Arsip untuk 21 Agustus 2010

Name Of ALLAH On FlowerPernahkah anda mendengar propaganda misionaris yang mengatakan :
“barang siapa percaya akan Yesus kristus, maka ia akan masuk sorga ”

Yang dimaksud ialah, barang siapa mengakui Yesus mati disalib untuk menebus dosa manusia dan mengakui Yesus sebagai Tuhan maka ia akan masuk sorga, dan barang siapa mau dibaptis untuk menjadi pengikut Yesus maka ia akan terselamatkan dan akan masuk dalam kerajaan sorga.

Padahal Yesus sendiri, sama sekali tidak pernah disalib dan belum mati, baik dari dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur’an maupun dalam Alkitab, dan Yesus juga sama sekali tidak pernah mengaku sebagai Tuhan, dia justru mengaku sebagai manusia utusan Allah SWT, dalil-dalil tersebut berpuluh-puluh jumlahnya baik dalam Al-Qur’an maupun dalam Alkitab.

Tetapi dalam pembahasan ini, kami tidak akan menyinggung tentang dogma-dogma tersebut, kami ingin mengkaji bahwa dalam Alkitab disebutkan pengikut Yesus yang akan masuk sorga hanyalah 144.000 orang saja, itupun hanya dari orang-orang Israel saja, selain dari orang-orang Israel tentu Yesus tidak mau bertanggung jawab. Ini menurut Alkitab.

Melihat angka hanya 144.000 yang akan masuk sorga dari pengikut Yesus tentu memberikan tanda tanya besar, bagaimana dengan orang-orang Kristen yang jumlahnya dua milyard lebih di dunia saat ini. Apakah mereka akan masuk sorga ? seperti keyakinan mereka ?

Menurut Alkitab, yaitu kitab yang mereka bawa-bawa tiap minggu ke gereja, tidak ada satupun pintu sorga yang akan menerima mereka, 12 pintu sorga yang dikisahkan dalam Alkitab hanya diperuntukkan bagi 12 suku Israel, karena pintu-pintu itu telah bertuliskan nama-nama 12 suku Israel, jadi bagaimana nasib pengikut-pengikut Yesus dari luar suku Israel yang tentu saja berharap masuk surga ?

Pada akhir tulisan kita kutipkan ulasan majalah TEMPO ediri 3 Juli 2005, yang mengulas keyakinan orang-orang Kristen Advent yang menyatakan : “UMAT ISLAM ADALAH GOLONGAN YANG DITERIMA TUHAN”

Yesus Hanya Untuk Orang Israel

Al-Qur’an mengisahkan Nabi Isa as pernah berkata kepada kaumnya bani Israel :

“Hai bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu” QS. 61:6

Seruan nabi Isa as ini menegaskan bahwa nabi Isa as diutus Allah SWT hanyalah untuk orang Israel, nabi Isa as tidak pernah mengatakan :

“Hai manusia“, yang menunjukkan nabi Isa as tidak diutus untuk seluruh manusia.

Ternyata pernyataan Al-Qur’an tersebut didukung oleh kenyataan sejarah nabi Isa as (Yesus) yang hanya memiliki umat dari orang-orang Israel saja, pengikut Yesus tak ada satupun yang berasal dari orang-orang non Israel. Bukan saja sejarah yang mendukung pernyataan Al-Qur’an tersebut, tetapi banyak sekali ayat-ayat dalam Bible/Alkitab yang juga mendukung pernyataan Al-Qur’an tersebut :

Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Injil Matius 15:24

Bahkan Alkitab mengisahkan Yesus hanya mau mendo’akan orang-orang Israel saja, orang-orang diluar Israel Yesus tidak mau mendo’akan :

Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan Kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu Injil Yohanes 17:9

yang dimaksud ‘mereka’ dalam ayat tersebut ada-lah orang-orang Bani Israel, dan yang dimaksud Yesus tidak berdo’a untuk dunia adalah Yesus tidak mau mendo’akan orang-orang non Israel, tentu saja Yesus hanya memimpin dan mengembalakan domba-domba yang tersesat dari kalangan bani Israel.

Sebelum Yesus dilahirkan oleh Maria (dalam Islam : Maryam), telah ada nubuat yang menyatakan bahwa Maria akan melahirkan seorang anak yang kelak akan menyelamatkan orang-orang Israel.

“Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Injil Matius 1:21

yang dimaksud umatnya adalah orang-orang Israel saja, bukan orang Cina, bukan orang Amerika, bukan orang Indonesia yang akan diselamatkan oleh Yesus. Yesus memang hanya untuk Israel.

HANYA 144.000 YANG MASUK SYURGA

Al-Qur’an menyebutkan bahwa Israel terdiri dari dua belas suku :
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar QS. 7:160

Dalam Alkitab juga disebutkanbahwa Israel terbagi menjadi 12 suku :

Itulah semuanya suku Israel, dua belas jumlahnya… Kejadian 49:28

Dalam Alkitab disebutkan Yesus memilih dua belas murid yang diambil dari dua belas suku Israel untuk membantu dakwanya :

Inilah nama kedua belas rasul itu: Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas Iskariot yang mengkhianati Dia. Injil Matius 10:2-4

Yesus dan murid-muridnya berdakwah hanya untuk dua belas suku Israel ini saja, Yesus melarang murid-nuridnya untuk berdakwah kepada orang-orang selain bangsa Israel :

Ke duabelas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israil. Injil Matius 10:5-6

Bahkan ada nubuat, kelak setelah hari kiamat yaitu hari penghakiman, dua belas murid Yesus tersebut ikut bersama-sama Yesus menghakimi dua belas suku Israel :

.. sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Injil Matius 19:28

Jadi Yesus hanya menghakimi orang-orang dari Israel saja, Yesus tidak bertanggung jawab terhadap orang-orang non Israel di seluruh dunia ini.

Menurut Alkitab, hanya 144.000 orang yang akan masuk syurga :
Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel. Wahyu 7:4

Dari 144.000 orang yang dijamin masuk syurga tersebut adalah dari dua belas suku Israel yang masing-masing suku mendapat jatah 12.000 :

Dari suku Yehuda dua belas ribu yang dimeteraikan,
dari suku Ruben dua belas ribu,
dari suku Gad dua belas ribu,
dari suku Asyer dua belas ribu,
dari suku Naftali dua belas ribu,
dari suku Manasye dua belas ribu,
dari suku Simeon dua belas ribu,
dari suku Lewi dua belas ribu,
dari suku Isakhar dua belas ribu,
dari suku Zebulon dua belas ribu,
dari suku Yusuf dua belas ribu,
dari suku Benyamin dua belas ribu. Wahyu 7:5-8

Dua belas suku Israel tersebut adalah definisi secara lahiriah, memang betul-betul orang Israel secara fisik, bukan Israel secara Rohani. Jadi menurut ayat tersebut, orang-orang non Israel tidak ada jaminan masuk syurga. Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa pintu syurga yang tersedia, sudah tertulis nama-nama suku Israel :

Dan temboknya besar lagi tinggi dan pintu gerbangnya dua belas buah; dan di atas pintu-pintu gerbang itu ada dua be-las malaikat dan di atasnya tertulis nama kedua belas suku Israel, Di sebelah timur terdapat tiga pintu gerbang dan di sebelah utara tiga pintu gerbang dan di sebelah selatan tiga pintu gerbang dan di sebelah barat tiga pintu gerbang. Wahyu 21:12-13

Untuk orang-orang non Israel, Amerika, Cina, Indonesia, dan lain sebagainya, Alkitab tidak menyebutkan adanya pintu syurga bagi mereka. Tentu untuk masuk syurga, haruslah dengan dalil yang bersumber dari yang menciptakan syurga itu sendiri.

Alkitab justru memberikan keterangan sebaliknya, bahwa Yesus diutus hanya untuk menye-lamatkan orang-orang Israel saja :

Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus. Kisah Para Rasul 13:23

Dalil-dalil alkitab ini, sungguh bertentangan dengan kenyataan agama Kristen yang menyebar keseluruh dunia, menurut ayat-ayat Alkitab tersebut di atas, Yesus tidak akan menerima iman dari orang-orang non Israel, artinya iman-iman orang Kristen seluruh dunia, akan tertolak dengan sendirinya oleh Yesus. Namun, akhirnya kembali pada keyakinan masing-masing orang, kita hanya berkewajiban mendakwakan kebenaran hakiki. Namun, tentu kita tidak akan rela bila saudara-saudara kita yang miskin terintimidasi ke dalam agama mereka.

Pintu Syurga, Hanya Melalui Islam

Allah SWT menyatakan bahwa Muhammad saw adalah seorang utusan bagi seluruh alam :

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (men-jadi) rahmat bagi semesta alam QS. 21:107

Allah SWT menegaskan lagi, bahwa risalah yang dibawa beliau SAW adalah untuk seluruh alam :

Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. QS. 38:87

Sehingga tidak mengherankan bila seruan-seruan dalam Al-Qur’an dimulai dengan seruan “hai manusia” atau “Hai bani Adam” yang menunjukkan keuniversalan sifat orang-orang yang diseru.

Dalam Alkitab, Yesus memberitakan tentang Islam dan memerintahkan umatnya untuk bertobat .

Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat! Injil Matius 4:17

Yang dimaksud kerajaan syurga adalah agama Islam yang di bawa nabi Muhammad saw, hal ini diperkuat dengan ayat berikut ini :

….Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. Injil Matius 21:43

Semua dalil-dalil tersebut sangat bersesuaian, bahwa untuk dapat masuk syurga, jalan satu-satunya hanyalah dengan masuk agama Islam. Mari kita susun kembali fakta-fakta tersebut di atas :

1. Risalah Yesus hanya untuk orang Israel
2. Hanya 144.000 pengikut Yesus yang masuk syurga.
3. Pintu syurga melalui ajaran Yesus hanyalah bagi dua belas suku Israel.
4. Yesus memerintahkan untuk mengikuti agama Muhammad saw.
5. Agama Islam adalah Rahmatan Lil Alamin.

Dan Allah SWT menegaskan dalam firmanNYA :

Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi. QS. 3:85

Orang-orang Kristen yang mau menggunakan akal sehatnya, tentu akan mengetahui kebenaran secara nyata, seperti sebagian orang-orang Kristen Advent yang telah menyatakan bahwa umat Islamlah yang akan diterima Allah SWT. Berikut ini kutipan kesaksian Kristen Advent yang menyatakan : “Umat Islam-lah Golongan Yang Diterima Tuhan” (al-islahonline)

GEREJA YANG NYARIS BERTAUHID

Robert P. Walean Pendeta Manado Dirikan Ajaran Islam Hanif – Gabungkan Kristen-Islam Setelah 3 Tahun Teliti Alkitab dan Al-Qur’an
Seorang jemaat Kristen Advent mewartakan ajaran “Islam Hanif”, pendeta dan umat Advent terbelah. Sekitar 500 jemaat Kristen Advent tiga pekan lalu berkumpul di ruang pertemuan gedung Argo Pantes di jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Beberapa saat setelah mereka menyenandungkan lagu-lagu rohani, seorang lelaki naik mimbar, namanya Robert P. Walean. Dengan menggunakan perangkat FOCUS, ia mempresentasikan apa yang ia sebut dengan “Islam Hanif”. Dengan lantang iapun berfatwa, “Alkitab dengan Al-Qur’an menunjukkan bahwa Islam Hanif adalah ajaran yang diterima Allah”

Lelaki kelahiran Manado 67 tahun silam itu ti-dak sedang bercanda. Setelah tiga tahun meneliti Alkitab dan Al-Qur’an, ia mengaku menemukan ajaran Islam-Hanif. Penemuan ini bermula ketika Robert bangkrut sebagai eksportir furniture. Sejak itu, sarjana ekonomi dari perguruan tinggi swasta di Jakarta itu banting setir, “Saya tak ingin mengejar dunia lagi. Lebih baik mengurus akhirat,” katanya.

Ia lalu mendirikan Last Event Duty Institute, sebuah lembaga penelitian Alkitab dan Al-Qur-’an, di rumahnya, kawasan Koja, Jakarta Utara. Setelah sekitar tiga tahun bersama sejumlah pendeta Advent membolak-balik dua kitab suci tersebut, akhirnya ia menemukan sebuah firman dalam Yesaya 60:7, “Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba nebayot tersedia untuk ibadahmu, sebagai korban yang berkenan kepada-KU, dan AKU akan menyemarakkan rumah keagungan-KU…”

Dari ayat inilah Robert yakin, umat Islam adalah golongan yang diterima Tuhan. Sebab, dalam pandangan Kristen, orang Kedar dan Nebayot adalah keturunan nabi Ibrahim dari garis Ismail yang menganut Islam, tetapi ia belum memiliki nama aliran yang barusan ia temukan. Setelah berhari-hari mengkaji isi Al-Qur’an, ia berhenti pada surat 16:123. “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dari sinilah kemudian ia mengusung nama “Islam-Hanif”, Islam yang lurus.

Bagaimana pandangan syariat selengkapnya ?

Robert punya jawaban singkat :

“Semua perilaku Nabi Ibrahin dan Muhammad saw adalah Islam Hanif.” Tapi, itu tak berarti sama persis seperti Islam, sebab hari suci dalam Islam Hanif versi Robert bukanlah Jum’at, melainkan Sabtu alias Sabath, sebagaimana juga dalam Kristen Advent.

Gampang diduga, ajaran Robert menuai pro dan kontra, bahkan juga di kalangan Kristen Advent sendiri. Menurut Tri Djoko Soewarso MA, Direktur Komunikasi Gereja Kristen Advent Indonesia Barat, pendeta Kristen Advent terbelah dua. Begitu pula sekitar 400 ribu pemeluk Advent di Indonesia, sebagian mendukung, sebagian menolak. Walau begitu, gereja Advent tidak melarang aktivitas Robert di gereja dan pertemuan jemaatnya. “Pak Robert mencoba mewartakan ajaran Tuhan menurut versinya,” ujarnya.

Dukungan bagi Robert umumnya datang dari kelompok pendeta yang “berpikiran maju.” Pendeta L. Situmorang dari gereja Masehi Hari Ketujuh di Jalan Dr. Saharjo, jakarta Pusat, misalnya, menyambut ajaran Robert secara terbuka. Ia menulis pernyataan resmi tertanggal 23-1-05 yang isinya membenarkan hasil kajian Robert. Salah satu butir penting dalam surat bermeterai itu langsung menohok ke Jantung Teologi Kristen:

“mengakui Muhammad adalah utusan Allah, Robert sendiri mengaku telah memiliki pengikut sekitar 500 orang “.

Kini, sehari-hari Robert aktif mewartakan “Islam Hanif” ke pelbagai penjuru negeri. Jadwal hariannya berkisar pada kegiatan gereja, pertemuan jemaat, termasuk berbagai seminar di dalam dan di luar negeri. Dan ia sama sekali tak menghiraukan cemooh dan penolakan. Toh, katanya, ”Semua nabi awalnya juga ditolak oleh umatnya”

Maka, Jika ke-hanif-an Robert diteruskan, bukan tak mungkin ia akan sampai pada ajaran tauhid. Apalagi jika ia merenungkan surat 3:67: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau Nasrani, melainkan seorang hanif dan Muslim”. Majalah Tempo : 3 Juli 2005 hal 58

https://tausyah.wordpress.com

Masjid-JumeirahSementara Imam Ali r.a. menanggulangi pemberontakan Khawarij di Nehrawan, Muawiyah meningkakan terus kekuatan­nya, mengkonsolidasi barisan serta mengokohkan kedudukannya. Mereka memperoleh waktu yang sangat cukup untuk memper­siapkan peperangan lebih lama lagi, berkat politik “tahkim” yang disusun oleh arsiteknya, Amr bin Al Ash.

Sebaliknya, dengan muslihat “tahkim” itu, kekuatan Imam Ali r.a. sekarang menjadi berkurang. Ia ditinggalkan, bahkan dilawan oleh pengikut-pengikutnya sendiri, yang sudah memisah­kan diri sebagai kaum Khawarij. Dalam menumpas gerakan Kha­warij, Imam Ali r.a. telah kehilangan beberapa anggota pasukan yang cukup merugikan, walaupun berhasil mencapai kemenangan.

Imbangan kekuatan yang sekarang sangat menguntungkan fihak Muawiyah difahami benar-benar oleh para pengikut Imam Ali r.a. Secara diam-diam banyak di antara mereka yang sudah kejangkitan penyakit putus asa. Belum lagi kita sebutkan besar­nya dana yang dihamburkan Muawiyah untuk membeli pengikut sebanyak-banyaknya. Bagaimana pun juga hal ini besar pengaruh­nya di kalangan para pengikut Imam Ali r.a. yang kurang teguh iman dan pendiriannya. Kepada para pengikut Imam Ali r.a. yang mau menyeberang, Muawiyah mengiming-imingkan hadiah berli­pat ganda.

Perlawanan terhenti

Selesai perang melawan kaum Khawarij dan sebelum mening­galkan Nehrawan untuk berangkat melanjutkan perang melawan Muawiyah, Imam Ali r.a. mengucapkan pidato di depan para peng­ikutnya. Antara lain ia berkata: “Cobaan Allah yang kalian hadapi telah berakhir dengan baik. Allah telah memenangkan kalian de­ngan pertolongan-Nya. Sekarang marilah kita berangkat untuk menghadapi Muawiyah dan para pendukungnya yang durhaka itu. Mereka yang meninggalkan Kitab Allah di belakang punggung dan telah menjual-belikannya dengan harga murah. Alangkah bu­ruknya apa yang telah mereka beli dengan Kitab Allah itu!”

Bagaimana sambutan pengikut Imam Ali r.a. Kali ini Imam Ali r.a. terbentur lagi pada ranjau yang dipasang oleh Al Asy’ats bin Qeis. Asy’ats ternyata sudah berhasil mempengaruhi banyak anggota pasukan Imam Ali r.a. supaya meninggalkan barisan, de­ngan jalan mencari tempat-tempat peristirahatan di daerah-daerah yang berdekatan. Alasan yang digunakan dalam kampanye itu ialah mereka sudah terlampau letih dan sangat perlu beristirahat, untuk memulihkan tenaga lebih dulu, sebelum bergabung dalam pasukan.

Jasa Asy’ats nampaknya tidak kecil bagi Muawiyah. Tidak keliru rasanya kalau ada sementara penulis yang mengatakan, bah­wa bukan hanya Abu Musa dan kaum Khawarij saja yang ber­berjasa kepada Muawiyah, tetapi juga Al Asy’ats bin Qeis.

Waktu Imam Ali r.a. mengajak anggota-anggota pasukannya berangkat memerangi Muawiyah, mereka menjawab sesuai dengan garis yang sudah diletakkan Al Asy’ats: “Ya Amiral Mukminin, anak panah kami sudah habis, tangan kami sudah terlalu payah, pedang kami banyak yang patah dan tombak kami sudah tumpul! Biarkanlah kami pulang dulu agar kami dapat mempersiapkan perbekalan dan perlengkapan yang lebih baik. Mungkin Amirul Mukminin akan memberi tambahan senjata kepada kami, agar kami lebih kuat dalam menghadapi musuh!”

Sulit mencari orang yang bertabiat keras seperti Imam Ali r.a. tetapi juga sangat sulit mencari orang yang sabar seperti dia. Sukar mencari orang yang waspada seperti Imam Ali r.a., tetapi juga sangat sukar mencari orang yang mempercayai sahabat se­penuh hati seperti dia. Bagaimana harus dibantah, bukankah mere­ka itu benar-benar baru saja menyelesaikan peperangan? Jadi alas­an mereka itu memang masuk akal! Imam Ali r.a. setuju mereka beristirahat, tetapi tidak pulang ke rumah masing-masing. Mereka harus diistirahatkan bersama di suatu tempat, agar setiap saat dapat dikerahkan bila dipandang perlu.

Mereka kemudian diajak oleh Imam Ali r.a. ke sebuah tempat bernama Nakhilah. Selain menjadi tempat istirahat, Nakhilah juga dijadikan tempat pemusatan pasukan. Kepada semua pa­sukan diperintahkan supaya jangan sampai ada yang mening­galkan tempat. Semua pasukan harus selalu dalam keadaan siaga untuk melanjutkan peperangan melawan pasukan Syam. Jika anak isteri tidak seberapa jauh dari Nakhilah, boleh saja menjenguk mereka, tetapi jangan terlalu sering. Masing-masing anggota pa­sukan diminta supaya selalu siap menantikan saat keberangkatan ke Shiffin.

Apa yang terjadi?

Ternyata hanya beberapa hari saja mereka tinggal bersama Imam Ali r.a. di Nakhilah. Banyak sekali yang tanpa izin menye­linap pergi ke Kufah untuk bersenang-senang dengan anak isteri mereka. Tidak sedikit yang bertebaran ke daerah-daerah sekitar Nakhilah untuk mencari hiburan dan kesenangan. Imam Ali r.a. ditinggal bersama beberapa orang sahabat terdekat dan sejumlah pengikut. Akhirnya Imam Ali r.a. dan para sahabat terdekat itu terpaksa meninggalkan Nakhilah dalam keadaan kosong.

Sejak saat itu perlawanan terhadap Muawiyah praktis terhenti. Kesetiaan pendukungnya sudah tak dapat diandalkan la­gi. Banyak di antara mereka yang mulai terpikat hatinya oleh ke­pentingan duniawi yang dinikmati oleh kaum muslimin di Syam. Selain itu banyak juga yang patah semangat dan kejangkitan penyakit putus asa.

Terhentinya perlawanan menumpas pemberontakan Muawi­yah bukan disebabkan ketidak mampuan Imam Ali r.a., melain­kan karena sikap massa yang dipimpinnya sudah goyah dan tidak mantap, terutama mereka yang berasal dari Kufah. Tanda-tanda akan terjadinya hal yang harus disayangkan itu, sudah nampak sejak Imam Ali r.a. memasuki kota tersebut. Bahkan beberapa bu­lan sebelum itu pun di Madinah Imam Ali r.a. sudah menghada­pi bermacam-macam kesulitan, yaitu sejak pembai’atannya sebagai Khalifah.

Ajakan ke medan juang

Setelah ditinggal oleh banyak pengikutnya dan hanya tingal para sahabat yang setia saja, melalui Hujur bin Addiy, Amr bin Al Humuq dan sejumlah sahabat lainnya, Imam Ali r.a. mengeluar­kan sebuah pernyataan tertulis untuk disampaikan kepada kaum muslimin Kufah, terutama bekas pendukungnya. Dalam pernyata­an tertulis itu Imam Ali r.a. membeberkan semua persoalan dan mengungkapkan latar belakang sejarahnya.

“Bahwasanya Allah s.w.t. telah mengutus Muhammad, Rasul Allah s.a.w. untuk mengingatkan ummat manusia di seluruh dunia. Beliau menerima wahyu dan mengemban amanat yang diturun­kan kepadanya, dan menjadi saksi bagi ummat ini. Hai orang-­orang Arab, kalian pada masa itu dalam keadaan tidak mempunyai agama. Satu sama lain saling memakan harta secara bathil. Kemu­dian Allah melimpahkan kurnia-Nya kepada kalian dengan mengu­tus Muhammad s.a.w. datang ke tengah-tengah kalian dan berbi­cara dengan bahasa kalian. Kalian mengenal wajah beliau dan me­ngetahui benar asal-usul keturunannya.

“Beliau telah mengajarkan hikmah, sunnah dan fara’idh ke­pada kalian. Beliau menyuruh kalian supaya selalu menjaga baik-­baik hubungan silaturrahmi, memelihara kerukunan dan saling memperbaiki keadaannya masing-masing. Kalian juga diperintah­kan supaya menunaikan amanat kepada fihak yang berhak, meme­nuhi janji, saling bercinta-kasih dan sayang menyayangi. Beliau pun memerintahkan kalian supaya berlaku jujur, dan jangan sam­pai mencatut timbangan atau takaran. Beliau datang kepada kali­an juga antara lain untuk melarang kalian jangan sampai berbuat zina dan jangan makan harta milik anak yatim secara dzalim.”

“Kebajikan akan menghindarkan kalian dari siksa neraka. Dan beliau mendorong kalian supaya senantiasa berbuat keba­jikan. Tiap perbuatan buruk dan jahat akan menjauhkan kalian dari sorga, dan beliau mencegah supaya kalian jangan sampai berbuat seperti itu. SetelahAllah s.w.t. memandang masa hidupnya sudah cukup, beliau dipanggil pulang ke sisi-Nya, dalam keadaan beliau patut menerima pujian dan memperoleh keridhoan-Nya. Beliau s.a.w. telah memperoleh pengampunan atas segala kekhilafannya dan benar-benar telah mendapat kedudukan mulia di sisi Allah s.w.t.

“Tetapi alangkah besarnya musibah yang terjadi sepeninggal beliau, terutama yang menimpa kaum kerabatnya dan kaum muk­minin pada umumnya. Setelah beliau tidak ada lagi kaum mus­limin mempertengkarkan pimpinan dan kekuasaan. Demi Allah, aku tidak pernah merasa khawatir dan tidak pernah membayang­kan bahwa orang-orang Arab akan menggeser kepemimpinan dari tanganku. Tetapi waktu itu ternyata orang-orang Arab meng­angkat Abu Bakar. Mereka datang berbondong-bondong kepa­danya. Aku diam tidak mengulurkan tangan, sebab aku yakin bahwa akulah yang sebenarnya lebih berhak meneruskan kepe­mimpinan Rasul Allah s.a.w. daripada orang lain yang akan me­mimpin aku. Beberapa waktu lamanya aku tetap bersikap seperti itu.

“Kemudian aku melihat banyak orang meninggalkan agama Islam, kembali kepada kepercayaan mereka semula, bahkan berani berseru kepada orang-orang lain supaya menghapuskan agama yang dibawakan oleh Muhammad s.a.w. dan Ibrahim as. Aku menjadi sangat khawatir, kalau aku tidak membela Islam dan kaum mus­limin, aku bakal menyaksikan kerusakan dan keruntuhan Islam. Bagiku, itu merupakan bencana yang jauh lebih besar daripada le­pasnya kepemimpinan dari tanganku. Sebab masalah kepemimpin­an hanyalah suatu hiasan hidup belaka yang tidak kekal dan tidak lama, yang akhirnya akan lenyap seperti fatamorgana.”

“Aku lalu pergi menjumpai Abu Bakar. Ia kubai’at, kemudian bersama dia aku bergerak menanggulangi kejadian tersebut di atas tadi, sampai kebathilan itu musnah dan kalimat Allah tetap unggul dan mulia walau orang-orang kafir tidak menyukai. Abu Bakar tetap memegang pimpinan pemerintahan. Ia berlaku adil, baik, benar, rendah hati dan hidup sederhana. Aku mendampingi dia sebagai penasehat. Ia kutaati sungguh-sungguh selama ia taat kepada Allah s.w.t.

“Beberapa saat menjelang wafatnya, Abu Bakar menunjuk Umar Ibnul Khattab untuk meneruskan kepemimpinannya. Itu pun kutaati. Umar kubai’at dan kepadanya kuberikan nasehat-­nasehat. Selama memegang pimpinan pemerintahan, Umar bersi­kap baik dan semasa hidupnya ia berperilaku terpuji. Menjelang wa­fatnya, aku berkata dalam hatiku: ‘Ia tentu tidak akan menyerah­kan pimpinan pemerintahan kepada orang lain. Tetapi ternyata ia minta supaya masalah kekhalifahan itu dimusyawarahkan, dan aku menjadi salah seorang calon sekaligus peserta musyawarah. Namun orang lainnya tidak suka kalau kepemimpinan jatuh ke tanganku, sebab mereka mendengar bahwa aku pernah menentang Abu Bakar’…”

“Dulu aku memang pernah mengatakan: ‘Hai orang-orang Qureisy, aku ini lebih berhak daripada kalian untuk memegang pimpinan, sebab tidak ada seorang pun di antara kalian yang ter­dini mengenal Al Qur’an dan mengerti sunnah Rasul!’ Karena aku berkata seperti itu, mereka merasa khawatir kalau sampai aku ter­bai’at menjadi pemimpin ummat, tidak akan ada kesempatan lagi bagi mereka. Akhirnya mereka membai’at Utsman bin Affan, menyingkirkan diriku dari kepemimpinan dan menyerahkannya kepada Utsman. Aku dijauhkan dari kepemimpinan karena mereka mengharap akan memperoleh giliran.”

“Aku terpaksa menyatakan bai’at. Aku menyabarkan diri sambil bertawakkal kepada Allah. Kemudian ada salah seorang berkata kepadaku: ‘Hai Ibnu Abu Thalib, mengapa engkau ngotot ingin memegang pimpinan?’ Aku menjawab: ‘Kalian lebih ngo­tot. Yang kuminta adalah hak waris putera pamanku! Waktu kali­an mencampuri urusanku dengan Utsman, kalian berbuat me­nampar mukaku dan tidak menampar mukanya!’ Aku berdoa memohon perlindungan kepada Allah s.w.t. dalam menghadapi orang-orang Qureiys itu. Mereka memutuskan silaturrahmiku de­ngan Rasul Allah s.a.w. Mereka meremehkan kedudukan dan ke­utamaanku. Mereka bersepakat merebut hak yang sebenarnya aku ini lebih berwenang dibanding mereka. Mereka telah memperkosa hakku.”

“Mereka lalu berkata lagi: ‘Sabarlah engkau menahan kepe­dihan itu! Dan sabarlah hidup dalam kekecewaan itu!’ Aku meli­hat-lihat dan ternyata tidak ada teman atau orang lain yang ber­sedia membantu selain keluargaku sendiri. Tetapi aku tidak mau menjerumus-kan keluargaku ke dalam bahaya. Kupejamkan mataku untuk menahan sakitnya kelilip, dan kutelan ludahku dengan pe­rasaan sedih. Aku sabar menahan kejengkelan, sehingga terasa olehku kepahitan yang melebihi jadam dan kesakitan yang mele­bihi tusukan pisau.”

“Akhirnya kalian dendam terhadap Utsman. Ia kalian data­ngi, lalu kalian bunuh. Setelah itu kalian datang kepadaku untuk menyatakan bai’at. Aku menolak, tetapi kalian tetap bersikeras menghendaki aku. Kalian mendesak dan mendorong-dorong da­tang kepadaku untuk mendesak terus, sampai kukira kalian akan saling bunuh-membunuh atau hendak membunuhku. Kepadaku kalian mengatakan: ‘Kami tidak menemukan orang selain engkau dan kami tidak menyukai orang lain. Kami seia-sekata dan dengan tekad bulat membai’atmu’…”

“Pembai’atan kalian kemudian kuterima. Lalu kalian meng­ajak orang-orang lain untuk membai’atku. Orang-orang yang me­nyatakan bai’at karena taat, kuterima. Sedangkan yang tidak mau menyatakan bai’at, kubiarkan. Orang yang pertama-tama menya­takan bai’at kepadaku ialah Thalhah dan Zubair. Seandainya dua orang itu tidak mau membai’atku, mereka tidak akan kupaksa, sama halnya seperti orang lain yang tidak mau membai’atku. Tidak lama kemudian aku mendengar dua orang itu berangkat ke Bashrah membawa sejumlah orang bersenjata. Tidak seorang pun dari mereka itu yang belum pernah menyatakan bai’at kepadaku. Di Bashrah mereka mengobrak-abrik pegawaiku, menggedor tem­pat-tempat penyimpanan harta kaum muslimin dan memperko­sa penduduk yang taat kepadaku. Mereka memecah belah dan me­rusak kerukunan, mencerai-beraikan persatuan dan menyerang tiap orang yang mengikuti serta mencintaiku. Beberapa kelompok dari pencintaku dibunuh secara gelap dan dianiaya. Di antara me­reka itu ada yang sanggup membela diri, ada yang hanya bersabar, dan ada pula yang dengan gigih terpaksa mengacungkan pedang. Para pencintaku itu bangkit melawan tindakan jahat mereka sam­pai banyak yang mati terbunuh dalam keadaan bertawakkal kepada Allah s.w.t.

“Demi Allah, seandainya hanya seorang saja dari para pencin­taku yang sengaja mereka bunuh, sudah halal bagiku untuk bertin­dak menumpas habis gerombolan bersenjata itu! Apalagi karena ternyata mereka itu telah membunuh banyak kaum muslimin. Tetapi, Allah s.w.t. sudah membalas perbuatan mereka, dan sekarang binasalah sudah kaum yang dzalim itu.”

“Kemudian aku melihat kepada orang-orang Syam. Mereka itu adalah orang-orang Arab yang berperangai kasar, terdiri dari macam-macam golongan yang serakah dan liar, datang dari ber­bagai pelosok. Mereka itu adalah orang-orang yang masih perlu diajar, dipimpin dan dibimbing. Mereka bukan kaum Muhajirin atau Anshar, dan bukan pula orang-orang yang memasuki agama dengan itikad baik. Mereka kudatangi, kuajak supaya mau bersatu dan bersedia taat, tetapi mereka menolak. Mereka menginginkan perpecahan, permusuhan dan kemunafikan. Mereka bergerak me­lawan kaum Muhajirin, kaum Ansor dan orang-orang yang masuk agama Islam dengan niat ikhlas dan jujur. Mereka melepaskan anak-panah dan melempar tombak. Di saat itulah aku bangkit dan bergerak melawan mereka. Mereka kuperangi.

“Setelah mereka kekurangan senjata dan merasakan sakit­nya luka, mereka kibarkan lembaran-lembaran Al-Qur’an dan ber­seru kepada kalian supaya berpegang teguh kepadanya. Waktu itu kalian sudah kuberi tahu, bahwa mereka itu bukan orang-orang yang patuh kepada ajaran agama dan Al-Qur’an. Mereka mengibarkan lembaran-lembaran Al-Qur’an hanya sekedar tipu-daya dan muslihat. Kalian sudah kuperintahkan supaya terus memerangi mereka, tetapi kalian menuduh diriku dan kalian berkata kepadaku: “Terimalah apa yang mereka usulkan. Kalau mereka benar-benar mau melaksanakan apa yang ada dalam Al-Qur’an dan sun­nah, pasti mereka akan bersatu dengan kita dalam kebenaran yang selama ini kita pertahankan. Jika mereka tidak mau, kita mem­punyai alasan kuat untuk terus berlawan terhadap mereka.”

“Keinginan kalian itu kusetujui, aku lalu mundur, tidak me­nyerang mereka lagi. Kemudian terjadilah persetujuan antara ka­lian dengan mereka untuk mengangkat dua orang perunding guna mencari penyelesaian damai berdasar Kitab Allah. Dua orang itu diharuskan patuh menjunjung tinggi perintah Al Qur’an dan men­jauhkan apa yang dilarangnya. Tetapi dua orang itu berselisih pendapat, dan hukum yang diambil ternyata berlain-lainan. Dua orang itu mengabaikan Al Qur’an dan menyalahi isinya. Dua-dua­nya tanpa hidayat Allah terjerumus mengikuti hawa nafsu sendi­ri-sendiri. Oleh Allah dua orang itu dijauhkan dari kebajikan dan diperosokkan dalam kesesatan. Dua-duanya memang pantas menjadi orang seperti itu.”

“Setelah semua itu terjadi, ada sekelompok orang meninggal­kan kami. Mereka pun kami tinggalkan. Kami bersikap sama se­perti mereka. Tetapi kemudian mereka berkeliaran di bumi mem­buat kerusakan.Orang-orang muslimin mereka bunuh tanpa dosa. Mereka kami datangi, lalu kami katakan kepada mereka: ‘Serah­kan kepada kami orang-orang yang membunuh saudara-saudara kami’. Mereka menjawab: ‘Kami semua inilah yang membunuh. Kami halal menumpahkan darah mereka dan darah kalian’…”

“Mereka lalu pergerak mengerahkan pasukan berkuda dan pe­jalan kaki untuk menyerang kami. Tetapi akhirnya mereka dihan­curkan oleh Allah, nasibnya sama seperti orang-orang dzalim lain­nya. Setelah itu kuperintahkan kalian supaya berangkat ke Shiffin untuk menghadapi musuh, tentara Syam. Sebab pendadakan seper­ti itu akan membuat hati mereka kecut dan akan menggagalkan tipu daya mereka. Waktu itu kalian ternyata menjawab: ‘Pedang kita sudah banyak yang patah, kita kehabisan anak panah, dan ujung tombak kita sudah banyak yang tumpul. Izinkanlah kita pulang dulu untuk mempersiapkan perlengkapan dan perbekalan yang lebih baik. Kiranya engkau pun akan menambah perleng­kapan kita dengan senjata-senjata yang ditinggalkan teman-teman kita yang telah tewas dan senjata-senjata bekas kepunyaan musuh. Itu akan merupakan tambahan kekuatan bagi kita dalam meng­hadapi musuh’…”

“Permintaan kalian itu kami terima. Selama beberapa waktu menunggu, kalian kuperintahkan supaya jangan meninggalkan ku­bu pertahanan, supaya lebih merapatkan barisan, siap siaga meng­hadapi peperangan, dan jangan terlalu sering menengok anak isteri, sebab itu akan melemahkan hati kalian dan dapat membelokkan fikiran kalian. Pasukan yang sedang menghadapi peperangan tidak semestinya mengeluh, meratap atau jemu bergadang di malam hari. Tidak semestinya pasukan itu mengeluh kehausan atau lapar, se­belum mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan.”

“Tetapi kenyataannya, ada sekelompok orang dari kalian yang meminta kelonggaran dengan bermacam-macam alasan. Ke­lompok lainnya lagi menyelinap masuk ke dalam kota lalu membe­lot. Mereka ini tidak ada yang datang kembali kepadaku. Setelah kuperiksa, ternyata pasukan yang masih tetap tinggal bersamaku hanya berjumlah 50 orang. Setelah aku melihat perbuatan kalian seperti itu, kalian kudatangi, tetapi sampai hari ini kalian masih tetap tidak sanggup keluar untuk menghadapi musuh bersama-sama kami.”

“Ya Allah, kasihan benar orang-orangtua kalian! Apalagi sebenarnya yang kalian fikirkan? Tidakkah kalian menyadari bah­wa kekuatan kalian sekarang sudah berkurang? Tidakkah kalian dapat melihat negeri kalian ini sudah diserang? Apa sebab kalian

masih berpaling muka? Bukankah musuh-musuh kalian itu sudah bersatu, bekerja keras dan bertukar-fikiran, sedang kalian sekarang bercerai-berai, bertengkar dan saling mengelabui satu sama lain? Ji­ka kalian bersatu, kalian pasti selamat.”

“Oleh karena itu bangunkanlah orang-orang yang sedang tidur nyenyak. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian. Yang kalian perangi itu bukan lain adalah kaum thulaqa dan keturunan orang-orang thulaqa, yaitu orang-orang yang meme­luk Islam hanya karena terpaksa. Orang-orang yang dahulu meme­rangi Rasul Allah s.a.w., orang-orang yang memusuhi Al Qur’an dan Sunnah, orang-orang yang dahulu bergabung dan bersekutu dalam perang Ahzab melawan kaum muslimin, orang-orang ahli bid’ah yang banyak menimbulkan keonaran, orang-orang yang ditakuti karena kejahatannya, orang-orang yang menyeleweng dari agama, pemakan barang yang bathil dan budak-budak dunia!”

“Amr bin Al Ash itu sebenarnya condong kepadaku. Ia ber­fihak pada Muawiyah hanya setelah menerima janji akan diberi ke­kuasaan besar atas Mesir. Ia tidak segan-segan menjual agamanya untuk mendapatkan kepentingan dunia! Muawiyah membelinya dengan menghamburkan uang kekayaan kaum muslimin! Di an­tara orang fasik itu ada yang pernah dihukum cambuk karena meneguk minuman haram. Mereka itulah yang sekarang sedang menjadi pemimpin kaumnya. Orang-orang yang tidak kusebutkan perbuatan buruknya, banyak yang lebih jahat dan lebih berbahaya. Yaitu orang-orang yang jika sudah berpisah dari kalian, memper­lihatkan kebenciannya terhadap kalian. Mereka membangga-bang­gakan diri, menindas orang lain sewenang-wenang, congkak, deng­ki dan banyak berbuat kerusakan di bumi. Mereka mengikuti hawa nafsu dan memerintah dengan korup dan jalan suap (rasy­wah). Sedangkan kalian, walaupun tidak saling bantu dan berta­wakkal secara keliru, namun kalian masih jauh lebih benar dari­pada jalan mereka.”

“Di antara kalian terdapat orang-orang arif bijaksana (huka­ma), alim ulama, fuqaha (para ahli hukum syariat), pengajar-peng­ajar Al-Qur’an, orang-orang yang hidup zuhud di dunia, orang-­orang yang gemar mengunjungi masjid dan orang-orang ahli mem­baca Al Qur’an.”

“Apakah kalian rela dan tidak marah kalau orang-orang berperangai jahat, bengis dan kerdil seperti mereka itu hendak memaksakan kekuasaan kepada kalian? Dengarkanlah kata-kataku dan taati­lah perintahku bila kuperintahkan. Fahamilah nasihatku jika aku beri nasihat. Percayailah ketegasanku bila aku sudah bertindak. Ikutilah kebulatan tekadku bila aku sudah berniat! Bangunlah mengikuti kebangkitanku dan seranglah orang-orang yang kuse­rang! Jika kalian membangkang, kalian tidak akan mendapatkan petunjuk yang benar dan kalian tidak akan dapat bersatu. Terju­nilah peperangan dan siapkan semua perlengkapan. Perang sudah berkobar dan apinya masih menyala-nyala. Orang-orang yang dza­lim itu hendak membasmi kalian melalui peperangan dengan tuju­an untuk dapat leluasa memadamkan cahaya Allah.

“Demi Allah, seandainya aku seorang diri menjumpai mereka berada di tengah-tengah penghuni bumi ini, lantas aku menaruh perhatian kepada mereka, atau aku lantas lari menjauhi mereka karena takut, itu berarti aku sudah sama sesatnya seperti mere­ka! Jalan hidayat yang selama ini kupegang teguh, benar-benar ku­hayati dengan penuh kesadaran dan keyakinan serta berdasarkan petunjuk Allah Tuhanku. Aku sungguh-sungguh sudah sangat rindu ingin berjumpa dengan Allah, dan aku benar-benar menung­gu serta mengharap-harap keindahan pahala dan karunia-Nya.”

“Tetapi kerisauan dan kekecewaan meresahkan hatiku dan kekhawatiran menggelisah-kan fikiranku, karena aku takut kalau-kalau ummat ini akan dikuasai oleh manusia-manusia jahat dan durhaka. Kemudian mereka itu akan menggunakan kekayaan Allah sebagai alat kekuasaan, menjadikan hamba-hamba Allah se­bagai budak belian, menjadikan orang-orang saleh sebagai umpan peperangan, dan menjadikan orang-orang yang berlaku adil sebagai golongan terpencil.”

“Demi Allah, kalau bukan karena semuanya itu, aku tidak akan terus menerus mengajak kalian, mempersatukan kalian dan mendorong kalian supaya berjuang. Kalian pasti sudah kutinggal­kan. Demi Allah aku ini berada di atas jalan yang benar, dan aku sungguh-sungguh ingin mati syahid. Insyaa Allah, aku akan berang­kat ke medan juang bersama-sama kalian. Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat. Berjuanglah di jalah Allah dengan harta dan nyawa kalian. Se­sungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Pernyataan tertulis Imam Ali r.a. tersebut di atas, secara ke­seluruhan menggambarkan betapa sulit dan beratnya persoalan yang dihadapinya sepeninggal Rasul Allah s.a.w., terutama setelah dibai’at oleh kaum muslimin sebagai Khalifah dan Amirul Muk­minin.

Disadur dari buku :

Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Penerbit: Lembaga Penyelidikan Islam


https://tausyah.wordpress.com