Hidup Zuhud

Posted: 7 Juni 2010 in Tausiyah
Tag:

Manusia adalah makhluk pengejar kebahagiaan. Namun, tak semua manusia mencicipi hidup bahagia. Karena tidak setiap manusia tahu bagaimana merengkuh kebahagiaan. Kebahagiaan tergantung pada pola hidup. Islam menganjurkan pola hidup zuhud. Apakah zuhud itu? Zuhud terumuskan dalam dua kalimat Alquran. ”Supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu.” (QS Al-Hadid: 23).

Ada dua ciri zahid (individu yang menjadikan zuhud sebagai pola hidup). Pertama, zahid tidak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada apa yang dimiliki. Bila bahagia ditambatkan pada kendaraan yang dimiliki, kala kendaraan itu tergores, hilanglah bahagia yang bersemayam di dada. Jika hati dilabuhkan pada yang dimiliki, maka saat apa yang dimiliki itu terlepas dari genggaman, terlepaslah kebahagiaannya.

Kedua, kebahagiaan zahid tidak terletak pada materi, tapi pada dataran spiritual. Hidup akan menjelma menjadi guyonan yang mengerikan bila makna bahagia disandarkan pada benda. Sebab, benda hanya menunggu waktu untuk lenyap.

”Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.” (QS Al-Rahman: 26-27).

Hakikat zuhud bukanlah meninggalkan dunia, namun tidak meletakkan hati padanya. Zuhud bukan menghindari kenikmatan duniawi, tetapi tidak
meletakkan nilai yang tinggi padanya.

”Tiadalah perbandingan dunia ini dengan akhirat, kecuali seperti seorang yang memasukkan jarinya dalam lautan besar, maka perhatikan berapa dapatnya. (HR Muslim).

Oleh sebab itu, zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal.

”Zuhud terhadap kehidupan dunia tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti dari apa yang ada pada Allah SWT dan hendaklah engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang menimpamu
walaupun musibah itu akan tetap menimpamu.” (HR Ahmad).

Dalam hadis Qudsi, diriwayatkan,

”Allah berfirman wahai dunia, berkhidmatlah kepada orang yang telah berkhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu. (HR Al-Qudlai).

Ringkasnya, rumus hidup bahagia adalah kemampuan memilih nikmat yang abadi di atas kenikmatan yang fana. Bagaimana supaya baju zuhud dapat dikenakan? Dalam Nashaih Al-Ibad, Syaikh Nawawi al-Bantani menceritakan kisah Ibrahim bin Adham tentang mencapai zuhud. Beliau menjawab, ”Ada tiga sebab. Saya melihat kuburan itu mengerikan, sedangakan belum kudapati pelipur (atasnya). Saya melihat jarak perjalanan amatlah jauh, padahal belum kumiliki bekal, dan saya melihat Allah yang Maha perkasa akan mengadili, padahal belum kudapati alasan
(untuk mengelak dari hukumannya).”

https://tausyah.wordpress.com

 

 

 

Komentar
  1. […] Allah, dan orang-orang yang hendak menyelewengkan agama Islam. Muham­mad bin Abu Bakar telah gugur sebagai pahlawan syahid. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya. Perhitungan tentang kema­tiannya itu kita serahkan […]

    Suka

  2. […] benar bedanya antara Imam Ali r.a. di Kufah dengan Muawiyah di Syam. Imam Ali r.a. hidup zuhud dan suci, sedang Muawiyah hidup serba mewah meniru raja-raja Persia dan Roma­wi. Salah seorang dinasti Bani […]

    Suka

  3. […] Nauf,” ujar Imam Ali r.a. meneruskan, “bahagialah orang yang hidup zuhud di dunia, orang-orang yang merindukan akhirat. Mereka itulah orang-orang yang menjadikan bumi ini […]

    Suka

  4. […] dan keadilan seorang yang hidup zuhud, taqwa dan tekun beribadah seperti Imam Ali r.a. itu memang sukar se­kali dijajagi. Keistimewaan hukum yang berlaku pada masa […]

    Suka

  5. […] Nun Ibn Manshur. Padahal sebelumnya para pakar kesehatan kerajaan sudah menyerah, tak satu pun yang mampu mengatasi penyakit sang […]

    Suka

  6. […] yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: […]

    Suka

  7. […] Nun Ibn Manshur. Padahal sebelumnya para pakar kesehatan kerajaan sudah menyerah, tak satu pun yang mampu mengatasi penyakit sang […]

    Suka

  8. […] yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: […]

    Suka

  9. […] Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu Hamid […]

    Suka

  10. […] kepada keluarganya. Sebab bisa jadi, penolakan merupakan jalan pensucian jiwa dari kedzaliman diri sendiri, bisa jadi penolakan merupakan proses untuk mencapai kematangan, kemantapan & kejernihan niat. […]

    Suka

  11. […] yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: […]

    Suka

  12. Heru Hardiyanto berkata:

    […] keluarganya. Sebab bisa jadi, penolakan merupakan jalan pensucian jiwa dari kedzaliman diri sendiri, bisa jadi penolakan merupakan proses untuk mencapai kematangan, kemantapan & kejernihan niat. […]

    Suka

  13. […] orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang […]

    Suka

  14. […] Nun Ibn Manshur. Padahal sebelumnya para pakar kesehatan kerajaan sudah menyerah, tak satu pun yang mampu mengatasi penyakit sang […]

    Suka

  15. […] lainnya disana, tiba  – tiba saya bergumam nama Allah beberapa kali, ketika memegang pagar makam Fatimah. Ketika saya duduk sebuah kenikmatan spiritual menyergap saya, bukan kenikmatan yang seolah – […]

    Suka

  16. […] Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu Hamid […]

    Suka

  17. […] benar bedanya antara Imam Ali r.a. di Kufah dengan Muawiyah di Syam. Imam Ali r.a. hidup zuhud dan suci, sedang Muawiyah hidup serba mewah meniru raja-raja Persia dan Roma­wi. Salah seorang dinasti Bani […]

    Suka

  18. […] dan keadilan seorang yang hidup zuhud, taqwa dan tekun beribadah seperti Imam Ali r.a. itu memang sukar se­kali dijajagi. Keistimewaan hukum yang berlaku pada […]

    Suka

  19. […] Abu Dzar mengulangi kata-katanya: “Aku tidak membutuhkan duniamu!”Sebagai orang yang hidup zuhud dan taqwa, Abu Dzar ber­juang semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang […]

    Suka

  20. […] orang yang hidup zuhud dan taqwa, Abu Dzar ber­juang semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan yang […]

    Suka

Tinggalkan komentar