Pandangan Nubuwwah pada Akhir Khayat Rasulullah Saw Tat Kala Dalam Keadaan Jatuh Sakit

Posted: 1 Agustus 2010 in Tausiyah
Tag:, , , , , , ,

Islamic Dua Wallpapers 1b

Pada hari-hari terakhir hayatnya Rasul Allah s.a.w., Imam Ali r.a. telah sampai pada puncak kematangannya, baik secara fisik, mental maupun pemikiran. Ketaqwaan dan imannya yang kuat telah teruji dalam pengalaman membela kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Ilmu-ilmu Ilahiyah yang diterimanya langsung dari Nabi Muhammad s.a.w. telah cukup untuk menghadapi dan menanggulangi berbagai problem yang akan muncul di kalangan umat Islam. Tentang hal itu Nabi Muhammad s.a.w. sendiri telah menegaskan: “Aku ini adalah kotanya ilmu, sedang Ali adalah pintunya.”

Penegasan Nabi Muhammad s.a.w. tentang kecerdasan dan kematangan fikiran Imam Ali r.a. kiranya cukup menjadi ukuran sejauh mana ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dituangkan beliau kepada putera pamannya itu.

Pandangan Nubuwwah

Adalah wajar bila Rasul Allah s.a.w. bangga mempunyai seorang keluarga yang telah dibekali syarat-syarat untuk dapat meneruskan kepemimpinannya atas kaum muslimin. Berkat ketajaman pandangan nubuwwahnya, Nabi Muhammad s.a.w. telah melihat akan terjadinya hal-hal yang tidak menggembirakan sepeninggal beliau di masa mendatang.

Mengenai hal yang terakhir ini, Ibnu Abil Hadid dalam buku­nya Syarh Nahjil Balaghah, jilid X halaman 182-183 mengata­kan: “Pada malam hari setelah mempersiapkan pasukan untuk menghadapi rongrongan Romawi di Balqa –di bawah pimpinan Usamah bin ZaidNabi Muhammad s.a.w. berziarah ke makam Buqai’. Setibanya di makam itu beliau mengucapkan: ‘Assalamu ‘alaikum, ya ahlal-qubur’. Semoga tempat di mana kalian berada ini lebih tenang daripada yang akan dialami oleh orang-orang yang masih hidup. Suatu malapetaka bakal terjadi seperti datangnya malam yang gelap-gulita dari permulaan sampai akhir.

Setelah memohon pengampunan bagi para ahlil-qubur, beliau memberitahu para sahabat: “Biasanya Jibril menghadapkan Al Qur’an kepadaku tiap tahun satu kali, tetapi tahun ini menghadap­kan kepadaku sampai dua kali, kukira itu karena ajalku sudah de­kat.”

Keesokan harinya Rasul Allah s.a.w. mengucapkan khutbah di hadapan jema’ah para sahabat. Beliau berkata: ” Hai orang-­orang, sudah tiba saatnya aku akan pergi dari tengah-tengah kalian. Barang siapa mempunyai titipan padaku hendaknya datang kepadaku untuk kuserahkan kembali kepadanya. Barang siapa mempunyai penagihan kepadaku hendaknya ia datang untuk segera kulunasi. Hai orang-orang, antara Allah dan seorang hamba, tidak ada keturunan atau urusan apa pun yang dapat mendatang­kan kebajikan atau menolak keburukan, selain amal perbuatan. Janganlah ada orang yang mengaku-aku dan janganlah ada orang yang mengharap-harap. Demi Allah yang mengutusku membawa kebenaran, tidak ada apa pun yang dapat menyelamatkan selain amal perbuatan disertai cinta-kasih. Seandainya aku berbuat dur­haka aku pun pasti tergelincir. Ya Allah …, amanat-Mu telah ku­sampaikan!”

Dari ucapan-ucapan Rasul Allah s.a.w. malam hari di makam Buqai’ dan dari khutbah beliau yang diucapkan keesokan harinya, jelaslah bagi kaum muslimin kesukaran-kesukaran yang bakal dihadapi sepeninggal Rasul Allah s.a.w. Kesukaran-kesukaran yang hanya dapat ditanggulangi dengan amal perbuatan yang disertai cinta-kasih, sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Secara tidak langsung pun beliau memperingatkan, bahwa barang siapa berbuat durhaka, ia pasti akan tergelincir ke jalan yang tidak diridhoi Allah s.w.t.

Jatuh sakit

Canang dan peringatan Rasul Allah s.a.w. kepada ummatnya itu diucapkan di kala kaum muslimin di seluruh jazirah Arab sudah dalam keadaan mantap. Hanya dalam waktu 10 tahun, jazirah yang seluas itu telah bernaung di bawah kibaran panji-panji agama Allah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jazirah yang di­huni oleh qabilah-qabilah, suku-suku dan puak-puak yang saling bertentangan, bersaingan dan bercerai-berai itu, kini telah berhasil dipersatukan dalam satu agama, satu aqidah dan satu pimpinan. Agama Islam aqidahnya ialah tauhid dan pimpinannya ialah Rasul Allah s.a.w.

Atas kehendak Allah s.w.t. dan rakhmat-Nya serta berkat ke­bijaksanaan Rasul-Nya, perjuangan mengakhiri paganisme (agama keberhalaan) telah mencapai prestasi yang luar biasa besarnya. Missi suci menyebarkan agama Islam, praktis telah diselesaikan dengan sukses oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Sekembalinya dari ibadah haji wada’, Rasul Allah s.a.w. mengangkat Usamah bin Zaid bin Haritsah sebagai panglima pa­sukan muslimin untuk menghadapi rongrongan Romawi di Balqa, sebelah utara jazirah Arab. Pengangkatan Usamah yang baru beru­sia 22 tahun itu, menimbulkan kekhawatiran di kalangan para sahabat terkemuka. Sebab, selain Usamah masih terdapat pang­lima-panglima yang telah banyak makan garam peperangan dan pantas untuk jabatan itu. Namun Rasul Allah s.a.w. tetap ber­pegang teguh pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

Secara psikologis pengangkatan Usamah bin Zaid adalah tepat. Ia seorang tokoh muda yang cerdas dan penuh inisiatif. Lagi pula ayahnya, Zaid bin Haritsah, bukan nama yang kecil dalam jajaran pahlawan-pahlawan Islam. Ia gugur di Mu’tah sebagai pah­lawan syahid dalam pertempuran melawan pasukan Romawi. Ka­rena itu diharapkan Usamah akan mendapat kesempatan baik un­tuk menuntut balas atas kematian ayahnya.

Pada waktu Usamah bin Zaid dan pasukannya yang besar itu sudah dalam keadaan siaga, tiba-tiba Rasul Allah s.a.w. jatuh sakit. Baru kali ini beliau mengeluh tentang penyakitnya. Beliau menderita penyakit demam tinggi. Tubuh yang selama hayatnya diabdikan kepada perjuangan di jalan Allah s.w.t., kini tiba-tiba hampir tak bertenaga. Kaum muslimin sangat resah melihat pe­nyakit beliau yang tampak gawat.

Meskipun demikian, banyak juga para sahabat yang tidak percaya, bahwa jasmani seorang manusia utusan Allah yang kekar dan kuat itu bisa dibuat tidak berdaya oleh penyakit. Lebih-lebih karena di masa sakit itu, beliau masih sibuk mengatasi keresah­an fikiran sementara sahabat yang kurang bisa menerima peng­angkatan Usamah.

Mengenai Usamah ini, Nabi Muhammad s.a.w. cukup tegas. Putusan yang telah beliau ambil tak dapat ditawar-tawar lagi. Usamah beliau perintahkan agar bertindak sebagai pemimpin eks­pedisi ke utara. Ketetapan yang beliau ambil itu besar artinya bagi kaum muda. Muhammad Husein Haikal dalam bukunya “Hayat Muhammad” tentang hal itu mengatakan: “Timbul ke­yakinan di kalangan kaum muda bahwa mereka pun mampu mengemban tugas berat. Kebijaksanaan beliau itu juga merupakan pendidikan bagi mereka agar membiasakan diri memikul beban tanggung jawab yang besar dan berat.”

Makin hari penyakit yang diderita-Rasul Allah s.a.w. makin gawat. Semula beliau tetap berusaha agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari, seperti mengimami shalat jama’ah. Akan tetapi ketika dirasa penyakitnya bertambah berat, beliau memerintahkan Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. menggantikan beliau melaksanakan tugas yang amat mulia itu. Perintah Nabi Muhammad s.a.w. ke­pada Abu Bakar Ash Shiddiq ra. itulah yang kemudian diarti­kan orang sebagai petunjuk, bahwa Abu Bakar r.a. adalah orang yang layak menduduki kepemimpinan ummat Islam sepeninggal Rasul Allah s.a.w.

Wasiyat

Dalam keadaan menderita sakit yang sedang gawat-gawatnya, Rasul Allah s.a.w. menyampaikan pesan kepada para sahabatnya kaum Muhajirin, agar memelihara persaudaraan dan menjaga hu­bungan baik dengan kaum Anshar. “Mereka itu”, yakni kaum Anshar, kata Nabi Muhammad s.a.w., “adalah orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaknya kalian berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan memaafkan mereka bila ada yang berbuat salah.”

Imam Al Bukhari dalam shahihnya mengetengahkan sebuah hadits, dengan sanad Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dan be­rasal dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasul Allah s.a.w. sedang mendekati ajal, berkata kepada para sahabat yang berada di sekelilingnya. Di antara mereka itu terdapat Umar Ibnul Khattab r.a. Nabi Muhammad s.a.w. berkata:

“Marilah…, akan kutuliskan untuk kalian[1] suatu kitab (secarik surat wasyiat) dengan mana kalian tidak akan sesat se­peninggalku.”

Mendengar itu Umar bin Ibnul Khattab r.a. berkata kepa­da sahabat-sahabat lainnya: “Nabi dalam keadaan sangat payah dan kalian telah mempunyai Al-Qur’an. Cukuplah Kitab Allah itu bagi kita.”

Menanggapi perkataan Umar r.a. itu para sahabat berselisih pendapat. Ada yang minta supaya segera disediakan alat tulis agar Rasul Allah s.a.w. menuliskan wasiyatnya yang terakhir. Ada pula yang sependapat dengan Umar r.a. Terjadilah pertengkaran mulut, sehingga Rasul Allah s.a.w. akhirnya menghardik: “Nyahlah kalian!”

Hadits itu tidak perlu lagi dipersoalkan kebenarannya. Sebab Al-Bukhari sendiri meriwayatkan hadits tersebut di berbagai tem­pat dalam Shaihnya. Juga Muslim dalam Shahihnya pada bagian “Wasiyat terakhir” meriwayatkan hadits tersebut dari Sa’ad bin Zubair yang berasal dari Ibnu Abbas pula.

At-Thabrani dalam “Al-Ausath” mengemukakan: “Pada waktu Rasul Allah s.a.w. menghadapi ajal, beliau berkata: “Bawa­lah kepadaku lembaran dan tinta. Akan kutuliskan untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan sesat selama-lamanya.”

Mendengar ucapan Nabi Muhammd s.a.w. itu, para wa­nita yang menunggu di belakang tabir (hijab) berkata kepada para sahabat Nabi yang berada di tempat itu: “Tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan oleh Rasul Allah ?”

Umar Ibnul Khattab r.a. segera menyahut: “Kukatakan, ka­lian itu sama dengan wanita-wanita yang mengelilingi Nabi Yusuf. Jika Rasul Allah sakit kalian mencucurkan air mata dan jika beliau sehat kalian menunggangi lehernya!”

Mendengar ucapan Umar r.a. itu Rasul Allah s.a.w. kemudian berkata mengingatkan: “Biarkan mereka itu, mereka itu lebih baik daripada kalian.”

Hadist yang diketengahkan oleh At-Thabrani itu terdapat dalam “Kanzul ‘Ummal”, jilid III, hlm 138.

Penyakit Rasul Allah s.a.w. mencapai puncaknya ketika beliau berada di kediaman Sitti Maimunah r.a., salah seorang isteri beliau. Atas kesepakatan semua isterinya beliau meminta supaya dibawa ke tempat kediaman Sitti Aisyah r.a. Dengan berikat kepa­la, beliau keluar dan berjalan sambil bertopang pada Imam Ali r.a. dan pamannya, Abbas. Beliau tiba di tempat kediaman Sitti Aisyah r.a. dalam keadaan lemah sekali.

Beberapa hari kemudian, di saat banyak orang sedang me­nunaikan shalat jama’ah yang diimami oleh Abu Bakar r.a., ti­ba-tiba Nabi Muhammad s.a.w. muncul di tengah-tengah mereka dengan bertopang pada Imam Ali r.a. serta Al Fadhl bin Abbas. Shalat subuh berjama’ah itu hampir saja tertunda karena hal yang mengejutkan itu. Hal itu tak sampai terjadi, karena Rasul Allah s.a.w. memerintahkan supaya shalat dilanjutkan.

Abu Bakar r.a. sendiri merasa rikuh, berniat mundur dan hendak menyerahkan imam shalat kepada beliau, tetapi Nabi Muhammad s.a.w. mendorongnya dari belakang sambil berucap setengah berbisik: “Teruskan mengimami shalat”. Beliau kemudi­an mengambil tempat di samping kanan Abu Bakar r.a. dan me­nunaikan shalat sambil duduk.

Seusai shalat Nabi Muhammad s.a.w. berbalik menghadap kebelakang dan bertatap-muka dengan jama’ah yang memenuhi masjid. Semua bergembira melihat Rasul Allah s.a.w. berangsur sehat. Lebih tertegun lagi tatkala beliau berkata: ” Hai kaum mus­limin, api neraka sudah bertiup dan fitnahpun akan datang seperti malam gelap-gulita. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu selain yang dihalalkan oleh Al Qur’an. Aku pun tidak akan mengharamkan sesuatu selain yang diharamkan oleh Al Qur’an. Terkutuklah orang yang menggunakan pekuburan sebagai tempat bersujud (Masjid).”

Kesehatan Rasul Allah s.a.w. yang secara tiba-tiba tampak pulih kembali dengan cepat tersiar luas dan disambut gembira sekali oleh seluruh kaum muslimin. Usamah bin Zaid, yang se­mula sudah siap untuk membubarkan pasukan, karena Rasul Allah s.a.w. sakit keras, kemudian menghadap beliau untuk minta izin menggerakkan pasukannya ke Syam. Bahkan Abu Bakar r.a. sendiri pun yakin benar bahwa beliau sudah bisa kemba­li menjalankan tugas sehari-hari. Begitu pula Umar Ibnul Khattab r.a. dan para sahabat dekat lainnya, sekarang sudah beranjak me­ninggalkan masjid guna menyelesaikan keperluan masing-masing.

bersambung..

Disadur dari buku :

Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Penerbit: Lembaga Penyelidikan Islam

https://tausyah.wordpress.com

Komentar
  1. gendisbanyumas berkata:

    Kunjungan sore, silahkan mampir juga ke site kami, minuman herbal berkhasiat gujahe & gulajoss, jika anda berminat silahkan mail ke info@gujahe-kbm.com atau sms/ telpn ke 021 23986886

    Suka

  2. […] Pandangan Nubuwwah pada Akhir Khayat Rasulullah Saw Tat Kala Dalam Keadaan Jatuh Sakit […]

    Suka

  3. […] semakin jelas bahwa kebangkitan Muhammad Saw sebagai salah seorang Nabi dari keturunan Ismail yang telah diberkati Allah sebelumnya, adalah […]

    Suka

  4. […] mengapa tidak dikisahkan kelahiran Imanuel padahal janji Allah telah terpenuhi adalah karena dalam nubuatan tersebut yaitu Yesaya 7:14-16 Imanuel hanyalah sebagai tanda saat akan kehancuran Siria dan Israel […]

    Suka

  5. […] sekaliannya telah berdosa, tidak ada seorangpun yang dibenarkan lagi, termasuk dia sendiri dan nabi besar Muhammad s.a.w. (Rum 3:10, Rum 5:8, Galatia 1:4) 4. Ia, Paulus, mengajarkan bahwa hukum Taurat sudah tidak berlaku […]

    Suka

  6. […] bid’ah mungkar, dan yang tidak melindungi orang yang mengada-adakan bid’ah mungkar. Sebab Rasul Allah s.a.w. telah memberi wasiyat tentang mereka itu, dan mengutuk orang dari mereka atau orang yang bukan mereka, yang […]

    Suka

  7. […] mengusap muka sesudah du’a qunut maka tidaklah pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabatnya, ini adalah bid’ah yang […]

    Suka

  8. […] Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?” Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ? Mereka […]

    Suka

  9. […] Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?” Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ? Mereka […]

    Suka

  10. […] Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?” Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan ? Mereka […]

    Suka

  11. […] Muhammad sang pelindung hamba sahaya, Muhammad sang pembela hak wanita, Muhammad sang hakim, Muhamad sang pemuka agama. Dalam setiap perannya tadi, ia adalah seorang […]

    Suka

  12. […] perjalanan haji terakhir ini Nabi jatuh sakit. Fatima tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika itu Nabi membisikkan sesuatu ke […]

    Suka

  13. […] Wahyu terakhir dari Allah yang ia terima adalah pada tanggal 09 Dzulhijjah, 07 Maret 632 Masehi, saat Nabi sedang berwukuf dipadang ‘Arafah bersama-sama kaum Muslimin melaksanakan Haji Wada’ (Haji perpisahan) yaitu Surah Al-Maidah ayat 3 […]

    Suka

  14. […] untuk menambah usia Muhammad bin Ismail Al Bukhori, maka akan saya lakukan. Karena kematianku adalah kematian seorang biasa, namun kematian Al Bukhori adalah hilangnya […]

    Suka

  15. […] mendengar orang memberi salam maka ia-pun berkata; “Wahai hamba Allah, Rasulullah SAW sedang sibuk sebab sakitnya yang semakin berat.” Kemudian malaikat lzrail berkata lagi seperti dipermulaannya, dan kali […]

    Suka

  16. […] Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassallam Bag. II « Tausiyah In Tilawatun Islamiyah pada Pandangan Nubuwwah pada Akhir Khayat Rasulullah Saw Tat Kala Dalam Keadaan Jatuh SakitKisah Cinta Dan Kasih Sayang Serta Air Mata Para Sahabat Rasulullah Dijelang Wafatnya Beliau, Dan […]

    Suka

  17. […] antara kamu kamu yang meninggalkannya karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman yang tiada putus-putus dalam  hatinya”. ( HR. Al Hakim dan Ath […]

    Suka

  18. […] pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu’min”, artinya..bahwasanya ALLAH Ta’ala hanya membolehkan seorang suami beroleh lebih dari empat […]

    Suka

  19. […] perjalanan haji terakhir ini Nabi jatuh sakit. Fatimah tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika itu Nabi membisikkan sesuatu ke […]

    Suka

  20. […]  dengan  mantap  atas  kenabiannya,  sekalipun  saya  belum  pernah melihatnya,   dan   membenarkan   kenabiannya,   sekalipun   saya   belum   pernah   bertemu dengannya,” kata […]

    Suka

  21. […] Serta Tangisan Rasulullah Yang Mengguncang Arsy « Tausiyah In Tilawatun Islamiyah pada Pandangan Nubuwwah pada Akhir Khayat Rasulullah Saw Tat Kala Dalam Keadaan Jatuh SakitKisah Seorang Arab Badwi Bersama Rasulullah Yang Tidak Akan Dihisab Di Padang Mahsyar, Diampuni […]

    Suka

  22. […] Shallallahu Alaihi wa Sallam memegang pundaku lalu bersabda’ Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyebrangi jalan, “bila engkau berada di sore hari, maka jangan […]

    Suka

  23. […]  dengan  mantap  atas  kenabiannya,  sekalipun  saya  belum  pernah melihatnya,   dan   membenarkan   kenabiannya,   sekalipun   saya   belum   pernah   bertemu dengannya,” kata […]

    Suka

  24. […] memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata : “Aduh, susahnya Ayah […]

    Suka

  25. […] untuk menambah usia Muhammad bin Ismail Al Bukhori, maka akan saya lakukan. Karena kematianku adalah kematian seorang biasa, namun kematian Al Bukhori adalah hilangnya […]

    Suka

  26. […] gangguan pada jantung dan hati, sedangkan kemunduran energi panas ginjal mengganggu fungsi-fungsi limpa kecil dan […]

    Suka

  27. […] Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memegang pundaku lalu bersabda’ Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyebrangi jalan, “bila engkau berada di sore hari, maka jangan […]

    Suka

Tinggalkan komentar