Jatuhnya Negeri Makkah Dari Tangan Kaum Qureiys Dan Perang Hunain (Kepahlawanan Imam Ali)

Posted: 31 Juli 2010 in Para Imam
Tag:, , , , ,

Belum sampai setahun Perjanjian Hudaibiyah berlaku, ter­jadi bentrokan senjata antara Bani Khuza’ah yang bersekutu de­ngan Rasul Allah s.a.w. dan Banu Bakr yang bersekutu dengan fi­hak Qureiys. Bentrokan itu terjadi akibat adanya seorang dari Ba­nu Bakr yang mengejek-ejek Rasul Allah s.a.w. di depan seorang dari Banu Khuza’ah. Oleh orang dari Banu Khuza’ah, orang dari Banu Bakr itu dipukul. Gara-gara pemukulan itu, bergeraklah orang-orang Banu Bakr menyerang orang-orang Banu Khuza’ah. Permusuhan lama di antara dua qabilah itu memang sudah ada. Dalam serangan itu, Banu Bakr dibantu langsung oleh musyri­kin Qureiys, hingga jatuh korban tidak sedikit di kalangan Banu Khuza’ah.

Untuk menanggulangi serangan Banu Bakr yang mendapat bantuan Qureiys, Banu Khuza’ah minta bantuan Rasul Allah s.a.w. Beliau menyatakan kesediaannya untuk membantu Banu Khuza’ah.

Mendengar ketegasan sikap Rasul Allah s.a.w. yang akan membantu Banu Khuza’ah, orang-orang Qureiys di Makkah cemas dan takut. Mereka mengirim Abu Sufyan ke Madinah untuk meng­hadap Rasul Allah s.a.w. Tujuan Abu Sufyan ialah untuk memper­baiki keadaan dan mengokohkan perjanjian Hudaibiyah.

Waktu Abu Sufyan menyampaikan permintaan untuk mem­perkokoh dan memperpanjang waktu berlaku perjanjian, Rasul Allah s.a.w. menolak. Abu Sufyan belum putus harapan. Ia me­nemui Abu Bakar r.a., kemudian Umar r.a. Dua-duanya juga menolak untuk membantu Abu Sufyan. Abu Sufyan mencoba membujuk anak perempuannya sendiri, yang sudah menjadi isteri Nabi Muhammad s.a.w. Baru saja Abu Sufyan masuk dan belum sempat duduk, tikar segera digulung oleh Ummu Habibah, sambil berkata: “Ini tikar kepunyaan Rasul Allah. Ayah tidak boleh duduk di atasnya, sebab ayah orang musyrik dan kotor…”

Abu Sufyan belum putus asa. Dicobanya menemui Sitti Fa­timah r.a., isteri Imam Ali r.a. Sitti Fatimah r.a. juga menolak un­tuk membantu Abu Sufyan. Persoalan datangnya Abu Sufyan itu disampaikan Sitti Fatimah r.a. kepada suaminya. Waktu bertemu dengan Abu Sufyan, Imam Ali r.a. berkata: “Mengenai persoalan itu Rasul Allah sudah mengambil pendirian tegas. Kami tidak da­pat mengajaknya berbicara tentang itu…”

Sekarang habislah harapan Abu Sufyan. Ia pulang ke Makkah dengan tangan kosong.

Di Madinah, Rasul Allah s.a.w. mempersiapkan kaum muslimin untuk siaga menghadapi peperangan. Setelah semua persiapan selesai, beliau berangkat memimpin pasukan muslimin berkeku­atan 10.000 orang. Setibanya dekat Makkah kaum muslimin di­perintahkan supaya setiap orang menyalakan obor, sehingga waktu malam di tengah gurun pasir terang benderang seperti siang.

Pada malam itu juga Abu Sufyan bersama sejumlah orang Qureiys berangkat ke luar kota Makkah untuk mencari informasi tentang keadaan kaum muslimin. Sejak beberapa waktu yang lalu ia tidak mendengarnya lagi, karena Rasul Allah s.a.w. dan para sa­habatnya benar-benar merahasiakan rencana keberangkatan, agar jangan sampai diketahui oleh Qureiys sebelum tiba di Makkah.

Melihat ribuan obor menyala-nyala dari kejauhan, Abu Suf­yan ketakutan. Ia berniat hendak kembali masuk kota sambil mempercakapkan ribuan obor dengan teman-temannya. Mereka sa­ma sekali tidak mengerti maksudnya.

Pada malam hari itu juga Abbas bin Abdul Mutthalib keluar dari pemusatan pasukan muslimin mencari orang-orang dari kaum musyrikin Qureiys, untuk diberi tahu tentang kedatangan kaum muslimin dengan kekuatan yang besar. Dengan cara itu Abbas bermaksud hendak menekan kaum musyrikin Qureiys supaya menyerah sebelum kaum muslimin masuk ke dalam kota Makkah.

Waktu itu dari kejauhan Abbas mendengar sayup-sayup suara Abu Sufyan sedang bercakap-cakap dengan teman-temannya ten­tang obor yang ribuan jumlahnya. Ia mengenal baik suara Abu Sufyan. Dengan teriakan keras sekali Abbas memanggil-manggil: “Hai Abu Handhalah !”

Terdengar suara Abu Sufyan menyahut dengan teriakan ber­tanya: “Abu Fadhl…?”

“Ya,” jawab Abbas.

“Demi ayah dan ibuku…., ada kabar apa? Tanya Abu Sufyan yang tampak agak terkejut bercampur takut.

“Inilah Rasul Allah datang membawa pasukan yang tak mungkin dapat kalian hadapi!” Jawab Abbas menakut-nakuti Abu Sufyan.

“Lantas apa yang kau perintahkan kepadaku …?” Abu Suf­yan bertanya untuk mencari tahu apa yang diinginkan kaum mus­limin. “Ayolah turut naik untaku!” teriak Abbas menghimbau.

Terdorong oleh ketakutannya, tanpa banyak berfikir lagi Abu Sufyan segera mendekati Abbas, lalu naik ke atas unta, duduk di belakang Abbas. Setibanya di depan Rasul Allah s.a.w., Abbas minta supaya beliau memberi jaminan keselamatan Abu Sufyan. Nabi Muhammad menjawab: “Pergilah. Dia kujamin kese­lamatannya sampai datang lagi besok pagi!”

Pagi-pagi Abbas datang rnembawa Abu Sufyan menghadap Rasul Allah. Kepada Abu Sufyan beliau bertanya setengah me­negor dengan tandas: “Celakalah engkau, hai Abu Sufyan! Apakah belum juga engkau mengerti bahwa tidak ada tuhan selain Allah!”

“Demi ayah-ibuku”, jawab Abu Sufyan. ” Itu sama sekali tidak ada dalam fikiranku!”

Mendengar jawaban seperti itu Abbas membentak Abu Suf­yan: “Celaka sekali engkau! Ucapkan syahadat sebelum leher­mu dipenggal!”

Melihat sikap Abbas sekeras itu barulah Abu Sufyan meng­ucapkan dua kalimat syahadat. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat pada saat kaum musyrikin Qureiys tidak berdaya lagi melawan kaum muslimin. Ucapan yang keluar dari hati yang tidak tulus.

Meskipun begitu Rasul Allah s.a.w. tetap bijaksana. Beliau memerintahkan Abbas pergi membawa Abu Sufyan, dan ditahan di sebuah lembah yang akan dilalui pasukan muslimin dalam gerakan memasuki kota Makkah.

Gelombang demi gelombang, kelompok demi kelompok pa­sukan muslimin bergerak masuk ke Makkah. Dengan suara ge­muruh mereka mengumandangkan takbir, bertahlil dan bersyukur ke hadirat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Waktu Abu Sufyan melihat pasukan yang langsung dipimpin Nabi Muhammad s.a.w. lewat, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, ia bertanya kepada Abbas tentang kelompok itu. Abbas menjelaskan: “Itu kelompok pasukan Rasul Allah….. Itulah beliau, Rasul Allah s.a.w… dan itulah mereka kaum Muhajirin dan Anshar…!”

“Hai Abu Fadl”, kata Abu Sufyan yang nampak kagum terhadap kelompok pasukan itu, “putera saudaramu sudah men­jadi raja yang hebat sekali!”

“Itu kenabian ….bukan kerajaan!” bentak Abbas menjelas­kan.

“Oh . . . ya”, sahut Abu Sufyan.

Pada saat itu ada dua orang dari kaum musyrikin Qureiys, Hakim bin Hizam dan Badil bin Warqa, datang menjumpai Rasul Allah s.a.w. untuk menyatakan diri masuk Islam. Kemudian meng­ucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau.

Pada saat mulai masuk kota Makkah, Rasul Allah s.a.w. me­ngeluarkan pernyataan yang berisi jaminan keselamatan bagi kaum Qureiys. Antara lain dikatakan: “Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan (terletak di bagian atas kota Makkah), ia terjamin ke­selamatannya! Barang siapa masuk ke rumah Hakim bin Hizam (terletak di bagian bawah kota Makkah), ia terjamin keselamatan­nya. Barang siapa menutup pintu rumahnya dan tidak mengangkat senjata, ia terjamin keselamatannya…!”

Untuk menyebar-luaskan pernyataan itu kepada orang-­orang Qureiys, Rasul Allah mengutus Abu Sufyan dan Hakim.

Setelah itu Rasul Allah s.a.w. masuk ke dalam kota Mak­kah. Semua pasukan muslimin yang datang melalui berbagai jurusan dipusatkan dalam kota, guna menghindari terjadinya konflik senjata dengan kelompok-kelompok musyrikin. Rasul Allah s.a.w. bertekad keras untuk jangan sampai ada setetes darah pun yang mengalir. Oleh karena itu beliau cepat-cepat member­hentikan Sa’ad bin Ubadah dari jabatannya sebagai komandan pasukan karena diketahui Sa’ad telah mengeluarkan pernyataan hendak menumpas orang-orang Qureiys; “Hari ini hari pertarungan. Hari ini wanita-wanita Qureiys boleh dirampas dan diperbudak!”

Sebagai gantinya, Rasul Allah s.a.w. mengangkat Imam Ali r.a. menjadi komandan pasukan. Setibanya dekat Ka’bah Rasul Allah s.a.w. berdiri di depan pintu sambil berseru kepada orang orang Qureiys:

“Tiada Tuhan selain Allah tanpa sekutu apa pun juga. Dia telah memenuhi janji-Nya. Dia telah memenangkan hamba-Nya, dan Dia sendirilah yang telah mengalahkan pasukan Ahzab. Ketahuilah, bahwa kemuliaan keturunan dan kekayaan terletak di bawah telapak kakiku. Demikian pula pengurusan Ka’bah dan penyediaan air untuk jema’ah haji!”

“Hai orang Qureiys”, kata Nabi Muhammad s.a.w. selanjutnya, “sesungguhnya Allah hendak menghapuskan adat jahiliyah dari ka­lian termasuk kebiasaan mengagung-agungkan nenek-moyang. Semua manusia berasal dari Adam dan Adam terbuat dari tanah.”

“Hai manusia, Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang wanita, kemudian kalian Kami jadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling kenal-mengenal. Sesungguh­nya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling ber­taqwa di antara kalian. Sesungguhnya bahwa Allah Maha Menge­tahui lagi Maha Mengenal…” (S. Alhujurat: 13).

Selesai mengucapkan ayat tersebut, Rasul Allah s.a.w. ber­tanya: “Hai orang-orang Qureiys, apakah yang hendak kalian katakan? Apa yang kalian duga akan kuperbuat?”

Mereka menjawab serentak: “Kami harap kebaikan akan diperbuat oleh saudara yang mulia, putera dari saudara yang mulia.”

Menanggapi jawaban mereka, Rasul Allah s.a.w. berkata lagi: “Yang kukatakan sama seperti yang dikatakan oleh sauda­raku, Yusuf a.s.: Tak ada marabahaya menimpa kalian. Semoga Allah megampuni kalian, karena Dia adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Pergilah, kalian semua bebas merdeka!”

Dengan kebijaksanaan seperti itu Rasul Allah s.a.w. menge­tuk hati manusia untuk berbondong-bondong memeluk agama Islam.

Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. menghancurkan berha­la-berhala, dan menghapuskan dua buah gambar yang ada pada dinding Ka’bah dengan baju beliau sendiri. Kepada orang-orang Qureiys yang ada di sekitar tempat itu, beliau memerintahkan su­paya menghancurkan berhala mereka masing-masing. Saat itu beliau mengucapkan sebuah ayat Al Qur’an, yang artinya: “Bi­lamana kebenaran telah tiba, musnahlah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti musnah.” (S. Al Isra:81).

Dalam pekerjaan menghancurkan berhala-berhala itu, Imam Ali r.a. menyertai beliau. Ketika melihat sebuah berhala milik Banu Khuza’ah masih terletak di atas Ka’bah, Rasul Allah s.a.w. memerintahkan Imam Ali r.a. supaya menghancurkannya. Untuk dapat naik ke atas, Imam Ali r.a. beliau angkat. Kemudian berhala tersebut oleh Imam Ali r.a. dijebol dan dibanting ke tanah sampai hancur berkeping-keping.

Tengah hari berbondong-bondong kaum pria dan wanita Qureiys menghadap Rasul Allah s.a.w. untuk menyatakan diri memeluk Islam, dan berjanji akan taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dengan jatuhnya kota Makkah ke tangan Rasul Allah s.a.w., berarti hancurlah sudah benteng terkuat kaum musyrikin. Ben­teng yang paling keras dan paling gigih melancarkan serangan­-serangan terhadap Islam dan kaum Muslimin. Dengan jatuhnya Makkah, kini kota itu telah masuk ke dalam pangkuan kaum mus­limin.

Di Makkah, Rasul Ailah s.a.w. tinggal selama 15 hari untuk mengatur urusan pemerintahan setempat. Beliau mengangkat Hubairah bin Asy Syibl sebagai kepala daerah Makkah. Sedangkan Mu’adz bin Jabal ditugaskan mengajarkan Al Qur’an dan hukum-­hukum Islam. Setelah selesai semuanya, beliau bersama pasukan menuju ke Taif untuk menghabisi kantong terakhir pertahanan kaum Musyrikin.

Perang Hunain

Perang ini merupakan salah satu peperangan terbesar dan ter­penting bagi kaum muslimin. Setelah berhasil menguasai kota Makkah, pasukan muslimin yang sekarang sudah menjadi sangat kuat, masih harus menyelesaikan tugas besar. Yaitu menghancur­kan pasukan Malik bin Auf yang terdiri dari qabilah Hawazin dan Tsaqif.

Untuk menumpas perlawanan Malik dan kawan-kawannya, Rasul Allah s.a.w. memimpin pasukan terdiri dari 12.000 orang. 2000 diantaranya adalah orang-orang Qureiys yang baru masuk Islam setelah jatuhnya kota Makkah. Pasukan ini merupakan pa­sukan terbesar yang pernah dikerahkan oleh Rasul Allah s.a.w. ke medan perang. Di antara komandan-komandan pasukan ba­nyak yang baru saja memeluk agama lslam, termasuk Khalid bin Al-Walid.

Untuk menghadapi serangan kaum muslimin, Malik bin Auf menempatkan pasukannya pada posisi yang sangat strategis, yai­tu di lambung kiri dan kanan lembah Hunain yang merupakan jalur lalu lintas sempit. Pada waktu pasukan Muslimin lewat lem­bah tersebut pasukan Malik akan menghujani mereka dengan a­nak panah. Siasat itu nampak berhasil baik.

Di kala fajar mulai menyingsing, pasukan Islam yang berada di baris depan, di bawah komando Khalid bin Al-Walid, benar-­benar masuk perangkap Malik bin Auf. Dengan gencar dan tak henti-hentinya pasukan Malik menghujani pasukan muslimin de­ngan anak panah dan tombak. Karena kalah posisi dan diserang secara mendadak dan besar-besaran, pasukan muslimin menjadi kacau balau. Mereka lari terbirit-birit dan mundur tanpa teratur.

Rasul Allah s.a.w. sendiri yang waktu itu masih berada di barisan belakang tidak dapat mencegah pasukan yang panik dan berusaha menyelamatkan diri. Jerih payah Rasul Allah s.a.w. yang selama ini dicurahkan untuk membina pasukan muslimin, hampir saja hancur berantakan di lembah Hunain ini. Orang­-orang munafik sejenis Abu Sufyan bin Harb, yang secara resmi sudaah memeluk Islam dan bergabung dalam pasukan Rasul Allah s.a.w. bersorak-sorai kegirangan menyaksikan pasukan muslimin kocar-kacir. Demikian juga Syaibah bin Utsman.

Pasukan Malik bergerak terus mengejar pasukan muslimin yang lari mundur dalam keadaan kacau dan berpencar-pencar. Keadaan menjadi gawat dan mengkhawatirkan. Rasul Allah s.a.w. merasa sukar sekali mengendalikan pasukan yang sudah kehi­langan pamor sama sekali. Namun beliau tetap tenang dan ta­bah mengenderai kuda baghalnya yang berwarna putih. Orang-­orang yang tetap mantap menyertai beliau antara lain terdapat Imam Ali r.a., Abbas bin Abdul Mutthalib r.a., Abu Bakar r.a. dan Umar r.a.

Berkat kegigihan dan ketangguhan para sahabat, berkat ke­beranian Imam Ali r.a. dan para sahabat lainnya dalam memukul tiap serangan yang ditujukan terhadap Rasul Allah s.a.w., akhir­nya kaum muslimin dapat dikendalikan dan diarahkan untuk melancarkan serangan balasan. Berangsur-angsur situasi berubah dan berbalik, sehingga kemenangan yang sangat mengesankan akhirnya dapat diraih oleh kaum muslimin.

Dari peristiwa-peristiwa di atas dapat dilihat dengan jelas peranan kepahlawanan Imam Ali r.a. Tiap keadaan gawat dan gen­ting ia selalu berada di samping Rasul Allah s.a.w.



https://tausyah.wordpress.com

Komentar
  1. […] Sementara pasukan kedua belah fihak sedang bergulat meng­adu senjata, banyak kepala dan tangan berjatuhan terpisah dari batang tubuhnya, Sitti Aisyah r.a. turun dari unta. Ia mengambil segenggam kerikil, lalu dicampakkan kepada pengikut-pengikut Imam Ali r.a. seraya berteriak: “Hancurlah muka kalian!” Hal semacam itu dilakukan Sitti Aisyah r.a., meniru perbuatan Rasul Allah s.a.w. dalam perang Hunain.[1] […]

    Suka

  2. […] Dengan demikian, ayat ini menggunakan musabab untuk menyatakan sebab. Artinya, jika kaum kafir bisa merasakan kerasnya perjuangan kaum Muslim, hal itu disebabkan oleh kerasnya kaum Muslim terhadap […]

    Suka

  3. […] minallaah wa fathun qariib wa basysyiril mu’miniin, ya Muhammad, empat nama khulafa ur rasyidin, pedang Zulfikar dan bintang segi enam Yahudi. Charles V yang berusaha dengan menarik Knights of Rhodes ke pulau Malta pun gagal […]

    Suka

  4. […] tersebut telah kembali ke Madinah. Wajah mereka berbinar-binar meskipun nyata sekali tanda-tanda kelelahan dan bekas-bekas luka yang diderita mereka. Mereka datang membawa […]

    Suka

  5. […] tersebut telah kembali ke Madinah. Wajah mereka berbinar-binar meskipun nyata sekali tanda-tanda kelelahan dan bekas-bekas luka yang diderita mereka. Mereka datang membawa […]

    Suka

  6. […] keberha-silan operasi ke Spanyol   ini  telah  mendapat tempat  yang  unik  di  dalam  sejarah peperangan abad  […]

    Suka

  7. […] keberha-silan operasi ke Spanyol   ini  telah  mendapat tempat  yang  unik  di  dalam  sejarah peperangan abad  […]

    Suka

  8. […] aku palingkan wajahku ke jalan”, jawab Abu Yazid,”terlihat olehku seorang hitam yang menghadang dengan pedang terhunus dan berkata,”Jika engkau kembali, selamat dan sejahtera-lah engkau. Jika tidak, akan kutebas […]

    Suka

  9. […]  mantap  atas  kenabiannya,  sekalipun  saya  belum  pernah melihatnya,   dan   membenarkan   kenabiannya,   sekalipun   saya   belum   pernah   bertemu dengannya,” kata orang […]

    Suka

  10. […] Alaihi wa Sallam memegang pundaku lalu bersabda’ Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyebrangi jalan, “bila engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu […]

    Suka

  11. […]  mantap  atas  kenabiannya,  sekalipun  saya  belum  pernah melihatnya,   dan   membenarkan   kenabiannya,   sekalipun   saya   belum   pernah   bertemu dengannya,” kata orang […]

    Suka

  12. […] pada jantung dan hati, sedangkan kemunduran energi panas ginjal mengganggu fungsi-fungsi limpa kecil dan […]

    Suka

  13. […] Alaihi wa Sallam memegang pundaku lalu bersabda’ Jadilah engkau di dunia laksana orang asing atau orang yang menyebrangi jalan, “bila engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu […]

    Suka

Tinggalkan komentar