk mengingatkan kita saja, mari kita perhatikan kembali firman Allah berikut ini :

Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
Perintah /hukum-hukum/ Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS. 65:12)

Dari ayat 65/12 diatas nyatalah bahwa yang dimaksud Qur’an dengan istilah Samawaat adalah planet-planet yang bersamaan wujud dan rupanya dengan bumi kita ini.

Menurut ketentuan tata bahasa, istilah itu berasal dari Samaa’ sebagai singular dari samawaat, namun wujud dan keadaannya ternyata berbeda. Samaa’ berarti angkasa atau atmosfir dimana hujan turun membasahi bumi, sedangkan samawaat berarti planet-planet yang bersamaan wujudnya dengan bumi.

Jika kita memperhatikan maksud dari ayat 42/29 yang kita tuliskan pada bagian awal, maka akan semakin jelas diketahui bahwa Samawaat adalah planet-planet dimana makhluk yang berjiwa hidup berkembang biak seperti yang berlaku diplanet bumi kita ini, dan menurut ayat 24/45 berikut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan makhluk berjiwa atau istilah Qur’annya Dabbah adalah yang berjalan dengan perutnya, dengan empat kaki (sama halnya dengan hewan) dan atas dua kaki sebagaimana keadaan manusia.

Dan Allah telah menciptakan semua jenis makhluk hidup dari Almaa’, diantara mereka ada yang berjalan atas perutnya /melata/, dan dari mereka ada yang berjalan atas dua kaki /manusia/ serta dari mereka ada yang atas empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, karena sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(QS. 24:45)

Tentu ada orang yang mengartikan istilah Dabbah yang termuat pada ayat 42/29 itu dengan berbagai istilah, tetapi ayat 24/45 telah menerangkan arti istilah itu sejelas-jelasnya. Dan dari semua itu didapatlah kepastian bahwa dipermukaan planet dalam tata surya juga hidup makhluk-makhluk yang berupa hewan melata atau hewan berkaki empat serta makhluk hidup yang berupa manusia, berjalan dengan kedua kakinya seperti yang berkembang biak diplanet bumi kita ini.

Sementara itu Allah menyatakan mengenai aneka ragam jenis dan sifat Dabbah itu, sebagaimana pada surah 8:22 bahwa Dabbah yang jahat ialah orang-orang yang tidak memikirkan hidupnya, dan pada surah 8:55 dinyatakan pula sebagai Dabbah yang kafir menurut hukum Islam.

Kembali pada surah 65/12 diatas bahwa Samawaat adalah planet-planet yang bersamaan wujud dan rupanya dengan bumi kita ini. Dalam ayat-ayatnya yang lain secara tersirat, AlQur’an juga mempertegas dengan mengatakan bahwa dibumi-bumi lainnya itu ada tumbuhan, bebatuan dan lain sebagainya.

“Hai anakku, sekiranya ada seberat biji sawi yang berada dalam batu karang yang besar atau di planet ataupun didalam bumi ini, Allah akan menunjukkannya. Sungguh, Allah itu Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. 31:16)

Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah telah mengedarkan untukmu apa yang diplanet dan apa yang di bumi serta menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin ? Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (QS. 31:20)

Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap selain Allah ! Tidaklah mereka memiliki seberat zarrahpun diplanet dan tidak pula di bumi ini, karena mereka tidak bersekutu pada keduanya dan tiada mereka sebagai pembantu bagiNya”. (QS. 34:22)

Adanya kehidupan dipermukaan planet-planet pada bahagian langit yang lainnya sebagaimana maksud ayat-ayat suci yang telah kita kutipkan diatas, dapatlah dijadikan anak kunci bagi membuka lembaran baru tentang Astronomi yang dalam teori sarjana-sarjana barat selama ini terkandung keraguan dan kontradiksi yang tidak terpecahkan.

Adanya UFO /Unidentifiet Flying Objects/ yang pesawatnya berbentuk piring terbang, ribuan kali telah terlihat nyata diangkasa bumi, begitupun pendapat-pendapat yang sering kita dengar bahwa pesawat itu dikendalikan dan diawaki oleh manusia cerdas dari planet lain /ETI = Extra Terrestrial Intelligence Being/ menjadi alasan positif yang menguatkan pendapat adanya kehidupan manusia dan juga makhluk-makhluk hidup lainnya yang bermasyarakat sebagaimana yang berlaku dibumi.

Peradaban mereka yang sedemikian majunya sehingga mereka bisa melawan hukum-hukum alam yang manusia bumi abad ke-20 ini belum mampu melakukannya, hal ini terlihat dengan mampunya UFO itu terbang mengambang diatas permukaan bumi tanpa adanya pengaruh apapun dari gaya gravitasi bumi yang didalam AlQur’an disebut dengan Rawasia yang selalu diterjemahkan oleh para penafsir Qur’an selama ini dengan pengertian Gunung.

Kita bisa menerima kenyataan ini bila kita mau berpikir bahwa sebelum Nabi Adam as dan istrinya bertempat tinggal diplanet bumi kita ini, mereka terlebih dahulu singgah dan menetap serta berketurunan dibumi-bumi lainnya dalam bentangan tata surya Tuhan hingga pada masa waktu tertentu sesuai dengan ketetapan yang diberikan oleh Allah, mereka hijrah kebumi yang lainnya sampai pada planet bumi kita ini sebagai bumi terakhir yang akhirnya pula sebagai tempat wafat mereka dan bersemayamnya jasad mereka.

Menurut riwayat yang ada, makam atau kuburan dari istri Nabi Adam yang sering disebut orang dengan nama Siti Hawa, terletak dikota Jeddah, berukuran sangat panjang (ingat bahwa manusia pertama kalinya diciptakan oleh Allah dengan bentuk dan tubuh tinggi – lihat Hadist Qudsi yang pernah saya tuliskan pada artikel : Misteri Adam manusia pertama).

Kota Jeddah sendiri berartikan “Nenek”.
Hanya saja bagaimanapun rujukan yang pasti, termasuk Hadist Rasulullah Saw yang menjelaskan mengenai kuburan Hawa tersebut belum pernah saya dapatkan dan saya baca.

Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, hal yang ditentukan dan hal yang ditumpangkan. Sungguh telah Kami jelaskan pertanda-pertanda Kami kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 6:98)

Tidak heran jika penduduk bumi lain diluar planet kita ini yang secara silsilah adalah masih saudara kita sendiri, sudah mencapai tekhnologi yang begitu tinggi karena memang mereka sudah lebih dulu ada daripada kita, sehingga sedikit banyaknya mereka telah berhasil menyibak beberapa rahasia alam, termasuk masalah penolakan kepada gaya alami, gravitasi bumi.

Allah selalu menekankan kepada manusia agar mau memikirkan penciptaan langit dan bumi dalam hampir setiap ayat-ayat AlQur’an, ini menunjukkan betapa Allah sebenarnya ingin agar manusia menaruh perhatian mereka dalam sektor penerbangan luar angkasa agar mereka lebih bisa menyaksikan kemaha kuasaan Tuhan yang terbentang luas dialam semesta dan menepis isyu-isyu sesat bahwa Allah mempunyai sekutu didalam kebesaranNya.

Ada dua kendaraan yang pada umumnya dipakai manusia dalam catatan sejarah para ahli, yaitu : yang memakai tenaga menolak untuk maju seperti hewan, mobil, kapal laut atau kapal udara; yang lainnya memakai tenaga lenting atau centrifugal seperti pesawat terbang.

Dan Dialah yang menciptakan semuanya berpasang-pasangan. Dan Dia jadikan untukmu yang kamu kendarai dari benda terapung /fulku/ dan binatang ternak. Agar kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu memikirkan nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan:”Maha Suci Dia yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, sungguh kami akan kembali kepada Tuhan kami.
(QS. 43:12-14)

Kedua macam kendaraan ini oleh ayat 43/12-14 diatas disebutkan dengan kendaraan terapung dan ternak.
Yang dimaksud dengan ternak adalah kuda, unta, keledai dan sebagainya. Benda terapung adalah segala macam kendaraan yang diwujudkan oleh tekhnologi manusia tentulah termasuk dalamnya piring terbang !

MasyaAllah, sejak 14 abad yang lalu, AlQur’an sudah menyatakan bahwa manusia pada saatnya nanti akan mampu mengendarai suatu benda terapung yang dulu tidak bisa dilakukannya.

Hal tersebut untuk sejarah umat manusia bumi pra Rasulullah hingga kini baru sekarang dapat melakukan pendudukan atas benda terapung itu, yaitu kapal laut dengan segala jenisnya serta pesawat terbang dengan berbagai bentuk dan kemampuannya, dan mengingat AlQur’an itu sebagai wahyu Allah yang bersifat sepanjang jaman, maka ramalan Qur’an itu akan terus berkelanjutan hingga pada puncaknya nanti manusia mampu pula menciptakan dan mengendarai piring terbang sebagai salah satu benda terapung yang sebelumnya tidak mampu menguasainya.

Semua itu membuktikan bahwa manusia pada waktunya kelak InsyaAllah, akan mampu melakukan perjalanan antar planet dan antar galaksi serta berkomunikasi dan bahkan membentuk satu community bersama makhluk-makhluk hidup lainnya dari berbagai bumi disemesta alam ini pada masanya kelak sebagaimana yang selama ini hanya kita khayalkan melalui serial StarTrex, Babilon 5, Superman, Independence Day dan lain sebagainya.

Dalam peradaban modern masa depan itu, manusia bumi umumnya akan memakai piring terbang atau malah yang lebih canggih lagi daripada itu sebagai kendaraannya, yang kecepatannya mendekati kecepatan sinar atau juga malah melebihinya hingga mendekati kecepatan Buraq sebagai kendaraan inter dimensi Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin 14 abad yang lampau.

Selebihnya, jika anda ingin mengenal lebih jauh apa serta bagaimana kira-kira makhluk luar angkasa tersebut, anda bisa mengunjungi satu site berbahasa Indonesia yang memang menspesifikasikan sitenya sebagai informasi mengenai ini, silahkan kealamat http://sby.centrin.net.id/~bgm/alien1.html yang dikelola oleh sahabat saya bernama Nur Agustinus dari agama Kristiani.

Selanjutnya kita akan mengadakan pembahasan seputar UFO itu sendiri, apa dan seperti apa kerja dari UFO itu pada artikel selanjutnya : Mengungkap konstruksi piring terbang

“Apabila bumi digoncangkan dengan sekeras-kerasnya, dan gunung-gunung dihancurkan selumat-lumatnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan.” (QS. 56:4-6)

“Ketika bumi digoncangkan sekeras-kerasnya, dan bumi mengeluarkan semua isinya, manusia bertanya : ‘Mengapa menjadi begini ?’, dihari itu bumi akan menceritakan beritanya bahwa Tuhanmu telah memerintahkan seperti itu.” (QS. 99:1-5)

“Wahai manusia, insyaflah pada Tuhanmu, bahwa goncangan Sa’ah itu adalah sesuatu yang amat dahsyat.” (QS. 22:1)

Sungguh luar biasa sekali kejadian hari itu, hari dimana Allah menepati janji-Nya kepada semua makhluk-makhluk ciptaan-Nya, hari dimana tidak ada satupun yang dapat memberikan pertolongan dan hari yang tiada satu juga tempat bersembunyi. Bahkan meskipun makhluk itu pergi keplanet Saturnus sekalipun, begitu kata Qur’an.

Pergilah kamu kepada planet [zhillu] yang mempunyai 3 lingkaran, yang tiada lindungan karena dia tetap tidak akan menyelamatkan dari bencana [Sa’ah] bahwa dia [Sa’ah] melontarkan percikan api laksana balok seolah dia iringan [cahaya] yang kuning. Kecelakaan pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan [kebenaran].
(QS. 77:30-34)

Saturnus adalah planet nomor 2 besarnya dalam tata surya bumi kita ini dengan diameter 120,536 km (equatorial) dengan berat massa 5.68e26 kg dan mengorbit dengan jarak 1,429,400,000 km [atau sekitar 9.54 AU] dari matahari. Misi tak berawak yang pertama kali menyelidiki planet Saturnus ini oleh Pioneer 11 dalam tahun 1979 yang disusul oleh Voyager 1 dan Voyager 2. Saat ini sebuah pesawat tak berawak yang lain dan dilengkapi peralatan yang lebih canggih bernama Cassini tengah dalam perjalanan menuju planet Saturnus dan diperkirakan akan tiba pada tahun 2004.

Planet Saturnus memiliki angkasa yang kaya akan Hidrogen dengan sabuk-sabuk awan yang memantulkan sinar matahari dengan baik. Dan 3 lapis jaringan cincin [lingkaran] seputar Equator Saturnus yang indah itu memperhebat kecemerlangan planet tersebut. Lingkaran cincin itu sendiri diduga terdiri dari debu halus, kerikil kecil atau bulir-bulir es yang tak terhingga banyaknya. Planet ini memiliki 10 buah bulan dan satu diantaranya baru ditemukan pada tahun 1966.

Informasi lebih lainnya mengenai Planet Saturnus ini bisa anda lihat dalam situs : http://www.seds.org/billa/tnp/saturn.html

Itulah dia hari kiamat, hari Sa’ah /waktu kehancuran total yang ditentukan/, Yaumul Hasrah /hari penyesalan/, Yaumul Muhasabah /hari perhitungan/, Yaumul Wazn /hari pertimbangan/ dan sejumlah nama lain yang kesemuanya menunjukkan mengenai kiamat yang akan terjadi dalam satu hitungan yang mengagetkan.

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Kapankah datangnya ?”. Katakanlah:”Hanya disisi Tuhankulah pengetahuan /ilmu/ tentangnya; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. ia /Kiamat/ itu amat dahsyat untuk langit dan bumi. Dia tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya ilmu /pengetahuan/ tentangnya ada di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(QS. 7:187)

Bagaimanakah sebenarnya peristiwa pada hari tersebut jika kita menganalisanya dengan penganalisaan Qur’an dan Science ? Adakah kiamat itu diberlakukan oleh Allah secara begitu saja dan tanpa melalui proses alamiah ?
Marilah kita telaah terlebih dahulu ayat-ayat Allah yang bersangkutan tentangnya didalam AlQur’an dan menghubungkannya dengan kajian Science.

Demi yang terbang dalam keadaan bebas, yang membawa beban berat yang bergerak dengan mudahnya dan membagi-bagi urusan; bahwasanya yang dijanjikan itu adalah benar. (QS. 51:1-5)

Demi yang meluncur dengan cepatnya dan memercikkan api yang merubah waktu subuh dan menimbulkan debu yang berpusat padanya sebagai satu kesatuan. Sungguh, manusia itu tidak tahu berterima kasih kepada Tuhannya. (QS. 100:1-6)

Pada hari meledaknya tata surya ini dengan bencana besar serta diturunkannya para malaikat secara bersungguh-sungguh. (QS. 25:25)

Pada hari tata surya ini digoncang dengan sebenar-benar goncangan dan orbit akan terlepas dengan luar biasa. (QS. 52:9-10)

Ketika matahari digulung (olehnya) dan bintang-bintang meluluh, tenaga alamiah pun terlepaskan [dari posisi orbitnya], relasi (hubungan molekul pada benda) ditinggalkan dan semua unsur dikumpulkan serta lautan mendidih. (QS. 81:1-6)

Tata surya akan pecah karenanya sebagai bukti janji-Nya ditunaikan; Sungguh, ini satu peringatan, barang siapa yang mau mengikuti niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. (QS. 73:18-19)

Maha Besar Allah yang telah membukakan sedikit tabir rahasia-Nya kepada manusia mengenai hari perjanjian dengan segala kelogisannya yang sudah sepantasnya menjadi bahan pemikiran bagi kaum yang mau memikirkan serta bagi mereka yang benar-benar mengharapkan ridho dari Tuhannya.

Melalui AlQur’an, wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw sang utusan mulia sekitar 14 abad yang lalu ditanah Arabia telah menyajikan secara gamblang proses kehancuran tersebut berdasarkan data-data ilmiah yang mampu dicapai oleh pemikiran manusia diabad 20 ini.

AlQur’an memberitakan bahwa kehidupan dalam tata surya ini akan ditutup sekaligus secara mendadak dengan alasan dan pembuktian yang logis dan komplit. Hidup didunia ini adalah selaku ujian terhadap manusia yang akan menentukan nilai bagi setiap diri untuk ditempatkan pada golongan yang baik atau jahat diakhirat nanti yang berpokok pangkal pada ayat 51:56.

Dengan alasan ini teranglah bahwa hidup kini bukan terwujud dengan sendirinya tanpa ujung pangkal, bukan pula menjalani reinkarnasi dengan mati dan hidup berulang kali dengan jalan penitisan kepada makhluk/zat lainnya , malah sesuai dengan pemikiran wajar berdasarkan hukum kausalita yang berlaku.

Hari kehancuran total itu oleh AlQur’an dinamakan Sa’ah, yaitu waktu penutupan kehidupan massal yang ditentukan Allah, tak seorangpun yang dapat mengetahui kapan waktu pastinya sebagai satu pengujian kepada setiap diri mengenai Iman dan Ilmunya.

Tiada kejadian Sa’ah itu melainkan dalam sekejapan mata atau lebih cepat lagi.
Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 16:77)

Pada ayat 16:77 diatas telah disebutkan bahwa kedatangan Sa’ah itu terjadi dalam tempo yang sangat singkat, dan digambarkan kecepatannya melebihi kejapan mata.

Sekarang mari sejenak kita melihat ramalan James Scotti dari Universitas Arizona yang mengamati sebuah Asteroid yang diberi nama XF 11 melalui teleskop 36 inci pada 6 Desember 1997 dan menyatakan bahwa kemungkinan XF 11 itu bakal menghantam bumi pada tahun 2028.

Menurut perhitungan yang dilakukan pada 23 Maret 1998 lalu, posisi terdekat Asteroid XF 11 pada 26 Oktober 2028 adalah 600.000 mil atau 954.340 kilometer. Kecepatan obyek angkasa ini saat itu diperkirakan mendekati 13.914 km/detik, tulis sebuah laporan ilmiah yang dikeluarkan Donald K. Yeomans dan Paul W. Chodas, astronom NASA yang khusus melakukan prediksi garis orbit komet, asteroid, planet, dan benda angkasa lain di bawah sistem tata surya matahari, dengan bantuan komputer.

Perhitungan terakhir posisi XF 11 dilakukan berdasarkan pantauan astronom Eleanor Helin, Brian Roman, dan Ken Lawrence yang bersama Donald dan Paul tergabung dalam tim NEAT (Near Earth Asteroid Tracking) di Jet Propulsion Laboratory (JPL NASA), Pasadena AS. Perhitungan ini berarti mengandaskan ramalan bumi bakal kiamat 30 tahun lagi dan kembali ke zaman batu setelah sebuah asteroid selebar satu mil (1,6 kilometer) menghantam bumi.

Kedua pengamatan terhadap PHA 108 (potentially hazardous asteroid), yaitu kode yang diberikan terhadap XF 11 ini menyimpulkan, pada 2028, garis edarnya paling dekat dengan bumi, sekitar 50.000 mil saja. Jarak itu cukup dekat dengan daratan dan merupakan alamat buruk bagi penghuni bumi.

Peter Schelus, peneliti lain dari Mc Donald Observatory di Texas lalu memasuki percaturan. Awal Maret lalu, ia menggambarkan akan terjadi 88 hari ketika angkasa dipenuhi jalur asteroid yang berpijar. Garis pijar yang menggemparkan ini bisa disaksikan dengan mata telanjang di Eropa.

Jadwal kedatangan Asteroid XF 11, kata Peter, adalah pada 26 Oktober 2028 sore pukul 13.30 waktu pantai timur AS (atau 01.30 dini hari WIB). Saat itu, NEO (Near Earth Object), yaitu XF 11 sudah berada pada jarak 26.000 mil atau bisa lebih dekat lagi!

Kalau benar-benar terjadi, ya tadi itu, kehancuran total bagi segala peradaban di muka bumi. Berbagai analisis lalu bermunculan dalam bentuk terbitan terbatas, media cetak, tayangan film dokumenter, sampai mini seri televisi yang sanggup menyedot perhatian seluruh dunia, khususnya di AS.

Seperti artikel New Yorker edisi awal tahun yang menyebutkan, akibat tabrakan hebat dengan asteroid, separoh populasi bumi akan sirna. Kemudian sebuah film dokumenter yang ditayangkan Discovery selama dua jam sanggup membangkitkan kekhawatiran. Begitu juga film serupa arahan National Geographic.

Keberadaan XF 11 dan lintas orbitnya makin ramai diperbincangkan. Stasiun televisi NBC tak mau kalah dengan menyajikan miniseri Asteroid, memanfaatkan histeria massa.

Asteroid (kelas) XF 11 saat memasuki atmosfir bumi diperkirakan memiliki kecepatan 45.000 mil per jam atau sebanding dengan 100 kali kecepatan peluru yang ditembakkan. Ketika menghantam bumi, ledakan yang ditimbulkan setara dengan 500.000 megaton TNT (ukuran ledakan). Sebagai perbandingan, bom atom yang membumihanguskan Hiroshima diperkirakan sebesar 0,015 megaton. Kekuatan ini sanggup membentuk terowongan di atmosfir sepanjang lima mil. Hujan api dan perubahan cuaca pun terjadi secara drastis lantaran iklim global berubah. Sinar matahari terhalang oleh debu yang tersebar dalam jumlah besar di lapisan stratosfir.

Bumi memang berada pada daerah terpaan asteroid dan komet. Namun, atmosfir bumi melindungi penghuninya dari bebatuan ruang angkasa kecil seukuran butiran pasir atau kelereng yang setiap hari menghujani bumi. Kebanyakan asteroid mengikuti jalur edar antara dua planet, yaitu Mars dan Jupiter, tapi asteroid itu saling mempengaruhi dan bahkan terpengaruh oleh Jupiter. Akibatnya, sebagian asteroid keluar dari jalur dan kemudian memasuki orbit Mars atau Bumi.

Bintang berekor di malam hari adalah bukti benda ruang angkasa yang terbakar ketika memasuki atmosfir. Kebanyakan asteroid berdiameter 10 meter akan hancur sebelum menumbuk bumi. Walau demikian, masih ada beberapa pecahan yang sempat tiba di permukaan bumi.

Bagaimana kalau asteroid jatuh di laut? Jika jatuh di Laut Jawa misalnya, akan menimbulkan tsunami setinggi 130 meter. Dan mengakibatkan gelombang hebat yang menyapu kota-kota sejauh 10 mil dari garis pantai. Bukankah menurut para ilmuwan, punahnya dinosaurus akibat serangan meteor yang terjadi 65 juta tahun lalu?

Perhitungan orbit yang akurat adalah modal utama. Soalnya, menurut penelitian Spaceguard Survey yang menghabiskan US$50 juta selama 10 tahun -yaitu lembaga yang mampu menaksir populasi dan melakukan identifikasi besarnya obyek NEAR (Near Earth Asteroid Rendezvous) yang berpotensi menabrak bumi melalui penjejak sistematik yang terdapat pada monitor efektif- memperkirakan, sekitar 4.000 asteroid dengan ukuran satu kilometer ke atas, melintas di sekitar bumi. Dari jumlah itu, cuma 150 yang dapat dikenali. Sementara ukuran lebih kecil seperti yang jatuh di Tunguska, jumlahnya lebih banyak, yaitu 300.000.

Tim NEAT menghapus kekhawatiran itu melalui perhitungan mereka. Tapi Brian Marsden dari Smithsonian Astrosphysical Observatory, yang ikut mendorong penemuan kalkulasi garis orbit terakhir, masih penasaran. Marsden menyebutkan bahwa dasar perhitungan itu menurut gambar XF 11 yang ditangkap pada 1990. Bahwa perhitungan yang sangat akurat dapat dilakukan lagi saat XF 11 berdekatan dengan bumi pada 31 Oktober 2002. Melalui radar optik, garis edar XF 11 yang tepat bisa disimpulkan.

Benarkah kiamat akan terjadi pada tahun 2028 yang diakibatkan oleh XF 11 ?
Masih terlalu dini untuk menyimpulkan demikian, Asteroid XF 11 meskipun menghantam bumi dia tidak akan mengakibatkan hancurnya tata surya sebagaimana yang di jelaskan oleh Qur’an.

Menurut hukum Fisika, kecepatan pandangan mata sama besar dengan kecepatan gerak sinar atau gelombang radio. Sinar bergerak sekitar 186.282 mil sedetik. Dalam satu tahun atau selama 365 hari ada 31.536.000 detik. Jadi sinar bergerak dalam satu tahun sejauh 5.874.589.152.000 mil, dan ini dinyatakan 1 tahun sinar, biasanya angka ini dibulatkan menjadi 6 billion mil.

Sementara itu sinar dari matahari untuk mencapai bumi dibutuhkan waktu 8.3 menit [juga biasanya dibulatkan menjadi 8 menit sinar saja]. Jadi jika misalnya matahari itu mendadak hilang dari angkasa maka keadaan itu baru dapat kita lihat 8 menit kemudiannya, karena memang sekianlah kecepatan kejapan mata atau pandangan mata [menurut hukum Fisika].

Kini dikatakan Sa’ah itu lebih cepat lagi, maka kecepatan yang melebihi gerakan sinar untuk saat ini yang dikenal adalah komet. Dan komet itu melayang diantara bintang-bintang angkasa hanya dalam waktu beberapa saat saja, padahal seperti diketahui orang, jarak bintang terdekat adalah 4 tahun gerak sinar.

Jadi Sa’ah itu berlaku cepat sekali seperti kecepatan gerak komet [atau memang justru komet itu sendirilah yang dijadikan Allah selaku penyebab terjadinya Sa’ah nantinya ?].

Mari kita bahas masalah ini :
Komet adalah benda angkasa yang DIDUGA oleh para ahli terdiri dari debu, es dan gas yang membeku. Komet menyala dan membentuk ekor gas bercahaya tatkala lewat didekat matahari. Ia memiliki lintasan yang lonjong, berbeda dengan lintasan planet yang berbentuk lingkaran.
Komet terang sering tampak pada siang hari.
Ekornya bisa lengkung meliputi setengah bola langit, dan para Astronom juga menduga ada sekitar 100.000 buah komet diangkasa raya.

Dan sebagaimana yang dikatakan ayat 7:187 yang sudah kita ulas diatas, bahwa tidak akan ada seorangpun yang dapat meramalkan kapan saat Sa’ah itu terjadi.

Karenanya jika kita mencoba mengasumsikan bahwa memang komet itulah yang akan menjadi penyebab Sa’ah maka pantas ramalan para sarjana mengenai rombongan komet yang dapat dilihat dari bumi selalu gagal begitupun rombongan komet yang dinamakan Kohoutek pada bulan Desember 1973.

Ada satu ayat Qur’an yang cukup mengundang perhatian kita untuk menghubungkannya kepada penyebab kejadian pada hari Sa’ah itu, ayat tersebut adalah :

Dan yang menguasai itu berada atas bagian-bagiannya dan [benda] yang membawa semesta Tuhanmu diatas mereka ketika itu “Ada Delapan”. (QS. 69:17)

‘Arsy yang selama ini ditafsirkan oleh sebagian besar orang sebagai singgasana dimana Allah berdiam itu saya anggap keliru, sebab Allah tidak membutuhkan tempat, ruangan dan juga tidak terikat dengan waktu.

Jika dikatakan bahwa Allah *duduk* diatas ‘Arsy maka berarti Allah memiliki wujud yang sama seperti makhluk-Nya yang memerlukan tempat tinggal dan tempat bernaung, padahal Allah Maha Suci dan Maha Mulia dari semua itu ! Sungguh kontradiksi sekali dengan sifat-sifat keTuhanan yang dikenal didalam Islam sebagai Asma ul Husna .

Sungguh, jika kita mau memperhatikan Qur’an secara lebih teliti akan kita dapati beberapa pengertian untuk ‘Arsy ini, misalnya :

  1. Yang didirikan, yang dibangun seperti bangunan dijaman Nabi Sulaiman [27:38];
    bangunan dijaman Nabi Yusuf [12:100] atau bangunan yang ada di Palestina dahulu kala [2:259].
    Lebih jelas lagi ayat 7:137 dimana dinyatakan ‘Arsy itu berarti bangunan yang dibangun oleh Fir’aun.

  2. ‘Arsy juga berarti semesta raya atau universe karena dia dibangun atau didirikan oleh Pencipta Esa.
    Ayat tentang itu banyak sekali, diantara lain ayat 11/7, 7/54, 40/6, 39/75 dan 69/17.

Semua benda angkasa dinamakan semesta raya atau langit bagi manusia dan merupakan ‘Arsy Allah, termasuk planet-planet, bulan-bulan [satelites], komet dan apa-apa yang ada diantaranya. Semua benda itu dibangun oleh Allah sebagai yang dimaksud ayat 11:7.

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari [maksudnya 6.000 tahun karena 1 hari Allah = 1000 tahun manusia berdasarkan ayat 22:47] dan adalah semestanya atas Almaa’ …
(QS. 11:7)

Semesta raya disusun begitu rupa terdiri dari jutaan bima sakti/galaksi. Masing-masing bima sakti terdiri dari jutaan bintang yang setiapnya dikitari oleh planet-planet yang umumnya juga dikitari oleh bulan-bulan sebagai satelitnya. Satu bintang dengan beberapa planet dan bulannya dinamakan tata surya atau solar system.

Kita kembali pada ayat 69:17 sebelumnya yang mengatakan bahwa kelak pada hari Sa’ah akan ada 8 yang membawa semesta raya ini padanya yang karena itu dia disebut sebagai yang menguasai. Adalah satu hal yang cukup masuk akal jika kita telah berasumsi bahwa yang 8 dimaksudkan oleh Alqur’an ini adalah 8 rombongan komet yang akan datang dengan kecepatan penuh dan menjadikan penyebab hari Sa’ah tersebut.

Para ahli Astronomi telah sama mengetahui kedatangan suatu komet yang dinamakan komet halley ditaksir besarnya ribuan kali besar matahari dan panjangnya diperkirakan 500 juta mil atau lebih kurang 6 kali jarak antara matahari dan bumi [lebih panjang dari 1.000 AU].

Pada bulan April 1970 pernah pula kelihatan komet yang seperti itu bergerak dari belahan selatan ke utara selama sebulan penuh menjelang subuh.

Kalau orang hanya mengikuti pendapat dan dugaan ahli-ahli angkasa Barat tentang komet, maka akhirnya orang akan berpendapat bahwa komet itu hanya benda angkasa yang tidak perlu dihiraukan karena mereka menganggapnya tidak berarti sama sekali. Dan ini bertentangan dengan AlQur’an yang dengan nyata mengatakan bahwa Allah tidak pernah menjadikan langit dan bumi ini dengan kesia-siaan atau dengan kata lain tanpa maksud dan tujuan.

Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, dan itu telah menjerumuskan kamu, maka jadilah kamu orang-orang yang merugi. (QS. 41:23)

Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (QS. 45:24)

Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan dusta atas nama Allah pada hari kiamah ?
Sungguh, Allah Yang mempunyai karunia atas manusia tetapi kebanyakan mereka tidak berterimakasih.
(QS. 10:60)

Kalau bintang-bintang berfungsi mengatur kehidupan diplanet-planet yang mengorbitnya, maka komet merubah kehidupan secara mendadak, dia membentur semua bintang diangkasa luas secara berganti-ganti menurut ketetapan yang ditentukan Allah sesuai dengan arah layang komet yang tidak berorbit jelas.

Yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk atau dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. (mereka itu berkata): “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka selamatkanlah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)

Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya secara bermain-main.
(QS. 44:38)

Para Astronom Barat terlalu cepat mengambil kesimpulan untuk menentukan wujud dari komet itu dengan mengatakan ia terdiri dari debu, es dan gas yang membeku. Sebab jika benar demikian, maka tentunya komet itu akan jatuh kepada planet atau matahari seperti jatuhnya meteorities, padahal belum pernah diketahui sebuah komet telah jatuh seperti demikian. Begitupula halnya dengan orbit komet yang dianggap pula oleh Astronom Barat itu sebagai keluarga tata surya.

Orang seharusnya dapat mengambil pelajaran tentang komet Kohoutek pada bulan Desember 1973 yang ternyata telah keluar dari gugusan bintang lain, yaitu kelihatan dari celah-celah galaksi lain disemesta raya ini. Orang telah gagal dengan anggapannya yang mengatakan bahwa wujud komet terdiri dari pasir dan juga gagal dalam menentukan orbitnya yang dikatakan ellips, padahal sebenarnya komet itu mengedar tanpa orbit yang jelas.

Dalam hal ini manusia, khususnya umat Islam harus istiqomah terhadap kitab suci AlQur’an yang berisikan petunjuk dan sumber ilmu pengetahuan bagi manusia. Bukankah Allah sudah bersumpah pada ayat 37:1-5 dibawah ini yang menyamakan arti semesta raya yang berjuta milyar bintang dengan 8 buah benda berapi [komet] penghancurnya.

Demi [bintang-bintang] yang berbaris tersusun [disemesta raya],
Demi [benda angkasa] yang membentur dengan benturan
Demi [ayat-ayat Qur’an] yang menganalisakan pemikiran
Bahwa Tuhanmu adalah satu, yaitu Tuhan semua planet dan bumi ini serta apa yang ada diantaranya serta Tuhan bagi tempat-tempat terbit matahari [dalam setiap planetnya].
(QS. 37:1-5)

Orang tidak berkesempatan banyak untuk mempelajari komet karena terlalu jauh dan jarang sekali kelihatan, untuk komet Halley saja melakukan lintasan kepada matahari dalam kurun waktu 76 tahun sekali, komet Kohoutek 75.000 tahun untuk melengkapi peredarannya sedangkan komet Encke yang memiliki lintasan terpendek menghampiri matahari tiap 3,3 tahun sekali. Pada tahun 1993 Eugene dan Carolyn Shoemaker serta David Levy menemukan sebuah komet baru yang diberi nama komet Shoemaker-Levy 9 [sesuai dengan nama penemunya]

Informasi selengkapnya mengenai komet SL 9 ini bisa anda lihat dalam situs : http://www.seds.org/billa/tnp/sl9.html

Ayat 42:5 juga memberitahukan kepada kita bahwa pada masa lalu, pernah berlaku pendekatan layang sekelompok komet [yang besar] hingga merobah posisi planet-planet dalam tata surya ini. Akibatnya, terjadilah topan Nabi Nuh dan berpindahlah kutub-kutub bumi dari tempatnya semula ketempat yang baru sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.

Hampir saja planet-planet itu terseret [oleh komet] dari atasnya, dan malaikat tasbih dengan memuja Tuhan mereka serta memintakan ampun bagi orang dibumi. Ingatlah bahwa Allah itu Pengampun dan Penyayang.
(QS. 42:5)

Peristiwa Topan Nabi Nuh sudah ditentukan oleh Allah dengan rencana tepat dan logis, tidak semata-mata untuk mengazab mereka-mereka yang kafir terhadap petunjuk Nabi-Nya namun lebih jauh dari itu berfungsi untuk perbaikan stelsel tata surya, khususnya planet bumi.
[masalah ini akan kita bahas dalam artikel : Kealamiahan mukjizat Nabi Nuh dan Nabi Musa]

Seimbang dengan ayat 42:5 diatas, maka Ayat 69:13 menyatakan sebaliknya, bahwa kelak dikemudian hari serombongan komet akan datang membentur/menyeret tata surya kita, waktunya sangat dirahasiakan, hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Waktu itu akan tergoncanglah planet-planet dengan hebatnya terseret mengikuti layang sekumpulan komet itu dan musnahlah semua yang hidup kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah sebagaimana yang terdapat dalam ayat 39:68

Apabila ditiupkan sangkakala dengan sekali tiupan, terbawalah bumi ini dan semua tenaga alamiahnya lalu bergoncanglah ia sekali goncangan maka ketika itu menimpalah yang menimpa dan pecahlah tata surya ini pada hari itu menurut ketentuan. (QS. 69:13-16)

Dan ditiupkan sangkakala lalu mati apa-apa yang ada dilangit dan apa-apa yang ada dibumi kecuali apa saja yang dikehendaki oleh Allah, kemudian akan ditiupkan padanya [sekali lagi] maka tiba-tiba mereka bangkit [dari mati dan] menunggu [pengadilan Tuhan atas mereka]. (QS. 39:68)

Apakah dan bagaimana waktu itu kejadian penyeretan tata surya ini dan dengan jalan bagaimana pula Allah menjalankan hukum-hukum Kausalita-Nya untuk memberikan perlindungan kepada apa yang dikecualikan-Nya seperti pada ayat 39:68 diatas ?

Mari kita jawab bersama …
Perhatikan ulang firman Allah berikut ini :

Demi yang meluncur dengan cepatnya dan memercikkan api yang merubah waktu subuh dan menimbulkan debu yang berpusat padanya sebagai satu kesatuan. Sungguh, manusia itu tidak tahu berterima kasih kepada Tuhannya. (QS. 100:1-6)

Demi yang terbang dalam keadaan bebas, yang membawa beban berat yang bergerak dengan mudahnya dan membagi-bagi urusan; bahwasanya yang dijanjikan itu adalah benar. (QS. 51:1-5)

Demi yang membentur dengan benturan (QS. 37:2)

Dari ayat Qur’an diatas kita bisa membaca bahwa kelak akan datang sekumpulan benda angkasa yang meluncur dengan cepat sambil memercikkan api [QS. 100:1] yang telah ditentukan Allah untuk membentur tatasurya kita ini [QS. 37:2] lalu menyeretnya menurut layangnya disemesta luas [QS. 100:4] hingga habislah semua bintang diangkasa itu semuanya terseret pada waktu tertentu berturut-turut [QS. 51:4].

Waktu itu matilah semua makhluk berjiwa dalam daerah tatasurya [QS. 39:68] hari itu tidak ada tempat berlindung sama sekali bagi manusia sekalipun dia mencoba ke planet Saturnus dengan dugaan bahwa cincin yang melingkar pada Saturnus itu dapat melindunginya dan itu sudah dibantah oleh Qur’an pada 77:30-34 yang sudah kita bahas pada bagian atas.

Tolong perhatikan masing-masing ayat yang saya tunjuk diatas untuk menemukan relevansinya

Dengan ini saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa benda angkasa yang dimaksudkan kemungkinan besar adalah komet yang memiliki karakteristik nubuatan Qur’an.

Dan yang menjadi ekor komet sebagai yang kita lihat melayang diangkasa bebas adalah bintang-bintang dengan semua planet dan bulannya yang telah dibentur dan diseret oleh komet itu lebih dahulu. Demikian pula akan berlaku pada tata surya kita ini bila nanti sudah datang perintah dari Allah saatnya.

Lalu kenapa rombongan komet itu kelihatan kecil saja ?
Itu tidak lain karena disebabkan dia berada sangat jauh dibalik jutaan bintang atau malah mungkin pula dibalik jutaan galaksi. Suatu komet tidak dapat diperkirakan besarnya dengan satu kepastian, mungkin ribuan kali lebih besar dari matahari kita, dia bergerak tanpa orbit yang jelas karena dia terbentuk dari non partikel dengan massa yang semakin besar yang diakibatkan oleh sifat kohesi sesamanya dan bergabung dengan Nebula atau awan susu, dia lari dari partikel tetapi mempunyai sifat bergabung sesamanya seperti Ionosfir yang melingkupi planet.

Demikian pula komet lari dari setiap bintang yang ditemuinya tetapi karena terlalu besar dan terlalu cepat layangnya [dalam Qur’an diistilahkan yang terbang bebas dan berbeban berat serta mudah dalam pergerakan] maka dalam gerak demikian dia membentur setiap tatasurya yang menghalangi arah geraknya, langsung membentur dan menyeret. Waktu itu juga seluruh Ionosfir akan bergabung dengan komet, sehingga berakibat setiap tatasurya yang dibentur komet itu otomatis menurut kepada benda raksasa itu.

Ketika komet membentur tatasurya dia terpaksa merobah arah geraknya beberapa derajat karenanya komet itu nantinya akan menempuh seluruh daerah semesta raya, ditimbulkan oleh sifatnya yang anti partikel. Maka dari itu akan amat janggal sekali jika kita mengikuti Dugaan Astronomi Barat bahwa komet itu terdiri dari pasir atau es yang mengorbit keliling matahari kita.

Dengan sifat anti partikel itu, komet tidak menjalani garis orbit tertentu, karenanya sebagaimana yang sudah kita tuliskan pada bahagian atas bahwa orang pernah melihat komet itu bergerak dari selatan keutara atau sebaliknya. Jika komet termasuk keluarga tatasurya kita maka otomatis dia harus patuh pada hukum tatasurya dan bintang-bintang lain bahwa semuanya bergerak dari barat ketimur.

Pembenturan komet atas setiap bintang bukan terlaksana sekaligus, bukan dalam satu ketika melainkan melalui proses ilmiah yaitu secara berangsur-angsur sehingga kian lama wujudnya semakin membesar dalam masa yang amat panjang dan itu telah mulai terjadi semenjak ribuan tahun yang lalu dan akan tetap seperti itu hingga masa ketentuan itu diberlakukan Allah.

Mungkin hal itu susah digambarkan dalam ingatan bahwa langit biru yang ada diatas kita ini kelak tiada lagi berbintang karena semuanya mengikut pada 8 rombongan komet seolah komet itu yang menguasai semesta raya.

Dan yang menguasai itu berada atas bagian-bagiannya dan yang membawa semesta Tuhanmu diatas mereka ketika itu “Ada Delapan”. (QS. 69:17)

Bahwa setiap planet itu berputar disumbunya untuk mewujudkan siang dan malam serta Timur dan Barat bagi permukaan masing-masing planet itu adalah sudah satu hukum yang pasti dalam ilmu Astronomi. Semua bintang berada pada posisi tertentu disemesta raya dengan sifat Repellent antara satu dengan lainnya tersusun rapi sesuai dengan hukum-hukum yang sudah ditetapkan Allah.

Sungguh, Allah menahan planet-planet dan bumi agar tidak luput /dari garis orbitnya/,
Jika semua itu sampai luput, adakah yang dapat menahannya selain Dia ?
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
(QS. 35:41)

Tapi mesti dijelaskan disini dalam hubungannya dengan banyak ayat Qur’an yang lain serta kajian Ilmu pengetahuan modern, setiap planet memiliki Rawasia [tenaga alamiah] Simple karenanya tidak akan kejadian dua planet dempet bersatu; sebaliknya setiap planet dalam tatasurya ini akan dempet bersatu dengan matahari yang dikitarinya namun tidak akan lebur mencair karena masing-masingnya dikungkung oleh batang magnet yang membujur dari Utara ke Selatan.

Hal ini berlaku sewaktu tatasurya ini diseret oleh komet sehingga menyebabkan susunan planet kacau balau.
Orbit dan jarak tertentu tak terlaksana lagi masing-masingnya tertarik jatuh pada matahari disebabkan Rawasia yang berlainan. Setiap planet itu melekat pada matahari dalam keadaan utuh berupa globe yang senantiasa bulat dan tetap berputar disumbunya.

Masalah Rawasia/Batang Magnet/Tenaga Alamiah ini sudah kita bahas dalam artikel Mengungkap konstruksi piring terbang

Hal demikian sangat penting sekali terjadi karena dengan itu tidak akan kejadian adanya suatu planet dalam tatasurya kita ditarik oleh bintang lain, tetapi hal itu pulalah yang menyebabkan permukaan setiap planet terbakar, lautan menguap habis, gunung-gunung meleleh dan setiap benda mencair jadi atom asal seperti diterangkan oleh ayat 81:1 s.d 81:6

Ketika matahari digulung (olehnya) dan bintang-bintang meluluh, tenaga alamiah pun terlepaskan [dari posisi orbitnya], relasi (hubungan molekul pada benda) ditinggalkan dan semua unsur dikumpulkan serta lautan mendidih. (QS. 81:1-6)

Akan tetapi lain keadaannya dengan bulan-bulan yang menjadi satelit mengitari planet.
Untuk itu AlQur’an menerangkan :

Semakin dekat Sa’ah dan terpecahnya bulan-bulan. (QS. 54:1)
Dan lenyaplah bulan-bulan itu serta dikumpulkanlah bulan-bulan itu bersama matahari. (QS. 75:8-9)

Bulan memiliki Rawasia Spot atau Mascon, yaitu titik pusat magnet yang berada dalam tubuhnya, karena itu dia tidak pernah berputar tetapi mengedar keliling planet. Makanya bulan terwujud dari pasir halus tak memadat, bergravitasi sangat lemah. Bulan mengorbit matahari dengan jarak 384,400 km dari planet bumi kita dan bergaris tengah 3476 km dengan massa 7.35e22 kg.

Sewaktu planet-planet jatuh tertarik dempet pada matahari pada hari Sa’ah tersebut maka setiap bulan itu tak mungkin mempertahankan wujud globenya, masing-masing akan meleleh menjadi satu dengan matahari dan mulai saat itu hilanglah bulan untuk selama-lamanya sebagaimana tercantum pada ayat 75:8-9 diatas dan sesuai pula dengan ayat 39:68 yang menyatakan bahwa pada ledakan pertama itu semua yang hidup akan mati kecuali apa-apa yang dikehendaki oleh Allah, dan secara kesimpulan *goblok* salah satu benda yang tidak akan dimusnahkan oleh Allah itu adalah planet bumi kita ini sebab pada saat itu bumi tidak lebur kedalam matahari dalam pengertian meleleh melainkan akan mewujudkan satu keadaan baru sebagaimana yang diterangkan Allah dalam firman-Nya yang lain serta beberapa Hadist Nabi Muhammad Saw yang akan kita bahas dibawah ini :

Pada hari Kami putarkan tata surya ini laksana putaran radiasi untuk ketetapan-ketetapan [Kami].
Sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya kembali sebagai janji atas Kami. Sungguh pasti akan Kami tepati [janji itu]. (QS. 21:104)

[Yaitu] hari dimana bumi diganti dengan bumi yang lain [dalam rupanya] begitu pula planet-planet, dan mereka semuanya tunduk kepada Allah yang Esa dan Perkasa. (QS. 14:48)

Wahai manusia, insyaflah pada Tuhanmu,
Bahwa goncangan Sa’ah itu adalah sesuatu yang amat dahsyat. (QS. 22:1)

Dia berfirman: “Di sana engkau hidup dan disana pula engkau akan mati, dan dari sana pula engkau akan dibangkitkan. (QS. 7:25)

Dari Sahal bin Sa’ad ra. katanya:
Rasulullah Saw bersabda: “Dikumpulkan manusia pada hari kiamat di Bumi yang putih kemerah-merahan bagai dataran yang bersih, tidak ada tanda-tanda penunjuk untuk siapapun”. (HR. Imam Muslim)

Dari Mikdad bin Aswad ra. katanya:
Rasulullah Saw bersabda: “Didekatkan matahari kepada manusia dihari kiamat sehingga jarak matahari dari mereka sekira satu mil. Manusia digenangi keringat menurut ukuran amal mereka…” (HR. Imam Muslim)

Jadi jelaslah bahwa bumi kita ini dan juga matahari tidak akan hancur saat itu melainkan akan diperbaharui bentuk dan keadaannya sebagaimana Firman Allah dan Hadist Rasul diatas.

Sampai disini maka usailah bagian pertama dari pembahasan kiamat ini, dan kita akan meneruskan pembahasan Kiamat ini kearah yang lebih jauh lagi pada artikel Mengungkap Hidup Setelah Mati .

Khusus bagi anda yang muslim dan tidak terlalu suka mencampur baurkan Science dan Qur’an saya persilahkan memindahkan situsnya ketempat lain karena pembahasan berikutnya jika tidak hati-hati dalam memahami ayat-ayat Allah dapat membuat anda meragukan akidah anda terhadap Islam dan dapat menimbulkan fitnah anda kepada saya sebagai penulisnya.

Sungguh, Allah menahan planet-planet dan bumi agar tidak luput /dari garis orbitnya/,
Jika semua itu sampai luput, adakah yang dapat menahannya selain Dia ?
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. 35:41)

Semesta raya ini berasal dari Alma’ yang diberi Rawasia.
Rawasiya merupakan turunan kata rasa /meneguhkan, mengikat, menambat/, dan dengan demikian memiliki arti peneguh, pengikat, penambat atau gaya alami yang menyusun tata letak dan tata gerak semesta.

Para ilmuwan sendiri telah merumuskan empat gaya alami yang mengatur matematika tata letak dan tata gerak semesta. Pertama adalah gravitasi yang membuat materi bermassa saling tarik. Kedua adalah elektromagnetika yang bekerja pada muatan listrik yang diam dan bergerak, termasuk antara inti atom dan elektron. Ketiga adalah interaksi lemah yang mengikat inti atom. Dan keempat adalah interaksi kuat yang mengikat partikel yang menyusun inti atom.

Dengan berbagai sistem Rawasia itu terwujudlah berbagai macam benda angkasa, terpisah menurut keadaan dan susunan sebagaimana yang terlihat sekarang. Namun meski semua benda-benda angkasa, terutama planet-planet memiliki Rawasia tetapi masing-masingnya mempunyai daya tarik yang berbeda. Hal itu tergantung pada jarak sesuatu planet dari matahari selaku titik pusat yang dikitari.

Semakin dekat suatu planet pada matahari semakin kecillah daya tarik magnetnya dan semakin teballah atmosfir yang melingkupi planet itu. Sebaliknya bila suatu planet jauh dari matahari maka nilai tarik magnetnya lebih besar dan atmosfirnya lebih tipis. Demikian pula susunan bintang-bintang yang mengorbit dalam daerah suatu galaksi, berbeda-beda pula nilai tariknya.

Bumi dan planet lainnya memiliki Rawasia dengan sistem yang dinamakan Simple, untuk contohnya kita pakai planet bumi ini sendiri: Dari utara keselatan membujur Rawasia atau batang magnet yang memutar bumi ini 3600 dalam waktu 24 jam /tepatnya 23 Jam 56 menit/.

Hal itu berlaku berkepanjangan. Kutub utara bumi adalah ujung Rawasia dengan magnet negatif dan diselatannya positif, yaitu kebalikan dari unsur magnet yang dimiliki matahari pada kedua kutubnya, dan hal inilah yang menyebabkan adanya tarik menarik antara bumi dan matahari disepanjang jaman. Bumi berputar disumbunya sambil beredar mengelilingi matahari pada jarak tertentu yang diperkirakan sejauh 93.000.000 mil.

Kutub utara bumi menarik unsur positif dari permukaan matahari sembari membuang unsur negatif yang ditarik oleh kutub utara matahri. Kutub selatan bumi menarik unsur negatif sembari membuang unsur positif yang ditarik oleh kutub selatan matahari.

Unsur magnet yang dikutub utara dan selatan bumi berpapasan dalam perut bumi dan perantukannya bisa menimbulkan gempa dan letusan gunung. Jadi magnet bumi ini hanya keluar dikutub-kutubnya dan karenanya permukaan planet ini membeku praktis dipakai untuk tempat kehidupan. Fungsi Rawasia yang demikian kita namakan dengan sistem Simple.

Kalau orang memperhatikan kedudukan pool magnet bumi di utara dan di selatan,terbuktilah bahwa pool atau ujung Rawasia itu senantiasa berpindah tempat sejauh maximal 100 dari kutub putaran bumi atau sejauh 1.100 kilometer. Hal ini cocok dengan maksud ayat berikut :

Dan Dia tempatkan Rawasia di bumi untuk memberi kekuatan padamu, dan siang-siang dan garis edaran agar kamu mendapatkan petunjuk, dengan kompas dan dengan matahari /bintang-bintang/ mereka /akan/ mendapat petunjuk.(QS. 16:15-16)

Maksudnya adalah bahwa adakalanya matahari tepat menyinari daerah equator bumi, waktu itu tercatat tanggal 21 Maret dan 22 September. Jika pada kedua tanggal itu orang memperhatikan kompas akan kelihatanlah kedua jarumnya tepat menunjuk kearah utara dan selatan kutub putaran bumi. Ini memperlihatkan bahwa antara kedua ujung Rawasia bumi terbentuk segitiga sama kaki dengan matahari sebagai titik sudut ketiga.

Adakalanya matahari itu miring keselatan, penanggalan waktu itu mencatat tanggal 22 Desember, berlakulah puncak musim panas dibelahan selatan bumi dan puncak musim dingin dibelahan utara bumi. Sebaliknya tanggal 21 Juni, matahari berada maksimal diutara dan berlakulah siang yang panjang dibelahan utara bumi dan malam yang panjang dibelahan selatan.

Pada kedua tanggal itu orang akan dapat memperhatikan bahwa jarum kompas berpindah sejauh 100 dari kutub utara putaran bumi karena sebagai dikatakan tadi : Ujung Rawasia bumi senantiasa membentuk segitiga sama kaki dengan matahari.

Bumi yang beratnya sekitar 600 trilyun ton tidak jatuh pada matahari karena daya lantingnya (centrifugal) dalam mengorbit, sebaliknya dia tidak terlanting jauh keluar garis orbitnya ditahan oleh daya jatuhnya /gravitasi/ pada matahari sebagai pusat orbit. Daya lanting bumi dan daya jatuhnya sama besar disebut orang dengan Equillibrium, karena itu sampai sekarang bumi yang kita diami ini senantiasa berputar beredar mengelilingi matahari.

AlQur’an sering menjelaskan persoalan rotasi dan orbit benda-benda angkasa, tidak bertiang dan tidak bertali, semuanya bergerak dalam keadaan bebas terapung. Hanya Rawasialah yang berlaku sebagai tenaga sentrifugal dan gaya tarik universal yang menyebabkan setiap planet itu berputar disumbunya sembari membawanya berkeliling matahari.

Kini kita misalkan saja, bagaimana kalau daya lanting bumi dipakai sedangkan daya jatuhnya ditiadakan ?
Waktu itu praktis bumi ini akan melayang jauh meninggalkan matahari sebagaimana yang diungkapkan dalam surah 35:41 diatas. Jadi tenaga centrifugal demikian dapat dipakai untuk terbang jauh jika tenaga gravitasi dihilangkan. Akhirnya kita terbentur kepada : Bagaimana cara menghilangkan daya jatuhnya itu ?

Suatu cara adalah dengan memutar bagian pesawat secara horizontal, bila putaran itu semakin cepat akan semakin besarlah daya centrifugal dan semakin kecillah daya gravitasi, akhirnya daya jatuh itu akan hilang sama sekali dan mulailah pesawat terangkat dengan mudah tanpa pengaruh tarikan bumi.

Tentu orang akan heran : bagaimana pula pesawat dapat berputar terus menerus tanpa tumpuan ?
Dari itulah kita namakan pesawat itu dengan Shuttling System yaitu pesawat berupa piring dempet yang ditengahnya tempat penumpang :

  1. Bagian atas, kita namakan Positif, berputar kekanan, semakin kepinggir massanya lebih tebal dan berat.
  2. Bagian bawah, kita namakan Negatif, berputar kekiri, semakin kepinggir massanya lebih tebal dan berat.
  3. Bagian tengah, kita namakan Neutral, tempat awak pesawat serta perlengkapan dan mesin yang memutar positif dan negatif sekaligus.

Perlu ada satu mesin yang memutar dua piring pesawat itu dari dalam. Tidak jadi masalah apakah mesin itu sama dengan yang memutar propeller kapal udara ataukah yang mengangkat roket Apollo dari bumi.

Keliling pinggiran positif dan negatif boleh diberi gerigi yang menolak udara sewaktu berada dalam atmosfir. Udara yang ditolak kekiri oleh Negatif disambut tolakan kekanan oleh Positif. Keadaannya dapat diatur begitu rupa hingga hal itu jadi tenaga untuk mengangkat pesawat yang bebas gravitasi atau pinggiran itu boleh pula licin saja maka tenaga naiknya harus ditimbulkan oleh ledakan dari dalam seperlunya.

Keseimbangan putaran Positif dan Negatif yang berlawanan arah ditimbulkan oleh satu roda gigi yang digerakkan oleh mesin dalam ruang Neutral. Semakin cepat putarannya akan semakin hilanglah bobot pesawat itu untuk jatuh kebumi, karenanya pesawat itu dapat turun naik dengan mudah atau berhenti diudara.

Bagian Neutral yang memang tebal ditengahnya, disana ada mesin yang memutar Positif dan Negatif berlawanan arah hingga pesawat itu tidak goncang. Kecepatan putaran itu akan menghilangkan bobot Neutral itu sendiri, karenanya pinggiran Negatif dan Positif harus lebih berat.

Bagian Neutral memiliki saluran keatas dan kebawah pada pusat Positif dan Negatif. Saluran itu diperlukan untuk radar dan peneropongan. Pintu masuk terdapat dipusat Positif, yaitu diatas pesawat. Pinggiran yang tipis dari Neutral diberi saluran-saluran penembakan untuk keseimbangan dan pembelokan serta untuk keperluan lainnya.

Akhirnya pesawat itu berupa piring terbang kebal peluru, tak membutuhkan landasan tertentu, dapat bergerak dengan kecepatan tinggi, water proff, dapat leluasa untuk berbagai keperluan didarat dilaut dan diangkasa bebas tanpa bobot. Baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang, efektif, tidak memerlukan bantuan dan pengawasan dari pangkalannya.

Pesawat seperti ini sudah pernah dibuat pada jaman Nabi Sulaiman, hal ini terlihat dari ayat AlQur’an berikut :

Lalu Kami jadikan Sulaiman memahaminya. Setiap orangnya Kami beri hukum dan pengetahuan; dan Kami edarkan bersama Daud gaya-gaya alamiah/Rawasia dan burung-burung yang bertasbih. Dan Kamilah yang melakukannya.
(QS. 21:79)

Dan bagi Sulaiman angin; yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan sebulan perjalanan dan diwaktu sorenya sebulan (pula) dan Kami suruh menyelidiki baginya sumber logam. Diantara Jin ada yang bekerja dihadapannya dengan izin Tuhannya; dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya siksaan api yang menyala.

Mereka mengerjakan untuknya apa yang dia kehendaki dari gedung-gedung pencakar langit dan patung-patung, serta piring-piring seperti kolam dengan roda-roda yang bersumbu. Bekerjalah hai keluarga Daud sambil bersyukur, dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.
(QS. 34:12-13)

Analisis saya, bahwa Nabi Sulaiman dengan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang dipahaminya berkat kebijaksanaan Allah, telah mampu memahami hukum-hukum alam termasuk apa yang kita sebut sekarang dengan aerodinamika, kekekalan massa, kekekalan energi dan lain sebagainya sehingga beliau dapat menundukkan alam yang pada konteks disini khususnya adalah angin sehingga dengan tekhnologinya beliau mampu melakukan perjalanan secepat kilat yang perjalanannya diwaktu pagi lamanya dengan perjalanan yang ditempuh oleh manusia biasa adalah satu bulan !

Jelas Nabi Sulaiman meskipun berkedudukan sebagai seorang Nabi, ia tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dalam bertindak, makanya tidak mungkin beliau itu menundukkan angin seperti cerita-cerita dongeng Abrakadabra layaknya sosok Superman atau Gatot Kaca meskipun jika dia mau bisa saja melakukannya, tapi Allah senantiasa menetapkan hukum-hukumNya kepada manusia secara logis dan dinamis.

Tentunya sang Nabi telah mempergunakan pesawat didalam bepergiannya yang sangat cepat itu !
Dan bahan pesawat tersebut sebagimana yang tersirat dalam ayat AlQur’an diatas adalah terbuat dari logam dengan menggunakan sumbu-sumbu pada bagian bawahnya sebagai tenaga naik mula-mula keatas untuk menghindari pengaruh gravitasi bumi.

Istimewanya lagi, pesawat kendaraan Nabi Sulaiman ini berbentuk piring yang laksana kolam besarnya dan mampu untuk mencapai gedung-gedung pencakar langit yang dibuat oleh umatnya, sehingga memudahkan semua urusannya, termasuk memonitor kerja para prajurit dan umatnya dari ketinggian.


Ingat .. selain berpangkat sebagai Nabi Allah Sulaiman juga berkedudukan sebagai seorang raja waktu itu.
Apa yang sudah dicapai oleh Nabi Sulaiman dalam konstruksi pesawat terbang waktu itu, belumlah bisa kita wujudkan secara keseluruhan pada masa ini, kita baru bisa memotong kompas yang amat sederhana, jika sebelumnya perjalanan dari Palembang ke Jakarta ditempuh berkendaraan darat memakan waktu l/k 1 hari penuh /tanpa berhenti/, dengan pesawat terbang bisa dicapai dalam waktu 1 jam.

Namun Nabi Sulaiman ?
Perjalanannya di waktu pagi sama dengan sebulan perjalanan manusia biasa !
Bayangkan .. berapa kecepatan yang dapat ditempuh oleh beliau dalam mengelilingi bumi ini bahkan hingga naik keluar angkasa dalam satu perjalanan waktu Sulaiman.

Disini kita kembali berurusan dengan masalah ruang dan waktu yang selalu menjadi salah satu topik utama Qur’an. Pada pembahasan yang lalu kita telah mengadakan perhitungan :

1 hari Allah = 1000 tahun manusia (QS. 22:47)
1 hari malaikat = 50.000 tahun manusia (QS. 70:4)
1 hari Nabi Sulaiman = 2 bulan manusia (QS. 34:12)

Bandingkan dengan waktu tempuh Rasulullah Muhammad Saw Al-Amin selaku Nabi penutup dalam perjalanannya ke Muntaha melewati garis tengah bima sakti yang dalam perhitungan sekarang = 10 milyard tahun cahaya dalam waktu 1 malam atau 1/2 hari manusia untuk menghadap Allah !

Sungguh .. Allah maha besar dan maha berkuasa atas segala sesuatunya.

Pada bahagian yang lain, AlQur’an juga menyatakan bahwa tekhnologi yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman juga telah mencakup tekhnologi tranformasi, ingat pada peristiwa pemindahan singgasana ratu Saba’ yang dilakukan oleh seorang manusia yang mempunyai ilmu dari kitab dari kerajaan Nabi Sulaiman.

Dia berkata: “Wahai masyarakat, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang muslimin ?”.

Berkatalah ‘Ifrit dari golongan Jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu beranjak dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat membawanya lagi dapat dipercaya”.

Berkatalah seorang yang mempunyai pengetahuan dari kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata:”Ini karunia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyukur atau mengingkari ? Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.
(QS. 27:38-40)

Dr. Yahya Sa’id al-Mahjari, seorang sarjana Muslim Arab dari Mesir yang sekarang bertugas sebagai konsultan utama tentang keadaan energi dan lingkungan pada pusat Pengkajian Teknologi di Finlandia mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh orang tersebut dipandang dari sudut ilmu pengetahuan modern yang ada pada kita sekarang ini benar-benar suatu langkah maju sekali.

Pertama, dia telah mengubah singgasana Ratu Saba’ menjadi semacam energi /tidaklah penting apakah energi itu berupa panas seperti yang kita dapatkan dari peralatan atomik model sekarang yang berkapasitas rendah/ namun suatu energi yang menyerupai listrik atau cahaya dapat dikirim lewat gelombang listrik magnetik.

Kedua, ia berhasil mengirim energi itu dari negri Saba’ di Yaman kenegri Nabi SUlaiman di Palestina. Karena kecepatan penyebaran gelombang listrik magnetik sama dengan kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km perdetik, maka waktu yang ditempuh energi itu untuk sampai kenegri Nabi Sulaiman adalah kurang dari satu detik, meskipun jarak antara Saba’ dan kerajaan Nabi Sulaiman mencapai 3.000 kilometer.

Ketiga, ia mampu mengubah energi itu, ketika tiba dikerajaan Nabi Sulaiman, menjadi materi sama persis seperti gambaran materi sebelumnya /proses materialisasi/, artinya, setiap benda, bagian dan atom kembali kebentuk dan tempat asalnya semula.

Sesungguhnya energi /at-thaqqah/ dan materi /al-maddah/ adalah dua bentuk berbeda dari benda yang sama. Materi bisa berubah menjadi energi dan sebaliknya. Manusia saat ini telah berhasil mengubah materi menjadi energi dalam berbagai perlengkapan atau peralatan dengan memanfaatkan energi atom antara lain melahirkan atau memproduksi energi listrik untuk kemaslahatan peradaban manusia banyak.

Meskipun demikian, kemampuan manusia dalam mengubah materi menjadi energi masih berada dalam tahap perbaikan serta pengembangan. Demikian pula, manusia telah berhasil kendatipun dalam kadar sangat minim dan rendah, mengubah energi menjadi materi dengan alat yang disebut Akselerator partikel /particel accelerator/.

Walaupun demikian, kadar kemampuan dalam hal itu masih terus ditingkatkan dan disempurnakan, sehingga kita akan sampai pada satu kesimpulan, pengubahan materi menjadi energi dan sebaliknya merupakan pekerjaan yang dapat dilakukan secara ilmiah dan praktis.

Jika manusia kelak bisa melakukan perubahan antara materi dan energi dengan mudah, maka pasti ia akan menghasilkan perubahan total dan mendasar. Bahkan, boleh jadi, manusia melahirkan revolusi besar-besaran dalam kehidupan modern sekarang. Salah satu sebab yang memungkinkan pengiriman energi adalah menggunakan kecepatan cahaya pada gelombang mikro ketempat mana saja yang kita inginkan, yang kemudian kita ubah kembali menjadi energi.

Dengan cara itu, kita bisa mengirim peralatan atau perlengkapan apa saja, bahkan rumah berikut isinya bisa dipindahkan kedaerah mana saja dimuka bumi ini menurut pilihan kita atau malah dipindahkan kebulan atau Mars sekalipun hanya dalam beberapa detik atau beberapa menit saja, sebagaimana yang sering kita tonton dalam serial televisi StarTrex.

Tetapi satu hal yang masih diakui sebagai kendala utama oleh para sarjana fisika untuk membuktikan mimpi ini adalah menggabungkan dan merangkaikan bagian-bagian atau atom-atom partikel dalam bentuk aslinya secara sempurna sehingga setiap atom diletakkan pada tempat semula sebelum atom itu diubah menjadi energi guna melakukan tugas pokoknya.

Masih ada kesukaran lain yang harus dihadapi oleh Sains modern, yaitu kemampuan menghimpun gelombang elektro magnetik yang ada sekarang, yang tampaknya hanya 60% saja. Ini disebabkan berpencarnya gelombang itu diudara.

Mengubah materi menjadi gelombang mikro telah tercapai sekarang ini dengan metode yang ditempuh manusia dalam bentuk aslinya yang memerlukan pengubahan materi menjadi energi panas, lalu energi mekanik kemudian energi listrik dan terakhir dikirimkan lewat gelombang mikro.

Itulah sebabnya kita mendapatkan bahwa bagian terbesar dari materi yang kita dahulukan membuatnya itu tercerai-berai dicelah-celah perubahan tersebut, dan sisanya -hanya bagian kecil- saja yang dapat kita kirimkan lewat gelombang mikro. Kemampuan pengubahan energi mekanik menjadi energi listrik tidak akan lebih dari 20%.

Meskipun kita telah melewati kelemahan teknologi sekarang dalam mengubah uranium menjadi energi, maka yang berubah menjadi energi itu hanyalah bagian kecil dari uranium. Sementara sisanya ada pada panas nuklir yang memancarkan energinya pada ribuan dan jutaan tahun dan berubah menjadi anasir lain sehingga akhirnya menjadi timah.

Jika saja kita bisa memanfaatkan sebagian lagi dari materi yang tercerai-berai itu, tentulah berarti jika kita mulai membuat singgasana Ratu Saba’, lalu kita ubah menjadi energi melalui suatu metode tertentu dan kita kirimkan energi ini via gelombang mikro kemudian gelombang ini kita terima lagi lalu kita ubah sekali lagi menjadi energi atau diubah menjadi materi, maka kita tidak akan mendapatkan lebih dari 5% dari singgasana Ratu Saba’ itu.

Sisanya tercerai-beraikan dicelah-celah perubahan-perubahan itu jika kita lihat kemampuan paling minimal dalam praktik ini. Yang 5% dari materi asli itu tidak akan cukup untuk membangun satu bagian kecil saja dari singgasana Ratu Saba’, baik kakinya maupun tangannya.

Namun hasil yang dicapai oleh prajurit Nabi Sulaiman itu adalah 100% sehingga sang Nabi sendiri berkata sebagaimana disebutkan dalam AlQur’an, Ia berkata: Ubahlah singgasananya itu; Akan kita lihat apakah dia mengenalinya ataukah tidak. Maka tatkala ia datang ditanyakanlah kepadanya:”Serupa inikah singgasanamu ?” Dia menjawab:”Seakan-akan singgasana ini adalah singgasanaku ! kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri”. (QS. 27:41-42)

Sayangnya, sebagaimana yang umum terjadi disetiap negri yang makmur, akan selalu ada kelompok-kelompok tertentu yang iri dan dengki dengan keberhasilan orang lain, begitupula halnya dengan pemerintahan Nabi Sulaiman, ada orang-orang yang ingkar kepada Allah dan kenabiannya mengatakan hal-hal yang mereka buat-buat :

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan tentang kerajaan Sulaiman padahal Sulaiman tidaklah kufur, melainkan setan-setan itu yang kufur. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan yang diturunkan atas dua orang berkuasa di Babilon bernama Harut dan Marut. Padahal tidaklah keduanya mengajar seseorang sebelum mengatakan: “kami tidak lain hanya ujian, karenanya jangan kamu kufur”. (QS. 2:102)

Sulaiman, adalah seorang yang cerdas dan mumpuni serta mendalam ilmunya, baik dibidang tekhnologi maupun psikologi, dia juga mengetahui bahwa betapa kekuasaan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya adalah suatu hal yang berat dan penuh tanggung jawab, ia pesimis bahwa sepeninggalnya kelak kerajaannya akan tetap langgeng, aman sejahtera sebagaimana sewaktu dia masih ada, selain itu ia juga khawatir bahwa ketinggian tekhnologi kerajaannya itu akan menimbulkan kekacauan dan malapetaka bagi manusia jika sampai jatuh ketangan yang tidak bertanggung jawab.

Karenanya Sulaiman dengan kedudukannya sebagai seorang Nabi telah berdoa kepada Allah :

Ia berkata:”Ya Tuhanku ! berilah perlindungan kepadaku dan karuniailah untukku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapapun sesudahku, karena Engkau sungguh Yang Maha pemberi”.
(QS. 38:35)

Sungguh besar perhatian Nabi Sulaiman bagi peradaban manusia, melalui doanya itu, beliau bukan ingin menghalangi orang lain mencapai peradaban yang tinggi melampui apa yang dicapainya, melainkan malah ingin menghindarkan kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh kemajuan itu sendiri.

Apa yang telah dicapai oleh Nabi Sulaiman, sebuah kerajaan yang besar dan megah, beristanakan kaca serta dipenuhi dengan berbagai gedung yang menjulang tinggi dan pesawat udara canggih berbentuk piring yang kecepatannya dalam sehari dua bulan perjalanan manusia biasa disertai pula kemampuannya berbahasa binatang sekaligus mampu mengendalikan prajurit dan buruh tangguh yang terdiri dari Jin dan manusia serta pasukan burung yang dapat ia perintah menurut apa yang dikehendakinya lengkap dengan segala kemajuan tekhnologinya, termasuk transformasi.

Bagi Sulaiman angin yang berpusar dan berhembus dengan perintahnya kenegeri yang telah Kami berkati. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 21:81)

Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib. (QS. 27:17)

Juga segolongan syaitan-syaitan yang menyelam untuknya serta mengerjakan pekerjaan selain daripada itu; dan Kami peliharakan mereka /bagi Sulaiman/. (QS. 21:82)

Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana itu.” Maka ketika dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam, dan disingsingkannya dari kedua kakinya. Berkatalah dia /Sulaiman/: “Sungguh itu adalah istana licin yang terbuat dari kaca”. Berkata dia : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. 27:44)

Apa jadinya jika kekuasaan yang dicapai oleh Nabi Sulaiman itu dipegang oleh orang lain dan dibuat untuk kerusakan sesama manusia ? Sungguh sukar untuk dibayangkan.

Dengan tidak mempersempit pemikiran mengenai fenomena UFO, ETI, dan hal-hal lainnya yang berbau makhluk luar angkasa, ada satu kemungkinan yang prosentasenya berbanding sama, bahwa apa yang kita lihat selama ini dengan UFO dan berbagai fenomena mengelilinginya tidak lain adalah sisa-sisa peradaban yang dilestarikan oleh para Jin & Setan hingga hari ini dan diajarkan kepada beberapa orang manusia tertentu /Dajjal ?/ untuk membuat keributan didunia ramai.

Selanjutnya anda bisa membaca secara lebih luas dan dalam mengenai kemungkinan ini pada buku :Dajjal akan muncul dari segitiga Bermuda karangan Muhammad Isa Dawud terbitan Pustaka Hidayah 1996, yang dilengkapi dengan berbagai dalil dan fakta yang tentunya bentuk penguraian beliau akan berbeda dengan apa yang saya uraikan dan pahami.

Selain itu, anda juga saya sarankan untuk membaca buku Makhluk Angkasa Luar & AlQur’an karangan Su’ud Muliadi SM HK, terbitan PT. Garoeda Boeana Indah Pasuruan, disana anda akan mendapatkan banyak sekali fakta-fakta dan data-data yang otentik seputar UFO dan kejadian-kejadian yang melingkupinya dari abad keabad.

[Lanjutan mengungkap Kiamat]

Sebelum anda meneruskan bacaan anda ini saya ingatkan kepada anda yang Muslim namun tidak terbiasa dengan gaya penjabaran ayat-ayat Qur’an secara ilmiah untuk segera memalingkan situs anda dari sini karena dalam penulisan ini anda nantinya akan dibuat terkejut dengan beberapa analisa dan pentafsiran saya terhadap Kitabullah AlQur’an Al-Karim dan Hadist Rasulullah Muhammad Saw yang bukan suatu hal mustahil anda dapat terjerumus dalam pemahaman yang keliru sehingga menggoyahkan akidah dan keimanan anda sekaligus mengadakan fitnahan terhadap diri saya.

Pada bagian yang lalu kita sudah membicarakan perihal kejadian kiamat yang data-datanya kita ambil dari dalam Qur’an suci dan kita hubungkan pula dengan fenomena alamiah serta kajian Science Modern yang mana pada pembahasan tersebut kita asumsikan bahwa komet adalah sebagai penyebab dari Sa’ah tersebut.

Sekarang kita akan mencoba mengupas apa dan bagaimana kelanjutan setelah Sa’ah itu terjadi serta apa yang dimaksud dengan tiupan sangkakala kedua yang menjadi pertanda untuk kebangkitan manusia seperti yang digambarkan oleh Kitabullah.

    Demi yang terbang dalam keadaan bebas,
    Yang membawa beban berat
    Yang bergerak dengan mudahnya
    Dan membagi-bagi urusan;
    Bahwasanya yang dijanjikan itu adalah benar.
    (QS. 51:1-5)

Diwaktu kedatangan komet membentur tatasurya ini, semua Ionosfir yang melingkupi planet-planet dan bumi akan bergabung dengan komet tersebut dan tinggallah lagi Atmosfir bagaikan telanjang hingga pandangan mata manusia yang hidup kembali nantinya akan dapat melihat semua benda angkasa lainnya tanpa penghalang seperti keadaannya kini yang terhalang dan dihiasi oleh lapisan itu.

Setelah kedelapan komet besar itu selesai membentur dan menyeret semua bintang berupa ekornya [sesuai dengan ayat 51:4 diatas], berlaku dengan ketentuan Allah, maka kosonglah semesta raya ini dari bintang-bintang yang begemerlapan dan komet-komet itu terus melayang dengan kecepatan yang lebih tinggi tanpa penghalang.

Dalam hal ini kita perlu kita kemukakan bahwa komet itu terdiri dari Neutron yang memiliki sifat untuk bergabung. Sifat ini bagaikan daya penarik bagi setiap komet untuk saling bertemu satu sama lainnya.

Selama ini usaha bergabung itu tidak mungkin terlaksana karena senantiasa dihalangi oleh bintang-bintang yang membelokkan arah gerak komet itu beberapa derajat. Namun nanti setelah tiada bintang lagi diangkasa raya yang menghalangi gerak layangnya langsunglah kedelapan komet besar yang terbang dengan cepat ini membuat belokan melengkung yang amat besar untuk bergabung menjadi satu.

Masing-masing komet akhirnya menuju kearah satu titik pertemuan masing-masingnya diikuti oleh jutaan tatasurya. Pada titik tersebut berantukanlah semua komet itu secara tepat, inilah ledakan terbesar dalam sejarah semesta raya yang amat luas.

Jika sebelumnya benturan komet terhadap tatasurya kita yang umum disebut dengan dentuman atau terompet pertama sudah segitu dahsyatnya dengan kronologi bertabrakannya komet besar dengan ke-10 planet yang mengorbit sistem matahari kita lengkap dengan bulan-bulannya masing-masing dan Asteroids/Meteorites yang ada serta matahari yang menyebabkan kematian seluruh makhluk hidup, maka alangkah dahsyatnya pada hari benturan kedelapan komet besar yang diikuti oleh jutaan tatasurya [termasuk tatasurya kita] yang dikenal dengan sebutan terompet kedua yang sekaligus juga sebagai satu tanda kebangkitan manusia dari matinya untuk mendapatkan perhitungan dari Allah atas segala perbuatannya selama mereka hidup.

Yaitu hari yang mereka mendengar ledakan besar secara logis, itulah hari kebangkitan.
Bahwa Kamilah yang menghidupkan dan Kamilah yang mematikan dan kepada Kamilah tempat kembali. (QS. 50:42-43)

Dan ditiupkan sangkakala lalu mati apa-apa yang ada dilangit dan apa-apa yang ada dibumi kecuali apa saja yang dikehendaki oleh Allah, kemudian akan ditiupkan padanya [sekali lagi] maka tiba-tiba mereka bangkit [dari mati dan] menunggu [pengadilan Tuhan atas mereka]. (QS. 39:68)

Demikian AlQur’an memberikan keterangan mengenai tugas sangkakala yang mengeluarkan teriakan kuat [dan kita analogikan sebagai benturan dahsyat 8 komet dengan jutaan tatasurya sebagai masing-masing ekornya] secara kronologi ditinjau sudut ilmiah bahwa nantinya akan berlaku kejadiannya pada tatasurya kita dengan akibat mematikan untuk selanjutnya ke-8 komet besar itu saling berbenturan satu sama lain pada titik pertemuan yang ditentukan Allah.

Setelah 8 rombongan komet yang membawa seluruh bintang diangkasa, berbenturan sesamanya yang dikenal dengan terompet kedua, maka ke-8 komet tadi langsung bergabung menyatukan diri kemudian membentuk dirinya bagaikan bola yang maha besar melingkupi daerah semesta raya ini, sementara itu semua bintang yang terseret jadi terkepung dalam lingkungan besar sebagai besarnya daerah semesta raya sekarang ini.

Masing-masing bintang walaupun berantukan sesamanya tersebab arah layang yang bertentangan dengan gerak begitu cepat namun Rawasia Regular yang dimilikinya masih sangat berpengaruh untuk saling bertolakan.
Ingat, bahwa Rawasia bintang bersistemkan Regular dan Rawasia yang sama dengannya akan saling menolak satu sama lain.

Mulai dari waktu benturan, semua bintang mengambil posisi masing-masing dipaksa oleh Rawasia yang dimilikinya dan kesempatan itulah yang dipakai oleh 8 komet yang menjadi satu tadi untuk menghindarkan diri sebagai kulit bola besar dan menempatkan semua bintang itu dalam lingkungannya.

Lantas akan timbul pertanyaan: Bagaimana pula dengan planet-planet yang mulanya mengorbit keliling bintang namun kemudian dempet melekat pada bintang itu sewaktu terjadi Sa’ah ?

Diwaktu benturan hebat yang kedua kali ini, semua planet yang terseret dan tetap utuh kebetulan melekat dempet pada bintang itu jadi tergoncang hebat dan dahsyat sehingga melepaskan setiap planet yang melekat dempet tadi kemudian langsung mengadakan orbit keliling bintang itu dalam garis edarnya yang baru, termasuk planet bumi ini yang otomatis permukaannya sudah berubah sesuai dengan firman Allah dibawah ini.

Hari dimana bumi diganti dengan bumi yang lain [dalam rupanya] begitu pula planet-planet, dan mereka semuanya tunduk kepada Allah yang Esa dan Perkasa. (QS. 14:48)

Dan sebagai akhir dari kejadian Sa’ah tersebut …. maka kehidupan tatasurya bermula kembali.
Itulah dia akhirnya alam Akhirat yang dijanjikan !

Alam kehidupan baru bagi makhluk-makhluk Tuhan yang sudah mati akan dibangkitkan hidup kembali untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka selama hidupnya dahulu.

Rasulullah Muhammad Saw menggambarkan keadaan pada hari kebangkitan tersebut dalam dua hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang tercantum dalam kitab “Terjemah Hadist Shahih Muslim” karangan Fachruddin HS. Jilid I terbitan Bulan Bintang Jakarta 1981 hal 260 dan 285.

Dari Sahal bin Sa’ad ra. katanya:
Rasulullah Saw bersabda: “Dikumpulkan manusia pada hari kiamat di Bumi yang putih kemerah-merahan bagai dataran yang bersih, tidak ada tanda-tanda penunjuk untuk siapapun”.

Dari Mikdad bin Aswad ra. katanya:
Rasulullah Saw bersabda: “Didekatkan matahari kepada manusia dihari kiamat sehingga jarak matahari dari mereka sekira satu mil. Manusia digenangi keringat menurut ukuran amal mereka…”

Begitulah satu keterangan yang cukup jelas bagi kita untuk menggambarkan keadaan bumi dan sistem matahari yang telah mengalami Sa’ah dengan orbit dan keadaan lain yang juga berubah total [sebagaimana pada Hadist yang pertama dikatakan bahwa bumi berwarna putih kemerah-merahan akibat penyatuannya semula dengan matahari pada waktu Sa’ah dan menguapkan/menghanguskan semua benda hingga tidak ditemukan tanda-tanda apapun sebagai penunjuk sementara jarak orbit matahari kala itu teramat dekat dengan bumi dan sebagai perwujudan dari apa yang selama ini dikenal orang dengan nama Padang Mahsyar].

Jika sekarang ini bumi kita diliputi oleh Atmosfir yang dalam AlQur’an, Atmosfir disebut sebagai Barkah [sesuatu yang melindungi sekaligus sebagai rahmat Allah] dengan lautan yang menggenangi hampir separuh daratan bumi, maka setelah Sa’ah tersebut, bumi menjadi telanjang dari Ionosfir sehingga pandangan mata dapat memandang lepas keseluruh penjuru langit dan air laut menjadi menguap menimbulkan bentuk-bentuk daratan baru dipermukaannya yang keadaannya tidak dapat diramalkan orang bagaimana bentuknya saat itu.

Coba anda perhatikan ayat-ayat Tuhan berikut ini :

Maka ketika bintang-bintang dilenyapkan [dari pandangan mata karena diseret komet]
Dan apabila atmosfir telah dibuka dan gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu
[yaitu meleleh karena jatuh dempet pada matahari].
(QS. 77:8-10)

Pada prinsipnya, tempat hidup di Akhirat nanti adalah tempat hidup didunia ini juga yang sudah mengalami perombakan sedemikian rupa pada saat Sa’ah, sebab dimana lagi tempat lain yang mungkin didiami dalam semesta raya Tuhan kalau tidak dipermukaan salah satu planet ? Bukankah Tuhan pula menyatakan bahwa dibumi ini juga manusia akan dibangkitkan nantinya ?

Dia berfirman: “Di sana engkau hidup dan disana pula engkau akan mati, dan dari sana pula engkau akan dibangkitkan. (QS. 7:25)

Dan tidakkah manusia pikirkan bahwa Kami jadikan ia dari setitik Nutfah tetapi tiba-tiba ia jadi pembantah yang nyata, dan dia mengadakan perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang hancur luluh ?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala ciptaan.” (QS. 36:77-79)

Jika kamu ragu tentang kebangkitan nanti, maka sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah [Turab], kemudian dari setetes mani [Nutfah], kemudian dari segumpal darah [‘Alaqah], kemudian dari segumpal daging [Mudgah] yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu.

Dan Kami tetapkan dalam rahim [ibumu] apa yang Kami kehendaki sampai waktu tertentu, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian kamu sampai pada kedewasaanmu, dan diantara kamu ada yang diwafatkan [sebelumnya] dan diantara kamu ada yang dipanjangkan umurnya sampai pikun agar dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. (QS. 22:5)

Pada hari kebangkitan itu, hari dimana setiap diri dihidupkan kembali nanti terdapatlah dua macam bentuk manusia yang memperlihatkan perbedaan yang menyolok ditentukan oleh perbedaan beriman dan kafirnya.

Pada hari yang akan ada muka yang putih berseri dan ada pula yang bermuka hitam muram.
Kepada orang-orang yang hitam muram mukanya akan ditanyakan: “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman karenanya rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”. Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah. (QS. 3:106-107)

Dan ditiup sangkalala, maka secara cepat mereka keluar dari kuburnya bersegera kepada Tuhan mereka dan berkata :”Aduhai, celakalah kami ! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat istirahat kami ?” Inilah apa yang dijanjikan Yang Maha Pemurah dan benarlah [sabda] para Rasul. (QS. 36:51-52)

Pemandangan dan pendengaran manusia dihari itu sangat tajam, jika sekarang ini manusia hidup dalam alam tiga dimensi dimana panca indera memiliki keterbatasan tertentu dalam pencapaiannya maka diakhirat kelak manusia akan hidup dalam alam 4 dimensi dimana penglihatan dan pendengaran tak terhalang dan tak dibatasi oleh ukuran tertentu dalam lingkungannya malah mereka akan melihat serta mendengar sesuatu pada gelombang yang sudah lama menggelombang keangkasa luas yang kemudian kembali memantul kepada panca indera mereka.

Keadaan seperti itu akan menakutkan manusia yang selalu berbuat dosa selama hidup sebelumnya, pada hari itu juga dia dapat kembali melihat rekaman kehidupannya yang pada hakekatnya adalah Neutron yang senantiasa merekam segala gerak gerik yang berlaku dalam hidup satu diri kemudian dia mengapung keangkasa sebagai anti partikel waktu dimana fungsi rekamannya berhenti karena tiada lagi yang direkamnya.

Para ahli sependapat bahwa masa lalu tidak hilang begitu saja tapi ia berpindah kewujud lainnya dan mengambang diangkasa yang beberapa diantaranya dapat dilihat oleh orang-orang tertentu yang memiliki ketajaman indra ke-6 untuk melihat kejadian masa lalu yang pada intinya adalah mengadakan persesuaian frekwensi pikirannya kearah frekwensi rekaman yang ada, tinggal lagi sampai sejauh mana frekwensi manusia tersebut dapat melihat secara luas dan jauh rekaman yang dia inginkan yang tentu juga akan mengeluarkan banyak tenaga.

Sesungguhnya engkau berada dalam keadaan lalai tentang hari Akhir ini, maka Kami angkatkan darimu tutupan pancaindera [yang menutupimu sebelumnya], maka penglihatanmu pada hari ini sangat tajam. (QS. 50:22)

Diberitakan kepada manusia pada hari itu apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu akan melihat riwayat dirinya sendiri. (QS. 75:13-14)

Awaslah, karena sesungguhnya tulisan untuk orang-orang yang pembangkang itu ada dalam Sijjin.
Dan sudahkah engkau tahu apa Sijjin itu ?
Yaitu Kitab Rekaman (QS. 83:7-9)

Ingatlah, bahwa tulisan orang-orang baik itu ada dalam ‘Illiyyin.
Tahukah engkau apakah ‘Illyyin itu ?
Yaitu Kitab Rekaman (QS. 83:18-20)

Dalam ayat yang lain Allah juga menerangkan dengan cukup jelas perihal Kitab catatan Raqid ‘Atid itu sebagai Mar’a yang dikeluarkan dari setiap benda.

Jagalah kesucian nama Tuhanmu Yang Maha tinggi.
Yang telah menjadikan dan menyempurnakan.
Dan yang telah menentukan serta menunjuki.
Yang mengeluarkan Mar’a [berkas-berkas kehidupan]
Lalu menjadikannya dalam keadaan mengapung dan berisikan catatan [gusaan ahwa]
Kelak akan Kami beberkan padamu. (QS. 87:1-6)

Sekarang kita tinggalkan pembahasan bagaimana kiranya Allah akan mengadili setiap makhluk berdasarkan Mar’a atau catatan hidupnya sendiri dengan penuh sifat keRahmanan dan keRahiman-Nya, namun satu hal yang pasti, Allah adalah hakim sebaik-baiknya yang akan mengadili segala sesuatu dengan segala ketentuan-Nya dan akan membalasi semua kebaikan dan kejahatan.

Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (QS. 10:109)

Kami adakan neraca-neraca yang adil pada hari kiamat, lantaran itu, sesuatu jiwa tidak akan teraniaya sedikitpun. Karenanya, meski amalannya hanya seberat biji khardal [sawi] pasti akan kami balasi. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (QS. 21:47)

Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak akan mendapatkan balasan lain kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 36:54)

Sekarang, mari kita mulai membahas dimanakah letak syurga dan neraka itu nantinya ?
Setelah kejadian Sa’ah, manusia dibangkitkan kembali dari bumi ini yang sudah mengalami stelsel baru, dibumi ini juga manusia akan diadili oleh Allah berdasarkan catatan hidup manusia tersebut nantinya, lalu setelah selesai pengadilan tersebut, kemanakah manusia yang kafir akan pergi keneraka dan kemana pula manusia yang beriman akan menuju kesyurganya ?

Satu hal, bahwa manusia dijadikan dengan tubuh yang konkrit baik itu sekarang maupun pada saat hari kebangkitan dan tubuh yang konkret inilah yang kelak akan merasakan manisnya Iman atau pedihnya azab neraka. Tak mungkin manusia yang konkrit akan ditempatkan dalam neraka yang abstrak.

Neraka itu bahasa Indonesia terambil dari bahasa Qur’an artinya Api menyala yang sangat besar.
Api besar mana disemesta raya ini yang mungkin ditempati oleh jutaan milyar manusia kafir lengkap dengan segala Iblis dan para pengikutnya ?

Mari perhatikan firman Allah dibawah ini :

Adapun orang-orang yang celaka itu berada dalam neraka, untuk mereka dalamnya suara gemuruh dan ketakutan. Mereka kekal di dalamnya selama ada planet-planet dan bumi, kecuali jika Tuhanmu berkehendak untuk apa yang Dia ingini. (QS. 11:106-107)

Pada ayat diatas ada disebutkan bahwa neraka itu akan tetap ada selama adanya planet-planet yang mengorbit dan juga bumi. Apakah maksudnya ?

Tidak lain bahwa neraka itu sebenarnya adalah sistem matahari kita ini yang wujudnya tentu saja sudah diperbaharui pada saat Sa’ah sebelumnya dan malah ukurannya mungkin lebih besar dari yang ada sekarang karena dia sudah akan mendapatkan banyak “tamu” yang terdiri dari planet-planet dan bulan yang luluh kedalam gravitasinya pada waktu dempet kematahari pada hari Sa’ah.

Mari pula kita melihat apa yang dikabarkan oleh Nabi Musa kepada kaumnya tentang Neraka itu:

“Hai kaumku, bagaimana kamu ini, aku menyeru kamu kepada keselamatan tetapi kamu menyeru aku ke neraka ? Kamu mengajakku untuk kufur kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui sedangkan aku mengajak kamu kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Sebenarnya apa yang kamu serukan padaku tidak mempunyai hak apapun baik di dunia maupun di akhirat. Dan tempat kita kembali hanyalah kepada Allah sementara orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka.

Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepadamu. Dan aku serahkan urusanku kepada Allah karena sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya”. Maka Allah menyelamatkan dia dari kejahatan yang mereka atur dan telah pastilah azab yang jahat kepada golongan Fir’aun.

Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Sa’ah itu akan dikatakan kepada malaikat : “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya kedalam azab yang sangat keras”. (QS. 40:41-46)

Mari tinjau apa maksud ayat terakhir diatas (46) bahwa pada pagi dan petang akan diperlihatkan Neraka kepada mereka sedangkan waktu itu belumlah terjadi Sa’ah, yaitu pada hari mereka semuanya masih hidup [perhatikan hubungannya dengan ayat sebelumnya], tentulah sudah jelas bahwa matahari inilah yang dimaksudkan Neraka oleh Allah yang mereka lihat terbitnya setiap pagi dan petang.

Walaupun setiap hari Fir’aun melihat matahari tetapi dia tidak mengetahui bencana yang mungkin ditimbulkan oleh Api besar itu. Namun pada akhirnya sebagai penyebab kematiannya, Fir’aun dikaramkan oleh pembesaran radiasi matahari yang menimbulkan gelombang pasang di Lautan Hindia hingga Laut Merah bagian utara mengalir keselatan kemudian mengalir lagi keutara sembari menenggelamkan tentara Fir’aun yang mengikuti kaum Musa dari belakang sebagai salah satu mukjizat dan pertolongan Allah bagi Nabi Musa as.

Pada ayat suci yang lain ada juga dijelaskan betapa fungsi matahari sebagai salah satu bintang sekaligus salah satu Neraka yang diancamkan terhadap syaithan sesuatu siksaan yang perih dan membakar.

Ingat, dalam semesta raya yang dikenal dengan nama ‘Arsy Allah ini terdapat jutaan bintang-bintang yang terdiri dari jutaan tatasurya dengan sistem mataharinya sendiri dan dengan planet-planet yang mengorbit padanya yang masih menurut Qur’an pun terdapat planet yang berkeadaan sama seperti bumi yang juga terdapat makhluk hidup. Dalam Qur’an ada disinggung pula bahwa syaithan itu terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis manusia dan jenis Jin, Neraka pun dikenal ada beberapa tingkatan yang kesemuanya itu mengacu pada banyaknya sistem matahari yang ada.

Dan sungguh Kami hiasi angkasa dunia ini dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu ancaman bagi syaithan dan Kami sediakan bagi mereka siksaan yang perih. (QS.67:5)

Dan sesuai dengan Qur’an, maka siapapun yang kafir terhadap Allah dan sudah masuk dalam matahari alias Neraka itu tiada akan dapat keluar lagi karena ia berlaku sebagai satu siksaan yang kekal dan berkaitan dengan ayat 11:106 dan 107 yang sudah kita bahas diatas. Barang siapa yang mencoba keluar dari sana maka sudah ada penjaga-penjaga yang terdiri dari para malaikat Allah merujuk pada ayat 66:6.

Lalu jika Neraka adalah matahari, mana pula yang disebut dengan Syurga itu ?
Sebelumnya kita harus ingat lagi bahwa hidup di Akhirat nanti adalah hidup konkrit sebagaimana keadaan hidup sekarang ini hanya saja nantinya lebih sempurna, abadi dan tiada mengenal dosa dan semacamnya sebagaimana sekarang ini, sesuai pula dengan beberapa ayat Qur’an dan Hadist Rasulullah Muhammad Saw berikut :

Adapun orang-orang yang dibahagiakan itu berada dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama masih ada planet-planet dan bumi, kecuali apa yang dikehendaki Allah. (QS. 11:108)

Dari Abu Hurairah ra. katanya :
Rasulullah Saw bersabda: ‘Sesungguhnya kamu tetap sehat dan tidak akan sakit untuk selama-lamanya. Sesungguhnya kamu tetap hidup dan tidak akan mati untuk selamanya. Sungguh kamu tetap muda dan tidak akan tua untuk selamanya. Sungguh kamu tetap senang dan tidak akan susah untuk selamanya. Itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah : “Dan mereka diseru bahwa itulah surga yang dipusakakan kepada kamu disebabkan apa yang pernah kamu kerjakan”. (QS. 7:43)
(Hadist Riwayat Imam Muslim)

Sebagaimana Neraka, maka syurga itupun tentulah konkret dan ada dalam kawasan semesta Tuhan sebagaimana yang diterangkan pada ayat 11:108 diatas. Kesimpulannya ialah syurga yang dijanjikan itu adalah permukaan planet-planet yang telah dibaguskan sedemikian rupa oleh Allah pada hari Sa’ah. Itulah sebabnya kenapa Qur’an memakai istilah “Jannah” yang selain berartikan kebun, juga berartikan Syurga dengan bentuk pluralnya “Jannaat” yaitu sorga-sorga yang berartikan planet-planet.

Seperti yang sudah kita bahas dalam artikel Mengungkap Kiamat bahwa bulan akan menjadi tiada karena sudah hancur bergabung dengan matahari pada kejadian Sa’ah sehingga terciptalah siang-siang dalam setiap tatasurya yang masing-masing memiliki matahari/Neraka yang diorbit oleh planet-planet dalam jarak orbitnya yang baru.

Dan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh itu, Kami tempatkan mereka dari syurga itu selaku tempat tinggi yang bergerak siang-siang dibawahnya, mereka kekal didalamnya. (QS. 29:58)

Akan tetapi orang-orang yang muttaqien padaTuhannya, untuk mereka tempat tinggi yang di atasnya ada tempat tinggi lagi selaku bangunan yang bergerak di bawahnya siang-siang sebagai janji Allah dan Allah tidak akan merubah janji tersebut. (QS. 39:20)

Mereka dan istrinya berada pada zilaal (planet yang melakukan transit) diatas singgasana bersenang-senang. (QS. 36:56)

Dalam syurga itu mereka bersenang-senang diatas [planet sebagai] singgasana [‘Arsy Tuhan], tidaklah mereka melihat matahari [dari dalamnya] dan tidak pula panas terik. (QS. 76:13)

Arti Anhaar bukanlah “sungai-sungai” sebagaimana yang ditafsirkan orang selama ini untuk menunjukkan keadaan dalam syurga, kata Anhaar selalu diiringi dengan istilah “dibawahnya” selain itu kata Anhaar sebagai jamak atau plural dari Nahaar yang berarti “siang” seperti Layaal jamak dari Lailu yang berarti “malam” sehingga kata Anhaar berarti “siang-siang”. Namun memang dalam beberapa ayat Qur’an yang lainnya, kata Anhaar dapat berarti “sungai-sungai” sebagai jamak dari Nahru, dan disinilah kita harus pandai memilah mana yang harus ditafsirkan siang dan mana yang harus ditafsirkan dengan sungai. Untuk penafsiran “sungai” itu umumnya diiringi istilah “padanya”, sebagai contoh :

Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada para Muttaqien adalah *Padanya ada Anhaar* dari air yang tak membusuk dan *Anhaar* dari susu yang tidak berubah rasanya…” (QS. 47:15)

Jadi letak syurga itu sendiri adalah beberapa bagian planet yang sudah diperbaharui yang tetap mengorbit matahari dengan orbit lintasan yang baru pula yang memiliki keadaan tanah yang sangat subur sesuai dengan sifat Jannah yang berarti kebun yang mana dalam hal ini syurga tersebut adalah laksana planet yang berada dalam jalur lintasan Neptunus atau malah juga Pluto pada saat ini, sebab mereka adalah planet-planet yang memiliki jarak terjauh dari matahari sehingga maksud ayat 76:13 dapat terpenuhi.

Dan memang jika syurga itu adalah berada dalam jalur lintasan Neptunus atau Pluto, maka syahlah pendapat yang mengatakan bahwa siang-siang bergerak dibawahnya, yaitu dibawah orbit mereka. Dalam ayat Qur’an yang lain pula dinyatakan bahwa adanya penduduk syurga yang melewati Neraka dan berseru kepada mereka. Selain itu, digambarkan pula bahwa penduduk syurga akan mendapatkan beberapa makanan yang kesemuanya menyerupai makanan yang bisa kita temui saat ini.

Dan penghuni surga menyeru penghuni neraka: “Sungguh, telah kami dapati kebenaran sebagai apa yang dulu dijanjikan Tuhan kepada kami. Maka apakah kamu pun telah mendapati apa yang sudah dijanjikan Tuhan kepada kalian ?”. Mereka menjawab: “Benar !”. (QS. 7:44)

Dan ketika mereka memandang kepada penduduk Neraka, mereka berkata: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama dengan orang-orang yang zalim itu”. (QS. 7:47)

Dan gembirakanlah orang-orang beriman dan beramal shaleh itu, bahwa bagi mereka ada surga-surga [planet-planet] yang bergerak siang-siang dibawahnya. Setiapkali mereka diberi buah-buahan dari syruga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kita dahulu”.
Padahal yang diberikan pada mereka itu adalah yang disamarkan, dan bagi mereka ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalam syurga tersebut.

Sungguh Allah tiada segan membuat perumpamaan apa saja, nyamuk atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?”. Dengan perumpamaan itu didapati beberapa banyak orang yang tersesat tapi dengan perumpamaan itu pula beberapa banyak orang yang mendapatkan petunjuk. Dan tidak akan tersesat dengannya melainkan orang-orang yang fasik. (QS. 2:25-26)

Lalu bagaimana cara manusia untuk sampai ke syurga yang berupa planet yang tinggi dan bertingkat-tingkat sesuai dengan garis orbit atau edarannya pada matahari/Neraka itu ? Dan bagaimana pula cara manusia kafir itu berjalan menuju matahari ?

Dan mereka yang taqwa kepada Tuhannya dihimpun ke syurga berombongan hingga ketika mereka sampai kesana, dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah para penjaganya: Keselamatan atas kamu, kamu merasakan kebaikan, maka masukilah dia sebagai orang-orang yang kekal.” (QS. 39:73)

Dan planet-planet (zilaal = yang melakukan transit) jadi dekat atas mereka dan diharmoniskan pencapaiannya seharmonisnya. Lalu diputarkan diatas mereka sesuatu yang naik cepat dari perak (warna putih) dan piala-piala yang mengkilap, yaitu benda mengkilap dari perak yang Dia tentukan dengan ketentuan. (QS. 76:14-16)

Sampai disini kita sudah berbicara masalah sesuatu yang terbang cepat diatas manusia yang berwarna putih mengkilap dibuat dari perak laksana berbentuk piala [panjang mungkin seperti cerutu] yang akan mencapai planet-planet syurga secara berombongan yang letaknya dekat [karena cepatnya lesatan benda tsb maka dianggap tempat tujuan adalah dekat] sehingga dikatakan pula seharmonis mungkin.

Nah … disini untuk yang keranjingan UFO tampaknya sudah memiliki pandangan tersendiri kira-kira bagaimana bentuk dan kecepatan pengangkut Jemaah Syurga ini berlandaskan ayat 76:16)

Pertanyaan selanjutnya, dapatkah penduduk syurga yang satu berkunjung kesyurga yang lainnya saling berkunjung satu sama lainnya ?
Untuk mencari jawaban dari pertanyaan ini, maka mari kita simak keterangan berikut ini:

Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. katanya :
Rasulullah Saw bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang yang mendiami syurga melihat orang-orang yang mendiami tempat tinggi diatas mereka sebagaimana mereka melihat bintang bercahaya yang jauh diufuk timur atau barat, karena berbeda tingkat kediaman antara mereka.’ Para sahabat bertanya: ‘Ya Rasulullah! Apakah itu hanya tempat berdiamnya para Nabi dan tidak dapat didatangi oleh selain mereka ?’ Jawab Nabi: ‘Bisa, demi Tuhan yang diriku dalam kekuasaan-Nya! yaitu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-rasul’. (HR. Imam Muslim)

Demikianlah kiranya satu penafsiran yang saya lakukan atas beberapa kisah yang terdapat dalam AlQur’an, khususnya mengenai hari Sa’ah atau kiamat dan fenomena yang mengitarinya termasuk masalah Syurga dan Neraka berdasarkan kajian saya terhadap AlQur’an dan Hadist Rasulullah disertai beberapa argumentasi ilmiah yang tentu saja kemungkinan untuk salah masih terlalu besar dan banyak. Jadi, silahkan anda mengikuti pemikiran saya ini jika anda sependapat dengan saya serta silahkan anda memakai penafsiran anda sendiri jikapun anda memiliki penafsiran yang jauh lebih baik tanpa perlu harus ribut-ribut antara kita.

Something Turns To Nothing
And nothing makes you cry
There was something in that something
It’s gone and you wonder why
Life can’t be lived on one thing
For that one thing could be that something
So wipe those tears of nothing
For tomorrow there will be something