Sepotong Roti Penebus Dosa

Posted: 26 Mei 2010 in Kisah & Sejarah Islam
Tag:,

Abu Burdah bin Musa Al-Asy’ari meriwayatkan, bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Musa pernah berkata kepada puteranya: “Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang seseorang yang mempunyai sepotong roti.”

Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.

Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendita yang ada setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan masing-masingnya mendapat sebuku roti.

Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, karena disangka sebagai orang miskin. Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata: “Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku.” Orang yang membagikan roti itu menjawab: “Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti.” Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.

Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sebuku roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sebuku roti tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata: “Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sebuku roti itu!”

https://tausyah.wordpress.com

Komentar
  1. […] sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk me­ngetahui kehidupan rakyat, terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri, ia memikul gandum yang hendak di­berikan sebagai bantuan kepada seorang […]

    Suka

  2. […] Mengapa para penguasa Bani Umay­yah yang berkuasa di Mesir dan di Syam tidak segera memberi pertolongan kepada Khalifah Utsman r.a.? Kemudian setelah Khalifah Utsman r.a. terbunuh, mengapa mereka tak […]

    Suka

  3. […] terselubung yang dikemukakan Thalhah dan Zu­bair ternyata mempunyai ekor yang panjang dan tambah merawan­kan kedudukan Imam Ali r.a. sebagai Amirul […]

    Suka

  4. […] manusia mempunyai keturunan, berdosa atau tidak ? a. Tuhan menyuruh manusia untuk berketurunan (Kejadian 1: 28) b. Tuhan menganggap wanita yang […]

    Suka

  5. […] Matius ingin memberikan kesan bahwa kelahiran Yesus adalah kelahiran yang telah sejak lama direncanakan dan di-tunggu-tunggu atau dengan kata lain Matius ingin memberikan kesan bahwa kelahiran Yesus adalah sebagai tanda […]

    Suka

  6. […] benar-benar oleh para pengikut Imam Ali r.a. Secara diam-diam banyak di antara mereka yang sudah kejangkitan penyakit putus asa. Belum lagi kita sebutkan besar­nya dana yang dihamburkan Muawiyah untuk membeli pengikut […]

    Suka

  7. […] benar-benar oleh para pengikut Imam Ali r.a. Secara diam-diam banyak di antara mereka yang sudah kejangkitan penyakit putus asa. Belum lagi kita sebutkan besar­nya dana yang dihamburkan Muawiyah untuk membeli pengikut […]

    Suka

  8. […] hari raya aku datang ke rumah Imam Ali r.a. Ia se­dang memegang sebuah kantong tertutup rapat berisi roti yang sudah kering dari remuk. Kulihat roti itu dimakannya. Aku ber­tanya keheran-heranan: “Ya Amiral Mukminin, bagaimana […]

    Suka

  9. […] Aqil melihat Al Husein r.a. sedang keda­tangan seorang tamu. Ia meminjam uang satu dirham untuk mem­beli beberapa potong roti. Uang itu belum cukup untuk keperluan lauk. Kepada pelayan rumahnya, Qanbar, Al Husein r.a. minta […]

    Suka

  10. […] yang berarti ‘tuan’ atau ‘pemilik’) adalah sebutan bagi dewa-dewi kesuburan, yang dianggap berkuasa atas panen, ternak dan manusia. Para penyembah Baalim percaya, dewa ini mati menjelang musim panas dan bangkit lagi menjelang musim […]

    Suka

  11. […] minta tolong sama Ni-Na, karena Ni-Na itu ya saya om,Moga-moga om ngerti tentang pribadi saya dan memaklumi dan tidak menuduh saya memalsukan […]

    Suka

  12. […] “Artinya : Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya” […]

    Suka

  13. […] mulia serta taat beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah habis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yang memaksanya […]

    Suka

  14. […] tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan,”ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan […]

    Suka

  15. […] aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan […]

    Suka

  16. […] datang lagi ke tempat itu, tetapi tidak lagi menggunakan kain tenun yang baru dipakai itu. Kain pemberian wanita itu berlipat di tangannya, dan kemudian diserahkan kepada sahabat yang memujinya […]

    Suka

  17. […] arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu terkeluar semula. Nabi itu pun […]

    Suka

  18. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  19. […] dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. […]

    Suka

  20. […] aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan […]

    Suka

  21. […] aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan […]

    Suka

  22. […] aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan […]

    Suka

  23. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  24. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  25. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  26. uwoghani6 berkata:

    […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  27. […] Aqil melihat Al Husein r.a. sedang keda­tangan seorang tamu. Ia meminjam uang satu dirham untuk mem­beli beberapa potong roti. Uang itu belum cukup untuk keperluan lauk. Kepada pelayan rumahnya, Qanbar, Al Husein r.a. minta […]

    Suka

  28. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  29. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  30. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

  31. […] jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa […]

    Suka

Tinggalkan komentar