Kegigihan Serta Airmata Amirul Mukminin Imam Ali Bin Abu Thalib Dalam Menegakkan Persatuan Ummat, Menjadi Tauladan Ummat Dalam Ukhuwah Islamiyah

Posted: 25 April 2011 in Salafush Shalih
Tag:, , , , , , ,
https://tausyah.wordpress.com/Unta-Gurun-Pasir

Unta Gurun Pasir

Ini adalah sebuah kisah tentang kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dalam Khulafaurrasyidin yang sangat patut kita teladani.

Tidak ada khalifah yang paling mencintai ukhuwwah, ketika orang berusaha menghancurkannya, seperti Ali ibn Abi Thalib. Baru saja dia memegang tampuk pemerintahan, beberapa orang tokoh sahabat melakukan pemberontakan. Dua orang di antara pemimpin Muhajirin meminta izin untuk melakukan umrah. Ternyata mereka kemudian bergabung dengan pasukan pembangkang. Walaupun menurut hukum Islam pembangkang harus diperangi, Ali memilih pendekatan persuasif. Dia mengirim beberapa orang utusan untuk menyadarkan mereka. Beberapa pucuk surat dikirimkan. Namun, seluruh upaya ini gagal. Jumlah pasukan pemberontak semakin membengkak. Mereka bergerak menuju Basra.

Dengan hati yang berat, Ali menghimpun pasukan. Ketika dia sampai di perbatasan Basra, di satu tempat yang bernama Alzawiyah, dia turun dari kuda. Dia melakukan shalat empat rakaat. Usai shalat, dia merebahkan pipinya ke atas tanah dan air matanya mengalir membasahi tanah di bawahnya. Kemudian dia mengangkat tangan dan berdo’a: “Ya Allah, yang memelihara langit dan apa-apa yang dinaunginya, yang memelihara bumi dan apa-apa yang ditumbuhkannya. Wahai Tuhan pemilik ‘arasy nan agung. Inilah Basra. Aku mohon kepada-Mu kebaikan kota ini. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya. Ya Allah, masukkanlah aku ke tempat masuk yang baik, karena Engkaulah sebaik-baiknya yang menempatkan orang. Ya Allah, mereka telah membangkang aku, menentang aku dan memutuskan bay’ah-ku. Ya Allah, peliharalah darah kaum Muslim.”

Ketika kedua pasukan sudah mendekat, untuk terakhir kalinya Ali mengirim Abdullah ibn Abbas menemui pemimpin pasukan pembangkang, mengajak bersatu kembali dan tidak menumpahkan darah. Ketika usaha ini pun gagal, Ali berbicara di hadapan sahabat-sahabatnya, sambil mengangkat Al-Qur’an di tangan kanannya: “Siapa di antara kalian yang mau membawa mushaf ini ke tengah-tengah musuh. Sampaikanlah pesan perdamaian atas nama Al-Qur’an. Jika tangannya terpotong peganglah Al-Qur’an ini dengan tangan yang lain; jika tangan itu pun terpotong, gigitlah dengan gigi-giginya sampai dia terbunuh.”

Seorang pemuda Kufah bangkit menawarkan dirinya. Karena melihat usianya terlalu muda, mula-mula Ali tidak menghiraukannya. Lalu dia menawarkannya kepada sahabat-sahabatnya yang lain. Namun, tak seorang pun menjawab. Akhirnya Ali menyerahkan Al-Qur’an kepada anak muda itu, “Bawalah Al-Qur’an ini ke tengah-tengah mereka. Katakan: Al-Qur’an berada di tengah-tengah kita. Demi Allah, janganlah kalian menumpahkan darah kami dan darah kalian.”

Tanpa rasa gentar dan penuh dengan keberanian, pemuda itu berdiri di depan pasukan Aisyah. Dia mengangkat Al-Qur’an dengan kedua tangannya, mengajak mereka untuk memelihara ukhuwwah. Teriakannya tidak didengar. Dia disambut dengan tebasan pedang. Tangan kanannya terputus. Dia mengambil mushaf dengan tangan kirinya, sambil tidak henti-hentinya menyerukan pesan perdamaian. Untuk kedua kalinya tangannya ditebas. Dia mengambil Al-Quran dengan gigi-giginya, sementara tubuhnya sudah bersimbah darah. Sorot matanya masih menyerukan perdamaian dan mengajak mereka untuk memelihara darah kaum Muslim. Akhirnya seseorang pun menebas lehernya.

Pejuang perdamaian ini rubuh. Orang-orang membawanya ke hadapan Ali ibn Abi Thalib. Ali mengucapkan do’a untuknya, sementara air matanya deras membasahi wajahnya. “Sampai juga saatnya kita harus memerangi mereka. Tetapi aku nasihatkan kepada kalian, janganlah kalian memulai menyerang mereka. Jika kalian berhasil mengalahkan mereka, janganlah mengganggu orang yang terluka, dan janganlah mengejar orang yang lari. Jangan membuka aurat mereka. Jangan merusak tubuh orang yang terbunuh. Bila kalian mencapai perkampungan mereka janganlah membuka yang tertutup, jangan memasuki rumah tanpa izin, janganlah mengambil harta mereka sedikit pun. Jangan menyakiti perempuan walaupun mereka mencemoohkan kamu. Jangan mengecam pemimpin mereka dan orang-orang saleh di antara mereka.”

Sejarah kemudian mencatat kemenangan di pihak Ali. Seperti yang dipesankannya, pasukan Ali berusaha menyembuhkan luka ukhuwwah yang sudah retak. Ali sendiri memberikan ampunan massal. Sejarah juga mencatat bahwa tidak lama setelah kemenangan ini, pembangkang-pembangkang yang lain muncul. Mu’awiyah mengerahkan pasukan untuk memerangi Ali. Ketika mereka terdesak dan kekalahan sudah di ambang pintu, mereka mengangkat Al-Qur’an, memohon perdamaian. Ali, yang sangat mencintai ukhuwwah, menghentikan peperangan. Seperti kita ketahui bersama, Ali dikhianati. Karena kecewa, segolongan dari pengikut Ali memisahkan diri. Golongan ini, kelak terkenal sebagai Khawarij, berubah menjadi penentang Ali. Seperti biasa, Ali mengirimkan utusan untuk mengajak mereka berdamai. Seperti biasa pula, upaya tersebut gagal.

Bagi yang berkenan untuk mengetahui biografi serta sejarah imam ali bin abu thalib sedari beliau kecil dan menjadi pelindung Rasulullah sampai dewasa dan menjadi salah satu Khulafaurrasyidin dapat dibaca pada kategori Para Imam blog ini. Jazzaakumullahu khairan katsiron..

Dari: Islam Aktual. Jalaluddin Rakhmat. Mizan

https://tausyah.wordpress.com

Komentar
  1. […]  hidup   di   tengah- tengah  kaumnya    semakin   menjadi dewasa,  dengan   sifat   dan  akhlak   yang  indah,  sehingga   menjadi   satu  teladan dan   buah bibir […]

    Suka

  2. […]  hidup   di   tengah- tengah  kaumnya    semakin   menjadi dewasa,  dengan   sifat   dan  akhlak   yang  indah,  sehingga   menjadi   satu  teladan dan   buah bibir […]

    Suka

  3. […]  hidup   di   tengah- tengah  kaumnya    semakin   menjadi dewasa,  dengan   sifat   dan  akhlak   yang  indah,  sehingga   menjadi   satu  teladan dan   buah bibir […]

    Suka

  4. […]  hidup   di   tengah- tengah  kaumnya    semakin   menjadi dewasa,  dengan   sifat   dan  akhlak   yang  indah,  sehingga   menjadi   satu  teladan dan   buah bibir […]

    Suka

  5. […]  hidup   di   tengah- tengah  kaumnya    semakin   menjadi dewasa,  dengan   sifat   dan  akhlak   yang  indah,  sehingga   menjadi   satu  teladan dan   buah bibir […]

    Suka

  6. […]  hidup   di   tengah- tengah  kaumnya    semakin   menjadi dewasa,  dengan   sifat   dan  akhlak   yang  indah,  sehingga   menjadi   satu  teladan dan   buah bibir […]

    Suka

  7. […] wanita muslimah yang senantiasa menutup auratnya, sedang mereka berpakaian longgar seumpama gamis yang tiada akan menunjukkan lekak-lekuk tubuh mereka. dan tiadalah yang menyerupai mereka dengan […]

    Suka

  8. […] wanita muslimah yang senantiasa menutup auratnya, sedang mereka berpakaian longgar seumpama gamis yang tiada akan menunjukkan lekak-lekuk tubuh mereka. dan tiadalah yang menyerupai mereka dengan […]

    Suka

  9. […] pada kerajaan ini dikuasai oleh seorang raja yang bengis lagi kejam, yang tiada mengenal ampun dan belas kasihan dan raja ini bernama “Kemaksiatan” sedang […]

    Suka

  10. […] berada, lebih khusus kepada saudara-saudara kami yang ikut ber­partisipasi bersama kami dalam penisbatan kepada dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai […]

    Suka

  11. […] berada, lebih khusus kepada saudara-saudara kami yang ikut ber­partisipasi bersama kami dalam penisbatan kepada dakwah yang penuh barakah ini, yaitu dakwah kepada al-Quraan dan as-Sunnah sesuai dengan […]

    Suka

Tinggalkan komentar