Arsip untuk 15 Mei 2010

Sebagai Bahan Renungan

Posted: 15 Mei 2010 in Renungan
Tag:, ,

Suatu ketika, Khalifah Sulaiman Bin Abdil Malik * menunaikan ibadah haji. Tatkala Sang kholifah sholat didepan ka’bah, ia melihat seorang arab baduy (orang pedalaman) didekatnya.

Maka khalifah yang baik ini ingin menyenangkan hati orang baduy tersebut, ia bertanya kepada orang baduy itu ;” Apakah engkau memiliki suatu hajat yang memungkinkan aku membantunya ? , Arab baduy itu menjawab : “ Sesungguhnya aku malu kepada Alloh , jika aku meminta suatu pertolongan kepada seseorang sedangkan aku berada dirumah Alloh “.

Tatkala orang arab baduy itu keluar meninggalkan masjidil haram, maka sang khalifah mengikutinya dari belakang, kemudian mendekati orang baduy tersebut : “Hai saudaraku, Sungguh saat ini kita telah berada diluar Rumah Alloh yang Mulia, maka adakah engkau memiliki suatu hajat yang mungkin aku dapat membantumu menunaikannya ? “.

Berkatalah orang baduy itu : “Apakah engkau mau membantuku dalam urusan dunia atau dalam urussan akhirat ??”, Khalifah menjawab : “ tentu saja dalam urusan dunia”, sang A’raby itu menimpali : “ Sesungguhnya Aku tidak meminta dunia kepada Dzat yang memilikinya (Alloh Subhanahu Wata’ala), maka bagaimana mungkin aku memintanya kepada seseorang yang tidak memiliki dunia itu ??? “.

Subhaanalloh, Arab Baduy, seorang yang hidup dipedalaman, ternyata memiliki Izzah yang tinggi. Izzah yang membuat para presiden dan para pemimpin hari ini berdecak kagum jika mereka mau jujur, Izzah seorang miskin nan papa yang ternyata itu tidak dimiliki oleh banyak orang kaya sekalipun, banyak manusia yang menjadi penjilat, rela kepalanya diinjak demi untuk uang segepok, lihatlah para pemburu kursi dan jabatan dengan berkedok pendekar penegak syari’at ,dimana merekalah orang-orang yang “ngerti” namun orang-orang yang paling mula menanggalkan serpihan demi serpihan Syari’at itu sendiri, kaum wanita turun kejalanan mengemis para fakir, janji-janji palsu ditebar-sebar, tasyabbuh kuffar jadi tontonan yang diperankan oleh para pengaku pendekar Syari’at itu, Sungguh Malulah kalian kepada orang baduy itu, dan Sungguh kepada Alloh kalian lebih berhak untuk merasa malu !
??? ??? ?? ????? ????

*Sulaiman bin Abdul Malik (± 674 – 717) ialah Khalifah Bani Umayyah yang memerintah dari 715 sampai 717 M. Ayahandanya ialah Abdul Malik, danmerupakan adik sebelumnya Khalifah Al-Walid I.

https://tausyah.wordpress.com

Seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah, Dia berkata: “Ya Abu Ishaq, aku sering berbuat maksiat. Katakan sesuatu kepadaku sebagai nasihat yang bisa membantuku.”

Ibrahim berkata: “Jika kamu menerima 5 perkara dan kamu mampu melakukannya, niscaya kemaksiatan tidak akan merugikanmu.”

Dia menjawab, “Katakan wahai Abu Ishaq”

Ibrahim berkata, “Pertama, jika kamu hendak bermaksiat kepada Allah ta’ala maka jangan kamu makan rizki-Nya”

Laki-laki itu berkata, “Dari mana aku makan sementara semua yang ada di bumi adalah rizki-Nya?”

Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, apakah pantas engkau memakan rizki-Nya, sementara itu engkau bermaksiat kepada-Nya?”

Laki-laki itu menjawab, “Tidak pantas. Katakan yang kedua”

Ibrahim menjawab, “Jika kamu hendak bermaksiat kepada-Nya, maka jangan tinggal di bumi-Nya”

Laki-laki itu menjawab, “Yang ini lebih berat. Dimana saya akan tinggal?”

Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, pantaskah engkau bermaksiat kepada-Nya, sementara engkau makan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya?”

Laki-laki itu menjawab, “Tidak pantas. Katakan yang ketiga”

Ibrahim berkata, “Jika kamu hendak bermaksiat kepada-Nya, kamu makan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempat dimana Dia tidak melihatmu. Disitulah kamu bisa melakukannya.”

Laki-laki itu menjawab, “Wahai Ibrahim, apa ini? Mana mungkin, sementara Dia mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi”

Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, apakah pantas kamu makan rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya, lalu kamu bermaksiat kepada-Nya, padahal Dia melihatmu, mengetahui apa yang kamu tampakkan dan kamu rahasiakan?”

Laki-laki itu menjawab, “Tidak. Katakan yang keempat”

Ibrahim menjawab, “Jika Malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, maka bilang kepadanya, “Nanti dulu, aku mau bertaubat dengan benar-benar dan beramal kerana Allah”

Laki-laki itu berkata, “Dia tidak mungkin akan menerima”

Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, jika engkau tidak mampu menolak malaikat maut supaya engkau bisa bertaubat dan engkau mengetahui bahwa jika dia mendatangimu dia tidak memberimu kesempatan, lantas bagaimana engkau berharap selamat?”

Laki-laki itu berkata, “Katakan yang kelima?”

Ibrahim berkata, “Jika malaikat Zabaniyah mendatangimu pada hari Kiamat untuk menyeretmu ke Neraka, maka jangan engkau menurutinya”

Laki-laki itu berkata, “Mereka tidak akan membiarkanku dan tidak akan menerimaku”

Ibrahim bertanya, “Bagaimana engkau bisa berharap selamat?”

Laki-laki itu berkata, “Ya Ibrahim, cukup..cukup.., aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah.”

Laki-laki itu benar-benar memenuhi janji taubatnya. Dia rajin beribadah dan menjauhi maksiat sampai dia meninggal dunia.

Dimbil dari “Mausu’ah Qishashis Salaf”, edisi bahasa Indonesia “Ensklopedi Kisah Generasi Salaf” karya Ahmad Salim Baduwailan, penerbit Elba

Perpustakaan-Islam.Com

https://tausyah.wordpress.com

Ketika anakku bertanya “Bu, Siapa sih Marlyn Monroe ?”

Aisyah, anakku yang berusia 7 tahun mengalihkan pandangannya pada jadwal pertandingan sepakbola di sebuah Koran. Tapi tiba-tiba saja ia bertanya,

“Bu, siapa sih Marilyn Monroe itu?”

“Oooh… itu bintang film Amerika yang terkenal,” jawabku sekenanya.

Aku mengira jawaban itu sudah cukup untuk pertanyaan Aisyah.

Tapi ternyata tidak. Ia melanjutkan jawabanku itu dengan pertanyaan lain yang membuatku cukup repot menjawabnya.

“Kalau bom seks itu maksudnya apa?” begitu tanya Aisyah.

Terus terang aku terkejut dengan pertanyaan itu. Aku diam sejenak, lalu mengatakan,

“Itu wanita yang memamerkan kecantikannya. Mereka mengira dengan begitu akan bisa terkenal, disanjung, dan mendapatkan uang dengan cepat,” kataku hati-hati.

“Wahh… pasti para ratu kecantikan itu cantik sekali wajahnya ya Bu?” katanya polos.

“Ya… katanya sih memang begitu,” kataku apa adanya.

Lagi-lagi kukira dialog kami akan selesai di sini, tapi ternyata tidak. Aisyah, putriku yang baru duduk di kelas 2 SD itu memang kritis. Ia pun melontarkan pertanyaan lagi yang menjadikanku lebih serius menanggapi pertanyaannya.

“Kok ibu bilangnya pakai ‘katanya’, memangnya Marilyn Monroe sekarang sudah tua atau sudah tidak cantik lagi?”

“Bukan begitu, dia sekarang sudah meninggal… bunuh diri…” begitu jawabku. Kupikir aku memang harus bisa menjelaskan masalah ini dengan baik kepada putriku.

Setelah perkataanku itu, Aisyah meletakkan koran yang ada di tangannya dan mendekatiku sambil mengatakan, “Kenapa bu? Kan tadi ibu bilang ia orangnya cantik, kaya, terkenal. Kenapa dia bunuh diri?”

Aku mencoba menenangkan diri dan menjawab pertanyaannya perlahan. “Yah, ia memang cantik, terkenal dan kaya. Tapi itu semua sama sekali tidak membuatnya bahagia,” kataku sambil menarik nafas.

Kali ini aku sudah menduga kalau jawabanku itu akan memancing pertanyaannya lagi. Justru sekarang aku yang ingin agar dia kritis terhadap jawabanku tadi. Aku pun bersiap mendengarkan pertanyaan berikutnya.

“Bagaimana mungkin bu, orang cantik, terkenal, kaya, tapi tidak bahagia?” katanya. Pertanyaan itu yang memang kutunggu.

Aku menjawab, “Ya, karena hatinya kelaparan dan mentalnya kering.”

“Apa bu, hatinya kelaparan? Maksudnya bagaimana sih?” tanyanya makin penasaran.

Aku terdiam sejenak, berfikir untuk bisa menjelaskan masalah ini dengan tepat.

“Puteriku, manusia itu seperti yang diajarkan oleh agama kita terdiri dari tubuh, pikiran dan hati. Agar seseorang bisa hidup seimbang, bahagia, dan sehat, maka semuanya itu harus diberi makanan.
Makanan tubuh kita itu adalah nasi, buah atau minuman. Pikiran kita makanannya adalah ilmu pengetahuan seperti yang engkau pelajari di sekolah. Sedangkan hati, makanannya adalah iman kepada Allah. Iman kepada adanya Allah, iman dengan takdir-Nya, kasih sayang-Nya, kekuasaan-Nya dan iman kepada hari akhirat. Sepanjang apapun seseorang hidup, pasti akhirnya akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita akan berhadapan dengan Allah dan mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita di hadapan Allah… Saat itu, balasan yang kita terima hanya satu dari dua, Surga atau Neraka. Dan Allah tak mungkin tidak adil terhadap hamba-Nya …”

Anakku tampak serius sekali memperhatikan uraian tadi. Ia pun terdiam, sepertinya berpikir dan berkata. “Apakah Marilyn Monroe tidak mengetahui hal itu sehingga ia bunuh diri?” katanya.

“Tidak tahu juga ya. Tapi umumnya orang yang bunuh diri itu adalah karena putus asa dan kekecewaan yang sangat berat. Putus asa seperti itu tidak dialami oleh seorang yang beriman. Dalam surat Yusuf, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Tidaklah orang yang putus asa kepada rahmat Allah itu kecuali orang-orang yang kafir…”
Meskipun ia mengalami kesulitan, penderitaan dan berbagai kesusahan, tapi orang beriman tetap percaya pada kasih sayang Allah Subhanahu wa ta’ala. Ia bisa melakukan sholat, berdo’a, berdzikir, membaca al-Qur`an yang menjadikan hatinya terang dan jiwanya segar kembali. Karena itulah orang-orang beriman saja yang bisa hidup bahagia ….” (na)

=====

Surat Terakhir yang ditulis oleh Marilyn Monroe (saya search di google)

“Berhati-hatilah terhadap sanjungan dan terhadap kegemerlapan yang menimpamu. Sungguh aku merasa sebagai wanita yang paling sengsara di dunia ini. Aku tidak bisa menjadi seorang ibu. Aku lebih mementingkan rumah dan kehidupan keluarga terhormat diatas segala-galanya.

Sebenarnya, kebahagian hakiki seorang wanita terdapat pada ikatan kehidupan rumah tangga yang suci. Kehidupan keluarga merupakan lambang kebahagian seorang wanita, bahkan kebahagiaan seluruhnya.

” Orang-orang telah menzhalimi aku, bergelut dalam bidang hiburan, sama dengan menjadikan seorang wanita bagaikan barang murahan yang hina walau bagaimanapun banyaknya sanjungan dan ketenaran yang justru mematikan. Aku menyarankan kepada semua wanita agar jangan bergelut dalam bidang ini ataupun sebagai pemainnya. Sesungguhnya kematian mereka akan sama seperti kematianku.”

=====

Khatimah

“Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah rasa cukup yang ada di dalam hati.” (HR. Al-Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

#Semoga Bermanfaat.

https://tausyah.wordpress.com