Posts Tagged ‘Salafi’

https://tausyah.wordpress.com/Nama-ALLAH

ALLAH Ta'ala

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh..

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ ﴿٦

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Al-hujuraat : 006.

Wahai hamba – hamba ALLAH, kiranya saya menulis artikel ini untuk memurnikan pemahaman pada ummat muslim yang menyamakan antara wahabi dengan salafi, kekurangan pengetahuan tentang sesuatu itu adalah menjadi penyebab timbulnya fitnah ditengah – tengah ummat Muslim yang berfaham salafi, sehingga banyak di antara kita baik dari golongan yang mengaku akhwat dan juga ikhwan yang menyatakan bahwa salafi adalah sama halnya dengan wahabi. Seumpama beberapa bulan yang lalu terdapat yang mengaku sebagai seorang akhwat dari sebuah jejaring social facebook yang menyindir blog ini dan berkata bahwa blog ini mengandung faham wahabi. Bahkan juga yang sangat memprihatinkan sekali, bahwa terdapat salah satu website atau situs islam yang pada judulnya mengatakan “Arab Saudi adalah Negara Wahabi” karena Arab Saudi yang dikenal bermanhaj salafi. Masha ALLAH. Sungguh..seumpama sebuah virus, wahabi telah merasuki jantung hati Islam dengan mengatasnamakan salafi padahal sesungguhnya palsu dan bertentangan dengan kaidah ajaran Islam yang sesungguhnya, menjadi noda kotor dalam secarik kain yang putih dan demikianlah kenyataan yang ada. (lebih…)

Mengapa Harus Salafi ? 2/2

Posted: 20 Juni 2010 in Manhaj Salaf
Tag:

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]

Sesungguhnya Dakwah Salafiyah benar-benar akan menyatukan umat. Sedangkan dakwah lainnya hanya akan mencabik-cabiknya. Allah berfirman :

“Artinya : Dan hendaklah kamu bersama-sama orang-orang yang benar”. [At-Taubah : 119]

Siapa saja yang memisahkan antara Al-Kitab dan As-Sunnah dengan As-Salafus Shalih bukanlah seorang yang benar selama-lamanya.

Adapun Berkenan Dengan Sebab Kedua :

Bahwa kelompok-kelompok dan golongan-golongan (umat Islam) sekarang ini sama sekali tidak memperhatikan untuk mengikuti jalan kaum mukminin yang telah disinggung ayat di atas dan dipertegas oleh beberapa hadits.

Diantaranya hadits tentang firqah yang berjumlah tujuh puluh tiga golongan, semua masuk neraka kecuali satu. Rasul mendeskripsikannya sebagai :

“Dia (golongan itu) adalah yang berada di atas pijakanku dan para sahabatku hari ini”.

Hadits ini senada dengan ayat yang menyitir tentang jalan kaum mukminin. Di antara hadits yang juga senada maknanya adalah, hadits Irbadl bin Sariyah, yang di dalamnya memuat :

“Artinya : Pegangilah sunnahku dan sunnah Khulafair Rasyidin sepeninggalku”.

Jadi di sana ada dua sunnah yang harus di ikuti : sunnah Rasul dan sunnah Khulafaur Rasyidin.

Menjadi keharusan atas kita -generasi mutaakhirin- untuk merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan jalan kaum mukminin. Kita tidak boleh berkata : “Kami mandiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah tanpa petunjuk Salafus As-Shalih”.

Demikian juga kita harus memiliki nama yang membedakan antara yang haq dan batil di jaman ini. Belum cukup kalau kita hanya mengucapkan :”Saya seorang muslim (saja) atau bermadzhab Islam. Sebab semua firqah juga mengaku demikian baik Syiah, Ibadhiyyah (salah satu firqah dalam Khawarij), Ahmadiyyah dan yang lain. Apa yang membedakan kita dengan mereka ..?

Kalau kita berkata : Saya seorang muslim yang memegangi Al-Kitab dan As-Sunnah. ini juga belum memadai. Karena firqah-firqah sesat juga mengklaim ittiba’ terhadap keduanya.

Tidak syak lagi, nama yang jelas, terang dan membedakan dari kelompok sempalan adalah ungkapan : “Saya seorang muslim yang konsisten dengan Al-Kitab dan As-Sunnah serta bermanhaj Salaf”, atau disingkat “Saya Salafi”.

Kita harus yakin, bersandar kepada Al-Kitab dan As-Sunnah saja, tanpa manhaj Salaf yang berperan sebagai penjelas dalam masalah metode pemahaman, pemikiran, ilmu, amal, dakwah, dan jihad, belumlah cukup.

Kita paham para sahabat tidak berta’ashub terhadap madzhab atau individu tertentu. Tidak ada dari mereka yang disebut-sebut sebagai Bakri, Umari, Utsmani atau Alawi (pengikut Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali). Bahkan bila seorang di antara mereka bisa bertanya kepada Abu Bakar, Umar atau Abu Hurairah maka bertanyalah ia. Sebab mereka meyakini bahwa tidak boleh memurnikan ittiba’ kecuali kepada satu orang saja yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tidak berkata dengan kemauan nafsunya, ucapannya tiada lain wahyu yang diwahyukan.

Taruhlah misalnya kita terima bantahan para pengkritik itu, yaitu kita hanya menyebut diri sebagai muslimin saja tanpa penyandaran kepada manhaj Salaf ; padahal manhaj Salaf merupakan nisbat yang mulia dan benar. Lalu apakah mereka (pengkritik) akan terbebas dari penamaan diri dengan nama-nama golongan madzhab atau nama-nama tarekat mereka .? Padahal sebutan itu tidak syar’i dan salah ..!?.

Allah adalah Dzat Maha pemberi petunjuk menuju jalan lurus. Wallahu al-Musta’in.

Demikianlah jawaban kami. Istilah Salaf bukan menunjukkan sikap fanatik atau ta’assub pada kelompok tertentu, tetapi menunjukkan pada komitmennya untuk mengikuti Manhaj Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Wallahu Waliyyut-Taufiq.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Th III/1419H-1999M disadur dari Majalah Al-Ashalah edisi 9/Th.II/15 Sya’ban 1414H ]

Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=910&bagian=0